Kata Pengantar
ii
DAFTAR ISI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai saat ini ma
sih merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkemba
ng. Di Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20 25 juta penduduk, 1 diantara
2-3 wanita post menopause dan lebih dari 50% penduduk di atas umur 75-80
tahun. Masyarakat atau populasi osteoporosis yang rentan terhadap fraktur adalah
populasi lanjut usia yang terdapat pada kelompok di atas usia 85 tahun, terutama
terdapat pada kelompok lansia tanpa suatu tindakan pencegahan terhadap
osteoporosis.
Proses terjadinya osteoporosis sudah di mulai sejak usia 40 tahun dan pada w
anita proses ini akan semakin cepat pada masa menopause.Sekitar 80% persen pen
derita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengala
mi penghentian siklus menstruasi (amenorrhea).Hilangnya hormon estrogen setela
h menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis.Penyakit osteoporosis yan
g kerap disebut penyakit keropos tulang ini ternyata menyerang wanita sejak masi
h muda.Tidak dapat dipungkiri penyakit osteoporosis pada wanita ini dipengaruhi
oleh hormon estrogen. Namun, karena gejala baru muncul setelah usia 50 tahun, p
enyakit osteoporosis tidak mudah dideteksi secara dini.
Meskipun penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap m
emiliki risiko terkena penyakit osteoporosis.Sama seperti pada wanita, penyakit os
teoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen.Bedanya, laki-
laki tidak mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat. Jum
lah usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414 persen dalam kurun waktu
1990 - 2025, sedangkan perempuan menopause yang tahun 2000 diperhitungkan
15,5 juta akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015.
2
B. Tujuan
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus
gangguan system musculoskeletal penyakit osteoporosis.
Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan asuhan keperawatan dengan kasus gangguan system
musculoskeletal penyakit osteoporosis.
2. Mampu melakukan pendidikan kesehatan dengan kasus ganggua sistem musc
uloskeletal penyakit osteoporosis.
3. Mampu mengidentifikasi masalah-masalah penelitian yang berhubungan
dengan kasus gangguan system musculoskeletal penyakit osteoporosis dan
menggunakan hasil-hasil penelitian dalam mengatasi masalah dengan kasus
gagguan system muskuloskeletal.
4. Mampu melakukan fungsi advokasi pada kasus dengan kasus gangguan
system musculoskeletal penyakit osteoporosis.
5. Mampu mendemonstrasikan intervensi keperawatan pada kasus dengan
gangguan system musculoskeletal penyakit osteoporosis.
C. Rumusan Masalah
D. Metode Penulisan
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Tulang
a. Bagian-bagian utama tulang rangka
Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah
jaringan hidup yang akan suplai saraf dan darah. Tulang banyak mengandung
bahan kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium) yang membuat tulang
keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah jaringan fibrosa
yang membuatnya kuat dan elastis.
Klasifikasi tulang pada orang dewasa digolongkan pada dua kelompok yaitu a
xial skeleton dan appendicular skeleton.
1. Axial Skeleton (80 tulang)
1. Tengkorak 22 buah tulang
e. Nasal 2
f. Vomer 1
g. Inferior nasal concha 2
2. Tulang mandibular (1
tulang)
b. Clavicula 2
b. Struktur tulang
Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi :
1. Tulang panjang ditemukan di ekstremitas
2. Tulang pendek terdapat di pergelangan kaki dan tangan
3. Tulang pipih pada tengkorak dan iga
4. Tulang ireguler (bentuk yang tidak beraturan) pada vertebra, tulang-tulang
wajah, dan rahang.
Lapisan terluar dari tulang (cortex) tersusun dari jaringan tulang yang padat,
sementara pada bagian dalam di dalam medulla berupa jaringan sponge. Bagian
tulang paling ujung dari tulang panjang dikenal sebagai epiphyse yang berbatasan
7
Unit structural dari cortical tulang compacta adalah system havers, suatu
jaringan (network) saluran yang kompleks yang mengandung pembuluh-
pembuluh darah mikroskopis yang mensuplai nutrient dan oksigen ke tulang,
lacuna, dan ruang-ruang kecil dimana osteosit berada.
Jaringan lunak di dalam trabeculae diisi oleh sumsum tulang: sumsum tulang
merah dan kuning. Sumsum tulang merah berfungsi dalam hal hematopoesis,
sementara sumsum kuning mengandung sel lemak yang dapat dimobilisasi dan
masuk ke aliran darah. Osteogenic cells yang kemudian berdiferensiasi ke
osteoblast (sel pembentuk tulang) dan osteoclast (sel penghancur tulang)
ditemukan pada lapisan terdalam dari periosteum. Periosteum adalah lembar
jaringan fibrosa dan terdiri atas banyak pembuluh darah.
