9756 1 17812 1 10 20140822 PDF
9756 1 17812 1 10 20140822 PDF
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai ekstraks zat warna alam dari bonggol tanaman pisang (Musa
paradiasiaca L.). Ekstrak kental yang diperoleh ditentukan rendemennya, warnanya, dan golongan zat warnanya
dengan uji fitokimia serta menentukan serapan panjang gelombang zat warna tersebut dengan spektrofotometer ultra
violet-visibel.
Ekstraksi zat warna alam dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga metode yaitu maserasi, refluks, dan
sokletasi dengan menggunakan empat macam pelarut pengekstrak yaitu air, etanol, aseton, dan n-heksana. Warna
ekstrak yang dihasilkan dengan pengekstrak air adalah coklat tua, dengan pengekstrak etanol dan aseton berwarna
coklat muda, sedangkan dengan pengekstraksi n-heksana berwarna kuning. Ekstrak masing-masing pelarut dari
ketiga metode dipekatkan, kemudian dihitung rendemennya dan diperoleh hasil rendemen dengan metode maserasi
yakni: air (8,12%); etanol (2,40%); aseton (0,52%); dan n-heksana (1,16%). Rendemen dengan metode refluks yaitu:
air (8,68%); etanol (1,84%); aseton (1,44%); dan n-heksana (1,04%). Rendemen dengan metode sokletasi yaitu: air
(4,80%); etanol (1,12%); aseton (0,44%); dan n-heksana (0,56%). Hasil uji fitokimia menunjukan bahwa pada zat
warna bonggol pisang mengandung tanin dan flavonoid. Serapan panjang gelombang energi ultra violet-visibel
terdeteksi pada panjang gelombang antara 200 nm sampai 400 nm.
ABSTRACT
We have conducted research on natural dyes extraction of banana (Musa paradiasiaca L.) weevil. The
rendement concentration, its color, and their functional groups were determined using phytochemical test and
ultraviolet-visible spectrophotometer.
Extraction of natural dyes in the study was conducted by three methods namely maceration, reflux, and
soxletation by using four kinds of extracting solvent including water, ethanol, acetone, and n-hexane. Color extract in
water was dark brown, in ethanol and acetone was light brown, and in n-hexane was yellow. Each extract obtained
by the three methods of each solvent was concentrated, their rendement were determined. The yields obtained by the
maceration method using water was 8.12%, ethanol 2.40%, acetone 0.52%, and n-hexane 1.16%. The yields of the
reflux method were 8.68%, 1.84%, 1.44%, and 1.04% respectively. The yields of the soxletation method were
4.80%, 1.12%, 0.44%, 0.56% respectively. The phytochemical test showed that the banana weevil dyes contained
tannins and flavonoids. Absorption of the wavelength of energy ultra violet – visible detected at a wavelength
between 200 nm up to 400 nm.
113
JURNAL KIMIA 8 (1), JANUARI 2014: 113-119
114
ISSN 1907-9850
lama. Refluks dikerjakan pada kondisi panas sokletasi menggunakan empat macam pelarut yaitu
diskontinyu, sedangkan sokletasi dikerjakan pada air, etanol, aseton, dan n-heksana.
kondisi panas kontinyu. Keuntungan refluks Masing−masing pelarut digunakan
dibandingkan sokletasi yakni pelarut yang sebanyak 250 mL. Ekstrak yang diperoleh disaring,
digunakan lebih sedikit dan bila dibandingkan filtratnya ditampung, dan ampasnya dibuang.
dengan maserasi dibutuhkan waktu ekstraksi yang Filtrat yang diperoleh lalu dipekatkan dengan
lebih singkat (Kristanti, 2008). menggunakan rotary vacuum evaporator sehingga
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka didapat ekstrak kental lalu ditimbang.
pada penelitian ini dilakukan ekstraksi zat warna Dengan cara yang sama dikerjakan untuk
alam bonggol pisang dengan metode maserasi, metode refluks dan metode sokletasi dengan
refluks, dan sokletasi, selanjutnya ditentukan masing-masing pelarut air, etanol, aseton, dan n-
golongan pigmen penimbul warna, rendemen heksana.
ekstrak yang diperoleh, dan serapan zat warna pada
daerah spektrum ultra violet-visibel. Identifikasi pigmen penimbul warna dengan
reaksi warna
Identifikasi tanin
MATERI DAN METODE Pereaksi yang digunakan adalah FeCl3.
