Anda di halaman 1dari 78

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM

FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCA PANEN

OLEH
KELOMPOK V

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARM
2015

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan ini merupakan salah syarat untuk menyelesaikan mata kuliah


Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen Semester Ganjil Tahun 2015/2016. Fakultas
Teknologi Pangan dan Agroindustri Uiversitas Mataram.

Mataram, 19 Desember 2015


Mengetahui, Praktikan,
Co. Assisten Praktikum Fisiologi dan Teknologi
Pasca Panen

Baiq Mustika Sari Abdul Karim


NIM. J1A 012 015 NIM. J1B013004

Ida Kurniawati Abdurrahman


NIM. J1A 012 049 NIM. J1B013006

Riezka Zuhriatika Rasyda Alfin Fajar


NIM J1A 012 111 NIM. J1B013010

Rina Heldiyanti Asrima Wardani


NIM J1A 012 115 NIM. J1B013014

Yusilawati Astrid Afdal Jumiatul


NIM J1A 012 143 NIM. J1B013016

Medi SopianAsmana Baiq Desi Eka M


NIM. J1B 012 079 NIM. J1B013020

Winda Lestari Baiq Marhamah


NIM. J1B 012 145 NIM. J1B013022

Hadi Irawan Baiq Sripuji Astuti


NIM. J1B 212 047 NIM. J1B012028

Menyetujui,

Koordinator 1, KoordinatorII,
Praktikum Fisiologi dan Teknologi Praktikum Fisiologi dan Teknologi
Pasca Panen Pasca Panen

Rucitra Widyasari, S.TP.,M,Si. Rini Nofrida, S.TP., M,Si.


NIP. 19850622 201504 2 001 NIP. 19871123 201504 2 001

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
karunia Nya. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW. Laporan tetap praktikum ini merupakan salah satu tugas akhir
untuk memenuhi syarat kelulusan pada mata kuliah Fisiologi dan Teknologi Pasca
Panen. Selama proses pembuatan laporan ini, penyusun mendapat begitu banyak
rintangan dan hambatan. Namun, dengan kerjasama kelompok dan bantuan dari
pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, maka laporan
ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca budiman sangat
diharapkan demi perbaikan laporan ini kedepannya.

Mataram, 19 Desember 2015

Tim penyusun

iii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
ACARA I.PENGARUH KONDISI DAN LAMA PENYIMPANAN
TERHADAP SUSUT BERAT BAHAN
PENDAHULUAN .................................................................................1
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................2
PELAKSANAAN PRAKTIKUM .........................................................4
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN ................................7
PEMBAHASAN ..................................................................................12
PENUTUP ............................................................................................15
ACARA II.SIFAT FISIK, KIMIA DAN KECEPATAN RESPIRASI
BEBERAPA KOMODITI HASIL PERTANIAN
PENDAHULUAN ...............................................................................16
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................17
PELAKSANAAN PRAKTIKUM .......................................................19
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN ..............................21
PEMBAHASAN ..................................................................................25
PENUTUP ............................................................................................28

iv
ACARA III. MEMPELAJARI SIFAT - SIFAT BUAH DAN SAYUR
SELAMA CHILLING DAN FREEZING
PENDAHULUAN ...............................................................................29
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................30
PELAKSANAAN PRAKTIKUM .......................................................32
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN ..............................34
PEMBAHASAN ..................................................................................40
PENUTUP ............................................................................................43
ACARA IV. PENGARUH KMnO4, CaC2, DAN ETHILEN DALAM
PROSES PEMATANGAN BUAH
PENDAHULUAN ...............................................................................44
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................46
PELAKSANAAN PRAKTIKUM .......................................................48
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN ..............................51
PEMBAHASAN ..................................................................................54
PENUTUP ............................................................................................58
ACARA V. PENGARUH ANTI MIKROBA TERHADAP PENYIMPANAN
PENDAHULUAN ...............................................................................59
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................60
PELAKSANAAN PRAKTIKUM .......................................................62
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN ..............................63
PEMBAHASAN ..................................................................................64
PENUTUP ............................................................................................67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1. Persentase susut berat apel dan kentang pada berbagai kondisi penyimpanan .7
1.2. Persentase susut berat gabah dan beras pada berbagai kondisipenyimpanan ...8
1.3. Persentase Kadar Air Gabah Dan Beras Pada Berbagai Kondisi penimpanan .8

2.1. Hasil pengamatan sifat fisik ............................................................................21

2.2. Hasil pengamatan sifat kimia ..........................................................................21

2.3. Hasil pengukuran kecepatan respirasi .............................................................21

2.4. Hasil pengamatan total asam ...........................................................................22

2.5. Hasil pengamatan kadar vitamin C .................................................................22

3.1. Hari pengamatanhari ke-0 ...............................................................................34


3.2. Persentase susut berat apel dan kentang pada berbagai kondisi penyimpana .34
4.1. Hasil pengamatan awal (Hari ke-0).................................................................51

4.2. Hasil pengamatan KOH dalam proses pematangan buah ...............................52

4.3. Hasil pengamatan pengaruh CaC2 dalam proses pematangan buah ................52

4.4. Hasil pengamatan pengaruh kontrol dalam proses pematangan buah ............53

5.1. Hasil pengamatan ............................................................................................63

vi
ACARA I
PENGARUHSUHUDANLAMAPENYIMPANANTERHADAP
SUSUTBERAT BAHAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang memiliki sumber daya alam yang
tergolong tinggi terutama pada bidang pertanian. Dari hasil pertanian tersebut kita
bisa menikmati serta mengkonsumsi berbagai macam buah dan sayur yang tinggi
akan vitamin dan mineral yang dibutuhkan tubuh. Buah merupakan hasil tanaman
yang dapat dikonsumsi secara langsung dan dalam keadaan segar. Sedangkan
sayuran merupakan hasil tanaman yang dapat dikonsumsi setelah dimasak atau
diolah. Buah dan sayuran setelah di panen, masih merupakan bahan hidup dan
masih mengalami respirasi dan transpirasi.
Buah dan sayuran yang masih mengalami respirasi maupun transpirasi
dapat mempengaruhi terjadinya proses kerusakan patogenik atau kerusakan fisik
kerusakan yang terjadi pada buah dan sayur juga dapat disebabkan oleh kerusakan
mekanis. Kerusakan mekanis ini biasanya disebabkan oleh pemanenan atau proses
pengangkutan yang kurang baik, penumpukan bahan yang tidak sesuai serta
pengaruh lamanya penyimpanan. Dari kerusakan-kerusakan tersebut, dapat
meningkatkan penyusutan berat suatu bahan yang dapat mengakibatkan ksegaran
pada bahan akan berkurang. Oleh karena itu, praktikum ini bertujuan untuk
mengetahui dan memahami faktor-faktor yang berpengaruh terhadap susut berat
komoditi hasil pertanian yang diakibatkan oleh proses lama penyimpanan.

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dan
memahami faktor-faktor yang berpengaruh terhadap susut berat komoditi hasil
pertanian dan lama penyimpanannya.

1
TINJAUAN PUSTAKA

Susut pasca panen terjadi akibat proses transpirasi, respirasi, dan


reaksi-reaksi lain yang ditimbulkan oleh suhu tinggi, suhu rendah, atau
kondisi lain yang tidak cocok. Susut air setelah panen dapat menghilangkan
zat gizi sehingga buah kualitasnya menjadi menurun. Susut air terjadi segera
setelah hasil panen atau buah dicabut dari tanah atau dipetik. Menyimpan
hasil pertanian dengan lama penyimpanan yang tepat perlu dilakukan agar
kualitasnya tidak menurun drastis (Wulandari, 2012).
Respirasi adalah proses pemecahan komponen organik menjadi produk
yang lebih sederhana dan energi. Aktivitas ini ditujukan untuk memenuhiI
kebutuhan energi sel agar tetap hidup. Berdasarkan pola respirasi dan produksi
etilen selama pendewasaan dan pematangan produk nabati dibedakan menjadi
klimakterik dan non-klimakterik. Komoditi dengan laju respirasi tinggi
menunjukkan kecenderungan lebih mudah rusak (Muchtadi, 2009).
Transpirasi adalah pengeluaran air dalam jaringan produk nabati. Laju
transpirasi dipengaruhi oleh faktor internal (morfologi, rasio permukaan terhadap
volume) dan faktor eksternal (suhu, kelembaban, pergerakan udara dan kondisi
atmosfir). Transpirasi yang berlebihan akan menyebabkan produk mengalami
pengurangan berat, pengurangan daya tarik (karena layu), pengurangan nilai
tekstur, dan nilai gizi. Pengendalian laju respirasi dilakukan dengan pelapisan,
penyimpana dingin atau modifikasi atmosfir (Anonim, 2011).
Kelembaban Relatif (RH) didefinisikan sebagai perbandingan dari
jumlah kandungan uap air di udara dengan jumlah kandungan uap air
jenuh/maksimum pada temperatur yang sama, dinyatakan dalam persen. RH
dalam ruang penyimpanan berhubungan langsung dengan daya tahan kualitas
bahan yang disimpan. Kelembaban yang rendah akan mengakibatkan pelayuan
atau pengkeriputan (shriveling) pada bahan, dan kelembaban yang tinggi
dapat merangsang proses pembusukan terutama jika terjadi perubahan atau
variasi temperatur dalam ruangan. Kelembaban relatif yang mencapai 100%

2
juga akan mengakibatkan terjadinya kondensasi air sehingga kontrol terhadap
cendawan akan makin sulit. Kelembaban yang tepat adalah kelembaban yang
dapat menjaga agar tidak terjadi kehilangan air akibat penyerapan oleh
udara, namun tetap menjamin keamanan bahan yang disimpan terhadap
pertumbuhan mikroba. Untuk mencapai kelembaban yang cukup, hendaknya
digunakan isolasi yang baik, menghindari kebocoran, dan mengadakan
permukaan dingin yang cukup luas. Dengan demikian beda temperatur antara
permukaan pendingin dengan bahan dapat diperkecil (Komar, 2010).
Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat aktivitas enzim dan
reaksi-reaksi kimia serta menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba
tujuan penyimpanan suhu rendah (10°C) adalah untuk mencegah kerusakan tanpa
mengakibatkan perubahan yang tidak diinginkan seperti terjadinya pembusukan.
Dengan pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme
dimana pada umumnya setiap penurunan suhu 8°C kecepatan reaksi akan
berkurang menjadi setengahnya. Oleh karena itu, dengan penyimpanan pada suhu
rendah dapat memperpanjang masa hidup dari jaringan-jaringan di dalam bahan
pangan tersebut. Hal ini tidak hanya disebabkan proses respirasi yang menurun,
tetapi juga karena terhambatnya pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dan
kerusakan (Rachmawati, 2010).

3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jum’at 06 November 2015 di
Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan
Agroindustri Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum
a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah timbangan
analitik, lemaries, toples, wadah buah, pisau, oven, desikator dan botol
timbang.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah buah
Apel, Kentang, Gabah dan Beras.

Prosedur Kerja

a. Perubahan Susut Berat Bahan (Buah dan Sayur)

Apel dan kentang

Ditimbang sebagai
berat awal

Dibagi menjadi 4
bagian dan diberi
perlakuan

4
Tanpa luka Tanpa luka Dilukai Dilukai
suhu ruang suhu dingin suhu ruang luka suhu
dingin

Di simpan selama 7
hari

Di timbang sebagai
berat akhir

Dihitung susut berat menggunakan


𝑎−𝑏
rumus x 100%
100

5
b. Perubahan Susut Berat pada Serealia

Dibagi gabah dan beras menjadi 2 bagian, kemudian ditimbang sebanyak 10 gr


sebagai berat awal

Diberi perlakuan

Disimpan ditempat terbuka Disimpan ditempat terbuka

Disimpan selama 7 hari, pengukuran hari ke 3 dan ke 7 ditimbang berat akhir

Dihitung susut berat dan kadar air

6
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil Pengamatan

Tabel 1.1. Hasil Pengamatan Susut Berat Bahan ( Buah dan sayur)
Kondisi Berat awal Berat akhir Susut berat
Bahan
penyimpanan (gr) (gr) (gr)
Apel 1 73,85 72,4643 1,3857
Apel 2 Tanpa luka 79,99 78,33 1,8767
Kentang 1 suhu ruang 132,48 132,1224 0,3576
Kentang 2 101,86 101,646 0,214
Apel 1 70.06 70,1981 -0, 1381
Apel 2 Tanpa luka 62,75 62,5469 0,2031
Kentang 1 suhu dingin 110,36 110,9286 -0,5686
Kentang 2 96,75 97,1620 -4,12
Apel 1 73,887 67,3457 6,5413
Apel 2 Dilukai suhu 42,09 38,8281 3,2619
Kentang 1 ruang 115,21 112,9654 2,2246
Kentang 2 104,94 102,3524 2,5876
Apel 1 74,56 72,1324 2,4271
Apel 2 Diluka suhu 77,90 74,7443 3,1557
Kentang 1 dingin 109,86 106,5087 3,3513
Kentang 2 111,09 106,1474 4,9426

