Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

PATOFISIOLOGI PENYAKIT PULMO

Disusun Oleh :

Salsa Fadhzillah Z 1102011253

Pembimbing :
dr. Mira Rellytania, SpAn

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU ANASTESI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOREANG FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
2016
EDEMA PULMO

Definisi

Edema paru akut adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru yang terjadi
secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edem
paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edem paru non
kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga
terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia
(1).

Patofisiologi dan Patogenesis

Pada paru normal, cairan dan protein keluar dari mikrovaskular terutama melalui celah
kecil antara sel endotel kapiler ke ruangan interstisial sesuai dengan selisih antara tekanan
hidrostatik dan osmotik protein, serta permeabilitas membran kapiler. Cairan dan solute yang
keluar dari sirkulasi ke ruang alveolar terdiri atas ikatan yang sangat rapat. Selain itu, ketika
cairan memasuki ruang interstisial, cairan tersebut akan dialirkan ke ruang
peribronkovaskular, yang kemudian dikembalikan oleh siistem limfatik ke sirkulasi.
Perpindahan protein plasma dalam jumlah lebih besar tertahan. Tekanan hidrostatik yang
diperlukan untuk filtrasi cairan keluar dari kirosirkulasi paru sama dengan tekanan
hidrostatik kapiler paru yang dihasilkan sebagian oleh gradien tekanan onkotik protein.

Terdapat dua mekanisme terjadinya edema paru (1):

1. Membran kapiler alveoli

Edema paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan `dari darah ke ruang interstisial
atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam pembuluh darah dan
aliran cairan ke sistem pembuluh limfe. Dalam keadaan normal terjadi pertukaran dari
cairan, koloid dan solute dari pembuluh darah ke ruangan interstisial. Studi eksperimental
membuktikan bahwa hukum.

2. Sistem Limfatik
Sistem limfatik ini dipersiapkan untuk menerima larutan koloid dan cairan balik dari
pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negatif di daerah interstisial peribronkhial dan
perivaskular. Dengan peningkatan kemampuan dari interstisium alveolar ini, cairan lebih
sering meningkat jumlahnya di tempat ini ketika kemampuan memompa dari saluran
limfatik tersebut berlebihan. Bila kapasitas dari saluran limfe terlampaui dalam hal jumlah
cairan maka akan terjadi edema.

Manifestasi klinis

Stadium 1

Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki
pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada
stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak nafas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga
tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inpsirasi karena
terbukanya saluran nafas yang tertutup saat inspirasi.

Stadium 2

Pada stadium ini terjadi edem paru interstisial. Batas pembuluh darah paru menjadi
kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis kerley
B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial, akan lebih memperkecil
saluran nafas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula
terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdengar takipnea. Meskipun hal ini merupakan
tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takipnea juga membantu memompa aliran limfe
sehingga penumpukan cairan interstisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya
terdapat sedikit perubahan saja.

Stadium 3

Pada stadium ini terjadi edem alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi
hipoksemia dan hipokapsia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih
kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right to
left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapsia, tetapi pada kasus yang
berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada leadaan ini morphin
harus digunakan dengan hati-hati (Ingram dan Braunwald,1988).
PNEUMOTORAKS
Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura
yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena (3).

Patofisiologi
Alveoli disangga oleh kapiler yang mempunyai dinding lemah dan mudah robek,
apabila alveol tersebut melebar dan tekanan di dalam alveol meningkat maka udara dengan
mudah menuju ke jaringan peribronkovaskular. Gerakan nafas yang kuat, infeksi dan
obstruksi endobronkial merupakan beberapa faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya
robekan. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveol dapat mengoyak jaringan fibrotik
peribronkovaskular. Robekan pleura ke arah yang berlawanan dengan hilus akan
menimbulkan pneumotorak sedangkan robekan yang mengarah ke hilus dapat menimbulkan
pneumomediastinum. Dari mediastinum udara mencari jalan menuju ke atas, ke jaringan ikat
yang longgar sehingga mudah ditembus oleh udara. Dari leher udara menyebar merata ke
bawah kulit leher dan dada yang akhirnya menimbulkan emfisema subkutis. Emfisema
subkutis dapat meluas ke arah perut hingga mencapai skrotum.2

Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran pernafasan dan
akan meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin dan mengejan. Peningkatan
tekanan intrabronkial akan mencapai puncak sesaat sebelum batuk, bersin, mengejan, pada
keadaan ini, glotis tertutup. Apabila di bagian perifer bronki atau alveol ada bagian yang
lemah, maka kemungkinan terjadi robekan bronki atau alveol akan sangat mudah.
Gejala klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah (2), (4), (5) :
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan
mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek,
dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi
yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada
jenis pneumotoraks spontan primer.

Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks tersebut, (2):
1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat
2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih berat
3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain serta ada
tidaknya jalan napas.
4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi bila
penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil disebabkan
pengisian yang kurang.

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan (3), (4):
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding
dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura
tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif

TENSION PNEUMOTHORAX

Definisi
Tension pneumotoraks adalah bertambahnya udara dalam ruang pleura secara progresif,
biasanya karena laserasi paru-paru yang memungkinkan udara untuk masuk ke dalam rongga
pleura tetapi tidak dapat keluar atau tertahan di dalam rongga pleura.

Patofisiologi
Tension pneumothorax terjadi kapan saja ada gangguan yang melibatkan pleura
visceral, parietal, atau cabang trakeobronkiial. Gangguan terjadi ketika terbentuk katup 1
arah, yang memungkinkan udara masuk ke rongga pleura tapi tidak memungkinkan bagi
keluarnya udara. Volume udara ini meningkat setiap kali inspirasi karena efek katup 1 arah.
Akibatnya, tekanan meningkat pada hemitoraks yang terkena. Saat tekanan naik, paru
ipsilateral kolaps dan menyebabkan hipoksia. Peningkatan tekanan lebih lanjut menyebabkan
mediastinum terdorong ke arah kontralateral dan menekan jantung serta pembuluh darah
besar. Kondisi ini memperburuk hipoksia dan mengurangi venous return.

Akibat trauma tajam:luka tusukà menembus pleura parietal à lubang kecil membuat
katup 1 arah (one way valve)à hal ini membuat udara masuk ke rongga pleura saat inspirasi,
tetapi tidak bisa keluar saat ekspirasi àrongga pleura semakin mengembang seiring waktu dan
tekanannya terus bertambah à tension pneumothoraxtension pneumothorax à tekanan udara
kesegala arah mendesak organ sekitar
Diagnosis
Diagnosa tension pneumothorax merupakan diagnosa dari klinis, bukan dari
radiologi.Tanda-tanda klasik dari tension pneumotoraks adalah adanya distress nafas,
takikardi, hiporensi, adanya deviasi trakea, hilangnya suara nafas unilateral, distensi vena
leher, dan bisa menjadi sianosis pada manifestasi lanjutnya. Gelaja klinis dari tension
pneumothorax ini mungkin mirip dengan gejala klinis dari cardiac tamponade, tetapi angka
kejadian tension pneumotorax ini lebih besar dari cardiac tamponade. Selain itu untuk
membedakannya juga bisa dilakukan dengan mengetahui bahwa dari perkusi didapatkan
adanya hiperresonansi pada bagian dada ipsilateral, 1
Pada pemeriksaan fisik thorak didapatkan :
a. Inspeksi :
 Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding
dada)
 Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
 Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
b. Palpasi :
 Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
 Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
 Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
c. Perkusi :
 Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani
 Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura
tinggi
d. Auskultasi :

Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang15

HIDROPNEUMOTORAKS
Definisi
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan di dalam
rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Cairan ini bisa juga disertai
dengan nanah (empiema) dan hal ini di namakan dengan piopneumotoraks1,2 Sedangkan
pneumotoraks itu sendiri ialah suatu keadaan, di mana hanya terdapat udara di dalam rongga
pleura yang juga mengakibatkan kolaps jaringan paru4,5,6.

