Anda di halaman 1dari 48

Cover

Kata Pengantar
ii

DAFTAR ISI
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai saat ini ma
sih merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkemba
ng. Di Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20 25 juta penduduk, 1 diantara
2-3 wanita post menopause dan lebih dari 50% penduduk di atas umur 75-80
tahun. Masyarakat atau populasi osteoporosis yang rentan terhadap fraktur adalah
populasi lanjut usia yang terdapat pada kelompok di atas usia 85 tahun, terutama
terdapat pada kelompok lansia tanpa suatu tindakan pencegahan terhadap
osteoporosis.
Proses terjadinya osteoporosis sudah di mulai sejak usia 40 tahun dan pada w
anita proses ini akan semakin cepat pada masa menopause.Sekitar 80% persen pen
derita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengala
mi penghentian siklus menstruasi (amenorrhea).Hilangnya hormon estrogen setela
h menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis.Penyakit osteoporosis yan
g kerap disebut penyakit keropos tulang ini ternyata menyerang wanita sejak masi
h muda.Tidak dapat dipungkiri penyakit osteoporosis pada wanita ini dipengaruhi
oleh hormon estrogen. Namun, karena gejala baru muncul setelah usia 50 tahun, p
enyakit osteoporosis tidak mudah dideteksi secara dini.
Meskipun penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap m
emiliki risiko terkena penyakit osteoporosis.Sama seperti pada wanita, penyakit os
teoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen.Bedanya, laki-
laki tidak mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat. Jum
lah usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414 persen dalam kurun waktu
1990 - 2025, sedangkan perempuan menopause yang tahun 2000 diperhitungkan
15,5 juta akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015.
2

B. Tujuan

Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus
gangguan system musculoskeletal penyakit osteoporosis.

Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan asuhan keperawatan dengan kasus gangguan system
musculoskeletal penyakit osteoporosis.
2. Mampu melakukan pendidikan kesehatan dengan kasus ganggua sistem musc
uloskeletal penyakit osteoporosis.
3. Mampu mengidentifikasi masalah-masalah penelitian yang berhubungan
dengan kasus gangguan system musculoskeletal penyakit osteoporosis dan
menggunakan hasil-hasil penelitian dalam mengatasi masalah dengan kasus
gagguan system muskuloskeletal.
4. Mampu melakukan fungsi advokasi pada kasus dengan kasus gangguan
system musculoskeletal penyakit osteoporosis.
5. Mampu mendemonstrasikan intervensi keperawatan pada kasus dengan
gangguan system musculoskeletal penyakit osteoporosis.

C. Rumusan Masalah

Dilihat dari latar belakang, didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:


“Bagaimana melakukan simulasi asuhan keperawatan dengan kasus gangguan
system musculoskeletal (Osteoporosis) pada berbagai tingkat usia dengan
memperhatikan aspek legal dan etis”.

D. Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah pengumpulan


data, yaitu studi kepustakaan untuk mendapatkan sumber-sumber teoritis yang
berhubungan dengan asuhan keperawatan dengan kasus gangguan system
muskuloskeletal.
3

Sistematika Penulisan digunakan untuk menyusun urutan makalah secara


lebih rinci dan jelas, untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dari penulisan
makalah ini, maka penulis menguraikan sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan, meliputi Latar Belakang, Tujuan, Rumusan Masalah,
Metode Penulisan.
BAB II Tinjauan Teoritis, meliputi Anatomi dan Fisiologi Sistem
Muskuloskeletal, Konsep Penyakit (LP Kasus), Konsep Askep (Pengkajian -
Evaluasi), Simulasi Penkes Pada Kasus (Primer, Sekunder, Tersier), Identifikasi
Masalah-masalah Penelitian yang b.d Kasus (Telaah Jurnal), Fungsi Advokasi
sesuai dengan Kasus.
BAB III Pembahasan Kasus, meliputi Scenario Kasus 1 dan Jawaban
Scenario.
BAB IV Penutup, meliputi Kesimpulan dan Saran.
4

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal


Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan bertanggung
jawab terhadap pergerakan. Komponen utama system musculoskeletal adalah jarin
gan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot, tendon, ligament, bursae, dan ja
ringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.

1. Tulang
a. Bagian-bagian utama tulang rangka
Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah
jaringan hidup yang akan suplai saraf dan darah. Tulang banyak mengandung
bahan kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium) yang membuat tulang
keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah jaringan fibrosa
yang membuatnya kuat dan elastis.
Klasifikasi tulang pada orang dewasa digolongkan pada dua kelompok yaitu a
xial skeleton dan appendicular skeleton.
1. Axial Skeleton (80 tulang)
1. Tengkorak 22 buah tulang

Tulang cranial (8 a. Frontal 1


tulang) b. Parietal 2
c. Occipital 1
d. Temporal 2
e. Sphenoid 1
f. Ethmoid 1

Tulang fasial (13 a. Maksila 2


tulang) b. Palatine 2
c. Zygomatic 2
d. Lacrimal 2
5

e. Nasal 2
f. Vomer 1
g. Inferior nasal concha 2

2. Tulang mandibular (1
tulang)

Tulang telinga tengah a. Malleus 2 6 tulang


b. Incus 2
c. Stapes 2

3. Tulang hyoid 1 tulang


Columna vertebrae a. Cervical 7 26 tulang
b. Thorakal 12
c. Lumbal 5
d. Sacrum (penyatuan dari
5 tl) 1
e. Korkigis (penyatuan dr 3
- 5 tl) 1

4. Tulang rongga thorax a. Tulang iga 24 25 tulang


b. Sternum 1
5. Appendicular Skeleton (126 tulang)

Pectoral girdle a. Scapula 2 4 tulang

b. Clavicula 2

Ekstremitas atas a. Humerus 2 60 tulang


b. Radius 2
c. Ulna 2
d. Carpal 16
e. Metacarpal 10
f. Phalanx 28
6

Pelvic girdle Os coxa 2 (setiap os coxa 2 tulang


terdiri dari penggabungan 3
tulang)

a. Ekstremitas bawah a. Femur 2 60 tulang


b. Tibia 2
c. Fibula 2
d. Patella 2
e. Tarsal 14
f. Metatarsal 10
g. Phalanx 28
Total 206 tulang

Fungsi utama tulang-tulang rangka adalah :


1. Sebagai kerangka tubuh, yang menyokong dan memberi bentuk tubuh
2. Untuk memberikan suatu system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot-
otot yang melekat pada tulang tersebut; sebagai suatu system pengungkit yang
digerakan oleh kerjao tot-otot yang melekat padanya.
3. Sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium, dan elemen-elemen lain
4. Untuk menghasilkan sel-sel darah merah dan putih dan trombosit dalam
sumsum merah tulang tertentu.

b. Struktur tulang
Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi :
1. Tulang panjang ditemukan di ekstremitas
2. Tulang pendek terdapat di pergelangan kaki dan tangan
3. Tulang pipih pada tengkorak dan iga
4. Tulang ireguler (bentuk yang tidak beraturan) pada vertebra, tulang-tulang
wajah, dan rahang.

Lapisan terluar dari tulang (cortex) tersusun dari jaringan tulang yang padat,
sementara pada bagian dalam di dalam medulla berupa jaringan sponge. Bagian
tulang paling ujung dari tulang panjang dikenal sebagai epiphyse yang berbatasan
7

dengan metaphysis. Metaphysis merupakan bagian dimana tulang tumbuh


memanjang secara longitudinal. Bagian tengah tulang dikenal sebagai diaphysis
yang berbentuk silindris.

Unit structural dari cortical tulang compacta adalah system havers, suatu
jaringan (network) saluran yang kompleks yang mengandung pembuluh-
pembuluh darah mikroskopis yang mensuplai nutrient dan oksigen ke tulang,
lacuna, dan ruang-ruang kecil dimana osteosit berada.

Jaringan lunak di dalam trabeculae diisi oleh sumsum tulang: sumsum tulang
merah dan kuning. Sumsum tulang merah berfungsi dalam hal hematopoesis,
sementara sumsum kuning mengandung sel lemak yang dapat dimobilisasi dan
masuk ke aliran darah. Osteogenic cells yang kemudian berdiferensiasi ke
osteoblast (sel pembentuk tulang) dan osteoclast (sel penghancur tulang)
ditemukan pada lapisan terdalam dari periosteum. Periosteum adalah lembar
jaringan fibrosa dan terdiri atas banyak pembuluh darah.