7
Tabel 1.2. Hasil Pengamatn Kadar Air Bahan (serealia)
Berat awal Berat akhir Kadar air (%)
Kondisi
Bahan Hari ke Hari ke Hari ke
penyimpanan
0 3 7 0 3 7 0 3 7
Gabah Tempat terbuka 26,2953 26,6804 26,6518 28,0584 26,574 26,5733 0,0496 0,3987 0,2945
Tempat tertutup 28,6678 28,5786 28,5514 28,5118 28,5018 28,5033 0,5441 0,2687 0,1684
Beras Tempat terbuka 28,1347 29,0594 24,0334 28,9458 28,9364 28,9346 0,6483 0,4232 0,3368
Tempat tertutup 28,1004 28,1930 28,1325 28,1008 28,0481 28,0472 0,1476 0,3372 0,3032

Tabel 1.3. Hasil Pengamatan Susut Berat Bahan (serealia)


Berat akhir (gr) Susut berat (%)
Kondisi
Bahan Berat awal (gr) Hari ke Hari ke
penyimpanan
3 7 3 7
Gabah Tempat tertutup 10 10,08 10,09 -9,98 -0.09
Tempat terbuka 10 10,01 9,95 -9,91 -9,85
beras Tempat tertutup 10 10,01 10,20 -9,91 -10,1
Tempat terbuka 10 10 10,08 -9,9 -9,98

8
Hasil Perhitungan

Perhitungan Susut Berat :


Berat awal  Berat akhir
Susut Berat = x 100%
100

Perhitungan Kadar Air :


Berat awal  Berat akhir
KA (%) = x 100%
Berat awal
1. Susut Berat
Apel 1
73,85 − 72,4643
Tanpa luka, T kamar = x 100% = 1,3857%
100

70.06− 70,1981
Tanpa luka, T dingin = x 100% = -0, 1381 %
100

73,887− 67,3457
Luka, T kamar = x 100% = 6,5413 %
100

74,56− 72,1324
Luka, T dingin = x 100% = 2,4271 %
100

Apel 2
79,99 − 78,33
Tanpa luka, T kamar = x 100% = 1,8767%
100

62,75− 62,5469
Tanpa luka, T dingin = x 100% = 0,2031 %
100

73,887− 67,3457
Luka, T kamar = x 100% = 6,5413 %
100

42,09− 38,8281
Luka, T dingin = x 100% = 3,2619 %
100

Kentang 1
132,48 − 132,1224
Tanpa luka, T kamar = x 100% = 0,3576%
100
110,36− 110,9286
Tanpa luka, T dingin = x 100% = -0,5686%
100

9
115,21− 112,9654
Luka, T kamar = x 100% = 2,2246 %
100

109,86− 106,5087
Luka, T dingin = x 100% = 3,3513 %
100

Kentang 2
101,86− 101,646
Tanpa luka, T kamar = x 100% = 0,214%
100
96,75− 97,1620
Tanpa luka, T dingin = x 100% = -4,12 %
100
104,94− 102,3524
Luka, T kamar = x 100% = 2,5876 %
100
111,09− 106,1474
Luka, T dingin = x 100% = 4,9426 %
100

2. Kadar air (%) serealia hari ke 7

Gabah
26,6518− 26,5733
Terbuka = x 100% = 0,2945 %
26,6518
28,5514− 28,5033
Tertutup = x 100% = 0,1684%
28,5514

Beras
24,0334− 28,9346
Terbuka = x 100% = 0,3368 %
24,0334
28,1325− 28,0472
Tertutup = x 100% = 0,3032 %
28,1325

Susut berat (%) serealia hari ke 7


Gabah
10− 10,09
Terbuka = x 100% = -0.09 %
100

10− 9,95
Tertutup = x 100% = -9,85%
100

10
Beras
10− 10,20
Terbuka = x 100% = -10,1 %
100

10− 10,08
Tertutup = x 100% = -9,98 %
100

11
PEMBAHASAN

Hasil pertanian dalam hal ini sayuran, buah- buhan, serealia dan lain lain
masih tetap hidup setelah dipanen. Proses metabolisme seperti respirasi dan
transpirasi masih tetap berlangsung. Proses metabolisme merupakan proses
fisiologi yang lajunya sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kerusakan
mekanis maupun akibat dari aktivitas mikrobiologis yang dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan seperti Rh dan suhu. Penyimpanan pada suhu ruangan dengan
kelembababan yang rendah serta suhu yang tinggi memicu transpirasi dan
respirasi berjalan lebih cepat. Pada proses transpirasi kehilangan air bagi hasil
pertanian sangat mempengaruhi susut berat, penampilan, tekstur, dan cita rasa
(Widyastuti, 2015).
Apel dan kentang tergolong dalam buah dan sayur klimakterik, dimana
pada suhu optimumya akan terjadi laju respirasi yang sangat tinggi sehingga
proses pematangan dan kerusakan akan cepat terjadi. Namun, buah apel dan
kentang walaupun termasuk golongan klimakterik, laju respirasinya terbilang
rendah, karena memiliki sifat dormain. Berbeda dengan buah non klimaktrerik
yang tidak melakukan respirasi, melainkan mengalami penurunan produksi CO2.
Apel yang mengalami kerusakan mekanis seperti luka akan mempercepat
terjadinya penyusutan berat bahan. Hal ini dikarenakan jaringan kulit pada bahan
sudah tidak berfungsi dengan baik atau sifat semipermeabel jaringan sudah tidak
selektif lagi, sehingga air dalam bahan dengan mudah keluar atau teruapkan.
Proses transpirasi ini akan berjalan cepat apabila dalam keadaan optimumnya
(Anonim,2010).
Praktikum kali ini akan dilakukan pengukuran susut bahan dan kadar air
pada hasil pertanian yaitu kentang, apel, beras dan gabah. Pada kentang dan apel
akan disimpan dengan 2 kondisi lingkungan yaitu suhu kamar dan suhu dingin
dengan 4 perlakuan yaitu apel dan kentang tidak dilukai disimpan pada suhu
kamar dan suhu dingin kemudian perlakuan apel dan kentang dilukai disimpan.
pada suhu kamar dan suhu dingin. Dari hasil pengamatan diperoleh hasil bahwa

12
untuk apel nilai susut berat bahan terbesar terdapat pada apel yang disimpan pada
suhu ruang tanpa dilukai yaitu sebesar 1,8767 % dari berat awal sedangkan pada
kondisi suhu dingin diperoleh nilai susut berat bahan untuk apel yang tidak
dilukai sebesar 0,2031% dari berat awalnya. Untuk apel yang dilukai pada suhu
ruang nilai susut berat bahan terbesar yaitu 6,5413% dari berat awalnya dan untuk
apel yang dilukai pada suhu dingin diperoleh nilai susut terbesar yaitu 3,1557%
dari berat semula. Pada kentang nilai susut berat bahan terbesar pada perlakuan
tanpa dilukai pada suhu ruang diperoleh nilai sebesar 0,214% dari berat awal dan
untuk kentang yang dilukai pada suhu ruang siperoleh nilai -0,214%. Untuk
kentang yang dilukai disimpan pada suhu ruang mempunyai nilai susut 2,5876%
dan untuk kentang yang dilukai kemudian disimpan pada suhu dingin memperoleh
nilai susut berat bahan sebesar 4,9426%.
Hasil pertanian yang disimpan pada suhu dingin mempunyai nilai susut
yang lebih kecil hal ini sesuai dengan teori bahwa Penyimpanan pada suhu rendah
dapat menghambat aktivitas enzim dan reaksi-reaksi kimia serta menghambat atau
menghentikan pertumbuhan mikroba tujuan penyimpanan suhu rendah (10°C)
adalah untuk mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan perubahan yang tidak
diinginkan seperti terjadinya pembusukan. Dengan pendinginan dapat
memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme dimana pada umumnya
setiap penurunan suhu 8°C kecepatan reaksi akan berkurang menjadi
setengahnya. Oleh karena itu, dengan penyimpanan pada suhu rendah dapat
memperpanjang masa hidup dari jaringan-jaringan di dalam bahan pangan
tersebut. Hal ini tidak hanya disebabkan proses respirasi yang menurun, tetapi
juga karena terhambatnya pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dan
kerusakan (Suriani, 2010).
Pengukuran kadar air dan susut berat bahan pada komoditi hasil pertanian
beras dan gabah dengan dua perlakuan yaitu disimpan pada tempat terbuka dan
disimpan pada tempat tertutup (didalam toples ). Pada gabah yang ditempatkan
pada tempat terbuka susut berat yang terjadi pada hari ke-7 adalah -9,85 % dengan
kadar air sebesar 0,2945% dari berat semula dan gabah di tempat tertutup
mengalami susut berat sebesar -0.09 % dengan kadar air 0,1684%. Pada beras

13
ditempat terbuka susut berat yang terjadi adalah -9,98 % dengan kadar air
0,3368% dan pada tempat tertutup susut beratnya adalah -10,1 % dengan kadar air
bahan 0,3032% dari berat awal. Penyimpanan gabah dan beras di tempat tertutup
nilai susut berat yang terjadi lebih kecil dari pada perlakuan pada tempat terbuka
hal ini dikarenakan terjadi proses repirasi dan transpirasi yang cepat pada kondisi
lingkungan terbuka yang menyebabkan penguapan air pada bahan berjalan lebih
cepat sehingga banyak kehilangan air akibat penguapan.

14
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat ditarik beberapa
kesimpulan :
1. Buah dan sayur setelah dipanen tetap mengalami respirasi dan transpirasi.
2. Buah apel yang diberi perlakuan tanpa luka dan suhu ruang penyusutannya
sebesar 1,385% dan Apel tanpa luka yang disimpan disuhu dingin penyusutan
sebesar 0,138%.
3. Kentang tanpa luka di simpan pada suhu ruang penyusutan sebesar 0,357%dan
Kentang tanpa luka yang disimpan pada suhu dingin penyusutan sebesar
0,568%.
4. Bahan yang disimpan pada suhu ruang penyusutan lebih besar karena proses
respirasinya lebih cepat dan Bahan yang disimpan pada suhu dingin
penyusutan lebih kecil karena proses respirasinya lebih lambat.
5. Gabah dan beras yang disimpan pada tempat terbuka pengurangan kadar
airnya lebih besar sedangkan beras dan gabah yang disimpan pada suhu dingin
pengurangan kadar airnya lebih sedikit.
6. Faktor yang mempengaruhi pengurangan kadar air antara lain kelembaban,
suhu, dan lingkungan.

15
ACARA II
SIFAT FISIS, KIMIA DAN KECEPATAN RESPIRASI BEBERAPA
KOMODITI HASIL PERTANIAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Komoditi hasil panen memiliki sifat fisik dan kimia yang khas. Dari segi fisik,
setiap komoditi memiliki bentuk, ukuran dan warna yang berbeda yang
mencirikan produk tersebut. Dari segi kimia, kandungan gizi dalam komoditi pun
berbeda-beda. Komoditi pertanian setelah panen masih melakukan metabolisme
walaupun kecepatan metabolisme tersebut lebih rendah dibanding dengan
komoditi sebelum panen. Metabolisme ini berupa respirasi. Respirasi yang terjadi
terus-menerus dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pada bahan baik
perubahan fisik maupun kimia.
Perubahan fisik dan kimia selain di tentukan oleh tingkat kematangan buah
juga dipengaruhi oleh factor-faktor luar atau factor lingkungan seperti, curah
hujan, cahaya maupun pemupukan selama penanaman. Buah-buahan dan sayur-
sayuran sebagai hasil pertanian masih melakukan respirasi serta proses
metabolisme lain setelah dipanen. Oleh karena itu untuk memahami faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap sifat fisik dan kimia buah maka dilakukanlah
praktikum ini.

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari pengaruh faktor
intrinsik komoditi hasil pertanian terhadap sifat fisis, kimia dan laju respirasinya.