Adanya tanin pada sampel ditunjukkan dengan
Bahan terjadinya perubahan warna menjadi hijau atau biru
Bahan-bahan yang digunakan pada kehitaman.
penelitian ini adalah: bonggol pisang (spesies
Pisang Ketip) yang diambil dari daerah Desa Identifikasi flavonoid
Singapadu, Sukawati, Gianyar, Bali pada bulan Beberapa mL sampel dalam etanol
Juni 2013. Bahan kimia yang digunakan pada dipanaskan selama 15 menit di atas penangas air
penelitian ini adalah air, etanol, aseton, n-heksana, kemudian ditambah 0,5 mL HCl pekat, dan 3-4
HCl pekat, H2SO4 pekat, serbuk magnesium, potong logam Mg, adanya warna merah atau jingga
FeCl3. menunjukan adanya senyawa flavonoid.
115
JURNAL KIMIA 8 (1), JANUARI 2014: 113-119
selama 24 jam menggunakan pelarut air. Setelah mengekstrak zat warna walaupun waktu ekstraksi
dievaporasi, di peroleh ekstrak kering air. yang diperlukan berbeda.
Kemudian ekstrak kering air dihitung Pengaruh panas tidak mempengaruhi zat
rendemennya dan dilakukan uji fitokimia. Dengan warna yang diekstrak dan ini menunjukkan panas
cara yang sama, untuk masing-masing 50 g serbuk tidak merusak kandungan zat warna yang terdapat
bonggol pisang yang menggunakan 3 macam pada bongkol pisang (Hagermae, 2002).
pelarut yang berbeda yaitu etanol, aseton, dan n- Pelarut pengekstrak menentukan zat warna
heksana dimaserasi selama 24 jam. Kemudian yang terekstraksi. Ini ditunjukkan adanya
dievaporasi, sama perlakuannya seperti pada perbedaan warna ekstrak hasil ekstraksi dimana
ekstraksi dengan pelarut air. pelarut pengekstrak air memberikan warna coklat
Pada proses refluks, sampel serbuk tua, tetapi pelarut pengekstrak etanol dan aseton
bonggol pisang sebanyak 50 g ditambahkan pelarut memberikan warana yang sama yaitu coklat muda,
yang sama seperti pada proses maserasi tetapi sedangkan pelarut pengekstrak n-heksana
bedanya metode refluks membutuhkan waktu lebih memberikan warna ekstrak kuning. Ini
singkat yaitu kurang dari 24 jam. menunjukkan, kepolaran pelarut pengekstrak
Pada proses sokletasi, sampel serbuk menentukan jenis pigmen zat warna yang
bonggol pisang sebanyak 50 g ditambahkan pelarut terekstrak (Kristianti, 2008).
yang sama seperti pada proses maserasi tetapi
bedanya metode sokletasi membutuhkan waktu Rendemen ekstrak bonggol pisang
lebih singkat yaitu kurang dari 24 jam pelarut Setelah diperoleh ekstrak kering dari
bersifat sirkulasi. masing-masing pelarut dihitung rendemennya.
Warna ekstrak bonggol pisang dari Hasil perhitungan rendemen ekstrak pekat dari
masing-masing pelarut setelah dipekatkan dari masing-masing pelarut dipaparkan pada Tabel 2.
