Anda di halaman 1dari 5

Jurnalis merupakan profesi yang sering diperbincangkan akhir-akhir ini.

Selain tentang
berita kekerasan pada wartawan saat sedang melaksanakan tugas, ada pula dukungan
pemerintah kepada para jurnalis untuk memerangi berita hoax. Meskipun sedang menjadi topik
hangat dalam beberapa artikel, banyak orang yang kurang paham mengenai jurnalistik yang
sesungguhnya. Banyak orang menganggap jurnalistik hanya sebuah pekerjaan menulis berita,
tanpa memandang dari banyak sisi. Maka dari itu, pembahasan yang mendalam mengenai
jurnalistik dalam sebuah artikel atau essai perlu diperbanyak. Tujuannya adalah agar pembaca
lebih memahami jurnalistik secara mendalam, dan memberikan informasi yang penuh agar
jurnalistik tidak lagi dipandang sebelah mata oleh sebagian orang.
Berikut ini akan dibahas mengenai jurnalistik. Mulai dari pengertian jurnalistik menurut
beberapa ahli, sejarah perkembangan jurnalistik di Indonesia, aktivitas yang dilakukan oleh
seorang jurnalistik, kode etik jurnalistik, serta keuntungan dan kekurangan sebagai seorang
jurnalis.
Pengertian jurnalistik menurut beberapa ahli. Menurut Fraser Bond, Jurnalistik adalah
segala bentuk yang membuat berita dan ulasan mengenai berita agar sampai pada kelompok
pemerhati. Menurut Roland E. Wolseley, Jurnalistik adalah pengumpulan, penulisan,
penafsiran, pemrosesan dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum
secara sistematik dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada SK, majalah dan disiarkan stasiun
siaran. Menurut Adinegoro, Jurnalistik adalah semacam kepandaian mengarang yang pokoknya
memberikan pekabaran pada masyarakat dengan selekas-lekas’a agar tersiar luas. Astrid
Susanto, Jurnalistik adalah kegiatan pencatatan dan atau pelaporan serta penyebaran tentang
kegiatan sehari-hari. Menurut Onong Uchjana Effendy, Jurnalistik adalah teknik mengelola
berita mulai dari mendapatkan bahan sampai menyebarluaskannya kepada masyarakat. Menurut
Djen Amar, Jurnalistik adalah kegiatan mengumpulkan, mengolah dan menyebarkan berita
kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya. Menurut Kustadi Suhandang,
Jurnalistik adalah seni dan atau keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun,
dan menyajikan berita tentang pristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka
memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya. Menurut Drs. A.S. Haris Sumadiria,
M.Si, Jurnalistik adalah kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan,
dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-
cepatnya. Sedangkan menurut Erik Hodgins, redaktur majalah Time seperti yang dikutip
Kustadi Suhandang dalam bukunya: Pengantar Jurnalistik, Seputar Organisasi, Produk dan
Kode Etik, terbitan tahun 2004, mengatakan bahwa Jurnalistik adalah pengiriman informasi dari
sini ke sana dengan benar, seksama dan cepat dalam rangka membela kebenaran dan keadilan
berfikir yang selalu dapat dibuktikan.