16
TINJAUAN PUSTAKA

Sebagian besar produk hasil pertanian seperti buah-buahan dan sayur-


sayuran mengalami proses respirasi setelah dipanen dan disimpan sehingga
mepengaruhi daya simpan bahan. Laju respirasi merupakan petunjuk untuk daya
simpan buah-buahan dan sayur-sayuran sesudah dipanen. Intensitas respirasi
dianggap sebagai ukuran laju jalannya metabolisme dan oleh karena itu sering
dianggap juga sebagai petunjuk laju respirasi yang tinggi biasanya disertai dengan
umur simpan yang pendek. Hal ini juga merupakan laju kemunduran mutu dan
nilai sebagai bahan pangan (Basuki, 2012).
Buah-buahan dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan laju
respirasinya, yaitu buah klimaterik dan buah non-klimaterik. Buah klimaterik
adalah buah yang memiliki kenaikan laju respirasi ke tingkat yang paling tinggi
sebelum pemasakan. Sebaliknya, buah non-klimaterik adalah buah yang tidak
mengalami kenaikan atau perubahan laju respirasi. Atau dalam kata lain, buah
klimaterik dapat pula diartikan sebagai buah yang cepat mengalami kerusakan
atau pembusukan, sedangkan buah non-klimaterik adalah buah yang tidak mudah
mengalami kerusakan pascapanen. Proses pematangan buah non-klimaterik terjadi
saat buah masih berada pada pohonnya, sedangkan buah klimaterik akan cepat
matang setelah buah dipanen (Winarno, 1992).
Laju respirasi buah dan sayuran merupakan petunjuk aktivitas metabolisme
jaringandan oleh karena itu berguna sebagai petunjuk lama penyimpanan buah
dan sayurantersebut. Jika laju respirasi buah atau sayuran diukur, oksigen yang
dikonsumsi dankarbondioksida yang dilepaskan selama periode perkembangan,
pematangan, pemasakan,dan senesen, maka pola respirasi tertentu akan di peroleh.
Laju respirasi per unit berattertinggi terjadi pada buah mentah (hijau) atau sayuran
yang belum dewasa dan kemudian menurun dengan bertambahnya umur
(Pantastiko, 2008).
Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan oksigen dari
lingkungan. Proses transport gas-gas dalam tumbuhan secara keseluruhan
berlangsung secara difusi. Oksigen yang digunakan dalam respirasi masuk ke

17
dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan difusi melalui ruang antar sel, dinding sel,
sitoplasma dan membran sel. Demikian juga halnya dengan karbondioksida yang
dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar sel dan masuk ke dalam ruang antar sel.
Hal ini karena membran plasma dan protoplasma sel tumbuhan sangat permeabel
bagi kedua gas tersebut. Setelah mengambil oksigen dari udara, oksigen kemudian
digunakan dalam proses respirasi dengan beberapa tahapan, diantaranya yaitu
glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus asam sitrat, dan transpor elektron
(Thahir, 2005).
Selama proses hidrolisis terjadi pemecahan khlorofil, pati, pektin, dan lain-
lain. Dengan demikian selam proses pematangan buah dan sayur akan mengalami
perubahan fisik dan kimia. Perubahan fisik diantaranya adalah perubahan warna,
tekstur, rasa, dan bau, sedangkan perubahan kimia antara lain perubahan
kandungan total asam (pH), kandungan pati, kandungan vitamin, kandungan gula
dan asam-asam organik (Mappiratu, 2010).

18
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini di laksanakan pada hari sabtu, 20 November 2015 di
Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan
Agroindustri Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum

a. Alat Praktikum
Adapun alat yang di gunakan dalam praktikum ini adalah timbangan,
penetrometer, blender, pisau, kain saring, beaker glass, erlenmeyer, gelas
ukur, labu ukur, pipet volume, pipet tetes, pH meter, buret, statif, corong,
tabung reaksi, mortar, dan kertas saring.

b. Bahan praktikum
Adapun bahan yang digunakan dala praktikum ini adalah tomat
mentah, tomat matang, jeruk mentah, jeruk matang, bayam, larutan KOH,
larutan HCL, dan reagen benedict, amilum, iodine, NaOH, mangga matang,
dan mangga mentah.

Prosedur Kerja

Ditambah bahan yang telah dihamncurkan sebanyak 10 gr

Dimasukan kedalam labu ukur 100 ml kemudian dibilas dan


ditambahkan aquades hingga tanda batas. Di ukur pH dengan pH
meter.

Dikocok hingga homogen dan disaring (ditampung dierlenmeyer


100ml)

Dipipet fitrat 25 ml kemudian dimasukan kedalam erlemeyer 100 ml

19
Ditambahkan indicator pp 2-3 tetes dan difiltrasi dengan larutan NaOH
0.1 N hingga warna merah muda terbentuk bertahan sekitar 30 detik

ml x N X FP
Dihitung total asam = gram bahan

Dipipet filtrate 25 dimasukan kedalam erlemeyer

Ditambahkan amilum 1% 1 ml

Difiltrasi iodium 0.01 N hingga terbentuk warna biru muda (30 detik)

T X 0.88 X FP
Rumus vitamin C = X 100%
W

20
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil Pengamatan

Table 2.1. Hasil Pengamatan Sifat Fisik Buah dan Sayur


Tekatur Parameter Fisik
Komoditi
1 2 3 Rata-rata Warna Rasa Bau
Tomat Kuning Bau khas
1 1 1 1 Kecut/masam
muda orange tomat
Tomat Bau khas
2.0 1.5 2.5 2 Merah Asam, manis
matang tomat
Jeruk Manis, agak Bau khas
1 1 1 1 Hijau tua
muda kecut jeruk
Jeruk Bau khas
1.5 1.5 1.5 1.5 Kuning Manis
matang jeruk
Bau khas
Bayam 1.0 0.5 1.0 0.83 Hijau Rasa Bayam
bayam

Tabel 2.2. Hasil Pengamatan Sifat Kimia


Parameter Kimia
Komoditi
pH
Toamat Muda 3,47
Toamat Matang 3,86
Jeruk Muda 3
Jeruk Matang 4,4
Bayam segar 6,23

Tabel 2.3. Hasil Pengamatan Pengukuran Kecepatan Respirasi


Jumlah
Komoditi ml HCl (blanko) ml HCl (sampel)
CO2(ml/g/jam)
Tomat muda 24.55 ml 24,2 ml 0,308
Tomat matang 24.55 ml 23,6 ml 0,836
Jeruk muda 24.55 ml 24,15 ml 0,352
Jeruk matang 24.55 ml 24,05 ml 0,44
Bayam 24.55 ml 16,85 ml 6,776

21
Tabel 2.4. Hasil Pengamatan Total Asam
V titrasi
Komoditi Normalitas FP W (gr) Total asam
NaOH(ml)
Tomat muda 0.1 4 15 6,8 1,813
Tomat matang 0.1 4 15 6 16
Jeruk muda 0.1 4 15 5 1,33
Jeruk matang 0.1 4 15 6 16
Bayam 0,1 4 15 0,9 2,4

Tabel 2.5 Hasil Pengamatan Kadar Vitamin C


V titrasi iodin Kadar vitamin
Komoditi pH FP W (gr)
(ml) C
Tomat muda 3,47 4 15 0,9 2,112
Tomat 3,86 15 4,107
4 1,75
matang
Jeruk muda 3 4 15 6 1,408
Jeruk matang 4,4 4 15 0,65 1,525
Bayam 6,23 4 15 0,75 1,76

Hasil Perhitungan
a. Perhitungan Respirasi
44
CO2 = berat bahan x (ml HCl blanko – ml HCl sampel ) x NHCl

a. Tomat Mentah
44
CO2 = 5 x ( 24,55 – 24,2 ) x 0,1

= 0,308 ml/ gr bahan/ jam

b. Tomat Matang
44
CO2 = x ( 24,55 -23,6 )
5

= 0,836 ml/ g bahan / jam

c. Jeruk Muda
44
CO2 = x ( 24,55 – 24,15) x 0,1
5

= 0,352 ml/ g bahan/ jam

d. Jeruk Matang
44
CO2 = x ( 24,55 – 24,05 ) x 0,1
5

22
= 0,44 ml/ gr bahan/ jam

e. Bayam

44
CO2= x ( 24,55 – 23,9 ) x 0,1
5

= 6,776 ml/ g bahan/ jam

b. Kadar Asam
VxNxFp
a. Tomat Muda = ×100%
w

6,8x0,1x4
= 15
×100%

=18,13 %

VxNxFp
b. Tomat Matang = × 100%
w
6x0,1x4
= 15
×100%
=16 %

VxNxFp
c. Jeruk muda = ×100%
w
5x0,1x4
= 15
×100%
=13,33 %

VxNxFp
d. jeruk matang = ×100%
w

6x0,1x4
= ×100%
15
=16 %

VxNxFp
e. Bayam = w
×100%

0,9x0,1x4
= ×100%
15

= 2,4 %

23
c. Kadar vitamin C (%/)
Tx0,88xFp
a. Tomat muda = ×100 %
w
0,9X0,88X4
= ×100%
15
= 2,112%
Tx0,88xFp
b. Tomat Matang = ×100 %
w
1,75X0,88X4
= ×100%
15
= 4,107 %

Tx0,88xFp
c. Jeruk muda = ×100 %
w
6x0,88x4
= ×100%
15
= 1,408 %

Tx0,88xFp
d. Jeruk Matang = ×100
w

0,65x0,88x4
= ×100%
15

=1,525%

Tx0,88xFp
e. Bayam = ×100 %
w

0,75x0,88x4
= ×100%
15

=1,76%

24
PEMBAHASAN

Respirasi didefinisikan sebagai perombakan senyawa komplek yang


terdapat pada sel seperti pati, gula dan asam organik menjadi senyawa yang lebih
sederhana seperti karbondioksida, dan air, dengan bersamaan memproduksi energi
dan senyawa lain yang dapat digunakan sel untuk reaksi sintetis. Respirasi dapat
terjadi dengan adanya oksigen (respirasi aerobik) atau dengan tidak adanya
oksigen (respirasi anaerobik, sering disebut fermentasi). Laju respirasi yang
dihasilkan merupakan petunjuk yang baik dari aktifitas metabolisme pada jaringan
dan berguna sebagai pedoman yang baik untuk penyimpanan hidup hasil panen.
Jika laju respirasi buah atau sayuran diukur dari setiap oksigen yang diserap atau
karbondioksida dikeluarkan selama tingkat perkembangan (development),
pematangan (maturation), pemasakan (ripening), penuaan (senescent), dapat
diperoleh pola karakteristik repirasi. Laju respirasi per unit berat adalah tertinggi
untuk buah dan sayur yang belum matang dan kemudian terus menerus menurun
dengan bertambahnya umur (Anonim, 2011).
Berdasarkan aktivitas respirasi, sifat hasil tanaman diklasifikasikan
menjadi yang bersifat klimatrik dan non-klimatrik. Hasil tanaman yang bersifat
klimatrik akan menurun aktivitas respirasinya pada saat menjelang masak,
sedangkan hasil tanaman non-klimaterik yaitu aktivitas respirasi naik dan
selanjutnya menurun setelah kelewat matang (kartasapoetra, 1994).
Penanganan atau pengolahan hasil pertanian menghendaki agar dapat
memenuhi keinginan konsumen, seperti bentuk, warna, rasa, maupun kualitasnya.
tanaman akan mengalami proses biologis setelah dipanen. Proses biologis ini
meliputi proses fisiologis, enzimatis, dan kimiawi (khemis). Respirasi dan
penuaan hasil pertanian sangat mempengaruhi sifat produk tersebut dan berbagai
zat yang terkandungnya, dimana pengaruh tersebut akan menyebabkan perubahan
warna,tekstur ,rasa, dan bau dari hasil pertanian.
Sifat fisik dan komposisi kimia bahan hasil pertanian memiliki hubungan
erat dengan indeks kualitas dan stabilitasnya. hasil pertanian tersusun dari
senyawa kimia yang komposisinya sangat bervariasi. setiap buah-buahan dan

25
sayuran tersusun dari jaringan yang hidup dan aktif melakukan metabolisme
sehingga mengalami perubahan tergantung pada pertumbuhan sebelum panen,
tingkat kemasukan saat panen, faktor genetik dan keadaan lingkungan.
Praktikum ini dilakukan dengan menggunakan lima jenis bahan yaitu,
tomat muda, tomat matang, jeruk muda, jeruk matang, dan bayam. Kelima bahan
tersebut dibandingkan parameter fisiknya dengan melihat warna, rasa, dan bau.
Sedangkan sifat kimia akan dilihat yaitu keasaman dan gula reduksinya.Dari hasil
pengamatan diperoleh, tekstur tomat muda lebih keras daripada tomat matang dan
begitu pula dengan jeruk muda dan jeruk matang, buah yang masih muda
memiliki tekstur yang lebih keras karena jaringan tanaman muda masih
mengandung protektin yang tidak larut dalam air yang berfungsi untuk
menguatkan jaringan. Sedangkan pada buah yang matang protopektin yang ada
dalam jaringan pecah atau terhidrolisa menjadi pektin yang dapat larut dalam air
sehingga jaringan menjadi lebih lunak.
Sifat kimia yang diamati pada praktikum ini antara lain tingkat
keasaman(pH). Dari hasil pengamatan diperoleh buah tomatmuda dan tomat
matang memiliki nilai pH yang hampir sama yaitu berturut-turut 3,47 dan 3,86
dengan beda nilai total asam tomat mentah dengan total asam 18,13 %, sedangkan
tomat matang dengan total asamnya 16 %.Sedangkan pada buah jeruk muda dan
jeruk matang memiliki nilai pH yaitu berturut-turut 3 dan 4,4 dengan nilai
keasaman pada buah jeruk muda yaitu 13,33 % dan pada jeruk matang total
asamnya 16 % serta pada bayam yang memiliki nilai pH sebesar 6,23 dengan total
asam sebesar 2,4 %. Hal tersebut menunjukkan tingkat total asam pada tomat
mentah lebih tinggi daripada tomat matang, karena pada tomat matang
mengalami penurunan keasaman dan kenaikan kadar gula. Akan tetapi pada jeruk
muda lebih rendah total asamnya dibandingkan jeruk matang, hal tersebut
dikarenakan kemungkinan terjadi kesalahan pada saat pengambilan data atau
penulisan hasil perhitungan.
Hasil pengamatan kecepatan respirasi tomat matang lebih besar dari tomat
muda yaitu pada tomat matang 0,836 ml/gr bahan/jam dan pada tomat muda0,308
ml/gr bahan/jam. Begitu juga dengan respirasi pada buah jeruk muda dan jeruk