ketiga metode tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Data hasil perhitungan rendemen antara
Data hasil ekstraksi dari tiga metode yang ketiga metode menunjukkan bahwa metode
telah dikerjalan dan selanjutnya dievaporasi maserasi, refluks, maupun sokletasi cukup baik
diperoleh warna ekstrak kering pelarut air yang untuk mengekstraksi zat warna walaupun masing-
sama antara ketiga metode yaitu coklat tua, untuk masing metode mempunyai kelebihan dan
ekstrak kering etanol dan aseton diperoleh warna kekurangannya, karena kelarutan zat padat dalam
ekstrak yang sama antara ketiga metode yakni zat cair (daya larut) dipengaruhi oleh: jenis zat
menghasilkan warna coklat muda, dan Ekstrak pelarut, jenis zat terlarut, temperatur, dan tekanan
kering n-heksana juga warna ekstraknya sama (Sukardjo, 1989).
antara ketiga metode yaitu warna kuning. Kekurangan untuk metode maserasi adalah
Ini menunjukkan bahwa antara ketiga membutuhkan waktu yang lebih lama dari pada
metode ekstraksi memperoleh golongan pembawa refluks dan sokletasi, serta ekstrak air yang
zat warna yang mirip sesuai dengan pengamatan dihasilkan pada metode maserasi akan cepat rusak
penglihatan dan secara umum kemampuan ketiga dan bau (Kristianti, 2008).
metode memiliki kemampuan yang sama untuk
116
ISSN 1907-9850
Tabel 2. Hasil Perhitungan Rendemen Ekstrak Bonggol Pisang dari Masing-masing Pelarut
Pelarut Metode Ekstraksi
Pengekstak Maserasi Refluks Sokletasi
Berat Ekstrak Rendemen Berat Ekstrak Rendemen Berat Ekstrak Rendemen
Pekat Pekat Pekat
Air 2,03 g 8,12% 2,17 g 8,68% 1,20 g 4,80%
Etanol 0,60 g 2,40% 0,46 g 1,84% 0,28 g 1,12%
Aseton 0,13 g 0,52% 0,36 g 1,44% 0,11 g 0,44%
n-heksana 0,29 g 1,16% 0,26 g 1,04% 0,14 g 0,56%
Ketiga metode ekstraksi pada ekstraksi zat mudah sehingga sampel yang terekstrak semakin
warna dari bonggol pisang ini menunjukkan hasil banyak (Hagermae, 2002).
rendemen yang paling tinggi pada ekstrak pelarut
air, sehingga air cocok digunakan sebagai pelarut Uji fitokimia
pengekstrak. Ini menunjukkan bahwa pigmen zat Ekstrak pekat dari masing-masing pelarut
warna yang terkandung pada bonggol tanaman setelah dihitung rendemennya kemudian dilakukan
pisang terekstrak dengan baik dalam air. uji fitokimia dan hasil uji fitokimia untuk ekstrak
Rata-rata hasil ekstraksi menunjukkan masing-masing dipaparkan pada Tabel 3.
bahwa pengaruh pemanasan tidak menunjukkan Data hasil uji fitokimia untuk masing-
perubahan yang linier. Hal ini berarti tidak sesuai masing ekstrak menunjukkan bahwa zat warna
dengan teori yang menyatakan bahwa semakin karotenoid tidak terdapat pada semua jenis ekstrak
tinggi suhu ekstraksi maka penetrasi pelarut makin baik ekstrak yang diperoleh dengan metode
mudah masuk ke dalam bahan sehingga ekstrak maserasi, refluks, maupun sokletasi, hal ini berarti
dari sampel yang terekstrak semakin banyak semua ekstrak pada bonggol pisang tidak ada zat
(Hagermae, 2002). warna karotenoid. Sebaliknya zat warna flavonoid
Pengekstrak air dengan metode refluks terdapat pada semua jenis ekstrak pelarut baik
menunjukkan data tertinggi tetapi pada metode ekstrak dengan cara maserasi, refluks, maupun
sokletasi menunjukkan data terendah, hal ini sokletasi.