1. Kalsium dan posfor, tulang mengandung 99% kalsium tubuh dan 90% posfor.
Konsentrasi kalsium dan posfor dipelihara dalam hubungan terbalik. Sebagai
contoh, apabila kadar kalsium tubuh meningkat maka kadar posfor akan
berkurang.
4. Hormon paratiroid (PTH), saat kadar kalsium dalam serum menurun, sekresi
hormone paratiroid akan meningkat dan menstimulasi tulang untuk
meningkatkan aktivitas osteoplastic dan menyalurkan kalsium kedalam darah.
9
2. Sendi
Artikulasi atau sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-
tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita
fibrosa, ligament, tendon, fasia, atau otot. Sendi diklasifikasikan sesuai dengan
strukturnya.
Cairan synovial normalnya bening, tidak membeku, dan tidak berwarna atau
berwarna kekuningan. Jumlah yang ditemukan pada tiap-tiap sendi normal
relative kecil (1 sampai 3 ml) hitung sel darah putih pada cairan ini normalnya
kurang dari 200 sel/ml dan terutama adalah sel-sel mononuclear. Cairan synovial
juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi.
Permukaan tulang dilapisi dengan kartilago artikular halus dan keras dimana perm
ukaan ini berhubungan dengan tulang lain. Pada beberapa sendi terdapat suatu
sabit kartilago fibrosa yang sebagian memisahkan tulang-tulang sendi (mis, lutut,
rahang), Jenis sendi synovial :
1. Sendi peluru, missal pada persendian panggul dan bahu, memungkinkan
gerakan bebas penuh.
2. Sendi engsel memungkinkan gerakan melipat hanya pada satu arah dan
contohnya adalah siku dan lutut.
3. Sendi pelana memungkinkan gerakan pada dua bidang yang saling tegak lurus.
Sendi pada dasar ibu jari adalah sendi pelana dua sumbu.
4. Sendi pivot contohnya adalah sendi antara radius dan ulna. Memungkinkan
rotasi untuk melakukan aktivitas seperti memutar pegangan pintu.
5. Sendi peluncur memungkinkan gerakan terbatas kesemua arah dan contohnya
adalah sendi-sendi tulang karpalia di pergelangan tangan.
3. Otot Rangka
a. Otot dan kerja otot
Otot rangka merupakan setengah dari berat badan orang dewasa. Fungsi utam
anya adalah untuk menggerakan tulang pada artikulasinya. Kerja ini dengan meme
ndekkan (kontraksi) otot. Dengan memanjang (relaksasi) otot memungkinkan otot
lain untuk berkontraksi dan menggerakan tulang.
Otot ada yang melekat langsung pada tulang, tetapi dimana bagian terbesarny
a mempengaruhi fungsi (mis., pada tangan), tangan yang berhubungan langsung d
engan tulang, atau dimana kerjanya perlu dikonsentrasikan, otot dilekatkan denga
n tendon fibrosa. Tendon menyerupai korda, seperti tali, atau bahkan seperti lemb
11
aran (mis.,pada bagian depan abdomen). Tidak ada otot yang bekerja sendiri. Otot
selalu bekerja sebagai bagian dari kelompok, dibawah control system saraf.
Fungsi otot dapat digambarkan dengan memperhatikan lengan atas. Otot bise
p dari lengan atas dilekatkan oleh tendon ke skapula. Perlekatan ini biasanya tetap
stasioner dan adalah asal (origo) dari otot. Ujung yang lain dari otot dilekatkan pa
da radius. Perlekatan ini untuk menggerakan otot dan diketahui sebagai insersio d
ari otot.
Bisep adalah otot fleksor; otot ini menekuk sendi, mengangkat lengan saat ia
memendek. Otot ini juga cenderung memutar lengan untuk memposisikan telapak
tengadah karena titik insersinya. Otot trisep pada punggung lengan atas adalah oto
t ekstensor; otot ini meluruskan sendi, mempunyai aksi yang berlawanan dengan o
tot bisep. Selama fleksi sederhana (menekuk) siku :
1. Bisep kontraksi ? ini adalah penggerak utama
2. Trisep rileks secara refleks ? ini adalah antagonis
3. Otot tertentu pada lengan berkontraksi untuk mencegah gerakan berguling
4. Otot di sekitar bahu berkontaksi untuk memantapkan sendi bahu
ng mendekat. Serat otot memendek sampai dengan sepertiga dari panjangnya saat
kontraksi.
Serat-serat otot biasanya menjalar sejajar terhadap arah tarikan, baik tanpa
tendon (otot kepeng) mis., otot interkostal, atau dengan tendon pada ujungnya
(otot fusiformis) mis, otot bisep. Otot-otot ini mempunyai rentang gerak yang
besar tetapi relative lemah.Otot pennate lebih kuat daripada tipe otot di atas, tetapi
mempunyai rentang gerak lebih pendek. Pada otot ini, serat-serat menjalar
membentuk sudut terhadap arah tarikan dan menyisip ke dalam tendon sentral
atau tendon pengimbang.
c. Histology otot
Ada tiga jenis jaringan otot yang dapat dibedakan atas dasar strukturnya da
n ciri fiologis yaitu otot polos, otot lurik, dan otot jantung.