26
matang, yaitu pada buah jeruk muda 0,352 ml/gr bahan/jam dan pada buah jeruk
matang 0,44 ml/gr bahan/jam. Sedangkan pada bayam memiliki tingkat repirasi
yaitu sebesar 6,776 ml/gr bahan/jam. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat
respirasi pada buah matang lebih tinggi dibandingkan buah mentah, karena pada
buah yang matang terutama buah klimakterik akan mengalami percepatan
respirasi yang tinggi diakibatkan oleh bahan tersebut yang akan mengalami proses
kelayuan dan kerusakan serta diakibatkan oleh tingginya kadar oksigen yang
diserap dan mengeluarkan karbondioksida.
Berdasarkan hasil pengamatan kadar vitamin C, pada tomat muda dan
tomat matang memiliki nilai kadar vitamin C sebesar 2,112 % dan 4,107 %. Hal
tersebut menunjukkan bahwa tomat matang memiliki kadar vitamin C yang lebih
tinggi daripada tomat mudasehingga mengakibatkan warna yang lebih merah pada
tomat matang dibandingkan dengan tomat yang masih muda. Sedangkan pada
buah jeruk muda memiliki kadar vitamin C yaitu sebesar 1,408 % dan jeruk
matang 1,525 %, hal tersebut menunjukkan bahwa buah jeruk matang memiliki
kadar vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan dengan buah jeruk muda.
Sedangkan pada bayam memiliki kadar vitamin C sebesar 1,76 %.

27
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan, perhitungan, dan pembahasan dapat


diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Sifat fisik dapat dilihat melalui warna dan tekstur pada bahan,sedangkan sifat
kimia yang diamati yaitu keasaman (pH), vitamin C, dan total Asam.
2. Buah yang muda memiliki tekstur yang lebih keras daripada buah yang
matang karena buah yang muda/mentah masih mengandung protopektin yang
tidak larut dalam air yang berfungsi sebagai penguat jaringan.
3. Jeruk muda memiliki nilai pH yang lebih rendah yaitu sebesar 3 dibandingkan
tomat muda, tomat matang, jeruk matang, dan bayam.
4. Tomat mentah memiliki nilai total asam yang lebih tinggi dibandingkan
dengan tomat matang yaitu dengan nilai masing-masing 18,13 % dan 16 %.
5. Buah matang memiliki laju respirasi yang tinggi dibandingkan dengan buah
yang masih mentah, karena buah matang mengalami peningkatan penyerapan
O2 dan mengeluarkan CO2, sehingga buah lebih cepat layu dan mengalmi
kerusakan dengan cepat.
6. Buah tomat matang memiliki kadar vitamin C yang lebih tinggi daripada
tomat mentah yaitu dengan nilai masing-masing 4,07 % dan 2,112 %, karena
tomat yang matang memiliki warna yang lebih merah sehinga banyak
menggandung vitamin C.
7. Tomat matang memiliki kadar vitamin C yang lebih tinggi dari semua bahan
yaitu dengan nilai 4,107 % sedangkan kadar vitamin C yang paling rendah
terdapat pada jeruk muda dengan nilai sebesar 1,408 %.

28
ACARA III
MEMPELAJARI SIFAT-SIFAT BUAH DAN SAYUR SELAMA CHILLING
DAN FREEZING

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Buah – buahan dan sayuran termasuk dalam perishable food, yaitu
komoditi yang mudah rusak karena berbagai faktor, salah satunya adalah buah dan
sayuran dapat mengalami penyusutan. Menyusutnya ( losses) kualitas dan
kuantitas produk hasil pertanian terjadi sejak pemanenan hingga dikonsumsi.
Untuk mengurangi penyusutan yang terjadi setelah pemanenan, pada prinsipnya
dapat dilakukan dengan cara memanipulasi faktor biologis atau faktor lingkungan
dimana produk pertanian tersebut disimpan (Munzir,2009). Kerusakan ini salah
satunya dapat dihambat dengan penyimpanan di suhu yang rendah.
Respirasi pada buah dan sayuran masih berlangsung meskipun sudah
dipanen, sampai buah dan sayuran tersebut menjadi busuk. Proses respirasi
berlangsung pada suhu optimum, yaitu suhu dimana proses metabolisme termasuk
respirasi dapat berlangsung dengan sempurna. Pada suhu di atas atau di bawah
suhu optimum maka metabolisme akan berlangsung kurang sempurna atau bahkan
berhenti sama sekali pada suhu yang terlalu ekstrim. Penyimpanan pada suhu
rendah dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan dalam bahan pangan
karena aktivitas respirasi menurun dan menghambat aktivitas mikroorganisme.
Penyimpanan dingin tidak membunuh mikroba, tetapi hanya menghambat
aktivitasnya, oleh karena itu setiap bahan pangan yang akan didinginkan harus
dibersihkan lebih dahulu.

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum adalah agar mahasiswa dapat mengetahui
pengaruh perlakuan chilling dan freezing terhadap sifat-sifat buah dan sayur.

29
TINJAUAN PUSTAKA

Respirasi pada buah dan sayuran masih berlangsung setelah dipanen,


sampai buah dan sayuran tersebut membusuk. Untuk berlangsungnya respirasi
diperlukan suhu optimum, yaitu suhu dimana proses metabolisme (termasuk
respirasi) berlangsung dengan sempurna. Pada suhu yang lebih tinggi atau lebih
rendah dari suhu optimum, metabolisme akan berjalan kurang sempurna bahkan
berhenti sama sekali pada suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Setiap
penurunan 80°C pada suhu penyimpanan, metabolisme berkurang setengahnya.
Penyimpanan suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan
dalam bahan pangan tersebut karena aktivitas respirasi menurun dan menghambat
aktivitas mikroorganisme. Penyimpanan dingin tidak membunuh, mikroba, tetapi
hanya menghambat aktivitasnya, oleh karena itu setiap bahan pangan yang akan
didinginkan harus dibersihkan lebih dahulu ( Koswara, 2009).
Pembekuan cepat mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan
cara lambat karena kristal es yang terbentuk sehingga kerusakan mekanis yang
terjadi lebih sedikit, pencegahan "pertumbuhan mikroba juga berlangsung cepat
dan kegiatan enzim juga cepat berhenti. Bahan makanan yang dibekukan dengan
cara cepat mempunyai mutu lebih baik daripada pembekuan lambat. pernbekuan
dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau kadang-kadang
beberapa tahun sedangkan pendinginan biasanya akan mengawetkan berapa hari
atau minggu tergantung dari macarn bahan pangannya. (Koswara, 2009).
Pendinginan biasanya hanya menghambat kegiatan respirasi dan
metabolisme lainya yang menyebabkan proses penuaan akibat adanya proses
pematangan, pelunakan dan proses pertumbuhan yang kurang baik. Selain itu
pendinginan dapat mengahmbatkerusakan yang disebabkan oleh hama atau
mikroorganismedengan kondisi Rh yang lebih rendah dari pada Rh kamar,
penyimpanan pada suhu dingin akan mengurangi resiko adanya pertumbuhan
jamur sedangakan untuk mencegah kehilangan air, biasanya pada permukaan buah
dan sayur dilapisi dengan wax atau parafin (Widyastuti, 2015).

30
Chilling injury merupakan kerusakan utama yang terjadi pada buah dan
sayur asal tropis dan subtropis, meskipun gangguan fisiologis tertentu akan
muncul pada buah dan sayur ini hanya ketika mereka disimpan pada suhu
rendah. Chilling injury tidak sama dengan freezing injury, yang merupakan akibat
dari kerusakan dari kristal es terbentuk di jaringan disimpan di bawah titik beku
mereka. Suhu dingin minimum untuk komoditas sensitif akan jauh di atas titik
beku mereka. Suhu kritis untuk chilling injury ini bervariasi berdasarkan
komoditas masing - masing, tetapi biasanya terjadi ketika produk disimpan pada
suhu di bawah 10 ° -13 ° C. Oleh karena itu, sayur dan buah yang rentan terhadap
chilling injury akan mengalami penyimpanan di suhu rendah dalam waktu yang
singkat dan suhu rendah ini tidak dapat digunakan untuk memperlambat
kerusakan dan pertumbuhan patogen. Chilling injury dapat terjadi di selama
disimpan, dalam perjalanan atau distribusi, di toko dan di lemari es saat disimpan
rumah (Lisa, 2008).
Kerusakan yang terjadi pada pendinginan adalah chilling injury yaitu
kerusakan fisik yang diakibatkan karena suhu penyimpanan terlalu rendah yang
disebabkan oleh meningkatnya asam kolagen dan meracuni sel-sel hasil pertanian
sehingga terbentuk bintik-bintik coklat. Selain itu disebabkan adanya asam lemak
yang tidak tahan terhadap pendinginan, seperti asam lisolenat. Pada penyimpanan
beku kerusakan yang terjadi adalah freezing injury disebabkan karena terjadinya
pembekuan air yang terdapat dalam bahan dan membentuk kristal es yang
semakin lama semakin besar sehingga dapat menyebabkan plasmolisis sel-sel
bahan (Kusomo, 2007).

31
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 13 November 2015 di
Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan
Agroindustri Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum


a. Alat-Alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan
analitik, lemari es, penetrometer, piring, kertas label, dan freezer.
b. Bahan-Bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah buah
apel, wortel, pisang dan mentimun.

Prosedur Kerja
Apel, wortel, pisang dan mentimun

Ditimbang sebagai berat awal

Diukur tekstur dan diamati kenampakan

Dibagi dan diberi perlakuan menjadi 3 bagian

Suhu kamar Suhu dingin (didalam Suhu beku (didalam


lemari es) freezer)

Disimpan selama 7 hari

32
Diamati perubahan berat, tekstur Diamati perubahan berat, tekstur
dan kenampakan pada hari ke 3 dan kenampakan pada hari ke 7

Dihitung susut berat dengan rumus

33
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil Pengamatan

Tabel 3.1. Hasil Pengamatan Hari Ke-0


Komoditi Berat Awal Kenampakan Tekstur
Pisang 122,50 Hijau 1
Apel 89,63 Hijau Muda 2
Wortel 158,12 Orange 2,5
Mentimun 280,28 Hijau Tua 2

Tabel 3.2. Hasil Pengamatan Perlakuan


Berat Susut
Hari Kondisi
Komoditi Akhir Kenampakan Tekstur Berat
Ke- Suhu
(gr) (%)
Kamar 123,45 bercak hitam layu 0,5 -0,963
Hijau kehitaman,
Dingin 120,66 0,5 1,84
3 tidak segar
Hijau bercak
Pisang Beku 149,46 3,0 -26,96
coklat
Kamar 99,87 Hitam 0,2 22,63
7 Dingin 109,87 Coklat kehitaman 1,5 12,63
Beku 120,75 Hijau kehitaman 1,25 1,75
Kamar 96,904 Bercak coklat 2 -7,274
Kuning kehijauan
Dingin 39,49 1 0,14
3 , tidak segar
Bintik-bintik
Beku 108,85 3,0 -19,22
Apel coklat
Kamar 93,49 Kuning 2,0 -3,86
Kuning
7 Dingin 98,04 2 -8,41
kehitaman
Beku 89,69 Coklat 1,5 -0,06
Kamar 107,903 Layu 2 50,217
Orange garis
Dingin 93,02 1 65,1
Wortel 3 hitam, tidak segar
Bintik-bintik
Beku 125,73 3,0 32,39
coklat
Orange
Kamar 83,95 2,0 74,17
kecoklatan
7
Dingin 93,60 Orange kelayuan 1 64,52
Beku 147,93 Merah kecoklatan 1,5 10,19
Kamar 275,52 Sedikit layu 2 4,76
Mentimun 3 Hijau
Dingin 262,67 1,5 17,61
kekuningan, tidak

34
segar
Belum berubah
Beku 250,78 3,0 29,5
warna
Kamar 270,80 Hijau kekuningan 2,5 9,48
7 Dingin 253,02 Hijau kekuningan 2,3 27,26
Beku 278,53 Hijau Tua 2,25 1,75

Hasil Perhitungan

1. Pisang
Suhu Ruang
Hari Ke-3
Berat awal  Berat akhir
Susut berat = 100%
100
122,50-123,463
= x 100%
100

= -0,963 %
Suhu Dingin
Hari Ke-3
Berat awal  Berat akhir
Susut berat = 100%
100
122,50-120,66
= x 100%
100