menunjukkan bahwa pemanasan berpengaruh Zat warna tanin dengan pelarut
tetapi waktu kontak antara pelarut pengekstrak pengekstrak air tidak terdapat pada ketiga metode
dengan sampel juga menentukan (Hagermae, yang digunakan, sedangkan ekstrak etanol dan
2002). aseton ditemukan pada metode maserasi dan
Kelebihan untuk metode refluks dan refluks, tetapi untuk ekstrak n-heksana hanya
sokletasi yaitu waktu yang dibutuhkan lebih ditemukan pada metode maserasi. Sedangkan
singkat daripada maserasi dan lebih efisien. Untuk dengan metode sokletasi tidak diperoleh adanya
dua pelarut yaitu pelarut air dan aseton lebih cocok golongan tanin.
ekstraksinya menggunakan metode refluks Zat warna tanin tidak terdapat pada ekstrak
dibandingkan metode maserasi dan sokletasi air, hal ini dikarenakan tanin tersebut tidak larut
karena pada metode refluks ekstrak pelarut air dan dalam air tetapi mampu larut dalam pelarut eanol,
aseton rendemennya lebih tinggi dibandingkan aseton, dan n-heksana, tetapi waktu kontak
dengan metode maserasi dan sokletasi. Hal ini menentukan kelarutan tanin yakni semakin lama
menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu ekstraksi waktu kontak antara sampel dengan pelarut akan
maka penetrasi pelarut ke dalam bahan semakin meningkatkan kelarutan tanin (Hagermae, 2002).
117
JURNAL KIMIA 8 (1), JANUARI 2014: 113-119
Panjang Gelombang Serapan Ultra Violet- Serapan hasil ekstraksi dengan pelarut air
Visibel dan etanol menunjukkan serapan panjang
Panjang gelombang serapan hasil ekstraksi gelombang yang berdekatan. Hal ini menunjukan
menggunakan metode maserasi, refluks, dan bahwa pengaruh pelarut yang sama-sama bersifat
sokletasi memberikan serapan pada panjang mampu melarutkan senyawa-senyawa polar maka
gelombang 200 nm sampai 400 nm. Ini memberikan hasil ekstraksi yang mengandung
menunjukkan bahwa ketiga metode menghasilkan senyawa yang polar dan kemampuan pelarutan air
zat warna yang mampu menyerap panjang dan etanol menyerap energi ultra violet-visibel
gelombang ultra violet dan sinar tampak pada hampir berdekatan (Harbone, 1996).
panjang gelombang rendah. Senyawa golongan flavonoid
Larutan pengekstrak n-heksana kecendrungannnya menyerap sinar ultra violet-
memberikan dua puncak serapan yang menonjol visibel optimum di wilayah panjang gelombang
yakni pada panjang gelombang 210 nm dan 240 200-300 nm (Silverstein, et al., 1991), hal ini
nm menunjukkan ada dua kromofor yang berada didukung dari hasil uji fitokimia dengan ketiga
pada hasil ekstraksi zat warna tersebut. Hal ini juga metode dan keempat pelarut pengekstraksi
dapat dipengaruhi oleh kemampuan pelarut n- memberikan hasil uji positif flavonoid (Harbone,
heksana yang kemungkinan juga mampu menyerap 1996; Astiti Asih, et al., 2008).
panjang gelombang yang berdekatan dengan
serapan panjang gelombang zat warna alam yang
terekstraksi (Markham, 1988). SIMPULAN DAN SARAN
Pelarut pengekstrak aseton pada metode
sokletasi memberikan puncak-puncak yang tinggi Simpulan
tetapi tidak tunggal menunjukkan adanya senyawa- Ekstraksi zat warna alami dari bonggol
senyawa lain yang menyertai zat warna hasil pisang dilakukan menggunakan metode maserasi,
ekstraksi dan pelarut aseton kemungkinan refluks, dan sokletasi dengan empat pelarut
mempengaruhi serapan energi ultra violet-visibel ekstraksi (air, etanol, aseton, dan n-heksana) dan
karena pengaruh pemansan dan waktu kontak diperoleh hasil rendemen terbaik dengan metode
dengan sampel (Sastrohamidjojo, 1991; maserasi dan refluks dengan pelarut air, serta hasil
Silverstein, et al., 1991). uji fitokimia menunjukan bahwa zat warna
bonggol pisang merupakan zat warna tanin dan
118
ISSN 1907-9850
119