3. Otot Jantung
Terdiri dari serabut otot yang bercorak yang bersifat kontraksinya bersifat
otonom. Tetapi dapat dipengaruhi system vagal. Serabutnya bercabang-cabang,
saling berhubungan dengan serabut otot di dekatnya. Intinya berbentuk panjang da
n terletajk di tengah. Sarkosom jauh lebih banyak dari pada otot rangka.
1. Saraf sensorik yang membawa impuls dari otot, terutama dari reseptor reganga
n khusus, gelondong otot
2. Saraf motorik yang membawa impuls ke otot untuk memicu kontraksi otot
Korpus sel dari sel-sel saraf motoric terdapat dalam kornu anterior substansia
grisea dalam medula spinalis. Setiap sel saraf mempunyai serat utama atau
akson yang bercabang untuk mempersarafi 50 sampai 200 serat otot. Semua
korpus sel mempersarafi satu sel otot yang terletak berdekatan dalam medulla s
pinalis. Impuls saraf mencapai setiap serat otot kira-kira di bagian tegahnya,
pada motor end plate. Datangnya impuls saraf ini menyebabkan simpanan
asetilkolin dilepaskan dari motor end plate. Asetilkolin bekerja untuk
memperkuat impuls saraf. Ini menyebabkan gelombang besar aktivitas listrik
untuk menjalar sepanjang otot, menimbulkan perubahan yang menyebabkan
otot berkontraksi. Kekuatan kontaksi tergantung pada jumlah serat-serat yang
terstimulasi. Bila impuls berhenti maka otot rileks.
4. Tendon
Tendon merupakan berkas (bundel) serat kolagen yang melekatkan otot ke tulang.
Tendon menyalurkan gaya yang dihasilkan oleh kontraksi otot ke tulang. serat kol
agen dianggap sebagai jaringan ikat dan dihasilkan oleh sel-sel fibroblas.
5. Ligament
Ligament adalah taut fibrosa kuat yang menghubungkan tulang ke tulang, biasany
a di sendi. Ligament memungkinkan dan membatasi gerakan sendi.
14
6. Bursae
Bursae adalah kantong kecil dari jaringan ikat. Dibatasi oleh membran sinovial da
n mengandung cairan sinovial. Bursae merupakan bantalan diantara bagian-
bagian yang bergerak seperti pada olekranon bursae terletak antara prosesus olekr
anon dan kulit.
15
A. Pengertian
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan masa tulang total. Ter
dapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resoprsi tulang
lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan masa t
ulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah. Tulan
g menjadi mudah fraktur dengan stress yang tidak akan menimbulkan pada tulang
normal. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur konversi vertebra torakalis da
n lumbalis, fraktur daerah koulum femoris dan daerah tronkanter, dan patah tulang
coles pada pergelangan tangan. fraktur kompresi ganda fertebra mengakibatkan d
eformitas skeletal.
Osteoporosis merupakan penyakit skeletal sistemik yang ditandai dengan mas
sa tulang yang rendah dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang, yang menga
kibatkan meningkatnya fragilitas tulang sehingga tulang cenderung untuk mengala
mi fraktur spontan atau akibat trauma minimal. (Consensus Development Confere
nce, 1993).
B. Patogenesis / Etiologi
Remodeling tulang normal pada orang dewasa akan meningkatkan masa
tulang sampai sekitar usia 35 tahun. genetik, nutrisi, pilihan gaya hidup dan
aktifitas fisik mempengaruhi puncak masa tulang menghilangnya estrogen pada
saat menopause dan pada ooforektomi mengakibatkan percepatan resorsi tulang
dan berlangsung terus menerus selama bertahun tahun pascamenopouse. Pria mem
punyai massa tulang yang lebih besar dan tidak mengalami perubahan hormonal
mendadak. Akibatnya, insidensi osteoporosis lebih rendah pada pria. Faktor
nutrisi mempengaruhi pertumbuhan osteoporosis. Vitamin D penting untuk
absorpsi kalsium dan untuk mineralisasi tulang normal. Diet mengandung kalsium
dan vitamin D harus mencukupi untuk mempertahankan remodeling tulang dan
fungsi tubuh. Asupan kalsium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama
bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan
16
e. Gambaran klinis sebelum patah tulang, klien (terutama wanita tua) biasany
a datang dengan nyeri tulang belakang, bungkuk dan sudah menopause sed
angkan gambaran klinis setelah terjadi patah tulang, klien biasanya datang
dengan keluhan punggung terasa sangat nyeri (nyeri punggung akut), sakit
pada pangkal paha, atau bengkak pada pergelangan tangan setelah jatuh.