= 1,84%

Suhu Beku
Hari Ke-3
Berat awal  Berat akhir
Susut berat = 100%
100
122,50-149,46
= x100%
100
= -26,96%
Suhu Ruang
Hari Ke-7
Berat awal  Berat akhir
Susut berat = 100%
100
122,50-99,87
= x 100%
100

= 22,63 %
Suhu Dingin

35
Hari Ke-7
Berat awal  Berat akhir
Susut berat = 100%
100
122,50-109,87
= x 100%
100

= 12,63%

Suhu Beku
Hari Ke-7
Berat awal  Berat akhir
Susut berat = 100%
100
122,50-120,75
= x100%
100
= 1,75%
2. Apel
Suhu Ruang
Hari Ke-3
Berat awal  Berat akhir
Susut berat = 100%
100
89,63-96,904
= x 100%
100

= -7,274%

Suhu Dingin
Hari Ke-3
Berat awal  Berat akhir
Susut berat = 100%
100
89,63-89,49
= x 100%
100

= 0,14 %

Suhu Beku
Hari Ke-3
Berat awal  Berat akhir
Susut berat = 100%
100
89,63-108,85
= x100%
100
= -19,22%
Suhu Ruang
Hari Ke-7
Berat awal  Berat akhir
Susut berat = 100%
100

36
89,63-93,49
= x 100%
100

= -3,86%
Suhu Dingin
Hari Ke-7
Berat awal  Berat akhir
Susut berat = 100%
100
89,63-98,04
= x 100%
100

= -8,41%

Suhu Beku
Hari Ke-7
Berat awal  Berat akhir
Susut berat = 100%
100
89,63-89,69
= x100%
100
= -0,06%
3. Wortel
Suhu Ruang
Hari Ke-3
Berat awal  Berat akhir
Susut berat = 100%
100
158,12-107,903
= x 100%
100

= 50,217%

Suhu Dingin
Hari Ke-3
Berat awal  Berat akhir
Susut berat = 100%
100
158,12-93,02
= x 100%
100

= 65,1%

Suhu Beku
Hari Ke-3
Berat awal  Berat akhir
Susut berat = 100%
100
158,12-125,73
= x100%
100

37
= 32,39%
Suhu Ruang
Hari Ke-7
Berat awal  Berat akhir
Susut berat = 100%
100
158,12-83,95
= x 100%
100

= 74,17%
Suhu Dingin
Hari Ke-7
Berat awal  Berat akhir
Susut berat = 100%
100
158,12-93,60
= x 100%
100

= 64,52%

Suhu Beku
Hari Ke-7
Berat awal  Berat akhir
Susut berat = 100%
100
158,12-147,93
= x100%
100
= 10,19%
4. Mentimun
Suhu Ruang
Hari Ke-3
Berat awal  Berat akhir
Susut berat = 100%
100
280,28-275,52
= x 100%
100

= 4,76%
Suhu Dingin
Hari Ke-3
Berat awal  Berat akhir
Susut berat = 100%
100
280,28-262,67
= x 100%
100

= 17,61%

Suhu Beku
Hari Ke-3

38
Berat awal  Berat akhir
Susut berat = 100%
100
280,28-250,78
= x100%
100
= 29,5%
Suhu Ruang
Hari Ke-7
Berat awal  Berat akhir
Susut berat = 100%
100
280,28-270,80
= x 100%
100

= 9,48%
Suhu Dingin
Hari Ke-7
Berat awal  Berat akhir
Susut berat = 100%
100
280,28-253,02
= x 100%
100

= 27,26%

Suhu Beku
Hari Ke-7
Berat awal  Berat akhir
Susut berat = 100%
100
280,28-278,53
= x100%
100
= 1,75%

PEMBAHASAN

39
Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan bahan, antara
lain kerusakan fisiologi, kerusakan enzimatis maupun kerusakan mikrobiologis.
Pada pengawetan dengan suhu rendah dibedakan menjadi dua yaitu pendinginan
dan pembekuan. Kerusakan yang terjadi pada pendinginan adalah chilling injury
yaitu kerusakan fisik yang diakibatkan karena suhu penyimpanan terlalu rendah,
meningkatnya asam kolagen, dan meracuni sel-sel hasil pertanian sehingga
terbentuk bintik-bintik coklat. Sedangkan freezing injury adalah kerusakan yang
disebakan karena terjadinya pembekuan air yang terdapat dalam bahan dan
menbentuk Kristal es yang semakin lama semakin besar sehingga dapat
menyebabkan plasmolisis sel-sel bahan (Kusumo, 2007).
Mutu bahan pangan yang dibekukan akan menurun dengan kecepatan
yang tergantung dari suhu penyimpanan dan jenis bahan pangan. Pada umumnya
sebagian besar bahan pangan akan mempunyai mutu penyimpanan yang baik
sekurang-kurangnya 12 bulan bila disimpan pada suhu -180°C, kecuali bahan
pangan dengan kandungan lemak tinggi. Bila suhu penyimpanan naik 30°C maka
kecepatan kerusakan akan berlipat ganda (Irving dan Sharp, 1976).
Kerusakan hasil pertanian dapat disebabkan oleh proses penyimpanan pada
suhu rendah. Pada suhu rendah ini dapat terjadi kerusakan akibat pendinginan
yang disebut dengan chilling injury dan akibat dari pembekuan yang disebut
dengan freezing injury. Pada kedua proses tersebut, mengakibatkan bahan hasil
pertanian mengalami kerusakan baik dari segi warna, tekstur, dan hilangnya rasa
manis pada bahan. Selain itu, kedua proses tersebut dapat menurunkan kualitas
bahan dan mempengaruhi ketahanan bahan itu sendiri pada saat penyimpana. Dari
kedua proses kerusakan tersebut, dapat mengakibatkan penyusutan berat bahan
terjadi secara lambat.
Praktikum kali ini akan dilakukan pengamatan mengenai sifat-sifat buah
dan sayur dengan perlakuan pada suhu ruang, suhu pendinginan dan suhu
pembekuan. Bahan yang diamati adalah buah dan sayuran yaitu apel, pisang,
mentimun dan wortel. Setiap bahan yang disimpan pada suhu ruang, suhu dingin
dan suhu beku dengan penyimpanan selama satu minggu. Dari data yang didapat
Kenampakan dari buah dan sayur yang diamati sebelum diberikan perlakuan

40
nampak masih segar dengan pisang warna hijau, wortel orange terang, apel warna
hijau muda dan mentimun hijau tua. Dengan berat awal pada pisang 122,50gr,
apel 89,63 gr, wortel 158,12 gr, dan mentimun 280,28 gr. Tekstur dari masing
masing bahan yang diuji adalah pisang dengan kekerasan tekstur sebesar 1 gr/cm,
apel 2 gr/cm, wortel 2,5 gr/cm dan mentimun 2 gr/cm.
Kerusakan bahan yang terjadi pada keempat bahan hasil pertanian yaitu
pisang, apel, wortel dan mentimun paling cepat terjadi pada buah pisang. Dimana
buah pisang ini memiliki kandungan air yang lebih banyak dibandingkan dengan
apel, wortel maupun mentimun. Buah pisang ini lebih cepat mengalami kelayuan
dan cepat pula mengalami pembusukan karena buah pisang ini merupakan
termasuk golongan buah dan sayur klimakterik. Buah pisang yang termasuk buah
klimakterik ini lebih capat mengalami proses respirasi sehingga oksigen yang
masuk ke dalam buah pisang ini dapat mempercepat tumbuhnya jamur dan
menyebabkan buah pisang berair dan lembek yang akan menjadi busuk.
Pengamatan dilakuakn selama 7 hari dengan 3 kondisi yang berbeda
didapatakan hasil pada suhu ruang sebagian besar komoditi mengalami penurunan
berat dan adanya kerusakan fisik. Kerusakan fisik yang terjadi berupa kulit
menjadi cokelat dan tekstur buah menjadi lembek. Pengaruh yang paling
signifikan terjadi pada wortel dan pisang, pada wortel terjadi susut berat sebesar
50,217% dengan kenampakan warna orange memudar dengan tekstur menjadi
layu sedangkan pada pisang terjadi perubahan warna dari hijau menjadi hitam
dengan tekstur berubah menjadi 0,2 gr/cm.
Kondisi suhu dingin terjadi susut berat pada semua bahan, susut berat yang
paling besar pada wortel sebesar 65,1% dengan kenampakan Orange garis hitam,
tidak segar dan pada buah yang lain perubahan susut berat tidak terlalu besar.
Pada penyimpanan beku mentimun mempunyai susut berat dan kenampakan yang
paling sedikit artinya mentimun mampu bertahan pada suhu beku, pada buah yang
lain untuk penyimpanan suhu beku buah yang lain mengalami perubahan
kenampakan dan terdapat bintik coklat pada setiap permukaan buah dan sayur.
Mentimun hendaknya jangan disimpan pada suhu di bawah 7.50°C untuk
mencegah terjadinya perubahan warna yang mengkilat pada kulit dan untuk

41
mencegah dagingnya agar tidak menjadi lembek (Basuki, 2012). Suhu untuk
penyimpanan pisang terutama pisang ambon yang rentanpada suhu lebih rendah
dari 13,50°C dapat menyebabkan kulit pisang menjadi berwarna hijau kehitaman
dan pisang tersebut juga menjadi layu. Pisang yang didinginkan biasanya
berbintik-bintik hitam pada tangkai dan kulitnya, dan pada kelembaban yang lebih
tinggi sering tampak kapang tumbuh pada permukaan bintik-bintik
tersebut.Kerusakan pada wortel biasanya terlihat pada bekas keratan dari akar
(umbi) yang disebut "black rot". Hal ini dapat dicegah dengan cara menjaga agar
tidak terjadi luka pada wortel, kemudian penyimpanan dilakukan pada suhu0-
1,50°C. Penyimpanan di bawah suhu 0°C akan menyebabkan wortel menjadi
pecah-pecah(Winarno, 1992).

42
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Laju respirasi dan transpirasi buah pada suhu kamar jauh lebih cepat dari pada
buah yang disimpan pada suhu dingin
2. Pisang, apel, wortel dan mentimun semakin lama penyimpanan pada suhu
ruang berat susutnya semakin besar, kenampakan semakin buruk dan
teksturnya semakin rendah.
3. Mentimun pada suhu beku tidak mengalami perubahan yang signifikan
hanya berubah pada berat mentimun akibat dari pembekuan air didialam
bahan.
4. Wortel menghasilkan nilai penyusutan paling tinggi pada suhu dingin di hari
ke-3 yaitu sebesar 65,1% dan suhu kamar di hari ke-7 sebesar 74 17%.
5. Buah pisang lebih cepat mengalami kerusakan karena buah pisang banyak
mengandung air, sehingga lebih cepat mengalami respirasi sehingga oksigen
yang bercampur dengan air menyebabkan jamur lebih cepat tumbuh.

43
ACARA IV
PENGARUH KMnO4, CaCl2, CaC2 DAN ETHILEN DALAM PROSES
PEMATANGAN BUAH

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pematangan buah yaitu mengacu pada perubahan yang terjadi setelah
pendewasaan penuh, yang dicirikan oleh melunaknya daging buah, terbentuknya
karakteristik aroma, dan peningkatan kandungan cairan buah. Berdasarkan laju
respirasinya buah dibedakan menjadi dua yaitu buah klimaterik (laju respirasi
meningkat dengan tajam selama periode pematangan dan pada awal senesen) dan
nonklimaterik (tidak ada perubahan laju respirasi pada akhir pematangan buah)
(Zulkarnaen 2009). Contoh buah klimaterik adalah avokad, papaya, apel, pisang
dan lain-lain sedangkan contoh buah nonklimaterik adalah jeruk, nanas, durian,
dan lain-lain (Ayimada 2008).
Buah dan sayuran yang masih mengalami respirasi maupun transpirasi
dapat mempengaruhi terjadinya proses kerusakan patogenik atau kerusakan fisik
dan kerusakan mekanis. Kerusakan fisik ini dipengaruhi oleh tingginya suhu dan
cahaya yang mengenai buah dan sayuran tersebut sehingga buah maupun sayuran
mengalami proses respirasi. Sedangkan kerusakan mekanis ini biasanya
disebabkan oleh pemanenan atau proses pengangkutan yang kurang baik,
penumpukan bahan yang tidak sesuai serta pengaruh lamanya penyimpanan.
Penyimpanan buah dan sayuran sangat diperlukan untuk mempertahankan
kesegarannya serta masa simpannya. Karena buah maupun sayuran apabila tidak
disimpan dengan baik maka buah maupun sayuran tersebut akan cepat rusak.
Proses penyimpanan ini juga dapat memperlambat proses pematangan karena
proses respirasi. Oleh sebab itu, diperlukannya proses penyimpanan yang optimal
yaitu penyimpanan dengan suhu rendah atau biasanya pada suhu dingin
menggunakan CAS (Control Atmosphere Strorage).

44
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan diadakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui cara-
cara mempertahankan kesegaran buah selama penyimpanan dengan prinsip
Control Atmosphere Storage (CAS).