Vaskularisasi, tulang merupakan jaringan yang kaya akan vaskuler dengan


total aliran darah sekita 200 sampai 400 cc/menit. Setiap tulang memiliki arteri
penyuplai darah yang membawa nutrient masuk didekat pertengahan tulang,
kemudian bercabang ke atas dan ke bawah menjadi pembuluh-pembuluh darah
mikrskopis. Pembuluh darah ini mensuplai cortex, marrow, dan system haverst.

Persarafan, serabut syaraf sympathetic dan afferent (sensori) mempersyarafi


tulang. Dilatasi kapiler darah dikontrol oleh syaraf symphatetic, sementara serabut
syaraf afferent mentransmisikan rangsangan nyeri.

c. Perkembangan dan pertumbuhan tulang

Perkembangan dan pertumbuhan pada tulang panjang tipikal :


1. Tulang didahului oleh model kartilago.
2. Kolar periosteal dari tulang baru timbul mengelilingi model korpus. Kartilago
dalam korpus ini mengalami kalsifikasi. Sel-sel kartilago mati dan
meninggalkan ruang-ruang.
8

3. Sarang lebah dari kartilago yang berdegenerasi dimasuka oleh sel-


sel pembentuk tulang (osteoblast),oleh pembuluh darah, dan oleh sel-
sel pengikis tulang (osteoklast). Tulang berada dalam lapisan tak teratur dalam
bentuk kartilago.
4. Proses osifikasi meluas sepanjang korpus dan juga mulai memisah pada epifisis
yang menghasilkan tiga pusat osifikasi.
5. Pertumbuhan memanjang tulang terjadi pada metafisis, lembaran kartilago yan
g sehat dan hidup antara pusat osifikasi. Pada metafisis sel-
sel kartilago memisah secara vertical. Pada awalnya setiap sel meghasilkan kart
ilago sehat dan meluas mendorong sel-sel yang lebih tua. Kemudian sel-
sel mati. Kemudian semua runag mebesar untuk membentuk lorong-
lorong vertical dalm kartilago yang mengalami degenerasi. Ruang-
ruang ini diisi oleh sel-sel pembentuk tulang.
6. Pertumbuhan memanjang berhenti pada masa dewasa ketika epifisis berfusi de
ngan korpus.

Pertumbuhan dan metabolism tulang dipengaruhi oleh mineral dan hormone


sebagai berikut:

1. Kalsium dan posfor, tulang mengandung 99% kalsium tubuh dan 90% posfor.
Konsentrasi kalsium dan posfor dipelihara dalam hubungan terbalik. Sebagai
contoh, apabila kadar kalsium tubuh meningkat maka kadar posfor akan
berkurang.

2. Calcitonin, diproduksi oleh kelenjar typoid memilki aksi dalam menurunkan


kadar kalsium serum jika sekresinya meningkat diatas normal.

3. Vitamin D, penurunan vitamin D dalam tubuh dapat menyebabkan


osteomalacia pada usia dewasa.

4. Hormon paratiroid (PTH), saat kadar kalsium dalam serum menurun, sekresi
hormone paratiroid akan meningkat dan menstimulasi tulang untuk
meningkatkan aktivitas osteoplastic dan menyalurkan kalsium kedalam darah.
9

5. Growth hormone (hormone pertumbuhan), bertanggung jawab dalam


peningkatan panjang tulang dan penentuan jumlah matrik tulang yang dibentuk
pada masa sebelum pubertas.

6. Glukokortikoid, adrenal glukokortikoid mengatur metabolisme protein.

7. Sex hormone, estrogen menstimulasi aktivitas osteobalstik dan menghambat


peran hormone paratiroid. Ketika kadar estrogen menurun seperti pada saat
menopause, wanita sangat rentan terhadap menurunnya kadar estrogen dengan
konsekuensi langsung terhadap kehilangan masa tulang (osteoporosis).
Androgen, seperti testosteron, meningkatkan anabolisme dan meningkatkan
masa tulang.

2. Sendi
Artikulasi atau sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-
tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita
fibrosa, ligament, tendon, fasia, atau otot. Sendi diklasifikasikan sesuai dengan
strukturnya.

a. Sendi fibrosa (sinartrodial)


Merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Tulang-tulang dihubungkan oleh
serat-serat kolagen yang kuat. Sendi ini biasanya terikat misalnya sutura tulang
tengkorak.

b. Sendi kartilaginosa (amfiartrodial)


Permukaan tulang ditutupi oleh lapisan kartilago dan dihubungkan oleh jaringan fi
brosa kuat yang tertanam kedalam kartilago misalnya antara korpus vertebra dan s
imfisis pubis. Sendi ini biasanya memungkinkan gerakan sedikit bebas.

c. Sendi synovial (diartrodial)


Sendi ini adalah jenis sendi yang paling umum. Sendi ini biasanya memungkinkan
gerakan yang bebas (mis., lutut, bahu, siku, pergelangan tangan, dll.) tetapi beber
apa sendi sinovial secara relatif tidak bergerak (mis., sendi sakroiliaka). Sendi ini
dibungkus dalam kapsul fibrosa dibatasi dengan membran sinovial tipis. Membran
ini mensekresi cairan sinovial ke dalam ruang sendi untuk melumasi sendi.
10

Cairan synovial normalnya bening, tidak membeku, dan tidak berwarna atau
berwarna kekuningan. Jumlah yang ditemukan pada tiap-tiap sendi normal
relative kecil (1 sampai 3 ml) hitung sel darah putih pada cairan ini normalnya
kurang dari 200 sel/ml dan terutama adalah sel-sel mononuclear. Cairan synovial
juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi.

Permukaan tulang dilapisi dengan kartilago artikular halus dan keras dimana perm
ukaan ini berhubungan dengan tulang lain. Pada beberapa sendi terdapat suatu
sabit kartilago fibrosa yang sebagian memisahkan tulang-tulang sendi (mis, lutut,
rahang), Jenis sendi synovial :
1. Sendi peluru, missal pada persendian panggul dan bahu, memungkinkan
gerakan bebas penuh.
2. Sendi engsel memungkinkan gerakan melipat hanya pada satu arah dan
contohnya adalah siku dan lutut.
3. Sendi pelana memungkinkan gerakan pada dua bidang yang saling tegak lurus.
Sendi pada dasar ibu jari adalah sendi pelana dua sumbu.
4. Sendi pivot contohnya adalah sendi antara radius dan ulna. Memungkinkan
rotasi untuk melakukan aktivitas seperti memutar pegangan pintu.
5. Sendi peluncur memungkinkan gerakan terbatas kesemua arah dan contohnya
adalah sendi-sendi tulang karpalia di pergelangan tangan.

3. Otot Rangka
a. Otot dan kerja otot
Otot rangka merupakan setengah dari berat badan orang dewasa. Fungsi utam
anya adalah untuk menggerakan tulang pada artikulasinya. Kerja ini dengan meme
ndekkan (kontraksi) otot. Dengan memanjang (relaksasi) otot memungkinkan otot
lain untuk berkontraksi dan menggerakan tulang.
Otot ada yang melekat langsung pada tulang, tetapi dimana bagian terbesarny
a mempengaruhi fungsi (mis., pada tangan), tangan yang berhubungan langsung d
engan tulang, atau dimana kerjanya perlu dikonsentrasikan, otot dilekatkan denga
n tendon fibrosa. Tendon menyerupai korda, seperti tali, atau bahkan seperti lemb
11

aran (mis.,pada bagian depan abdomen). Tidak ada otot yang bekerja sendiri. Otot
selalu bekerja sebagai bagian dari kelompok, dibawah control system saraf.
Fungsi otot dapat digambarkan dengan memperhatikan lengan atas. Otot bise
p dari lengan atas dilekatkan oleh tendon ke skapula. Perlekatan ini biasanya tetap
stasioner dan adalah asal (origo) dari otot. Ujung yang lain dari otot dilekatkan pa
da radius. Perlekatan ini untuk menggerakan otot dan diketahui sebagai insersio d
ari otot.
Bisep adalah otot fleksor; otot ini menekuk sendi, mengangkat lengan saat ia
memendek. Otot ini juga cenderung memutar lengan untuk memposisikan telapak
tengadah karena titik insersinya. Otot trisep pada punggung lengan atas adalah oto
t ekstensor; otot ini meluruskan sendi, mempunyai aksi yang berlawanan dengan o
tot bisep. Selama fleksi sederhana (menekuk) siku :
1. Bisep kontraksi ? ini adalah penggerak utama
2. Trisep rileks secara refleks ? ini adalah antagonis
3. Otot tertentu pada lengan berkontraksi untuk mencegah gerakan berguling
4. Otot di sekitar bahu berkontaksi untuk memantapkan sendi bahu