f. Kecenderungan penurunan tinggi badan
g. Postur tubuh kelihatan memendek
D. Patofisiologi
Osteoporosis merupakan silent disease. Penderita osteoporosis umumnya tida
k mempunyai keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur. Oste
oporosis mengenai tulang seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala
pada daerah-daerah yang menyanggah berat badan atau pada daerah yang
mendapat tekanan (tulang vertebra dan kolumna femoris). Korpus vertebra
menunjukan adanya perubahan bentuk, pemendekan dan fraktur kompresi. Hal ini
mengakibatkan berat badan pasien menurun dan terdapat lengkung vertebra abnor
mal (kiposis). Osteoporosis pada kolumna femoris sering merupakan predisposisi
terjadinya fraktur patologik (yaitu fraktur akibat trauma ringan), yang sering terjad
i pada pasien usia lanjut.
Masa total tulang yang terkena mengalami penurunaan dan menunjukan
penipisan korteks serta trabekula. Pada kasus ringan, diagnosis sulit ditegakkan
karena adanya variasi ketebalan trabekular pada individu ”normal” yang berbeda.
Diagnosis mungkin dapat ditegakkan dengan radiologis maupun histologist jika os
teoporosis dalam keadaan berat. Struktur tulang, seperti yang ditentukan secara
analisis kimia dari abu tulang tidak menunjukan adanya kelainan. Pasien
osteoporosis mempunyai kalsium, fosfat, dan alkali fosfatase yang normal dalam
serum.
Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara factor genetic d
an factor lingkungan.
a. Factor genetic meliputi: usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh,
tidak pernah melahirkan.
18
Kedua factor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsi
um dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak ter
capainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat y
ang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembent
ukan tulang baru sehingga terjadi penurunan massa tulang total yang disebut osteo
porosis.
b) CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyao nilai
penting dalam diagnostic dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110
mg/cm3 baisanya tidak menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan
mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada hamper semua klien yang
mengalami fraktur.
c) Pemeriksaan Laboratorium
1. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
2. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct
(terapi ekstrogen merangsang pembentukkan Ct).
3. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
4. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.
19
F. Penatalaksanaan
Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup,
dengan pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat m
elindungi terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu ski
m atau susu penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli
kukus, salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk meyakinkan asupan k
alsium yang mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium(kalsium karbonat)
Pada menopause, terapi pergantian hormone(HRT=hormone replacemenet therapy
) dengan estrogen dan progesteron dapat diresepkan untuk memperlambat kehilan
gan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkannya. Wanita ya
ng telah mengalami pengangkatan ovarium atau telah menjalani menopause prema
tur dapat mengalami osteoporosis pada usia yang cukup muda;penggantian hormo
n perlu dipikirkan pada pasien ini estrogen menurunkan resorpsi tulang tapi tidak
meningkatkan massa tulang. Penggunaan hormon dalam jangka panjang masih die
valuasi. Estrogen tidak akan mengurangi kecepatan kehilangan tulang dengan past
i. Terapi estrogen sering dihubungkan dengan sedikit pengingkatan insidensi kank
er payudara dan endometrial. Maka selama HRT pasien harus diperiksa payudaran
ya setiap bulan dan diperiksa panggulnya termasuk masukan papanicolaou dan bio
psi endometrial (bila ada indikasi), sekali atau dua kali setahun.
Obat-obat lain yang dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis termasuk
kalsitonin, natrium fluorida, dan natrium etidronat. Kalsitonin secara primer mene
kan kehilangan tulang dan diberikan secara injeksi subkutan atau intra muscular.
Efek samping ( mis gangguan gastrointestinal, aliran panas, frekuensi urin) biasan
ya ringan dan kadang-kadang dialami. Natrium fluoride memperbaiki aktifitas
osteoblastic dan pembentukan tulang; namun, kualitas tulang yang baru masih
dalam pengkajian. Natrium etidronat, yang menghalangi resorpsi tulang
osteoklastik, sedang dalam penelitian untuk efisiensi penggunaannya sebagai
terapi osteoporosis.
20
G. Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mu
dah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompre
si vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokha
nter, dan fraktur colles pada pergelangan tangan.
1. Pengkajian
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan da
n kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik
dan riwayat psikososial.
a. Anamnese
1. Identitas
a) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnose medik, alamat,
semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan
selanjutnya.
2. Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan. Dalam pengkajian riwayat kesehatan, perawat perlu me
ngidentifikasi adanya:
21
a) Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah), leher dan
pinggang
b) Berat badan menurun
c) Biasanya diatas 45 tahun
d) Jenis kelamin sering pada wanita
e) Pola latihan dan aktivitas
4. Aspek Penunjang
a. Radiologi
Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang
dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya meru
pakan lokasi yang paling berat. Penipisan korteks dan hilangnya trabekula transve
rsal merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebrae men
yebabkan penonjolan yang menggelembung dari nucleus pulposus kedalam ruang
intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
b. CT-Scan
Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting
dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3 biasan
ya tidak menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan mineral verteb
ra dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
22
b. Pemeriksaan Fisik
a) B1 (Breathing).