Etiologi dan Patogenesis

Keadaan fisiologi dalam rongga dada pada waktu inspirasi tekanan intrapleura lebih
negatif dari tekanan intrabronkial, maka paru mengembang mengikuti gerakan dinding dada
sehingga udara dari luar akan terhisap masuk melalui bronkus hingga mencapai alveol. Pada
saat ekspirasi dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih
tinggi daripada tekanan udara alveol atau di bronkus akibatnya udara akan ditekan keluar
melalui bronkus.3.4

Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran pernafasan
dan akan meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin atau mengejan.
Peningkatan tekanan intrabronkial akan mencapai puncak sesaat sebelumnya batuk, bersin,
dan mengejan. Apabila di bagian perifer bronki atau alveol ada bagian yang lemah, maka
kemungkinan terjadinya robekan bronki atau alveol akan sangat mudah.3.4

Dengan cara demikian dugaan terjadinya pneumotoraks dapat dijelaskana yaitui jika
ada kebocoran di bagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pleura yang pecah.
Bagian yang robek tersebut berhubungan dengan bronkus. Pelebaran alveoldan septa-septa
alveol yang pecah kemudian membentuk suatu bula yang berdinding tipis di dekat daerah
yang ada proses non spesifik atau fibrosis granulomatosa. Keadaan ini merupakan penyebab
yang paling sering dari pneumothoraks.3.4

Ada beberapa kemungkinan komplikasi pneumotoraks, suatu “katup bola” yang bocor
yang menyebabkan tekanan pneumotoraks bergeser ke mediastinum. Sirkulasi paru dapat
menurun dan mungkin menjadi fatal. Apabila kebocoran tertutup dan paru tidak mengadakan
ekspansi kembali dalam beberap minggu , jaringan parut dapat terjadi sehingga tidak pernah
ekspansi kembali secara keseluruhan. Pada keadaan ini cairan serosa terkumpul di dalam
rongga pleura dan menimbulkan suatu hidropneumotoraks.3.4.5

Hidropneumothoraks spontan sekunder bisa merupakan komplikasi dari TB paru dan


pneumothoraks yaitu dengan rupturnya fokus subpleura dari jaringan nekrotik perkejuan
sehingga tuberkuloprotein yang ada di dalam masuk rongga pleura dan udara dapat masuk
dalam paru pada proses inspirasi tetapi tidak dapat keluar paru ketika proses ekspirasi,
semakin lama tekanan udara dalam rongga pleura akan meningkat melebihi tekana atmosfer,
udara yang terkumpul dalam rongga pleura akan menekan paru sehingga sering timbul gagal
napas.3. Sebab pecahnya dinding alveolus ini belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga ada
dua faktor sebagai penyebabnya:

1) Faktor infeksi atau radang paru.


Infeksi atau radang paru walaupun minimal akan membentuk jaringan parut
pada dinding alveoli yang akan menjadi titik lemah.

2) Tekanan intra alveolar yang tinggi akibat batuk atau mengejan.


Mekanisme ini tidak dapat menerangkan kenapa pneumotoraks spontan sering
terjadi pada waktu penderita sedang istirahat. Dengan pecahnya bleb yang terdapat di
bawah pleura viseralis, maka udara akan masuk ke dalam rongga pleura dan terbentuklah
fistula bronkopleura. Fistula ini dapat terbuka terus, dapat tertutup, dan dapat berfungsi
sebagai ventil4,5,6.

Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi, mungkin terlihat sesak nafas, pergerakan dada berkurang, batuk-batuk,
sianosis serta iktus kordis tergeser kearah yang sehat.
b. Palpasi, mungkin dijumpai spatium interkostalis yang melebar Stemfremitus
melemah, trakea tergeser ke arah yang sehat dan iktus kordis tidak teraba atau
tergeser ke arah yang sehat.
c. Perkusi; Mungkin dijumpai sonor, hipersonor sampai timpani.
d. Auskultasi; mungkin dijumpai suara nafas yang melemah, sampai menghilang.

EFUSI PLEURA

Definisi

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam
kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau
cairan eksudat .,dimana kondisi ini jika dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya.
Penyebab efusi pleura bisa bermacam-macam seperti gagal jantung, adanya neoplasma
(carcinoma bronchogenic dan akibat metastasis tumor yang berasal dari organ lain),
tuberculosis paru, infark paru, trauma, pneumoni, syndroma nefrotik, hipoalbumin dan lain
sebagainya.

Patofisiologi

Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu

saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi

kuman ini sering terjadi melalui udara (airbone) yang cara penularannya dengan droplet yang

mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya.

Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan

dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan

ludah ada basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-

mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup

oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru. 7

Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul

yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau

pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan

menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang

lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai

suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini

terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa

membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari pertama ini di

gantikan oleh makrofag.Pada alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan

menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga dapat menyebar melalui getah

bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga makrofag yang mengadakan

infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel
epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit,proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila

terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan

kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon

yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan

menjalani pemeriksaan radiogram rutin.Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah

nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan

kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil

dapat terbawa sampai ke laring ,telinga tengah atau usus.

Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat

meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat

menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan bronkus rongga.

Bahan perkijauan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran

penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi

berkapsul yang tidak lepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama

atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.7

Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura.

Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis

sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid

menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler

akibat ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat

kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru

Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum

pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik dari

rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer

menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam
rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga

memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan (4) infeksi atau setiap penyebab

peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membran

kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara

cepat

Manifestasi Klinis

Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah


cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas. Pada
anak masalah pernapasan adalah hal yang paling sering dikeluhkan. Apabila dihubungkan
dengan penyebabnya berupa pneumonia maka gejala yang muncul adalah batuk, demam,
sesak nafas, menggigil. Apabila penyebabnya bukan pneumonia, maka gejala pada anak
mungkin tidak ditemukan sampai efusi yang timbul telah mencukupi untuk menimbulkan
gejala sesak nafas atau kesulitan bernafas.4,5
Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk,
banyak riak. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.4
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan
akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus
melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk
permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).5

DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :
EGC; 1997. p. 598.
2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.
Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006. p. 1063.
3. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Airlangga University Press; 2009. p. 162-179
4. Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI
5. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
6. Comittee Of Trauma. Advance Trauma Life Support Chapter 4: Thoracic Trauma
P:111-126. United States Og America: American College Of Surgeons.
7. Jain, Dhruv, Et.All. 2008. Understanding And Managing Tension Pneumothorax. New
Delhi. Journal Indian Academy Of Clinical Medicine.
8. Sharma, Anita. Jindad, Parul. 2008. Principles Of Diagnosis And Management Of
Traumatic Pneumothorax. Uttarakhand: Journal Of Emergencies.
9. Daley, Brian James, Et.All. 2013. Pneumothorax. Tennesse. Department Of Surgery
Division Of Trauma And Critical Care University Of Tennesse Health Science Center
College Og Medicine: Emedicine.Mescape.Com.
10. Departemen Ilmu Penyakit Paru. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: FK
UNAIR – RSD dr.Soetomo.
11. Sideras, Jim. 2011. Tension Pneumothorax: Identification And Treatment. Harvard
University: EMS1.com
12. Blaivas, Allen. J. 2007. Tension Pneumotorax. New York: Health Guides The New
York Times.
13. Brohi K. 2006. Tension Pneumothorax. London, Uk :Trauma.Org.

Anda mungkin juga menyukai