Sejarah perkembangan jurnlistik di Indonesia. Dimulai sejak zaman penjajahan,


perkembangan kegiatan jurnalistik diawali oleh Belanda dengan membuat beberapa media,
salah satunya adalah Koran. Pada tahun 1615 atas perintah Jan Pieterzoon Coen, yang kemudian
pada tahun 1619 menjadi Gubernur Jenderal VOC, diterbitkan “Memories der Nouvelles”, yang
ditulis dengan tangan. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa “surat kabar” pertama di
Indonesia ialah suatu penerbitan pemerintah VOC. Pada Maret 1688, tiba mesin cetak pertama
di Indonesia dari negeri Belanda. Atas intruksi pemerintah, diterbitkan surat kabar tercetak
pertama dan dalam nomor perkenalannya dimuat ketentuan-ketentuan perjanjian antara Belanda
dengan Sultan Makassar. Setelah surat kabar pertama kemudian terbitlah surat kabar yang
diusahakan oleh pemilik percetakan-percetakan di beberapa tempat di Jawa. Surat kabar
tersebut lebih berbentuk koran iklan. fungsinya untuk membantu pemerintahan kolonial
belanda. Pada masa kependudukan Jepang, surat kabar-surat kabar Indonesia yang semula
berusaha dan berdiri sendiri dipaksa bergabung menjadi satu, dan segala bidang usahanya
disesuaikan dengan rencana-rencana serta tujuan-tujuan tentara Jepang untuk memenangkan apa
yang mereka namakan “Dai Toa Senso” atau Perang Asia Timur Raya. Dengan demikian, pada
zaman pendudukan Jepang pers merupakan alat Jepang. Kabar-kabar dan karangan-karangan
yang dimuat hanyalah pro-Jepang semata. Pada masa Revolusi Fisik peranan yang telah
dilakukan oleh pers kita di saat-saat proklamasi kemerdekaan dicetuskan, dengan sendirinya
sejalan dengan perjuangan rakyat Indonesia. Bahkan tidak sedikit dari para wartawan yang
langsung turut serta dalam usaha-usaha proklamasi. Semboyan “Sekali Merdeka Tetap
Merdeka” menjadi pegangan teguh bagi para wartawan. Periode tahun 1945 sampai 1949 yang
biasa dinamakan periode “revolusi fisik”, membawa coraknya tersendiri dalam sifat dan fungsi
pers kita. Dalam periode ini pers kita dapat digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu pertama,
pers yang terbit dan diusahakan di daerah yang dikuasai oleh pendudukan sekutu, kemudian
Belanda, dan kedua pers yang terbit diusahakan di daerah yang dikuasai oleh RI yang kemudian
turut bergerilya. Dalam masa Demokrasi Liberal(orde lama) peranan yang telah dilakukan oleh
pers republik sangat besar. Republik Indonesia Serikat yang tidak sesuai dengan keinginan
rakyat akhirnya bubar dengan terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1950. Pada masa ini dalam kepemimpinan Ir. Soekarno untuk memperoleh
pengaruh dan dukungan pendapat umum, pers kita yang pada umumnya mewakili aliran-aliran
politik yang saling bertentangan, menyalahgunakan kebebasan pers (freedom of the press), yang
kadang-kadang melampaui. Pada masa Orde baru, fungsi dewan pers ini tidaklah efektif. Dewan
pers hanyalah formalitras semata. Dewan Pers bukannya melindungi sesama rekan jurnalisnya,
malah menjadi anak buah dari pemerintah Orde Baru. Hal itu terlihat jelas ketika pembredelan
1994, banyak anggota dari dewan pers yang tidak menyetujui pembredelan. Namun ironisnya,
pada saat itu dewan pers diminta untuk mendukung pembredelan tersebut. Meskipun dewan
pers menolak pembredelan, tetap saja pembredelan dilaksanakan. Menolak berarti melawan
pemerintah. Berarti benar bahwa dewan pers hanya formalitas saja. Istilah pers digunakan
dalam konteks historis seperti pada konteks “press freedom or law” dan“power of the press”.
Sehingga dalam fungsi dan kedudukannya seperti itu, tampaknya, pers dipandang sebagai
kekuatan yang mampu mempengaruhi masyarakat secara massal. ( John C.Merrill, 1991, dalam
Asep Saeful, 1999 : 26)). Seharusnya pers selain mempengaruhi masyarakat, pers juga bisa
mempengaruhi pemerintah. Karena pengertian secara missal itu adalah seluruhlapisan
masyarakat baik itu pemerintah maupun masyarakat. Namun di Era Orde Baru, dewan
persmemang gagal meningkatkan kehidupan pers nasional, sehingga dunia pers hanya
terbelenggu olehkekuasaan oleh kekuasaan Orde Baru tanpa bisa memperjuangkan hak-haknya.
Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan Soeharto. Banyak media
massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya organisasi profesi.