b. Struktur otot rangka


Otot rangka tersusun atas sejumlah besar serat-serat otot. Sel-sel silindris
tidak bercabang. Otot ini disokong oleh jaringan ikat dan mempunyai banyak supl
ai darah dan saraf. Setiap sel mempunyai banyak nuklei dan mempunyai penampil
an lurik. Dindingnya atau sarkolema, mengandung myofibril yang dibungkus den
gan rapat dalam sarkoplasma cair. Didalamnya juga ada banyak mitokondria. War
na merah dari otot berhubungan dengan mioglobin, suatu protein seperti hemoglo
bin dalam sarkoplasma.
Setiap miofibril mempunyai lurik (striasi) terang dan gelap secara bergantian,
disebut pita I dan A secara berurutan. Striasi disebabkan oleh 2 tipe filamen, satu
mengandung protein aktin, dan lainnya mengandung protein myosin.
Kontraksi otot adalah karena reaksi filament aktin dan miosin satu sama lain,
seperti ketika mereka menyisip satu sama lain dan menarik ujung dari sel otot sali
12

ng mendekat. Serat otot memendek sampai dengan sepertiga dari panjangnya saat
kontraksi.
Serat-serat otot biasanya menjalar sejajar terhadap arah tarikan, baik tanpa
tendon (otot kepeng) mis., otot interkostal, atau dengan tendon pada ujungnya
(otot fusiformis) mis, otot bisep. Otot-otot ini mempunyai rentang gerak yang
besar tetapi relative lemah.Otot pennate lebih kuat daripada tipe otot di atas, tetapi
mempunyai rentang gerak lebih pendek. Pada otot ini, serat-serat menjalar
membentuk sudut terhadap arah tarikan dan menyisip ke dalam tendon sentral
atau tendon pengimbang.

c. Histology otot
Ada tiga jenis jaringan otot yang dapat dibedakan atas dasar strukturnya da
n ciri fiologis yaitu otot polos, otot lurik, dan otot jantung.

1. Otot polos (smooth muscle/involuntary muscle)


Otot polos mengandung sel berbentuk spindle dengan panjang 40-200 µm dengan
inti terletak di tengah. Myofibril ini sukar diperlihatkan dan tidak mempunyai cora
k melintang. Serabut reticular transversa menghubungkan sel-sel otot yang
berdekatan dan membentuk suatu ikatan sehingga membentuk unik fungsional.
Otot polos tidak dibawah pengaruh kehendak.

2. Otot lurik (skeleton muscle/voluntary muscle)


Otot lurik mengandung sel-sel otot (serabut otot) dengan ukuran tebal 10-
100 µm dan panjang 15 cm. Serabut otot lurik berasal dari myotom, inti terletak di
pinggir, dibawah sarcolema.memanjang sesuai sumbu panjang serabut otot. Beber
apa serabut otot bergabung membentuk berkas otot yang dibungkus jaringan ikat
yang disebut endomycium. Bebefrapa endomycium disatukan jaringan ikat disebu
t perimycium. Beberapa perimycium dibungkus oleh jaringan ikat yang disebut ep
imycium (fascia). Otot lurik dipersyafi oleh system cerebrosfinal dan dapata diken
dalikan. Otot lurik terdapat pada otot skelet, lidah, diaphragm, bagian atas dinding
oesophagus.
13

3. Otot Jantung
Terdiri dari serabut otot yang bercorak yang bersifat kontraksinya bersifat
otonom. Tetapi dapat dipengaruhi system vagal. Serabutnya bercabang-cabang,
saling berhubungan dengan serabut otot di dekatnya. Intinya berbentuk panjang da
n terletajk di tengah. Sarkosom jauh lebih banyak dari pada otot rangka.

d. Persarafan otot rangka


Otot dipersarafi oleh 2 serat saraf pendek :

1. Saraf sensorik yang membawa impuls dari otot, terutama dari reseptor reganga
n khusus, gelondong otot
2. Saraf motorik yang membawa impuls ke otot untuk memicu kontraksi otot
Korpus sel dari sel-sel saraf motoric terdapat dalam kornu anterior substansia
grisea dalam medula spinalis. Setiap sel saraf mempunyai serat utama atau
akson yang bercabang untuk mempersarafi 50 sampai 200 serat otot. Semua
korpus sel mempersarafi satu sel otot yang terletak berdekatan dalam medulla s
pinalis. Impuls saraf mencapai setiap serat otot kira-kira di bagian tegahnya,
pada motor end plate. Datangnya impuls saraf ini menyebabkan simpanan
asetilkolin dilepaskan dari motor end plate. Asetilkolin bekerja untuk
memperkuat impuls saraf. Ini menyebabkan gelombang besar aktivitas listrik
untuk menjalar sepanjang otot, menimbulkan perubahan yang menyebabkan
otot berkontraksi. Kekuatan kontaksi tergantung pada jumlah serat-serat yang
terstimulasi. Bila impuls berhenti maka otot rileks.

4. Tendon
Tendon merupakan berkas (bundel) serat kolagen yang melekatkan otot ke tulang.
Tendon menyalurkan gaya yang dihasilkan oleh kontraksi otot ke tulang. serat kol
agen dianggap sebagai jaringan ikat dan dihasilkan oleh sel-sel fibroblas.

5. Ligament
Ligament adalah taut fibrosa kuat yang menghubungkan tulang ke tulang, biasany
a di sendi. Ligament memungkinkan dan membatasi gerakan sendi.
14

6. Bursae
Bursae adalah kantong kecil dari jaringan ikat. Dibatasi oleh membran sinovial da
n mengandung cairan sinovial. Bursae merupakan bantalan diantara bagian-
bagian yang bergerak seperti pada olekranon bursae terletak antara prosesus olekr
anon dan kulit.
15

B. Konsep Penyakit Osteoporosis (LP Kasus)

A. Pengertian
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan masa tulang total. Ter
dapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resoprsi tulang
lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan masa t
ulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah. Tulan
g menjadi mudah fraktur dengan stress yang tidak akan menimbulkan pada tulang
normal. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur konversi vertebra torakalis da
n lumbalis, fraktur daerah koulum femoris dan daerah tronkanter, dan patah tulang
coles pada pergelangan tangan. fraktur kompresi ganda fertebra mengakibatkan d
eformitas skeletal.
Osteoporosis merupakan penyakit skeletal sistemik yang ditandai dengan mas
sa tulang yang rendah dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang, yang menga
kibatkan meningkatnya fragilitas tulang sehingga tulang cenderung untuk mengala
mi fraktur spontan atau akibat trauma minimal. (Consensus Development Confere
nce, 1993).

B. Patogenesis / Etiologi
Remodeling tulang normal pada orang dewasa akan meningkatkan masa
tulang sampai sekitar usia 35 tahun. genetik, nutrisi, pilihan gaya hidup dan
aktifitas fisik mempengaruhi puncak masa tulang menghilangnya estrogen pada
saat menopause dan pada ooforektomi mengakibatkan percepatan resorsi tulang
dan berlangsung terus menerus selama bertahun tahun pascamenopouse. Pria mem
punyai massa tulang yang lebih besar dan tidak mengalami perubahan hormonal
mendadak. Akibatnya, insidensi osteoporosis lebih rendah pada pria. Faktor
nutrisi mempengaruhi pertumbuhan osteoporosis. Vitamin D penting untuk
absorpsi kalsium dan untuk mineralisasi tulang normal. Diet mengandung kalsium
dan vitamin D harus mencukupi untuk mempertahankan remodeling tulang dan
fungsi tubuh. Asupan kalsium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama
bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan
16

osteoporosis. Asupan harian yang dianjurkan (RDA=Recomment daily allowence)


kalsium meningkat pada adoleasens dan dewasa muda (11-24 thn) sampai 1200
mg untuk memaksimalkan puncak massa tulang. RDA untuk orang dewasa tetap
800 mg, tapi 1000-1500 mg/hari untuk wanita pascamenopouse biasanya
dianjurkan, lansia menyerap kalsium diet kurang efisiendan mensekresikannya
lebih cepat melalui ginjal maka wanita pascamenopouse dan lansia perlu mengkon
sumsi kalsium dalam jumlah talk terbatas. Bahan katabolic endogen (diproduksi o
leh tubuh) dan eksogen (dari sumber luar) dapat menyebabkan osteoporosis. Korti
kosteroid berlebih, syndrome chusing, hipertiroidsme dan hiperparatiroidesme me
nyebabkan kehilangan tulang. Derajat osteoporosis berhubungan dengan durasi ter
api kortikosteroid. Ketika terapi dihentikan atau masalah metabolisme telah diatas
i, perkembangan osteoporosis akan berhenti namun restorasi kehilangan massa tul
ang biasanya tidak terjadi. Keadaan medis menyerta (misalnya sindrom malabsorp
si intoleransi laktosa, penyalahgunaan alcohol, gagal gnjal,gagal hepar dan gangg
uan endokrin) mempengaruhi pertumbuhan osteoporosis. Obat obatan misalnya is
oniasit, heparin, tetrasiklin, antasida yang mengandung alumunium, kortikosteroid
) mempengaruhi tubuh dan metabolism kalsium.
Imobilitas menyumbang perkembangan osteoporosis. Pembentukan tulang diperce
pat dengan adanya stress berat badan dan aktifitas otot. Ketika diimobilisasi denga
n gips, paralisis atau inalktifitas umum, tulang akan diresorpsilebh cepat dari pmb
entukannya dan terjadilah osteoporosis.