Inspeksi : Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang.
Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.
Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki.
b) B2 ( Blood).
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan
pusing. Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh
darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.
c) B3 ( Brain).
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dap
at mengeluh pusing dan gelisah.
d) B4 (Bladder).
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sist
em perkemihan.
e) B5 ( Bowel).
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun perlu di kaji
frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.
f) B6 ( Bone).
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis
sering menunjukan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan
tinggi badan dan berat badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas
23
tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering
terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.
c. Riwayat Psikososial
Penyakit ini sering terjadi pada wanita. Biasanya sering timbul kecemasan, takut
melakukan aktivitas dan perubahan konsep diri. Perawat perlu mengkaji masalah-
masalah psikologis yang timbul akibat proses ketuaan dan efek penyakit yang
menyertainya.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat
perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
c. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal da
n ketidakseimbangan tubuh.
d. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien
mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah.
3. Intervensi
A. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur, spasme otot, def
ormitas tulang
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri
berkurang
Kriteria Hasil : Klien akan mengekspresikan nyerinya, klien dapat tenang
dan istirahat yang cukup, klien dapat mandiri dalam perawatan dan penang
anannya secara sederhana.
24
Intervensi Rasional
1. Pantau tingkat nyeri pada 1. Tulang dalam peningkatan jumlah t
punggung, nyeri terlokalisasi atau rabekula pembatasan gerak spinal.
menyebar pada abdomen atau
pinggang.
Intervensi Rasional
· dorong latihan dan hindari tekanan pa · Masa otot lebih besar sehingga memberikan
da tulang seperti berjalan perlindungan pada osteoporosis
Kreteria Hasil : Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi: Klien dapat men
ghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur
Intervensi Rasional
rendah.
4. Ajarkan pada klien untuk berhenti s 4. Pergerakan yang cepat akan lebih
ecara perlahan, tidak naik tanggga, memudahkan terjadinya fraktur ko
dan mengangkat beban berat. mpresi vertebra pada klien osteopo
rosis.
Intervensi Rasional
4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan Pada tahap ini p
erawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-
29
aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Fase implementasi at
au pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu validasi rencana keperawatan,
mendokumentasikan rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan, dan
pengumpulan data.
5. Evaluasi
Hasil yang diharapkan meliputi:
a. Nyeri berkurang
b. Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik
c. Tidak terjadi cedera
d. Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri
e. Status psikologis yang seimbang
f. Terpenuhinya kebutuhan, pengetahuan dan informasi
1. Pencegahan Primer
Hindari Faktor resiko yang dapat dicegah seperti :
a. Konsumsi cukup kalsium ( banyak terkandung dalam susu, keju, sayuran hijau,
jeruk, sitrun, yoghurt, kerang).
b. Konsultasikan ke Dokter Anda tentang kemungkinan perlunya mengkonsumsi
metabolit aktf vitamin D3, terapi pengganti hormone Estrogen, dll. Juga
tentang penggunaan segala obat dalam waktu lama.
c. Berhenti merokok dan mengkonsumsi alcohol.
d. Hidup aktif dan latihan jasmani secara rutin. Misalnya Jalan Sehat, senam penc
egahan Osteoporosis. Program latihan sebaiknya dimonitor berdasarka panduan
dari dokter.
e. Lakukan pemeriksaan untuk mengetahui Osteoporosis secara dini.
30
2. Pencegahan Sekunder
Jika anda telah dinyatakan mengalami Osteoporosis, Anda perlu berkonsultasi
dengan dokter Anda tentang obat-obatan yang perlu, petunjuk latihan fisik
tertentu, cara mencegah terjadinya komplikasi patah tulang. Dsb.
3. Pencegahan Tersier
Pasien yang telah mengalmi komplikasi Osteoporosis seperti patah tulang, perlu
mobilisasi sedini mugkin secara bertahap. Dokter Anda akan memberikan obat,
terapi latihan maupun alat ortose dengan kondisi.
JUDUL:
ANALISA KERAPATAN TRABECULAR BONE BERBASIS GRAPH BER
BOBOT PADA CITRA PANORAMA GIGI UNTUK IDENTIFIKASI OSTE
OPOROSIS
keunikan klien sebagai manusia holistik sehingga berposisi sebagai advokat klien
(curtin, 1986). Pada dasarnya, peran perawat sebagai advokat klien adalah
memberi informasi dan memberi bantuan kepada klien atas keputusan apa pun
yang di buat kilen, memberi informasi berarti menyediakan informasi atau
penjelasan sesuai yang dibutuhkan klien memberi bantuan mengandung dua
peran, yaitu peran aksi dan peran nonaksi.