45
TINJAUAN PUSTAKA

Prinsip CAS penyimpanan dengan mengatur kadar O2 dan CO2. Secara


umum oksigen dan CO2 dalam ruang penyimpanan diatur pada kadar tertentu yang
relatif lebih rendah. Untuk mengusahakan kondisi tersebut biasanya membutuhka
biaya yang mahal. Karena itu biasanya kondisi tersebut dicapai secara alami yang
dikenal dengan Self Controlled Atmosfhere (SCA) dimana oksigen dalam ruang
penyimpanan dikurangi melalui respirasi oleh produk hasil pertanian sedangkan
untuk mencegah CO2 injuri (kerusakan karena terkontaminasinya CO2 maka CO2
diserap dengan menggunakan Ca(OH)2 atau KOH. Sedangkan untuk
meningkatnya produksi CO2 karena proses pematangan hasil pertanian oleh etilen
dipengaruhi KMnO4 untuk menyerap etilen sehingga kesegaran buah dapat
dipertahankan (Widyawati, 2015).
Laju respirasi buah dan sayuran merupakan petunjuk aktivitas
metabolisme jaringan dan oleh karena itu berguna sebagai petunjuk lama
penyimpanan buah dan sayuran tersebut. Jika laju respirasi buah atau sayuran
diukur, oksigen yang diserap dan karbondioksida yang dilepaskan selama periode
perkembangan, pematangan, pemasakan, dan senescen, maka pola respirasi
tertentu akan di peroleh. Laju respirasi per unit berat tertinggi terjadi pada buah
mentah (hijau) atau sayuran yang belum dewasa dan kemudian menurun dengan
bertambahnya umur (Junaidi, 2001).
Etilen adalah sejenis senyawa tidak jenuh atau memiliki ikatan rangkap
yang dapat dihasilkan oleh jaringan tanaman pada waktu-waktu tertentu dan pada
suhu kamar etilen berbentuk gas. Senyawa ini dapat menyebabkan perubahan-
perubahan penting dalam proses pertumbuhan tanaman dan pengamatan hasil-
hasil pertanian (Nurulhayati, 2012).
KMnO4 merupakan senyawa yang memiliki oksigen dan juga memiliki
ikatan valensi yang berfungsi sebagai pengikat unsur disampingnya dan
merupakan salah satu fungsionalnya yang berperan dalam menghambat
pematangan buah. Kalium permanganat bersifat oksidator kuat, karena daya
oksidasinya kuat maka KMnO4 dapat mengoksidasi etilen. Seperti diketahui

46
bahwa etilen adalah hormon yang merangsang atau mempercepat terjadinya
pematangan buah. Etilen yang telah teroksidasi kehilangan kenampakan untuk
mempercepat proses pematangan buah (Destian, 2010).
KMnO4 dapat digunakan untuk menghambat pematangan buah. Kalium
permanganat bersifat oksidator kuat karena daya oksidasinya kuat maka KMnO4
dapat mengoksidasi etilen, seperti diketahui bahwa etilen adalah hormon yang
merangsang atau mempercepat terjadinya pematangan buah. Etilen yang telah
teroksidasi kehilangan kemampuan untuk mempercepat pematangan buah
(Muchtadi, 1992).
Karbid atau kalsium karbida adalah senyawa kimia yang mempunyai
rumus kimia CaC2 bila diberi air akan bereaksi menghasilkan C2H2 (gas asetilen)
dan Ca(OH)2. Gas asetilen inilah yang mempunyai peranan dalam pemeraman
buah. Cara atau teknik pemeraman yang tidak tepat dapat menurunkan mutu
buah. Sebaliknya, jika proses pemeraman berjalan baik maka akan menghasilkan
buah yang seragam kematangannya, dengan rasa yang manis dan mengeluarkan
aroma yang harum. Pada proses pematangan buah, terjadi perubahan fisik maupun
kimiawi yakni meliputi tekstur, warna dan nilai gizinya (Utami et al, 2012).

47
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jum’at, tanggal 20 November
2015 di Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan
dan Agroindustri Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum


a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
timbangan analitik, lemari es, penetrometer, botol timbang, kertas saring,
plastik dan thermometer.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah buah
pisang, nanas, KOH dan CaC2.

Prosedur Kerja

a. Pengaruh KMnO4, CaCl2 , dan KOH Dalam Proses Pematangan Buah


Dibuat larutan KMnO4 jenuh, dengan cara melarutkannya ke dalam 500 ml
aquades

Direndam batu bata merah ke dalam larutan tersebut kemudian


di iriskan dan dimasukkan ke kantong plastik.

Ditimbang KOH 5 gr dan CaCl210 gr, kemudian di bungkus


dengan kertas saring dan di masukkan ke dalam kantong plstik

Ditimbang, diukur tekstur serta di amati kenampakkan dari


masing-masing buah

48
Dimasukkan buah pisang beserta kantong yang berisi KOH,
KMnO4, dan CaCl2 tadi masing-masing ke dalam kantong plastik

Dimasukkan buah pisang ke dalam kantong plstik tanpa di


tambahkan KOH, KMnO4, CaCl2 kemudian di simpan sesuai
perlakuan

Diamati perubahan berat, tekstur dan kenampakkan

Pada hari ke-3 Pada hari ke-7

b. Pengaruh CaC2 dalam proses pematangan buah


Ditimbang CaC2 sebanyak 5 gr dan di masukkan ke dalam kantong plastik

Ditimbang, diukur tekstur serta di amati kenampakkan buah


(pisang dan nanas)

Dimasukkan buah beserta kantong CaC2 ke masing-masing


kantong plastik dengan perlakuan

Suhu dingin suhu ruang

49
Dimasukkan buah kedalam kantong plastik tanpa CaC2
kemudian di simpan pada

Suhu dingin suhu ruang

Diamati perubahan berat, tekstur, dan kenampakkan

Pada hari ke-3 Pada hari ke-7

50
HASIL PENGAMATAN

Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Awal (hari ke-0)
Kondisi Kondisi Pengamatan
Perlakuan Komoditi
plastik suhu Tekstur Kenampakan
Agak empuk bercak
Kamar 0,5
hitam
Terbuka
Agak empuk bercak
Dingin 0,5
Pisang hitam
Kamar 2 Hijau
Tertutup
Dingin 2 Hijau
Kamar 2 2/3 hijau, 1/3 kuning
KOH Terbuka
Dingin 2,5 1/4 kuning, ¾ hijau
Nanas Kamar 2 Kuning kehijauan
Tertutup
Dingin 2,5 Hijau kekuningan
Kamar 1 Hijau
Terbuka
Dingin 1 Hijau
Pisang Kamar 2 Hijau
Tertutup
Dingin 2 Hijau
Kamar 2 Hijau semua
Terbuka
Dingin 2 Hijau semua
CaC2
Nanas Kamar 3 Hijau segar
Tertutup
Dingin 3 Hijau segar
Kamar 3 Hijau bercak hitam
Terbuka
Dingin 1,5 Hijau bercak hitam
Pisang Kamar 1,25 Hijau bercak hitam
Tertutup
Dingin 1,5 Hijau bercak hitam
Kamar 3 Hijau ½ kuning
Terbuka
Dingin 3,5 Hijau segar
Kontrol
Nanas Kamar 3 Hijau segar
Tertutup
Dingin 3 Hijau ½ kuning

51
Tabel 4.2. Hasil Pengamatan Pengaruh KOH dalam Proses Pematangan Buah
Kondisi Tekstur Kenampakan
Kondisi
Komoditi suhu
plastik 3 7 3 7
Hijau kehitaman
Kamar 1
empuk/lembek, berair
Terbuka
Kuning kehitaman,
Pisang Dingin 1,75
berjamur, berair
Kamar
Tertutup
Dingin
Dominan kuning,
Matang, busuk bagian
Kamar 2 1,5 rusak dibagian
bawah, lembek, berair
bawah
Terbuka
Dominan hijau,
Keras, warna tetap,
Dingin 2,5 2 rusak dibagian
berair, dominan hijau
samping bawah
Nanas
Membusuk, warna
Kamar 2,5 0,5 Kuning orange, berair banyak,
Tertutup lembek
Tidak terjadi perubahan,
Dingin 2,5 2,5 Hijau
hijau kekuningan

Tabel 4.3. Hasil pengamatan Pengaruh CaC2 dalam Proses Pematangan Buah
Kondisi Kondisi Tekstur Kenampakan
Komoditi
plastik suhu 3 7 3 7
Hijau kekuningan,
Kamar 1,5 0,5 bercak hitam agak hijau kehitaman
Terbuka
tegar
Hijau bercak coklat,
Dingin 1,5 1,5 kuning kehitaman
Pisang segar
Hijau kekuningan,
Kamar 1
berjamur
Tertutup Kuning bercak-bercak
Dingin 1,5
hitam
Kuning, bercak-bercak
Kamar 3 2,5 Dominan kuning
hitam
Terbuka
Dingin 3 2,5 Hijau kekuningan Kuning kehijauan, keras
Nanas Kuning dominan
Kamar 2,75 2 Kuning rusak
hijau, keras
Tertutup Hijau dominan
Dingin 3,5 3 Hijau kekuningan, keras
kuning

52
Tabel 4.4. Kontrol
Komoditi Kondisi Kondisi Tekstur Kenampakan
plastik suhu 3 7 3 7
Pisang Terbuka Kamar 1 0,25 Hijau kekuningan Kuning
kehitaman,
lembek, berjamur
Dingin 1,25 1,5 Hijau Hijau bercak
hitam
Kamar 1,25 0,25 Hijau Kuning bercak
Tertutup hitam, berair,
berjamur
Dingin 1,5 1,25 Hijau tua Hijau tua
kehitaman
Nanas Kamar 3 1 Hijau dominan Kuning, coklat,
Terbuka kuning busuk
Dingin 2,75 2,5 Kuning dominan Kuning, coklat,
hijau, rusak busuk, berair
Kamar 3 1,5 Kuning masih ada Kuning, keras
Tertutup hijau
Dingin 3 2,5 Hijau dominan Hijau kekuningan,
kuning keras

53
PEMBAHASAN

Penanganan pasca panen menjadi salah satu bagian penting dalam


usaha memperlambat kerusakan pada buah yang dikenal sebagai bahan yang
mudah rusak. Keberhasilan penanganan pasca panen sangat bergantung pada
kemampuan dalam memodifikasi proses pemasakan yang terjadi selama
penyimpanan. Pada fisiologi pasca panen kebanyakan pada buah, etilen
memegang peranan penting. Etilen merupakan merupakan hormon yang secara
alami ada pada tanaman. Pengaruh etilen pada buah antara lain menyebabkan
terjadinya klorosis, merangsang penuaan daun dan menstimulir pematangan buah
(Anonim, 2008).

Berdasarkan hasil pengamatan pada perlakuan KOH di hari ke-7, buah


pisang dengan kondisi plastik terbuka yang disimpan pada suhu kamar
menghasilkan tekstur 1 gr/cm dengan kenampakan hijau kehitaman, lembek dan
berair. Kemudian pada penyimpanan suhu dingin menghasilkan tekstur sebesar
1,75 gr/cm dengan kenampakannya kuning kehtaman, berjamur dan berair. Pada
kondisi plasti tertutup, buah pisang dengan penyimpanan suhu kamar,
menghasilkan tekstur sebesar 1 gr/cm dengan kenampakan berwarna hitam
kekuningan dan tumbuh jamur. Sedangkan pada penyimpanan suhu dingin,
menghasilkan tekstur sebesar 2,5 gr/cm dengan kenampakan hitam kehijauan.
Sedangkan pada buah nanas dengan kondisi terbuka, dengan penyimpanan suhu
kamar menghasilkan tekstur sebesar 1,5 gr/cm dengan kenampakan matang,
busuk bagian bawah, lembek dan berair, kemudian pada penyimpanan suhu dingin
menghasilkan nilai tekstur yaitu 2,0 gr/cm dengan kenampakan keras, warna
tetap, sedikit berair, hijau dan sedikit kuning. Kemudian pada kondisi plastik
tertutup, buah nanas yang disimpan pada suhu kamar menghasilkan tekstur
sebesar 0,5 gr/cm dengan kenampakan busuk, berwarna orange, berair banyak dan
lembek. Kemudian pada penyimpanan suhu dingin menghasilkan tekstur sebesar
2,5 gr/cm dengan kenampakan tidak terjadi perubahan, dan berwarna hijau
kekuningan.