C. Gejala klinis / manifestasi klinis


a. Nyeri tulang akut.. Nyeri terutama terasa pada tulang belakang, nyeri dapat
dengan atau tanpa fraktur yang nyata dan nyeri timbul mendadak.
b. Nyeri berkurang pada saat beristirahat di tempat tidur
c. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah bila melakukan
aktivitas
d. Deformitas tulang. Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan meny
ebabkan kifosis angular yang menyebabkan medulla spinalis tertekan sehi
ngga dapat terjadi paraparesis.
17

e. Gambaran klinis sebelum patah tulang, klien (terutama wanita tua) biasany
a datang dengan nyeri tulang belakang, bungkuk dan sudah menopause sed
angkan gambaran klinis setelah terjadi patah tulang, klien biasanya datang
dengan keluhan punggung terasa sangat nyeri (nyeri punggung akut), sakit
pada pangkal paha, atau bengkak pada pergelangan tangan setelah jatuh.
f. Kecenderungan penurunan tinggi badan
g. Postur tubuh kelihatan memendek

D. Patofisiologi
Osteoporosis merupakan silent disease. Penderita osteoporosis umumnya tida
k mempunyai keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur. Oste
oporosis mengenai tulang seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala
pada daerah-daerah yang menyanggah berat badan atau pada daerah yang
mendapat tekanan (tulang vertebra dan kolumna femoris). Korpus vertebra
menunjukan adanya perubahan bentuk, pemendekan dan fraktur kompresi. Hal ini
mengakibatkan berat badan pasien menurun dan terdapat lengkung vertebra abnor
mal (kiposis). Osteoporosis pada kolumna femoris sering merupakan predisposisi
terjadinya fraktur patologik (yaitu fraktur akibat trauma ringan), yang sering terjad
i pada pasien usia lanjut.
Masa total tulang yang terkena mengalami penurunaan dan menunjukan
penipisan korteks serta trabekula. Pada kasus ringan, diagnosis sulit ditegakkan
karena adanya variasi ketebalan trabekular pada individu ”normal” yang berbeda.
Diagnosis mungkin dapat ditegakkan dengan radiologis maupun histologist jika os
teoporosis dalam keadaan berat. Struktur tulang, seperti yang ditentukan secara
analisis kimia dari abu tulang tidak menunjukan adanya kelainan. Pasien
osteoporosis mempunyai kalsium, fosfat, dan alkali fosfatase yang normal dalam
serum.
Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara factor genetic d
an factor lingkungan.
a. Factor genetic meliputi: usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh,
tidak pernah melahirkan.
18

b. Factor lingkungan meliputi: merokok, Alcohol, Kopi, Defisiensi vitamin


dan gizi, Gaya hidup, Mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-
obatan.

Kedua factor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsi
um dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak ter
capainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat y
ang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembent
ukan tulang baru sehingga terjadi penurunan massa tulang total yang disebut osteo
porosis.

E. Pemeriksaan Penunjang / Evaluasi Diagnostik


a) Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang
dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya meru
pakan lokasi yang paling berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfers
al merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyeb
abkan penonjolan yang menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang int
ervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.

b) CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyao nilai
penting dalam diagnostic dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110
mg/cm3 baisanya tidak menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan
mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada hamper semua klien yang
mengalami fraktur.
c) Pemeriksaan Laboratorium
1. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
2. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct
(terapi ekstrogen merangsang pembentukkan Ct).
3. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
4. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.
19

F. Penatalaksanaan
Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup,
dengan pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat m
elindungi terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu ski
m atau susu penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli
kukus, salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk meyakinkan asupan k
alsium yang mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium(kalsium karbonat)
Pada menopause, terapi pergantian hormone(HRT=hormone replacemenet therapy
) dengan estrogen dan progesteron dapat diresepkan untuk memperlambat kehilan
gan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkannya. Wanita ya
ng telah mengalami pengangkatan ovarium atau telah menjalani menopause prema
tur dapat mengalami osteoporosis pada usia yang cukup muda;penggantian hormo
n perlu dipikirkan pada pasien ini estrogen menurunkan resorpsi tulang tapi tidak
meningkatkan massa tulang. Penggunaan hormon dalam jangka panjang masih die
valuasi. Estrogen tidak akan mengurangi kecepatan kehilangan tulang dengan past
i. Terapi estrogen sering dihubungkan dengan sedikit pengingkatan insidensi kank
er payudara dan endometrial. Maka selama HRT pasien harus diperiksa payudaran
ya setiap bulan dan diperiksa panggulnya termasuk masukan papanicolaou dan bio
psi endometrial (bila ada indikasi), sekali atau dua kali setahun.
Obat-obat lain yang dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis termasuk
kalsitonin, natrium fluorida, dan natrium etidronat. Kalsitonin secara primer mene
kan kehilangan tulang dan diberikan secara injeksi subkutan atau intra muscular.
Efek samping ( mis gangguan gastrointestinal, aliran panas, frekuensi urin) biasan
ya ringan dan kadang-kadang dialami. Natrium fluoride memperbaiki aktifitas
osteoblastic dan pembentukan tulang; namun, kualitas tulang yang baru masih
dalam pengkajian. Natrium etidronat, yang menghalangi resorpsi tulang
osteoklastik, sedang dalam penelitian untuk efisiensi penggunaannya sebagai
terapi osteoporosis.
20

G. Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mu
dah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompre
si vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokha
nter, dan fraktur colles pada pergelangan tangan.

C. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan da
n kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik
dan riwayat psikososial.

a. Anamnese
1. Identitas
a) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnose medik, alamat,
semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan
selanjutnya.

b) Identitas penanggung jawab


Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama,
umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.

2. Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan. Dalam pengkajian riwayat kesehatan, perawat perlu me
ngidentifikasi adanya:
21

a) Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah), leher dan
pinggang
b) Berat badan menurun
c) Biasanya diatas 45 tahun
d) Jenis kelamin sering pada wanita
e) Pola latihan dan aktivitas

3. Pola aktivitas sehari-hari


Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga, pengisian wakt
u luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi, dan toilet. Olahraga dapat memb
entuk pribadi yang baik dan individu akan merasa lebih baik. Selain itu, olahraga
dapat mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Lansia memerlukan aktifitas
yang adekuat untuk mempertahankan fungsi tubuh. Aktifitas tubuh memerlukan
interaksi yang kompleks antara saraf dan muskuloskeletal. Beberapa perubahan
yang terjadi sehubungan dengan menurunnya gerak persendian adalah agility
( kemampuan gerak cepat dan lancar) menurun, dan stamina menurun.

4. Aspek Penunjang

a. Radiologi
Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang
dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya meru
pakan lokasi yang paling berat. Penipisan korteks dan hilangnya trabekula transve
rsal merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebrae men
yebabkan penonjolan yang menggelembung dari nucleus pulposus kedalam ruang
intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.

b. CT-Scan
Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting
dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3 biasan
ya tidak menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan mineral verteb
ra dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
22

b. Pemeriksaan Fisik
a) B1 (Breathing).
Inspeksi : Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang.
Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.
Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki.

b) B2 ( Blood).
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan
pusing. Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh
darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.

c) B3 ( Brain).
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dap
at mengeluh pusing dan gelisah.