Ada beberapa aktivitas yang dilakukan sebagai seorang jurnalistik. Aktivitas utama jurnalis
antara lain : meliput, mengolah, dan menyajikan sebuah informasi dalam bentuk berita kepada
khalayak. Selain itu, dapat juga dikatakan sebagai pelaporan kejadian dengan menyatakan siapa,
apa, kapan, di mana, mengapa dan bagaimana (dalam bahasa Inggris dikenal dengan 5W+1H)
dan juga menjelaskan kepentingan dan akibat dari kejadian atau yang sedang hangat (trend).
Meskipun kini jurnalis memiliki kebebasan yang mutlak, namun aktivitas yang dilakukan
sebagai jurnalis tetap diatur oleh undang-undang Indonesia. Kegiatan kewartawanan diatur
dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang dikeluarkan Dewan Pers dan Undang-
Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia
atau KPI. Kegiatan yang tertera dalam Undang-Undang adalah sebagai beriku :

 Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi.


 Menegakkan nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak
asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan.
 Mengembangkan pendapat umum berdasar informasi yang tepat, akurat, dan benar.
 Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingan umum.
 Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Jurnalistik berpegang teguh pada kode etik jurnalistik. Kode Etik Jurnalistik adalah
himpunan etika profesi kewartawanan atau jurnalisme. Tujuannya adalah
agar wartawan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya, yaitu mencari dan menyajikan
informasi. Seperti pada buku panduan kewartawan yang ditulis oleh Aliansi Jurnalistik
Indonesia, isi dari kode etik jurnalistik adalah sebagai berikut :

1. Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak
beritikad buruk.

2. Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

3. Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan
fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

4. Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

5. Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak
menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

6. Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

7. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui
identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the
record” sesuai dengan kesepakatan.
8. Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi
terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta
tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

9. Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk
kepentingan publik.

10. Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat
disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

11. Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Ada beberapa keuntungan dan kerugian menjadi jurnalis. Menurut penuturan dari blog
merdeka.com, dan pengalaman pribadi saya sebagai jurnalis sekolah dan jurnalis kampus
keuntungan menjadi jurnalis antara lain, mengetahui lebih dulu setiap perkembangan informasi
terbaru, Jurnalis yang kebetulan diundang atau ditugaskan kantor ke sebuah tempat biasanya bisa
menikmati semua fasilitas secara gratis, memiliki banyak pengetahuan dari setiap berita maupun
laporan opini yang diangkat, bisa bertemu dengan orang-orang terkenal dan pejabat tinggi. Selain
itu, menjadi seorang jurnalis juga harus menerima kekurangan dari profesi tersebut. Diantaranya,
harus berkorban waktu karena dituntut bekerja kapanpun, gaji untuk seorang jurnalis juga tak
seimbang dengan beratnya pekerjaan,

Dari penjabaran essai diatas, didapat ringkasan mengenai Jurnalistik. Secara garis besar,
Jurnaliktik adalah kegiatan atau profesi yang secara teratur menuliskan berita (berupa laporan)
dan tulisannya dikirimkan atau dimuat di media massa secara teratur. Jurnalistik berkembang di
Indonesia diawali dengan pengaruh penjajah Belnda di Indonesia, dan berlanjut hingga sekarang
dengan perkembangan media. Kegiatan seorang jurnalis diatur dan dipaparkan dalam Undang-
Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang dikeluarkan Dewan Pers dan Undang-Undang
Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002. Untuk mengatur kegiatan kewartawanan yang menjunjung
kebebasan maka seluruh organisasi persatuan pers dan kewartawanan di Indonesia menetapkan
Kode etik jurnalistik. Menjadi seorang jurnalis bisa saja menguntungkan, contohnya dapat
menikmati fasilitas secara gratis dan dapat bertemu dengan orang penting.

Anda mungkin juga menyukai