54
Perlakuan CaC2 hari ke-7 buah pisang dengan kondisi plastik terbuka,
yang disimpan pada suhu kamar menghasilkan tekstur 1 gr/cm dan
kenampakannya hijau kehitaman, lembek dan berair. sedangkan pada
penyimpanan suhu dingin menghasilkan tekstur sebesar 1,75 gr/cm dengan
kenampakannya kuning kehitamnan berjamur dan berair. Pada kondisi plastik
tertutup, buah pisang pada penyimpanan suhu kamar menghasilkan tekstur sebesar
1 gr/cm dengan kenampakan berwarna hitam kekuningan dada jamur. Sedangkan
pada penyimpanan suhu dingin menghasilkan tekstur sebesar 2,5 gr/cm dengan
kenampakan berwarna hitam kehijauan. Sedangkan pada buah nanas dengan
kondisi plasti terbuka, yang disimpan pada suhu kamar menghasilkan tekstur
sebesar 2,5 gr/cm dengan kenampakan berwarna kuning bercak hitam. Kemudian
dengan penyimpanan suhu dingin menghasilkan nilai tekstur yang sama yaitu 2,5
gr/cm dengan kenampakan kuning kehijauan dan keras. Kemudian pada kondisi
plastik tertutup, buah nanas yang disimpan pada suhu kamar menghasilkan tekstur
sebesar 2 gr/cm dengan kenampakan berwarna kuning rusak dan pada
penyimpanan suhu dingin menghasilkan tekstur sebesar 3 gr/cm dengan
kenampakan berwarna hijau kekuningan dan keras.
Perlakuan kontrolpada hari ke-7 buah pisang dengan kondisi plastik
terbuka, disimpan pada suhu kamar menghasilkan tekstur 0,25 gr/cm dan
kenampakannya kuning kehitaman, lembek dan berjamur. Kemudian pada
penyimpanan suhu dingin menghasilkan tekstur sebesar 1,5 gr/cm dengan
kenampakannya hijau bercak hitam. Pada kondisi plastik tertutup, buah pisang
dengan penyimpanan pada suhu kamar menghasilkan tekstur sebesar 0,25 gr/cm
dengan kenampakan kuning bercak hitam, berair dan berjamur. Kemudian pada
penyimpanan suhu dingin menghasilkan tekstur sebesar1,25 gr/cm dengan
kenampakan hijau tua kehitaman. Sedangkan pada kondisi terbuka, buah nanas
yang disimpan pada suhu kamar menghasilkan tekstur sebesar 1 gr/cm dengan
kenampakan kuning, cokelat dan busuk. Kemudian dengan penyimpanan suhu
dingin buah nanas menghasilkan tekstur yaitu 2,5 gr/cm dengan kenampakan
kuning dan keras. Kemudian pada kondisi plastik tertutup, buah nanas yang
disimpan pada suhu kamar menghasilkan tekstur sebesar 1,5 gr/cm dengan

55
kenampakan kuning, cokelat, busuk dan berair, kemudian pada penyimpanan suhu
dingin menghasilkan tekstur sebesar 2,5 gr/cm dengan kenampakan berwarna
kuning dan keras.
Berdasarkan ketiga perlakuan tersebut yaitu KOH, CaC2 dan Kontrol
menghasilkan tingkat pemicu kematangan yang berbeda-beda. Dimana ketiga
jenis perlakuan tersebut tidak bisa digunakan pada semua jenis buah karena sifat
fisik dan kimia buah berbeda-beda. Pada penggunaan KOH ini sangat bagus
digunakan pada buah nanas dengan penyimpanan pada suhu dingin dan
menggunakan plastik dengan kondisi tertutup. Karena penyimpanan buah nanas
dengan kondisi plastik tertutup akan menghambat mikroba yang akan masuk ke
nanas tersebut sehingga buah nanas tersebut akan terlindungi. Sedangkan pada
buah pisang menghasilkan proses pematangan yang tidak bagus menggunakan
KOH, karena buah pisang yang diberi KOH ini menghasilkan peatangan yang
tidak bagus mengakibatkan buah tersebut menjadi rusak, lembek, dan busuk serta
banyak tumbuh jamur.
Perlakuan CaC2 ini sangat bagus digunakan pada buah pisang, karena pada
buah pisang ini membutuhkan gas etilen yang sesuai pada CaC2 ini dan buah
pisang tersebut. Buah pisang dengan perlakuan ini digunakan pada kondisi
tertutup pada suhu kamar karena buah pisang akan mengalami proses penguapan
yang mengakibatkan buah tersebut cepat mengalami proses pematangan karena
bantuan gas etilen yang terdapat pada CaC2 tersebut. Sedangkan pada perlakuan
Kontrol atau tanpa ada tambahan bahan kimia apapun menghasilkan buah nanas
yang disimpan pada suhu dingin baik pada kondisi plastik terbuka maupun
tertutup meghasilkan bahan tersebut matang dengan baik yaitu dengan
kenampakan brwarna kuning dank eras. Hal tersebut menunjukkan pada perlakuan
Kontrol ini dapat mempengaruhi proses pematangan pada buah nanas dengan
hasil yang baik.
Praktikum kali ini dilakukan penyimpanan buah pisang dan nanas dengan
perlakuan diberikan kontrol, CaC2 dan KOH. Pisang merupakan golongan buah
klimaterik, dimana proses pematangannya dipengaruhi oleh meningkatnya gas
etilen yang disertai meningkatnya respirasi pisang merupakan buah yang sensitif

56
terhadap pengaruh etilen. Berdasarkan hasil pengamatan Kondisi sebagian besar
buah pisang yang disimpan selama 7 hari memiliki kenampakanseperti kulit buah
pisang cokelat kehitaman dan ada juga yang ditumbuhi jamur. Pada perlakuan
kontrol buah pisang yang disimpan mengalami pembusukan dengan warna hitam
dan tekstur lembek hal ini dikarenakan etilen bekerja sangat cepat pada suhu
ruang. Pada perlakuan CaC2 kenampakan yang diperoleh pada suhu ruang maupun
terbuka adalah buah pisang berjamur dengan warna hitam dengan tekstur lembek
dan berair. Pada perlakuan KOH dengan kondisi suhu terbuka maupun tertutup
pisang mengalami perubahan warna menjadi hitam kekuningan dengan tumbuh
jamur dengan tekstur lembek..
Buah nanas adalah buah yang termasuk golongan buang klikmaterik. Pada
praktikum buah nanas dengan perlakuan sama seperti buah pisang yang disimpan
selama 7 hari didapatkan hasil yang cukup baik pada perlakuan KOHdengan suhu
dingin dan terbungkus buah nanas tidak mengalami perubahan warna artinya
pada KOH dengan kondisi tersebut mampu memperpanjang masa simpan dari
buah nanas, sedangkan pada perlakuan KOH dengan kondisi suhu kamar
didaptkan hasil buah nans membusuk dibagian bawah. Pada perlakuan CaC2 dan
kontrol didapatkan hasil bahwa buah nanas mengalami perubahan warna menjadi
coklat dan membusuk. Hal ini terjadi akibat produksi etilen sangat cepat dan
bekerja secara maksimal.

57
PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan


sebagai berikut

1. Etilen merupakan merupakan hormon yang secara alami ada pada tanaman.
Pengaruh etilen pada buah antara lain menyebabkan terjadinya klorosis,
merangsang penuaan daun dan menstimulir pematangan buah.
2. Karbid atau kalsium karbida adalah senyawa kimia yang mempunyai rumus
kimia CaC2 yang dapat mempercepat proses pematangan pada buah pisang
dengan hasil yang baik karena kandungan gas etilen yang ada pada karbid
tersebut dan sesuai dengan sifat fisik dan kiia buah pisang.
3. Nanas dengan penambahan KOH lebih bagus disimpan pada kondisi tertutup
dengan suhu dingin, karena tidak terjadi perubahan tekstur dan kenampakan
pada saat penyimpanan selama 7 hari.
4. Pematangan pada buah nanas lebih bagus dengan penambahan KOH,
dikarenakan tekstur dan kenamapakan tidak banyak mengalami perubahan
selama penyimpanan.
5. Nanas juga sangat bagus disimpan pada suhu dingin tanpa peralakuan apapun
ataupun Kontrol yang menghasilkan nanas tersebut berwarna kuning dan
keras selama penyimpanan 7 hari.

58
ACARA V
PENGARUH ANTIMIKROBA TERHADAP PENYIMPANAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penanganan pasca panen untuk komoditi hasil pertanian harus tepat. Untuk
menjaga kualitas dan kesegaran buah, dapat diberikan bahan pengawet ata anti
jamur seperti Dhitane dan Saromyl yang dapat menjaga buah dari kerusakan
seperti kerusakan mikrobiologis dan kerusakan kimiawi. Akan tetapi, larutan yang
diguanakan harus tepat dan dosisnya tidak terlalu banyak karena dapat
menimbulkan efek residu dan dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan
manusia, Oleh karena itu perlu dilakukan praktikum ini, guna mengetahui manfat
dan cara pengawetan yang tepat.
Kerusakan yang terjadi pada buah dan sayur juga dapat disebabkan oleh
kerusakan mekanis, enzimatis, dan mikribiologis. Kerusakan mekanis ini biasanya
disebabkan oleh pemanenan atau proses pengangkutan yang kurang baik,
penumpukan bahan yang tidak sesuai serta pengaruh lamanya penyimpanan.
Sedangkan kerusakan enzimatis ini diakibatkan oleh adanya proses kerja enzim
yang terlalu cepat sehingga mempercepat laju respirasi dan menyebabkan
kerusakan secara cepat. Dan kerusakan mikrobiologis ini disebabkan adanya
mikroba yang tumbuh apada bahan yang menyebabkan kebusukan pada bahan.
Oleh karena itu, untuk mencegah kerusakan bahan hasil pertanian tersebut, dapat
dilakukan proses penyimpanan dengan memerlukan bahan pengawet antimikroba
pada bahan hasil pertanian.

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pemberian zat antimikroba (bakterisida dan fungisida) selama penyimpanan hasil
pertanian.

59
TINJAUAN PUSTAKA

Antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat mengganggu


pertumbuhan dan aktivitas mikroba, khususnya mikroba perusak dan pembusuk
makanan. Zat antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri),
bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang),
fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang), ataupun germisidal (menghambat
germinasi spora bakteri) (Ardiansyah, 2007).
Mekanisme kerja Penghambatan senyawa antimikroba berada pada
keefektifan penghambatan yang merupakan salah satu kriteria pemilihan suatu
senyawa antimikroba untuk diaplikasikan sebagai bahan pengawet bahan pangan,
dimana semakin kuat penghambatannya semakin efektif digunakan. Kerusakan
yang ditimbulkan komponen antimikroba dapat bersifat mikrosidal (kerusakan
tetap) atau mickostatik (kerusakan sementara yang dapat kembali). Suatu
komponen akan bersifat mikrosidal atau mikrostatik tergantung pada konsentrasi
dan kultur yang digunakan.Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh
senyawa antimikroba dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1)
gangguan pada senyawa penyusun dinding sel, (2) peningkatan permeabilitas
membran sel yang dapat menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel, (3)
menginaktivasi enzim, dan (4) destruksi atau kerusakan fungsi material genetic
(Fardiaz, 1992).
Zat pengawet dapat bersifat bakterisidal atau membunuh bakteri,
bakteristatik atau menghambat pertumbuhan bakteri, fungisidal, fungistatik,
menghambat germinasi spora bakteri dan sebagainya. Mekanisme penghambatan
pertumbuhan mikroba oleh komponen antimikroba adalah sebagai berikut :
perusakan dinding sel mikroba (lisis), perubahan permeabilitas membran
sitoplasma, terjadi denaturasi protein sel dan penghambatan kerja enzim di dalam
sel. Rempah-rempah yang digunakan dalam makanan mempunyai sifat
antimikroba yang rendah. Hal ini disebabkan konsentrasi minyak esensial rempah-
rempah yang digunakan dalam makanan umumnya sangat rendah (25 - 250 ppm).
Komponen utama yang memberikan sifat antimikroba pada rempah-rempah

60
adalah minyak esensial. Minyak esensial dikenal juga dengan nama minyak
terbang atau minyak atsiri dan kadang-kadang disebut juga sebagai minyak
rempah. Minyak ini mengandunq komponen aromatik yang tinggi (Purseglove et
al., 1981 dalam Endang Susilawati, 1987).
Menurut Shelef (1983) dalam Endang Susilawati, (1987), komponen
antimikroba yang terdapat didalam rempah-rempah terutama kandungan fenolnya
dengan berat molekul antara 150 sampai 160, yaitu yang mempunyai gugus OH.
Eugenol, carvacrol dan timol merupakan komponen antimikroba utama yang ada
pada cengkih, lada, dan kayu manis. Umumnya bakteri gram positif dihambat
pada konsentrasi rempah-rempah yang lebih rendah dibandingkan dengan bakteri
gram negatif. Contoh bakteri yang pertumbuhannya terhambat oleh rempah adalah
: E. coli, B. cereus, B. subtilis, A. flavus, A. parasiticus. Mekanisme
penghambatan oleh senyawa fenol sebagai antibakteri adalah dengan cara
meracuni protoplasma sel dan merusak dinding sel serta mengendapkan protein
sel mikroba. Senyawa yang ada dalam rempah dapat menyebabkan denaturasi
protein sehingga merusak membran sel bakteri. Efektifitas sifat antimikroba dari
setiap jenis rempah-rempah berbeda untuk setiap mikroba (Nurdjannah, 2007).
Bahna antimikroba alami adalah komponen yang terentuk sacara alamiah
yang sengaja ditambhakan ke dalam pangan, penemas pangan, dikontakkan ke
permukaan pangan atau pada linkungan pengolahan. Bahan antimikroba bertindak
sebagai pengawet dengan mencegah pertumbuhan organism pembusuk atau
menginaktifkan mikroorganisme pathogen, dan mencegah penyimpangan biologi
pangan dan dapat memperpanjang masa simpan pangan. Selain tiu, keberadaan
antimikroba dalam pangan juga dapat menurunkan resiko, kontaminasi mikroba,
timbulnya penyakit, kerusakan setelah proses karena penanganan dan
penyimpanan produk yang kurang baik (Iriani, 2013).