1. Kepala dan wajah: ada sianosis


2. Mata: Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis.
3. Leher: Biasanya JVP dalam normal

d) B4 (Bladder).
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sist
em perkemihan.

e) B5 ( Bowel).
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun perlu di kaji
frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.

f) B6 ( Bone).
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis
sering menunjukan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan
tinggi badan dan berat badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas
23

tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering
terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.

c. Riwayat Psikososial
Penyakit ini sering terjadi pada wanita. Biasanya sering timbul kecemasan, takut
melakukan aktivitas dan perubahan konsep diri. Perawat perlu mengkaji masalah-
masalah psikologis yang timbul akibat proses ketuaan dan efek penyakit yang
menyertainya.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat
perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
c. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal da
n ketidakseimbangan tubuh.
d. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien
mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah.

3. Intervensi
A. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur, spasme otot, def
ormitas tulang
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri
berkurang
Kriteria Hasil : Klien akan mengekspresikan nyerinya, klien dapat tenang
dan istirahat yang cukup, klien dapat mandiri dalam perawatan dan penang
anannya secara sederhana.
24

Intervensi Rasional
1. Pantau tingkat nyeri pada 1. Tulang dalam peningkatan jumlah t
punggung, nyeri terlokalisasi atau rabekula pembatasan gerak spinal.
menyebar pada abdomen atau
pinggang.

2. Ajarkan pada klien tentang 2. Alternatif lain untuk mengatasi


alternative lain untuk mengatasi nyeri, pengaturan posisi, kompres
dan mengurangi rasa nyerinya. hangat dan sebagainya.

3. Kaji obat-obatan untuk mengatasi 3. Keyakinan klien tidak dapat


nyeri. menoleransi obat yang adekuat
atau tidak adekuat untuk mengatasi
nyerinya.

4. Kelelahan dan keletihan dapat men


4. Rencanakan pada klien tentang
urunkan minat untuk aktivitas seha
periode istirahat adekuat dengan
ri-hari.
berbaring dalam posisi telentang
selama kurang lebih 15 menit

B. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat p


erubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan klien
mampu melakukan mobilitas fisik
Kriteria hasil : Klien dapat meningkatan mobilitas fisik ; klien mampu mel
akukan aktivitas hidup sehari hari secara mandiri
25

Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat kemampuan klien yang 1. Dasar untuk memberikan alternative


masih ada. dan latihan gerak yang sesuai dengan kem
apuannya.

2. Rencanakan tentang pemberian pro 2. Latihan akan meningkatkan pergerakan


gram latihan: otot dan stimulasi sirkulasi darah

· Bantu klien jika diperlukan latihan

· Ajarkan klien tentang aktivitas hidup


sehari hari yang dapat dikerjakan

· Ajarkan pentingnya latihan.

3. Bantu kebutuhan untuk beradaptasi 3. Aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri


dan melakukan aktivitas hidup
sehari hari, rencana okupasi .

4. Peningkatan latihan fisik secara ade 4. Dengan latihan fisik:


kuat:

· dorong latihan dan hindari tekanan pa · Masa otot lebih besar sehingga memberikan
da tulang seperti berjalan perlindungan pada osteoporosis

· instruksikan klien untuk latihan · Program latihan merangsang pembentukan t


selama kurang lebih 30 menit dan ulang
selingi dengan istirahat dengan
berbaring selama 15 menit

· hindari latihan fleksi, membungkuk · Gerakan menimbulkan kompresi vertical


tiba- tiba, dan mengangkat beban dan fraktur vertebra.
berat

C. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal


dan ketidakseimbangan tubuh.
Tujuan : Cedera tidak terjadi
26

Kreteria Hasil : Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi: Klien dapat men
ghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur

Intervensi Rasional

1. Ciptakan lingkungan yang bebas da 1. Menciptakan lingkungan yang ama


ri bahaya: n dan mengurangi risiko terjadinya

· Tempatkan klien pada tempat tidur kecelakaan.

rendah.

· Amati lantai yang membahayakan


klien.

· Berikan penerangan yang cukup

· Tempatkan klien pada ruangan yang


tertutup dan mudah untuk di
observasi.

· Ajarkan klien tentang pentingnya me


nggunakan alat pengaman di ruangan.

2. Berikan dukungan ambulasi sesuai 2. Ambulasi yang dilakukan tergesa-


dengan kebutuhan: gesa dapat menyebabkan mudah
· Kaji kebutuhan untuk berjalan. jatuh.

· Konsultasi dengan ahli therapist.

· Ajarkan klien untuk meminta


bantuan bila diperlukan.

· Ajarkan klien untuk berjalan dan


keluar ruangan.
27

3. Bantu klien untuk melakukan 3. Penarikan yang terlalu keras akan


aktivitas hidup sehari-hari secara menyebabkan terjadinya fraktur.
hati-hati.

4. Ajarkan pada klien untuk berhenti s 4. Pergerakan yang cepat akan lebih
ecara perlahan, tidak naik tanggga, memudahkan terjadinya fraktur ko
dan mengangkat beban berat. mpresi vertebra pada klien osteopo
rosis.

5. Ajarkan pentingnya diet untuk men 5. Diet kalsium dibutuhkan untuk


cegah osteoporosis: mempertahankan kalsium serum,
· Rujuk klien pada ahli gizi mencegah bertambahnya

· Ajarkan diet yang mengandung kehilangan tulang. Kelebihan

banyak kalsium kafein akan meningkatkan kalsium


dalam urine. Alcohol akan
· Ajarkan klien untuk mengurangi atau
meningkatkan asidosis yang
berhenti menggunakan rokok atau
meningkatkan resorpsi tulang
kopi

6. Ajarkan tentang efek rokok


terhadap pemulihan tulang 6. Rokok dapat meningkatkan
terjadinya asidosis.

7. Observasi efek samping obat-


obatan yang digunakan 7. Obat-obatan seperti diuretic,
fenotiazin dapat menyebabkan
pusing, megantuk, dan lemah yang
merupakan predisposisi klien
untuk jatuh.

D. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi


yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai
28

dengan klien mengatakan kurang, mengerti tentang penyakitnya, klien


tampak gelisah
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien memah
ami tentang penyakit osteoporosis dan program terapi dengan criteria hasil
klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, mampu menyebutkan
program terapi yang diberikan, klien tampak tenang
Kriteria hasil : Klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, dan
mampu menyebutkan program terapi yang diberikan, klien tampak tenang

Intervensi Rasional

1. Kaji ulang proses penyakit dan ha 1. Memberikan dasar pengetahuan dim


rapan yang akan dating ana klien dapat membuat pilihan ber
dasarkan informasi.
2. Ajarkan pada klien tentang factor- 2. Informasi yang diberikan akan mem
faktor yang mempengaruhi buat klien lebih memahami tentang
terjadinya osteoporosis penyakitnya

3. Suplemen kalsium ssering mengakib


3. Berikan pendidikan kepada klien
atkan nyeri lambung dan distensi abd
mengenai efek samping pengguna
omen maka klien sebaiknya mengko
an obat
nsumsi kalsium bersama makanan u
ntuk mengurangi terjadinya efek sam
ping tersebut dan memperhatikan as
upan cairan yang memadai untuk me
nurunkan resiko pembentukan batu g
injal

4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan Pada tahap ini p
erawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-
29

aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Fase implementasi at
au pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu validasi rencana keperawatan,
mendokumentasikan rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan, dan
pengumpulan data.

5. Evaluasi
Hasil yang diharapkan meliputi:
a. Nyeri berkurang
b. Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik
c. Tidak terjadi cedera
d. Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri
e. Status psikologis yang seimbang
f. Terpenuhinya kebutuhan, pengetahuan dan informasi

D. Simulasi Penkes Pada Kasus ( Primer, Sekunder, Tersier )

1. Pencegahan Primer
Hindari Faktor resiko yang dapat dicegah seperti :
a. Konsumsi cukup kalsium ( banyak terkandung dalam susu, keju, sayuran hijau,
jeruk, sitrun, yoghurt, kerang).
b. Konsultasikan ke Dokter Anda tentang kemungkinan perlunya mengkonsumsi
metabolit aktf vitamin D3, terapi pengganti hormone Estrogen, dll. Juga
tentang penggunaan segala obat dalam waktu lama.
c. Berhenti merokok dan mengkonsumsi alcohol.
d. Hidup aktif dan latihan jasmani secara rutin. Misalnya Jalan Sehat, senam penc
egahan Osteoporosis. Program latihan sebaiknya dimonitor berdasarka panduan
dari dokter.
e. Lakukan pemeriksaan untuk mengetahui Osteoporosis secara dini.
30

2. Pencegahan Sekunder
Jika anda telah dinyatakan mengalami Osteoporosis, Anda perlu berkonsultasi
dengan dokter Anda tentang obat-obatan yang perlu, petunjuk latihan fisik
tertentu, cara mencegah terjadinya komplikasi patah tulang. Dsb.