Dalam menjalankan peran aksi, perawat memberikan keyakinan kepada klien bah
wa mereka mempunyai hak dan tanggung jawab dalam menentukan pilihan atau
keputusan sendiri dan tidak tertekan dengan pengaruh orang lain, sedangkan peran
nonaksi mengandungarti pihak advokat seharusnya menahan diri untuk tidak me
mengaruhi keputusan klien (Khonke, 1982).Dalam menjalankan peran sebagai ad
vokat, perawat harus menghargai klien sebagai induvidu yangmemiliki berbagai k
arakteristik.Dalam hal ini, perawat memberikan perlindungan terhadap martabat d
an nilai manusiawi klien selama dalam keadaan sakit.
Pada dasarnya peran perawat dalam advokasi adalah; “memberi informasi dan me
mber bantuan” kepada pasien atas keputusan apapun yang dibuat pasien. Memberi
informasi bererti menyediakan penjelasan atau informasi sesuai yang dibutuhkan
pasien. Memberikan bantuan mempunyai dua peran yaitu :
a. Peran aksi : perawat memberikan keyakinan kepada pasien bahwa mereka
mempunyai hak dan tanggungjawab dalam menentukan pilihan atau keput
usan sendiri dan tidak tertekan dengan pengaruh orang lain
b. Peran non aksi : pihak advokad seharusnya menahan diri untuk tidak pemp
engaruhi keputusan pasien (Kohnke, 1982; lih Megan, 1991).
33
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
1. Sekenario Kasus
Seorng perempuanusia 60 tahun saat ini sedang menjalani perawatan di ruang dala
m kelas 3 sebuah rumah sakit. Pasien dating ke Rumah Sakit dengan keluhan
nyeri tulang belakang yang sudah dirasakan selama sepekan ini sebelum masuk
Rumah Sakit. Pasien mengeluh staminanya menurun dan aktivitasny terbatas.
Pasien juga merasakan kurang mengerti tentang proses penyakitnya dan saat ini ke
sulitan buang air besarsusah dank eras. Keluarga mengatakan pasien mempunyai
riwayat keturunan dari bapanya dan mempunyai gejala yang sama seperti yang
dirasakan pasien saat ini.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan tulang belakang membungkuk, terdapat penur
unan tinggi badan, pasien menggunakan spinal brace, terdapat fraktur traumatic pa
da vertebrata, pasien tampak gelisah, meringis menahan sakit. Penampilan lemah,
tonus otot menurun, tampak kotor dan penampilan kusut. Hasil pemeriksaan penu
njang didapatkan nilai T pada Bone Mineral Density: -
2,5 dan terdafat fraktur. Saat ini mendapatkan terapi analgetik dan diit tinggi kals
ium.
Saat dilakukan intervensi keperawatan dengan menganjurkan agar pasien teratur d
lam melakukan latihan mobilisasi tampak intervensi terkesan dipaksakan oleh sala
h seorang perawat kepada pasien dengan berkata sebagai berikut: “ Ibu mau semb
uh kan, coba ikuti anjuran saya untuk latihan aktivitas ini agar tonus otot ibu baik,
apalagi dua hari ini ibu hanya berbaring saja di tempat tdur !”. pasien pun menja
wab : “ Tapi suster, saya masih lemah, saya mau tiduran saja apalagi sekarang say
a masih sakit. “ Kemudian susyer menjawab : “ Sekarang ibu turuti saja apakata sa
ja, ini juga untuk kebaikan ibu ! “ Baik suster, kata pasien yang akhirnya menuruti
anjuran perawat, meskipun sedikit dipaksakan.
34
PERTANYAAN !
1. Setelah membaca dan menjawab beberapa pertanyaan yang muncul dari kasu
d di atas, coba diskusikan system organ apa yang terkait masalah di atas ? jela
skan dengan menggunakan peta konsep struktur anatomi organ yang terkait
serta mekanisme fisiologi system organ itu bekerja!
2. Coba identifikasi diagnose keperawatan utama pada pasien dalam kasus
tersebut!
3. Coba Saudara buat clinical pathway dari masalah keperawatan utama pada
kasus di atas ?
4. Tindakan-tindakan dan intervensi keperawatan apa saja yang seharusnya
dilakukan seorang perawat untuk mengatasi masalah keperawatan utama
pasien dan keluarga pasien di atas!
5. Bagaimana patofisiologi dari kasus diatas?
6. Temukan diagnose keperawatan lainnya sesuai dengan kasus diatas?
7. Bagaimana NCP dari masing-masing diagnose keperawatan sesuai
dengan kasus diatas ?
8. Bagaimana evaluasi keperawatan yang diharapkan dari masalah –
masalah keperawatan yang ditemukan sesuai dengan kasus diatas ?
9. Bagaimana simulasi penkes pada kasus pasien diatas baik pencegahan primer,
sekunder dan tersier ?
10. Apa masalah prinsip legal etis pada kasus pasien diatas yang tepat ?
11. Bagaimana nursing advocacy yang seharusnya dilakukan oleh perawat pada p
asien dan saran apa yang sebaiknya diberikan pada perawat diatas terhadap in
tervensinya yang sebaiknya diberikan pada perawat diatas terhadap intervensi
nya yang dipaksakan pada pasien tersebut ?
12. Coba anda telaah isi jurnal sesuai dengan kasus yang dipelajari saat ini ( Min
makna tentang hasil penelitiannya secara umum dan saran atau yang baik dari
masalahyang diteliti tersebut) !
35
2. Jawaban Sekenario
1. Anatomi dan fisiologi system muskuluskeletal
Tulang
· Bagian-bagian utama tulang rangka
Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup
yang akan suplai saraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin ano
rganik (terutama garam-garam kalsium) yang membuat tulang keras dan kaku,
tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah jaringan fibrosa yang membuatnya kuat
dan elastis.
Fungsi utama tulang-tulang rangka adalah :
1. Sebagai kerangka tubuh, yang menyokong dan memberi bentuk tubuh
2. Untuk memberikan suatu system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot-
otot yang melekat pada tulang tersebut; sebagai suatu system pengungkit yang
digerakan oleh kerja otot-otot yang melekat padanya.
3. Sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium, dan elemen-elemen lain
4. Untuk menghasilkan sel-sel darah merah dan putih dan trombosit dalam
sumsum merah tulang tertentu.
· Struktur tulang
3. Clinical pathway
Trauma langsung
Fraktur
Nyeri
4. Intervensi keperawatan
a. Pantau tingkat nyeri pada punggung, nyeri terlokalisasi atau menyebar
pada abdomen atau pinggang.
R/ Tulang dalam peningkatan jumlah trabekular, pembatasan gerak spinal.
b. Ajarkan pada klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan menguran
gi rasa nyerinya.
R/ Alternatif lain untuk mengatasi nyeri, pengaturan posisi, kompres
hangat dan sebagainya.
c. Kaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri.
R/ . Keyakinan klien tidak dapat menoleransi obat yang adekuat atau tidak
adekuat untuk mengatasi nyerinya.
d. Rencanakan pada klien tentang periode istirahat adekuat dengan berbaring
dalam posisi telentang selama kurang lebih 15 menit
R/ Kelelahan dan keletihan dapat menurunkan minat untuk aktivitas sehari
-hari.
5. Patofisiologi
Osteoporosis merupakan silent disease. Penderita osteoporosis umumnya tidak me
mpunyai keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur. Osteopor
osis mengenai tulang seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala pada
37
daerah-daerah yang menyanggah berat badan atau pada daerah yang mendapat
tekanan (tulang vertebra dan kolumna femoris). Korpus vertebra menunjukan ada
nya perubahan bentuk, pemendekan dan fraktur kompresi. Hal ini mengakibatkan
berat badan pasien menurun dan terdapat lengkung vertebra abnormal(kiposis). Os
teoporosis pada kolumna femoris sering merupakan predisposisi terjadinya fraktur
patologik (yaitu fraktur akibat trauma ringan), yang sering terjadi pada pasien
usia lanjut.
Masa total tulang yang terkena mengalami penurunaan dan menunjukan penipisan
korteks serta trabekula. Pada kasus ringan, diagnosis sulit ditegakkan karena adan
ya variasi ketebalan trabekular pada individu ”normal” yang berbeda.
Diagnosis mungkin dapat ditegakkan dengan radiologis maupun histologist jika os
teoporosis dalam keadaan berat. Struktur tulang, seperti yang ditentukan secara an
alisis kimia dari abu tulang tidak menunjukan adanya kelainan. Pasien osteoporosi
s mempunyai kalsium,fosfat, dan alkali fosfatase yang normal dalam serum.
Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara factor genetic d
an factor lingkungan.
Factor genetic meliputi: usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak
pernah melahirkan.
Factor lingkungan meliputi: merokok, Alcohol, Kopi, Defisiensi vitamin dan gizi,
Gaya hidup, Mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan.
Kedua factor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsi
um dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak ter
capainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat y
ang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembent
ukan tulang baru sehingga terjadi penurunan massa tulang total yang disebut osteo
porosis.
7. NCP
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Nyeri b.d Setelah dilakukan tinda a) Pantau tingkat nyeri a) Tulang dalam pening
fraktur kan keperawatan dihara pada punggung, nyeri t katan jumlah trabekular
traumatic pada pkan nyeri berkurang d erlokalisasi atau menye , pembatasan gerak spi
vertebra engan criteria hasil: bar pada abdomen atau nal.
a. Klien akan mengeks pinggang.
presikan nyerinya, klie
b) Ajarkan pada klien t b) Alternatif lain untuk
n dapat tenang dan istir
entang alternative lain mengatasi nyeri, pengat
ahat yang cukup.
untuk mengatasi dan m uran posisi, kompres ha
b. klien dapat mandiri d
engurangi rasa ngat dan sebagainya.
alam perawatan dan pe
nyerinya
nanganannya secara se
derhana.
c) Keyakinan klien tida
c) Kaji obat-
k dapat menoleransi ob
obatan untuk mengatasi
at yang adekuat atau tid
nyeri.
ak adekuat untuk meng
atasi nyerinya.