61
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari jum’at, 4 Desember 2015 di
Laboratorium Kimia dan Biokimia Umum, Fakultas Teknologi Pangan dan
Agroindustri, Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum


a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah baskom,
piring, dan penjepit.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
pisang, apel, wortel, kentangng, fungisida Acrobat 50 WP bahan aktif
Dimetomorf 50%, dan bakterisida Puanmur 50 SP bahan aktif Asam Khloro
Bromo Iso Sianurik (CBIA) 50%.

Prosedur Kerja

Disiapkan dan disortasi buah dan sayuran


(pisang, apel, wortel, dan kentang)

Direndam buah dan sayuran ke dalam fungisida dan


bakterisida 500 ppm selama 10 menit

aa
Ditiriskan selama 30 menit

Disimpan pada suhu ruang

Diamati pertumbuhan mikroorganisme pada hari ke-3 dan ke-7

62
HASIL PENGAMATAN

Tabel 5.1. Hasil Pengamatan Antimikroba


Antimikroba
Komoditi Hari ke- Kontrol
Fungisida Bakterisida
3 Ada sedikit Ada banyak Ada banyak
Pisang
7 Ada banyak Ada banyak Ada banyak
3 Tidak ada Tidak ada Ada
Apel
7 Tidak ada Tidak ada Ada
3 Tidak ada Tidak ada Ada
Wortel
7 Tidak ada Tidak ada Ada
3 Tidak ada Ada sedikit Ada
Kentang
7 Tidak ada Ada sedikit Ada

63
PEMBAHASAN

Antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat mengganggu


pertumbuhan dan aktivitas mikroba, khususnya mikroba perusak dan pembusuk
makanan. Zat antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri),
bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang),
fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang), ataupun germisidal (menghambat
germinasi spora bakteri) (Ardiansyah, 2007).
Mekanisme kerja penghambatan senyawa antimikroba berada pada
keefektifan penghambatan yang merupakan salah satu kriteria pemilihan suatu
senyawa antimikroba untuk diaplikasikan sebagai bahan pengawet bahan pangan,
dimana semakin kuat penghambatannya semakin efektif digunakan. Kerusakan
yang ditimbulkan komponen antimikroba dapat bersifat mikrosidal (kerusakan
tetap) atau mikrostatik (kerusakan sementara yang dapat kembali). Suatu
komponen akan bersifat mikrosidal atau mikrostatik tergantung pada konsentrasi
dan kultur yang digunakan.Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh
senyawa antimikroba dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1)
gangguan pada senyawa penyusun dinding sel, (2) peningkatan permeabilitas
membran sel yang dapat menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel, (3)
menginaktivasi enzim, dan (4) destruksi atau kerusakan fungsi material genetic
(Fardiaz, 1992).
Acrobat 50 WP adalah fungisida sitemik bahan aktif dimetomorf 50%
berbentuk tepung berwarna putih yang dapat disuspensikan untuk mengendalikan
penyakit busuk daun, Pythopthora infestans pada tanaman tomat dan kentang,
Pythopthora Nicotiane pada tembakau dan Cercospora capsici pada cabai, dan
penyakit bulai, Peronosclerospora maydis pada tanaman jagung. Fungisida
berfungsi untuk memberantas jasad yang berbentuk cendawan atau jamur.
Bakterisida adalah pembunuh bakteri penyebab penyakit busuk bagian
tanaman. Serangan jamur dan bakteri ini biasanya terjadi karena tanah yang
terlalu basah, terlalu asam, ataupun luka tanaman akibat gesekan-himpitan-
goresan. Berbagai tanaman yang sering diserang jamur adalah tomat, cabe, dan

64
kentang ataupun tanaman lain. Bakterisida ini merupakan racun yang berfungsi
sebagai pengendali atau pembasmi penyakit yang dialami tanaman yang
disebabkan oleh bakteri.
Hasil pengamatan menujukkan bahwa pada buah pisang dihari ke-3
dengan menggunakan fungisida menghasilkan ada sedikit jamur yang tumbuh
tetapi pada penggunaan bakterisida dan kontrol terdapat banyak atau ada banyak
bakteri yang tumbuh pada pisang tersebut. Sedangkan pada hari ke-7 pada pada
penggunaan antimikroba fungisida menghasilkan banyak jamur yang tumbuh,
kemudian pada penggunaan antimikroba bakterisida dan kontrol terdapat banyak
bakteri yang tumbuh pada pisang tersebut. Untuk buah apel hari ke-3 dan ke-7
pada penggunaan antimikroba fungisida dan bakterisida tidak ada yang
menghasilkan jamur atau bakteri, tetapi pada perlakuan kontrol ada jamur ataupun
bakteri yang tumbuh. Pada sayuran wortel juga hasilnya sama dengan buah apel,
dimana pada penggunaan antimikroba fungisida dan bakterisida tidak ada jamur
maupun bakteri yang tumbuh, tetapi pada perlakuan kontrol menghasilkan adanya
pertumbuhan jamur atau bakteri pada wortel. Pada kentang, di hari ke-3 pada
perlakuan atau penggunaan antimikroba fungisida tidak menghasilkan jamur,
tetapi penggunaan antimikroba bakterisida terdapat sedikit atau ada sedikit bakteri
yang tumbuh dan pada perlakuan kontrol menghasilkan adanya pertumbuhan
mikroorganisme. Pada hari ke-7, kentang yang diberi perlakuan antimikroba
fungisida tidak meghasilkan petumbuhan mikroorganisme tetapi pada perlakuan
antimikroba bakterisida menghasilkan sedikit pertumbuhan mikroorganisme dan
sedangkan pada kontol menghasilkan adanya pertumbuhan mikroorganisme.
Hasil pengamatan menunjukkan penggunaan antimikroba fungisida dan
bakterisida sangat baik digunakan pada buah apel dan sayuran wortel. Hal tersebut
dikarenakan antimikroba fungisida dan bakterisida ini dapat mengahambat
pertumbuhan mikroorganisme dan kedua antimikroba tersebut dapat bekerja
secara maksimal sehingga mikroorganisme penyebab kerusakan tidak dapat
tumbuh. Selain itu, pada buah apel dan sayuran wortel memiliki lapisan lilin yang
melapisi kulit luar supaya mikroorganisme sulit tumbuh. Lain halnya dengan
penggunaan kontrol yang tidak terdapat penambahan antimikroba menghasilkan

65
adanya pertumbuhan mikroorganisme. Sedangkan pada buah pisang, tidak terlalu
baik dalam menggunakan antimikroba fungisida maupun bakterisida karena
mikroorganisme yang tumbuh banyak dan begitu juga dengan kontrol. Sedangkan
pada kentang sangat bagus menggunakan antimikroba fungisida, karena pada
penggunaan antimikroba fungisida tidak menghasilkan pertumbuhan
mikroorganisme penyebab kerusakan.

66
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Antimikroba adalah senyawa kimia atau biologi yang berfungsi sebagai
pengganggu aktivitas dari mikroba penyebab kerusakan pada buah dan
sayuran.
2. Fungisida berfungsi sebagai penghambat atau pemberantas pertumbuhan jasad
yang berbentuk jamur atau kapang, dan bakterisida berfungsi sebagai
pemberantas bakteri yang ada pada buah dan sayuran.
3. Antimikroba fungisida sangat baik digunakan pada pengawetan buah apel,
sayuran wortel, dan sayuran kentang.
4. Antimikroba bakterisida sangat baik digunakan pada buah apel dan sayuran
wortel.
5. Buah pisang dalam penggunaan antimikroba atau tidak, tetap menghasilkan
adanya pertumbuhan mikroorganisme penyebab kerusakan.
6. Perlakuan kontrol yang tanpa penggunaan antimikroba ini dapat tumbuh
mikroorganisme penyebab kerusakan karena tidak ada yang menghambat
pertumbuhan mikroba tersebut.

67
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2010.Teknologi Pengawetan Bahan Segar.http://labfpuwg.files.


wordpress.com. (Diakses tanggal 10 November 2015).

Anonim, 2010. Jaringan buah dan sayur. http:// web.ipb.ac .id/~tepfteta/ elea
rning/media/Teknik%20Pasca%20Panen/tep440_files/Karakteristikbuahsa
yur.htm. (Diakses tanggal 8 Desember 2015).

Ardiansyah. 2007. Antimikroba dari Tumbuhan (Bagian kedua). http://www.


beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2007-06-09-Antimikroba-dari-
Tumbuhan-(Bagian-Kedua).shtml (Diakses tanggal 12 Desember 2015).

Basuki.c, 2012. Fisiologi Dan Teknologi Pasca Panen. Mataram. Prima Print.

Destian R. 2010. Pemantangan pada buha-buahan. http://redydestian .wordpress


.com/2010/08/11/pematangan-pada-buah-buahan/.html. (diakses tanggal 24
November 2015).

Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka


Utamabekerjasama dengan PAU Pangan dan Gizi IPB. Jakarta.

Iriani, Evi S, Widayanti, Siti M, Miskiyah, dan Juniawati. 2013. Kemasan Aktif
Antimikroba Untuk Memperpanjang Umur Simpan Produk Daging.Jurnal
Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. Vol 9 (2), 2013: 95-07.

Junaidi,M.Dkk., 2001. Pengetahuan Bahan Hasil Pertanian. Fakultas


Pertanian.Universitas Mataram.Mataram.
Koswara Sutrisno. 2009. Pengolahan Pangan Dengan Suhu Rendah.
www.Ebookpangan.Com (diakses tangal 20 November 2015 ).

Kusumo, S. 1990. Zat Pengatur Tumbuhan Tanaman. Yasaguna. Jakarta

Komar Nur, Rakhmadiono S, Kurnia L,.2010. Teknik Penyimpanan Bawang


Merah Pasca Panen Di Jawa Timur.Vol. 2 : 2 – 4.

Lisa J. Skog. 2008. Chilling Injury of Horticultural Crops. available from :


Horticultural Research Institute of Ontario University of Guelph.
Available from http://www.omafra.gov.on.ca/english/crops/facts/98-
021.html. (diakses tanggal 22 November 2015).

Muchtadi, Deddy.1992. Fisiologi Pasca Panen Sayur Dan Buah-Buahan Pangan


Dangizi. Institute Pertanian Bogor. Bogor.

68
Nurulhayati.2012.Peranan Etilen Dalam Pemasakan Buah. Http://Nurulhayati93.
Blogspot.Com/2012/0pernan-Etilen-Dalam-Pemasakan-Buah.Html
(Diakses pada tanggal 23 November 2015).

Nurdjannah, Nanan. 2007. Teknologi Pengolahan Pala. Badan penelitian dan


pengembangan pertanian. Balai besar penelitian dan pengembangan
pascapanen pertanian.

Pantastico. 2008. Fisiologi Pasca Panen. UGM Press. Yogyakarta.


Prarudiyanto A. 2015. Fisiologi Dan Teknologi Pasca Panen. Mataram. Prima
Print.

Rachmawati Rani,Ria Md I,Suriani Nl. 2009.Pengaruh Suhu Dan Lama


Penyimpanan Terhadap Kandungan Vitamin CPada Cabai Rawit Putih
(Capsicum Frustescens). Vol (2) : 36- 40.

Susilawati, Endang. 1987. Pengaruh Penambahan Bubuk Biji Pala


(Myristicafraqrans houtt.) Terhadap Pertumbuhan Beberapa Bakteri
Penyebab Kerusakan Makanan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Utami. S., Joko. W., dan Kristianita. 2012. Pengaruh Cara dan Lama Pemeraman
Terhadap Kandungan Vitamin C pada Buah Pisang Raja ( Musa
paradisiaca L). Jurnal FPMIPA Volume 01, Nomor 02. Program Studi
Pendidikan Biologi.

Widyastuti Sri, Basuki E, Prarudiyanto A, Zainuri, Widyasari R,. 2015. Petunjuk


Praktikum Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen. Fakultas Teknologi
Pangan Dan Agroindustri. Universitas Mataram. Mataram.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan Dan Gizi. Gramedia: Jakarta.

Wulandari Sri, Bey Y Dan Desyani KT. 2012. Pengaruh Jenis Bahan Pengemas
Dan Lama Penyimpanan Terhadap Kadar Vitamin C Dan Susut Berat
Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L.) Vol 8 : 24-25.

69
LAMPIRAN

Gambar kenampakan hari ke 0

Gambar kenampakan hari ke 3

70
Gambar kenampakan hari ke 7

71
72

Anda mungkin juga menyukai