3. Pencegahan Tersier
Pasien yang telah mengalmi komplikasi Osteoporosis seperti patah tulang, perlu
mobilisasi sedini mugkin secara bertahap. Dokter Anda akan memberikan obat,
terapi latihan maupun alat ortose dengan kondisi.

E. Identifikasi Masalah-Masalah Penelitian yang b.d Kasus (Telaah Jurnal)

JUDUL:
ANALISA KERAPATAN TRABECULAR BONE BERBASIS GRAPH BER
BOBOT PADA CITRA PANORAMA GIGI UNTUK IDENTIFIKASI OSTE
OPOROSIS

PENGARANG : Zaenal Abidin(1) , Agus Zainal Arifin(2)

MAKNA : Osteoporosis adalah penyakit berkurang nya bahan penyususn tulang


dan berkurang kekuatan tulang yang menyebabkan tulang retak dan rapuh
Untuk mengetahui terkena osteoporosis atau tidak , dilakukan dengan mengukur k
epadatan tulang dalam satuan luasan ( gram/cm). Terdapat beberapa metode
pengukuran kandungan tulang, diantaranya adalah SXA, DXA, QUS, QCT,
radiography, MRI.
Adapun metode alternative baru untuk membantu mendiagnosa osteoporosis
dengan mengukur kerapatan tulang mandible pada dental panoramic radiograph.
Objek trabecular digunakan untuk membangkitkan graph. Graph yang terbentuk
dihitung karakter dari simpul-simpul, tiap simpul digunakan sebagai dasar tingkat
kerapatan trabeculer. Hasil pengukuran tingkat kerapatan digunakan untuk
identifikasi osteoporosis.
31

KESIMPULAN : Graph yang dibangkitkan dari citra trabecular di tulang mandi


ble dapat digunakan untuk memperkirakan kerapatan tulang trabecullae. Pengukur
an memanfaatkan kerapatan dari graph. Karakter yang dipakai dari yang di pakai
dari penelitian ini adalah degree dan cluster coefficient yang kemudian di bawa ke
ruang ke istimewaan yang kemudian dapat digunakan untuk mengidentifikasi tan
da-tanda awal dari osteoporosis.

F. Fungsi Advokasi sesuai dengan Kasus


Advokasi menurut ANA (1985) “melindungi klien atau masyarakat terhadpa pelay
anan kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melan
ggar etika yang dilakukan oleh siapapun”
Perawat atau yang memiliki komitmen tinggi dalam mempraktekkan keperawatan
profesional dan tradisi tersebut perlu mengingat hal-hal sbb:
a. Pastikan bahwa loyalitas staf atau kolega agar tetap memegang teguh
komitmen utamanya terhadap pasen
b. Berikan prioritas utama terhadap pasen dan masyarakat pada umumnya.
c. Kepedulian mengevaluasi terhadap kemungkinan adanya klaim otonomi d
alam kesembuhan pasien.
Istilah advokasi sering digunakan dalam hukum yang berkaitan dengan upaya mel
indungi hak manusia bagi mereka yang tidak mampu membela diri. Arti advokasi
menurut ANA (1985) adalah “melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayan
an kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melangg
ar etika yang dilakukan oleh siapa pun”. Fry (1987) mendefinisikan advokasi seba
gai dukungan aktif terhadap setiap hal yang memiliki penyebab atau dampak penti
ng.
Definisi ini mirip dengan yang dinyatakan Gadow (1983) bahwa “advokasi merup
akan dasar falsafah dan ideal keperawatan yang melibatkan bantuan perawat secar
a aktif kepada individu secara bebas menentukan nasibnya sendiri”. Posisi
perawat yang mempunyai jam kerja 8 sampai 10 atau 12 jam memungkinkannya
mempunyai banyak waktu untuk mengadakan hubungan baik dan mengetahui
32

keunikan klien sebagai manusia holistik sehingga berposisi sebagai advokat klien
(curtin, 1986). Pada dasarnya, peran perawat sebagai advokat klien adalah
memberi informasi dan memberi bantuan kepada klien atas keputusan apa pun
yang di buat kilen, memberi informasi berarti menyediakan informasi atau
penjelasan sesuai yang dibutuhkan klien memberi bantuan mengandung dua
peran, yaitu peran aksi dan peran nonaksi.
Dalam menjalankan peran aksi, perawat memberikan keyakinan kepada klien bah
wa mereka mempunyai hak dan tanggung jawab dalam menentukan pilihan atau
keputusan sendiri dan tidak tertekan dengan pengaruh orang lain, sedangkan peran
nonaksi mengandungarti pihak advokat seharusnya menahan diri untuk tidak me
mengaruhi keputusan klien (Khonke, 1982).Dalam menjalankan peran sebagai ad
vokat, perawat harus menghargai klien sebagai induvidu yangmemiliki berbagai k
arakteristik.Dalam hal ini, perawat memberikan perlindungan terhadap martabat d
an nilai manusiawi klien selama dalam keadaan sakit.
Pada dasarnya peran perawat dalam advokasi adalah; “memberi informasi dan me
mber bantuan” kepada pasien atas keputusan apapun yang dibuat pasien. Memberi
informasi bererti menyediakan penjelasan atau informasi sesuai yang dibutuhkan
pasien. Memberikan bantuan mempunyai dua peran yaitu :
a. Peran aksi : perawat memberikan keyakinan kepada pasien bahwa mereka
mempunyai hak dan tanggungjawab dalam menentukan pilihan atau keput
usan sendiri dan tidak tertekan dengan pengaruh orang lain
b. Peran non aksi : pihak advokad seharusnya menahan diri untuk tidak pemp
engaruhi keputusan pasien (Kohnke, 1982; lih Megan, 1991).
33

BAB III
PEMBAHASAN KASUS

1. Sekenario Kasus
Seorng perempuanusia 60 tahun saat ini sedang menjalani perawatan di ruang dala
m kelas 3 sebuah rumah sakit. Pasien dating ke Rumah Sakit dengan keluhan
nyeri tulang belakang yang sudah dirasakan selama sepekan ini sebelum masuk
Rumah Sakit. Pasien mengeluh staminanya menurun dan aktivitasny terbatas.
Pasien juga merasakan kurang mengerti tentang proses penyakitnya dan saat ini ke
sulitan buang air besarsusah dank eras. Keluarga mengatakan pasien mempunyai
riwayat keturunan dari bapanya dan mempunyai gejala yang sama seperti yang
dirasakan pasien saat ini.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan tulang belakang membungkuk, terdapat penur
unan tinggi badan, pasien menggunakan spinal brace, terdapat fraktur traumatic pa
da vertebrata, pasien tampak gelisah, meringis menahan sakit. Penampilan lemah,
tonus otot menurun, tampak kotor dan penampilan kusut. Hasil pemeriksaan penu
njang didapatkan nilai T pada Bone Mineral Density: -
2,5 dan terdafat fraktur. Saat ini mendapatkan terapi analgetik dan diit tinggi kals
ium.
Saat dilakukan intervensi keperawatan dengan menganjurkan agar pasien teratur d
lam melakukan latihan mobilisasi tampak intervensi terkesan dipaksakan oleh sala
h seorang perawat kepada pasien dengan berkata sebagai berikut: “ Ibu mau semb
uh kan, coba ikuti anjuran saya untuk latihan aktivitas ini agar tonus otot ibu baik,
apalagi dua hari ini ibu hanya berbaring saja di tempat tdur !”. pasien pun menja
wab : “ Tapi suster, saya masih lemah, saya mau tiduran saja apalagi sekarang say
a masih sakit. “ Kemudian susyer menjawab : “ Sekarang ibu turuti saja apakata sa
ja, ini juga untuk kebaikan ibu ! “ Baik suster, kata pasien yang akhirnya menuruti
anjuran perawat, meskipun sedikit dipaksakan.
34