Hambatan mobil Setelah dilakukan tinda a) Kaji tingkat kemamp a) Dasar untuk member
itas fisik berhub kan keperawatan, dihar uan klien yang masih a ikan alternative dan lati
ungan dengan di apkan klien mampu me da. han gerak yang sesuai
sfungsi sekunde lakukan mobilitas fisik dengan kemapuannya.
r akibat perubah dengan criteria hasil:
an skeletal (kifo a. Klien dapat meningk b) Rencanakan tentang
sis), nyeri sekun atan mobilitas fisik pemberian program lati
der atau fraktur b. klien mampu melaku han.
baru. kan aktivitas hidup seh
ari hari secara mandiri
c) Bantu kebutuhan unt c) Aktifitas hidup sehar
uk beradaptasi dan mel i-hari secara mandiri
akukan aktivitas hidup
sehari hari, rencana ok
upasi .
Kurang pengeta Setelah diberikan tinda a) Kaji ulang proses pe a) Memberikan dasar
huan mengenai kan keperawatan dihara nyakit dan harapan yan pengetahuan dimana
proses osteopor pkan klien memahami t g akan datang klien dapat membuat
osis dan progra entang penyakit osteop pilihan berdasarkan
m terapi yang be orosis dan program tera informasi.
rhubungan deng pi dengan criteria hasil:
an kurang infor klien mampu menjelas b) Ajarkan pada klien t b) Informasi yang diber
masi, salah pers kan tentang penyakitny entang faktor- ikan akan membuat kli
epsi ditandai de a, mampu menyebutka faktor yang mempenga en lebih memahami ten
ngan klien meng n program terapi yang ruhi terjadinya osteopo tang penyakitnya
atakan kurang , diberikan, klien tampak rosis
40
8. Evaluasi keperawatan
a. Nyeri berkurang
b. Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik
c. Terpenuhinya kebutuhan, pengetahuan dan informasi
d. Menunjukkan pengosongan usus yang normal
b. Pencegahan Sekunder
Jika Anda telah dinyatakan mengalami Osteoporosis, Anda perlu berkonsultasi de
ngan dokter Anda entangobat-
obatan yang perlu, petunjuk latihan fisik tertentu, cara mencegah terjadinya kompl
ikasi patah tulang. Dsb.
c. Pencegahan Tersier
Pasien yang telah mengalmi komplikasi Osteoporosis seperti patah tulang, perlu
mobilisasi sedini mugkin secara bertahap. Dokter Anda akan memberikan obat, te
rapi latihan maupun alat ortose dengan kondisi.
42
10. Apa masalah prinsip legaletis pada kasus pasien diatas yang tepat?
· Beneficience/berbuat baik berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Keb
aikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.
· Tidak merugikan (Nonmaleficience) Prinsip ini berarti tidak menimbulkan b
ahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
· Perawat atas apa yang dilakukan harus mempertimbangkan resiko yang timb
ul akibat intervensi nya, artinya Jangan sampai apa yang di anggap perawat
baik untuk pasien malah memperberat kondisi pasien.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan masa tulang total. Terdapa
t perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resoprsi tulang lebih
besar dari kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan masa tulang
total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah.
Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup,
dengan pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat m
elindungi terhadap demineralisasi skeletal
4.2 Saran
Karena osteoporosis suatu penyakit yang menjadi masalah kesehatan di Negara be
rkembang, seperti hal nya di Indonesia untuk itu pencegahan dini penyakit osteop
orosis perlu di tingkatkan misalkan mengkonsumsi cukup kalsium ( banyak terka
ndung dalam susu, keju, sayuran hijau, jeruk, sitrun, yoghurt, kerang. ), Berhenti
merokok dan mengkonsumsi alcohol serta Hidup aktif dan latihan jasmani secara
rutin. Misalnya Jalan Sehat, senam pencegahan Osteoporosis. Dan juga tidak lupa
melakukan pemeriksaan untuk mengetahui Osteoporosis secara dini.
45
DAFTAR PUSTAKA
http://darkcurez.blogspot.com/2011/01/makalah-osteoporosis.html
http://ppnikarangasem.blogspot.com/2010/02/asuhan-keperawatan-pada-
klien-dengan_28.html
Hidayat, A.Aziz Alimul,S.Kep.2001. Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan
. Jakarta, EGC.
Iyer, Patricia W,Camp H. Nancy.2004. Dokumentasi Keperawatan : suatu pendek
atan proses keperawatan , Edisi 3. Jakarta, EGC.