PERTANYAAN !
1. Setelah membaca dan menjawab beberapa pertanyaan yang muncul dari kasu
d di atas, coba diskusikan system organ apa yang terkait masalah di atas ? jela
skan dengan menggunakan peta konsep struktur anatomi organ yang terkait
serta mekanisme fisiologi system organ itu bekerja!
2. Coba identifikasi diagnose keperawatan utama pada pasien dalam kasus
tersebut!
3. Coba Saudara buat clinical pathway dari masalah keperawatan utama pada
kasus di atas ?
4. Tindakan-tindakan dan intervensi keperawatan apa saja yang seharusnya
dilakukan seorang perawat untuk mengatasi masalah keperawatan utama
pasien dan keluarga pasien di atas!
5. Bagaimana patofisiologi dari kasus diatas?
6. Temukan diagnose keperawatan lainnya sesuai dengan kasus diatas?
7. Bagaimana NCP dari masing-masing diagnose keperawatan sesuai
dengan kasus diatas ?
8. Bagaimana evaluasi keperawatan yang diharapkan dari masalah –
masalah keperawatan yang ditemukan sesuai dengan kasus diatas ?
9. Bagaimana simulasi penkes pada kasus pasien diatas baik pencegahan primer,
sekunder dan tersier ?
10. Apa masalah prinsip legal etis pada kasus pasien diatas yang tepat ?
11. Bagaimana nursing advocacy yang seharusnya dilakukan oleh perawat pada p
asien dan saran apa yang sebaiknya diberikan pada perawat diatas terhadap in
tervensinya yang sebaiknya diberikan pada perawat diatas terhadap intervensi
nya yang dipaksakan pada pasien tersebut ?
12. Coba anda telaah isi jurnal sesuai dengan kasus yang dipelajari saat ini ( Min
makna tentang hasil penelitiannya secara umum dan saran atau yang baik dari
masalahyang diteliti tersebut) !
35

2. Jawaban Sekenario
1. Anatomi dan fisiologi system muskuluskeletal
Tulang
· Bagian-bagian utama tulang rangka
Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup
yang akan suplai saraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin ano
rganik (terutama garam-garam kalsium) yang membuat tulang keras dan kaku,
tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah jaringan fibrosa yang membuatnya kuat
dan elastis.
Fungsi utama tulang-tulang rangka adalah :
1. Sebagai kerangka tubuh, yang menyokong dan memberi bentuk tubuh
2. Untuk memberikan suatu system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot-
otot yang melekat pada tulang tersebut; sebagai suatu system pengungkit yang
digerakan oleh kerja otot-otot yang melekat padanya.
3. Sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium, dan elemen-elemen lain
4. Untuk menghasilkan sel-sel darah merah dan putih dan trombosit dalam
sumsum merah tulang tertentu.

· Struktur tulang

Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi :

1. Tulang panjang ditemukan di ekstremitas

2. Tulang pendek terdapat di pergelangan kaki dan tangan

3. Tulang pipih pada tengkorak dan iga

4. Tulang ireguler (bentuk yang tidak beraturan) pada vertebra, tulang-


tulang wajah, dan rahang.

2. Diagnosa keperawatan utama


Nyeri b.d fraktur traumatic pada vertebra yang ditandai dengan:
DO : Tampak meringismenahan sakit, tonus otot menurun, menggunakan
spinal brace, melakukan terapi analgetik.
36

DS : Pasien mengeluh nyeri tulang belakang.

3. Clinical pathway

Trauma langsung

Fraktur

Pergerakan frakmen tulang

Nyeri

4. Intervensi keperawatan
a. Pantau tingkat nyeri pada punggung, nyeri terlokalisasi atau menyebar
pada abdomen atau pinggang.
R/ Tulang dalam peningkatan jumlah trabekular, pembatasan gerak spinal.
b. Ajarkan pada klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan menguran
gi rasa nyerinya.
R/ Alternatif lain untuk mengatasi nyeri, pengaturan posisi, kompres
hangat dan sebagainya.
c. Kaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri.
R/ . Keyakinan klien tidak dapat menoleransi obat yang adekuat atau tidak
adekuat untuk mengatasi nyerinya.
d. Rencanakan pada klien tentang periode istirahat adekuat dengan berbaring
dalam posisi telentang selama kurang lebih 15 menit
R/ Kelelahan dan keletihan dapat menurunkan minat untuk aktivitas sehari
-hari.

5. Patofisiologi
Osteoporosis merupakan silent disease. Penderita osteoporosis umumnya tidak me
mpunyai keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur. Osteopor
osis mengenai tulang seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala pada
37

daerah-daerah yang menyanggah berat badan atau pada daerah yang mendapat
tekanan (tulang vertebra dan kolumna femoris). Korpus vertebra menunjukan ada
nya perubahan bentuk, pemendekan dan fraktur kompresi. Hal ini mengakibatkan
berat badan pasien menurun dan terdapat lengkung vertebra abnormal(kiposis). Os
teoporosis pada kolumna femoris sering merupakan predisposisi terjadinya fraktur
patologik (yaitu fraktur akibat trauma ringan), yang sering terjadi pada pasien
usia lanjut.
Masa total tulang yang terkena mengalami penurunaan dan menunjukan penipisan
korteks serta trabekula. Pada kasus ringan, diagnosis sulit ditegakkan karena adan
ya variasi ketebalan trabekular pada individu ”normal” yang berbeda.
Diagnosis mungkin dapat ditegakkan dengan radiologis maupun histologist jika os
teoporosis dalam keadaan berat. Struktur tulang, seperti yang ditentukan secara an
alisis kimia dari abu tulang tidak menunjukan adanya kelainan. Pasien osteoporosi
s mempunyai kalsium,fosfat, dan alkali fosfatase yang normal dalam serum.
Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara factor genetic d
an factor lingkungan.
Factor genetic meliputi: usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak
pernah melahirkan.
Factor lingkungan meliputi: merokok, Alcohol, Kopi, Defisiensi vitamin dan gizi,
Gaya hidup, Mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan.

Kedua factor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsi
um dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak ter
capainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat y
ang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembent
ukan tulang baru sehingga terjadi penurunan massa tulang total yang disebut osteo
porosis.

6. Diagnosa keperawatan lain


a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat
perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
38

b. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi


yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai
dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien
tampak gelisah
c. Gangguan eleminasi BAB berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan
ileus paralitik ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah
dan keras

7. NCP
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

Nyeri b.d Setelah dilakukan tinda a) Pantau tingkat nyeri a) Tulang dalam pening
fraktur kan keperawatan dihara pada punggung, nyeri t katan jumlah trabekular
traumatic pada pkan nyeri berkurang d erlokalisasi atau menye , pembatasan gerak spi
vertebra engan criteria hasil: bar pada abdomen atau nal.
a. Klien akan mengeks pinggang.
presikan nyerinya, klie
b) Ajarkan pada klien t b) Alternatif lain untuk
n dapat tenang dan istir
entang alternative lain mengatasi nyeri, pengat
ahat yang cukup.
untuk mengatasi dan m uran posisi, kompres ha
b. klien dapat mandiri d
engurangi rasa ngat dan sebagainya.
alam perawatan dan pe
nyerinya
nanganannya secara se
derhana.
c) Keyakinan klien tida
c) Kaji obat-
k dapat menoleransi ob
obatan untuk mengatasi
at yang adekuat atau tid
nyeri.
ak adekuat untuk meng
atasi nyerinya.

d) Kelelahan dan keleti


d) Rencanakan pada kli
han dapat menurunkan
en tentang periode istir
minat untuk aktivitas se
ahat adekuat dengan be
hari-hari.
rbaring dalam posisi tel
entang selama kurang l
ebih 15 menit
39

Hambatan mobil Setelah dilakukan tinda a) Kaji tingkat kemamp a) Dasar untuk member
itas fisik berhub kan keperawatan, dihar uan klien yang masih a ikan alternative dan lati
ungan dengan di apkan klien mampu me da. han gerak yang sesuai
sfungsi sekunde lakukan mobilitas fisik dengan kemapuannya.
r akibat perubah dengan criteria hasil:
an skeletal (kifo a. Klien dapat meningk b) Rencanakan tentang
sis), nyeri sekun atan mobilitas fisik pemberian program lati
der atau fraktur b. klien mampu melaku han.
baru. kan aktivitas hidup seh
ari hari secara mandiri
c) Bantu kebutuhan unt c) Aktifitas hidup sehar
uk beradaptasi dan mel i-hari secara mandiri
akukan aktivitas hidup
sehari hari, rencana ok
upasi .

d) dorong latihan dan h d) Program latihan mer


indari tekanan pada tul angsang pembentukan t
ang seperti berjalan ulang

e) hindari latihan fleksi e) Gerakan menimbulk


, membungkuk tiba– an kompresi vertical da
tiba,dan penangkatan b n fraktur vertebra.
eban berat

Kurang pengeta Setelah diberikan tinda a) Kaji ulang proses pe a) Memberikan dasar
huan mengenai kan keperawatan dihara nyakit dan harapan yan pengetahuan dimana
proses osteopor pkan klien memahami t g akan datang klien dapat membuat
osis dan progra entang penyakit osteop pilihan berdasarkan
m terapi yang be orosis dan program tera informasi.
rhubungan deng pi dengan criteria hasil:
an kurang infor klien mampu menjelas b) Ajarkan pada klien t b) Informasi yang diber
masi, salah pers kan tentang penyakitny entang faktor- ikan akan membuat kli
epsi ditandai de a, mampu menyebutka faktor yang mempenga en lebih memahami ten
ngan klien meng n program terapi yang ruhi terjadinya osteopo tang penyakitnya
atakan kurang , diberikan, klien tampak rosis
40

mengerti tentan tenang dengan kriteria c) Berikan pendidikan c) Suplemen kalsium ss


g penyakitnya, k hasil: kepada klien mengenai ering mengakibatkan n
lien tampak geli a. Klien mampu menjel efek samping pengguna yeri lambung dan diste
sah askan tentang penyakit an obat nsi abdomen maka klie
nya n sebaiknya mengkons
b. klien mampu menye umsi kalsium bersama
butkan program terapi makanan untuk mengur
yang diberikan, klien ta angi terjadinya efek sa
mpak tenang mping tersebut dan me
mperhatikan asupan cai
ran yang memadai untu
k menurunkan resiko p
embentukan batu ginjal
Gangguan elemi setelah diberikan tinda a) Kaji ulang proses pe a) Memberikan dasar
nasi BAB berhu kan keperawatan dihara nyakit dan harapan yan pengetahuan dimana
bungan dengan pkan eleminasi klien ti g akan datang klien dapat membuat
kompresi saraf p dak terganggu dengan c pilihan berdasarkan
encernaan ileus riteria hasil: informasi.
paralitik ditanda a. klien mampu menye b) Ajarkan pada klien t b) Informasi yang diber
i dengan klien m butkan teknik eleminas entang faktor- ikan akan membuat kli
engatakan buan i feses faktor yang mempenga en lebih memahami ten
g air besar susah b. klien dapat mengelu ruhi terjadinya osteopo tang penyakitnya
dan keras arkan feses lunak dan b rosis
erbentuk setiap hari ata c) Berikan pendidikan c) Suplemen kalsium ss
u 3 hari kepada klien mengenai ering mengakibatkan n
efek samping pengguna yeri lambung dan diste
an obat nsi abdomen maka klie
n sebaiknya mengkons
umsi kalsium bersama
makanan untuk mengur
angi terjadinya efek sa
mping tersebut dan me
mperhatikan asupan cai
ran yang memadai
untuk menurunkan resi
ko pembentukan batu g
injal
41

8. Evaluasi keperawatan
a. Nyeri berkurang
b. Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik
c. Terpenuhinya kebutuhan, pengetahuan dan informasi
d. Menunjukkan pengosongan usus yang normal

9. Simulasi Penkes Pada Kasus ( Primer, Sekunder, Tersier)


a. Pencegahan Primer
Hindari Faktor resiko yang dapat dicegah seperti :
· Konsumsi cukup kalsium ( banyak terkandung dalam susu, keju, sayuran
hijau, jeruk, sitrun, yoghurt, kerang. )
· Konsultasikan ke Dokter Anda tentang kemungkinan perlunya mengkons
umsi metabolit aktf vitamin D3, terapi pengganti hormone Estrogen, dll.
Juga tentang penggunaan segala obat dalam waktu lama.
· Berhenti merokok dan mengkonsumsi alcohol.
· Hidup aktif dan latihan jasmani secara rutin. Misalnya Jalan Sehat, sena
m pencegahan Osteoporosis. Program latihan sebaiknya dimonitor berdas
arka panduan dari dokter.
· Lakukan pemeriksaan untuk mengetahui Osteoporosis secara dini.

b. Pencegahan Sekunder
Jika Anda telah dinyatakan mengalami Osteoporosis, Anda perlu berkonsultasi de
ngan dokter Anda entangobat-
obatan yang perlu, petunjuk latihan fisik tertentu, cara mencegah terjadinya kompl
ikasi patah tulang. Dsb.

c. Pencegahan Tersier
Pasien yang telah mengalmi komplikasi Osteoporosis seperti patah tulang, perlu
mobilisasi sedini mugkin secara bertahap. Dokter Anda akan memberikan obat, te
rapi latihan maupun alat ortose dengan kondisi.
42

10. Apa masalah prinsip legaletis pada kasus pasien diatas yang tepat?
· Beneficience/berbuat baik berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Keb
aikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.
· Tidak merugikan (Nonmaleficience) Prinsip ini berarti tidak menimbulkan b
ahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
· Perawat atas apa yang dilakukan harus mempertimbangkan resiko yang timb
ul akibat intervensi nya, artinya Jangan sampai apa yang di anggap perawat
baik untuk pasien malah memperberat kondisi pasien.

11. Nursing Advocacy


Bagimanapun juga pasien adalah seorang yang mempunyai hak sepenuhnya terha
dap pelayanan yang diberikan perawat, apalagi dalam kasus di atas, seyogyanya p
erawat sekedar menawarkan pilihan pada pasien tentang intervensinya pada pasie
n yaitu pilihan dan akibatnya, artinya perawat tidak boleh memaksakan hal interve
nnsinya, tetap pasien yang menentukan boleh tidaknya intervensi yang akandilaku
kan.

12. Identifikasi Masalah-Masalah Penelitian yang b.d Kasus ( Telaah


Jurnal)
JUDUL :
ANALISA KERAPATAN TRABECULAR BONE BERBASIS GRAPH BER
BOBOT PADA CITRA PANORAMA GIGI UNTUK IDENTIFIKASI
OSTEOPOROSIS
PENGARANG : Zaenal Abidin(1) , Agus Zainal Arifin(2)
MAKNA : Osteoporosis adalah penyakit berkurang nya bahan penyususn tulang
dan berkurang kekuatan tulang yang menyebabkan tulang retak dan rapuh
Untuk mengetahui terkena osteoporosis atau tidak , dilakukan dengan mengukur k
epadatan tulang dalam satuan luasan ( gram/cm).
43

Terdapat beberapa metode pengukuran kandungan tulang , diantaranya adalah


SXA, DXA, QUS, QCT, radiography, MRI.
Adapun metode alternative baru untuk membantu mendiagnosa osteoporosis
dengan mengukur kerapatan tulang mandible pada dental panoramic radiograph.
Objek trabecular digunakan untuk membangkitkan graph. Graph yang terbentuk
dihitung karakter dari simpul-simpul, tiap simpul digunakan sebagai dasar tingkat
kerapatan trabeculer. Hasil pengukuran tingkat kerapatan digunakan untuk
identifikasi osteoporosis.

KESIMPULAN : Graph yang dibangkitkan dari citra trabecular di tulang mandi


ble dapat digunakan untuk memperkirakan kerapatan tulang trabecullae. Pengukur
an memanfaatkan kerapatan dari graph. Karakter yang dipakai dari yang di pakai
dari penelitian ini adalah degree dan cluster coefficient yang kemudian di bawa
ke ruang ke istimewaan yang kemudian dapat digunakan untuk mengidentifikasi
tanda-tanda awal dari osteoporosis.
44

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan masa tulang total. Terdapa
t perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resoprsi tulang lebih
besar dari kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan masa tulang
total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah.
Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup,
dengan pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat m
elindungi terhadap demineralisasi skeletal

4.2 Saran
Karena osteoporosis suatu penyakit yang menjadi masalah kesehatan di Negara be
rkembang, seperti hal nya di Indonesia untuk itu pencegahan dini penyakit osteop
orosis perlu di tingkatkan misalkan mengkonsumsi cukup kalsium ( banyak terka
ndung dalam susu, keju, sayuran hijau, jeruk, sitrun, yoghurt, kerang. ), Berhenti
merokok dan mengkonsumsi alcohol serta Hidup aktif dan latihan jasmani secara
rutin. Misalnya Jalan Sehat, senam pencegahan Osteoporosis. Dan juga tidak lupa
melakukan pemeriksaan untuk mengetahui Osteoporosis secara dini.
45

DAFTAR PUSTAKA

http://darkcurez.blogspot.com/2011/01/makalah-osteoporosis.html
http://ppnikarangasem.blogspot.com/2010/02/asuhan-keperawatan-pada-
klien-dengan_28.html
Hidayat, A.Aziz Alimul,S.Kep.2001. Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan
. Jakarta, EGC.
Iyer, Patricia W,Camp H. Nancy.2004. Dokumentasi Keperawatan : suatu pendek
atan proses keperawatan , Edisi 3. Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai