Anda di halaman 1dari 12

Pengukuran Secara Tak Langsung Tekanan Darah

Arteri Pada Seseorang


A. Tujuan
1. Mempelajari penggunaan sphygmomanometer dalam pengukuran tekanan
darah arteria brachialis dengan cara auskultasi maupun palpasi, dan
menerangkan perbedaan hasil kedua pengukuran tersebut.
2. Membandingkan hasil pengukuran tekanan darah pada berbagai sikap;
berbaring, duduk, dan berdiri, menguraikan berbagai faktor penyebab
perubahan hasil pengukuran tekanan darah pada ketiga sikap tersebut.
3. Membandingkan hasil pengukuran tekanan darah sebelum dan sesudah
kerja otot, dan menjelaskan berbagai faktor penyebab perubahan tekanan
darah sebelum dan sesudah kerja otot.

B. Dasar teori
1. Tekanan arteri pada manusia
a. Pengertian
Tekanan darah arteri seperti yang kita ketahui tekanan dalam tubuh
manusia terbagi menjadi tekanan darah vena dan tekanan darah arteri.
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang terjadi pada pembuluh darah
arteri dan merupakan proses utama dalam mengedarkan darah ke seluruh
jaringan tubuh. Tekanan darah dalam tubuh manusia biasanya diukur
berdasarkan dua ukuran. Itulah kenapa ketika mengukur tekanan darah kita
akan mendapati dua angka seperti 90/80. Angka tersebut sebenarnya
menunjukan 2 tekanan darah yang terjadi dalam pembuluh darah manusia.
Angaka pertama dalm ukuran tekanan darah merupakan tekanan darah
atas atau tekanan sistolik.

Tekanan sistolik adalah tekanan darah arteri yang diakibatkan oleh


aktivitas jantung ketika melakukan pemompaan darah. Sedangkan
angka kedua pada ukuran tekanan darah menunjukan tekanan bawah atau
tekanan distolik. Tekanan ini menunjukan tekanan pada jantung ketika
jantung beristirahat diantara proses pemompaan darah.
1
b. Kelainan tekanan darah
Kelainan pada tekanan darah arteri dibagi ke dalam dua jenis yaitu
tekanan darah tinggi dan tekanan darah rendah. Kedua tekanan darah ini
terjadi ketika ketika tekanan darah arteri melebihi atau kurang dari
tekanan darah yang normal pada manusia yaitu 90/60 sampai 120/80
mmHg. Tekanan darah rendah biasanya kurang dari 90/60 mmHg.
Walaupaun sering diabaikan tapi tekana darah rendah juga bisa
mengakibatkan kerusakan pada fungsi organ vital dalam tubuh. Hal ini
disebabkan tekanan darah arteri dan vena terlalu lemah untuk menyebarkan
oksigen atau nutrisi ke seluruh jaringan organ tubuh. Sehingga organ tidak
mendapatkan cukup oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan untuk berfungsi
secara normal (Redaksi, 2012).

c. Faktor - Faktor Tekanan Darah


1. Faktor Jenis Kelamin
Terdapat beberapa penelitian yang mengungkapkan perbedaan jenis
kelamin berpengaruh terhadap kerja sistem kardioaskuler. Dibandingkan
dengan laki-laki dengan usia yang sama, wanita premenopause memiliki
massa ventriel kiri jantung yang lebih kecil terhadap body mass ratio, yang
mungkin mencerminkan afterload jantung yang lebih rendah pada wanita.
Hal ini mungkin akibat dari tekanan darah arteri yang lebih rendah,
kemampuan complince aorta yang lebih besar dan kemampuan peningkatan
penginduksian mekanisme vasodilatasi (Anggita, 2012).
Perbedaan ini dianggap berhubungan dengan efek protektif estrogen
dan mungkin dapat menjelaskan mengapa pada wanita
premenopause memiliki resiko lebih rendah menderita penyakit
kardiovaskular. Tetapi, setelah menopause perbedaan jenis kelamin tidak
akan berpengaruh pada kemungkinan terderitanya penyakit
kardiovaskular. Hal ini mungkin disebabkan karena berkurangnya jumlah
estrogen pada wanita yang sudah menopause (Anggita, 2012).

2. Faktor Gravitasi

2
Tekanan darah akan meningkat dengan 10 mmHg setiap 12 cm di bawah
jantung karena pengaruh gravitasi. Di atas jantung, tekanan darah akan
menurun dengan jumlah yang sama. Jadi dalam keadaan berdiri, maka
tekanan darah sistole adalah 210 mmHg di kaki tetapi hanya 90 mmHg di
otak. Dalam keadaan berbaring kedua tekanan ini akan sama (Anggita,
2012).

Tekanan darah dalam arteri pada orang dewasa dalam keadaan duduk
atau posisi berbaring pada saat istirahat kira-kira 120/70 mmHg. Karena
tekanan darah adalah akibat dari curah jantung dan resistensi perifer, maka
tekanan darah dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang mempengaruhi
setiap atau dan isi sekuncup. Besarnya isi sekuncup ditentukan oleh
kontraksi miokard dan volume darah yang kembali ke jantung (Anggita,
2012).

a. Berbaring
Ketika seseorang berbaring, maka jantung akan berdetak lebih sedikit
dibandingkan saat ia sedang duduk atau berdiri. Hal ini disebabkan saat
orang berbaring, maka efek gravitasi pada tubuh akan berkurang yang
membuat lebih banyak darah mengalir kembali ke jantung melalui
pembuluh darah. Jika darah yang kembali ke jantung lebih banyak, maka
tubuh mampu memompa lebih banyak darah setiap denyutnya. Hal ini
berarti denyut jantung yang diperlukan per menitnya untuk memenuhi
kebutuhkan darah, oksigen dan nutrisi akan menjadi lebih sedikit
(Anggita, 2012).

Pada posisi berbaring darah dapat kembali ke jantung secara mudah


tanpa harus melawan kekuatan gravitasi. Terlihat bahwa selama kerja
pada posisi berdiri, isi sekuncup meningkat secara linier dan mencapai nilai
tertinggi pada 40% - 60% VO2 maksimal. VO2 max adalah volume
maksimal O2 yang diproses oleh tubuh manusia pada saat melakukan
kegiatan yang intensif. Pada posisi berbaring, dalam keadaan istirahat isi
sekuncup mendekati nilai maksimal sedangkan pada kerja terdapat hanya

3
sedikit peningkatan. Nilai pada posisi berbaring dalam keadaan istirahat
hampir sama dengan nilai maksimal yang diperoleh pada waktu kerja
dengan posisi berdiri. Jumlah isi sekuncup pada orang dewasa laki-laki
mempunyai variasi antara 70 -- 100 ml. Makin besar intensitas kerja
(melebihi batas 85% dari kapasitas kerja) makin sedikit isi sekuncup; hal
ini disebabkan memendeknya waktu pengisian diatole akibat frekuensi
denyut jantung yang meningkat (bila mencapai 180/menit maka 1 siklus
jantung hanya berlangsung selama 0,3 detik dan pengisian diastole
merupakan bagian dari 0,3 detik tersebut) (Ganong, 2002).

b. Berdiri
Detak jantung akan meningkat saat seseorang berdiri, karena darah
yang kembali ke jantung akan lebih sedikit. Kondisi ini yang mungkin
menyebabkan adanya peningkatan detak jantung mendadak ketika
seseorang bergerak dari posisi duduk atau berbaring ke posisi berdiri
(Ganong, 2002).

Pada posisi berdiri, maka sebanyak 300-500 ml darah pada


pembuluh ”capacitance” vena anggota tubuh bagian bawah dan isi
sekuncup mengalami penurunan sampai 40%. Berdiri dalam jangka waktu
yang lama dengan tidak banyak bergerak atau hanya diam akan
menyebabkan kenaikan volume cairan antar jaringan pada tungkai bawah.
Selama individu tersebut bisa bergerak maka kerja pompa otot menjaga
tekanan vena pada kaki di bawah 30 mmHg dan alir balik vena cukup
(Ganong, 2002).

Pada posisi berdiri, pengumpulan darah di vena lebih banyak. Dengan


demikian selisih volume total dan volume darah yang ditampung dalam
vena kecil, berarti volume darah yang kembali ke jantung sedikit, isi
sekuncup berkurang, curah jantung berkurang, dan kemungkinan
tekanan darah akan turun. Jantung memompa darah ke seluruh bagian
tubuh. Darah beredar ke seluruh bagian tubuh dan kembali ke jantung
begitu seterusnya. Darah sampai ke kaki, dan untuk kembali ke jantung

4
harus ada tekanan yang mengalirkannya. Untuk itu perlu adanya kontraksi
otot guna mengalirkan darah ke atas. Pada vena ke bawah dari kepala ke
jantung tidak ada katup, pada vena ke atas dari kaki ke jantung ada katup.
Dengan adanya katup, maka darah dapat mengalir kembali ke jantung. Jika
pompa vena tidak bekerja atau bekerja kurang kuat, maka darah yang
kembali ke jantung berkurang, memompanya berkurang, sehingga
pembagian darah ke sel tubuh pun ikut berkurang. Banyaknya darah yang
di keluarkan jantung itu menimbulkan tekanan, bila berkurang maka
tekanannya menurun. Tekanan darah berkurang akan menentukan
kecepatan darah sampai ke bagian tubuh yang dituju. Ketika berdiri darah
yang kembali ke jantung sedikit. Volume jantung berkurang maka darah
yang ke luar dan tekanan menjadi berkurang (Guyton dan Hall, 2002).

c. Duduk
Sikap atau posisi duduk membuat tekanan darah cenderung stabil. Hal
ini dikarenakan pada saat duduk sistem vasokonstraktor simpatis
terangsang dan sinyal-sinyal saraf pun dijalarkan secara serentak melalui
saraf rangka menuju ke otot-otot rangka tubuh, terutama otot-otot
abdomen. Keadaan ini akan meningkatkan tonus dasar otot-otot
tersebut yang menekan seluruh vena cadangan abdomen, membantu
mengeluarkan darah dari cadangan vaskuler abdomen ke jantung. Hal
ini membuat jumlah darah yang tersedia bagi jantung untuk dipompa
menjadi meningkat. Keseluruhan respon ini disebut refleks kompresi
abdomen (Guyton dan Hall, 2002).
Pada beberapa individu terutama orang tua, perubahan posisi yang
cepat misalnya dari berbaring ke berdiri bisa menyebabkan tubuh menjadi
pusing atau bahkan pingsan. Karena gerakan cepat ini membuat
jantung tidak dapat memompa darah yang cukup ke otak (Guyton dan
Hall, 1997).

Saat terjatuh atau pingsan sebaiknya berada dalam posisi berbaring,


yang mana merupakan posisi menguntungkan bagi jantung karena
efek gravitasi berkurang dan lebih banyak darah yang mengalir ke otak

5
(Guyton dan Hall, 1997).

Namun perubahan tekanan darah bukan hanya disebabkan oleh


perubahan posisi tubuh, tetapi juga disebabkan oleh faktor lain yaitu
konsumsi kafein, rokok, konsumsi obat-obatan yang mempengaruhi
tekanan darah.

3. Hubungan tekanan darah dengan curah jantung


Nilai tekanan darah ditentukan oleh perkalian curah jantung dengan
tahanan perifer total. Perubahan pada salah satu dari kedua factor tersebut
cenderung mengubah tekanan darahnya, jika terjadi kegagalan kedua
factor tersebut, maka akan mengakibatkan penurunan tekanan darah
(Kusmiyati, 2009).

4. Auskultasi dan palpasi


Auskultasi (auscultation) adalah metode pemeriksaan fisik dengan
mendengarkan suara-suara tubuh, biasanya dengan bantuan stetoskop.
Suara tubuh yang dapat didengar untuk mengidentifikasi ada/tidaknya
tanda gangguan adalah suara paru (pernapasan), jantung, dan perut.
Sedangkan palpasi adalah Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan
yang dilakukan dengan perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan
menggunakan jari atau tangan. Palpasi dapat digunakan untuk mendeteksi
suhu tubuh, adanya getaran, pergerakan, denyut nadi, bentuk, kosistensi
dan ukur.
C. Alat yang digunakan

1. Stetoskop

2. Sphygmomanometer

D. Cara kerja
Pengukuran tekanan darah arteria brachialis pada sikap berbaring, duduk dan
berdiri.

1. Berbaring
6
a) orang percobaan berbaring terlentang dengan tenang selama 10 menit.
b) Selama menunggu dipasang manset sphygmomanometer pada lengan atas
kanan OP.
c) Dicari dengan palpasi denyut nadi arteria brachialis pada fosa cubiti dan
denyut arteria radialis pada pergelangan tangan OP.
d) Setelah OP berbaring 10 menit dipompakan udara kedalam manset hingga
kira-kira 20-40 mmHg diatas nilai normal, kemudian secara perlahan-lahan
udara dikeluarkan hingga terdengar fase-fase korotkoff (LUB-DUB).
Ditetapkan nilai-nilai tekanan sistole (cara auskultasi maupun palpasi) dan
tekanan diastolnya. Diulangi pengukuran ini sebanyak 3 kali untuk
mendapat nilai rata-rata dan catat hasilnya.

2. Duduk
e) Tanpa melepaskan manset OP disuruh duduk. Setelah ditunggu 3 menit
diukur lagi tekanan darah arteria brachialisnya dengan cara yang sama.
Diulangi pengukuran sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata
dan catat hasilnya.

3. Berdiri
f) Tanpa melepaskan manset, OP disuruh berdiri. Setalah ditunggu 3 menit
diukur lagi tekanan darah arteria brachialisnya dengan cara yang sama.
Diulangipengukuran sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata
dan dicatat hasilnya.

Pengukuran tekanan darah sesudah kerja otot


1. Diukur tekanan darah arteria brachialis OP pada sikap duduk.
2. Tanpa melepaskan manset seluruhnya OP berlari di tempat dengan
frekuensi ±20 loncatan/menit. Segera setelah selesai, OP duduk dan
diukur tekanan darahnya. Diulangi pengukuran tekanan darah ini tiap
menit sampai tekanan darahnya kembali seperti semula. Dicatat hasil
pengukuran tersebut.

E. Hasil

7
1. Tekanan darah arteria brachialis pada berbagai sikap
Nama OP : Sara eka wati
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 30 tahun
Berat badan : 68 kg
Tinggi badan : 167 cm

Sikap berbaring terlentang :


Secara Auskultasi rata-rata : 110/80 mmHg
Secara palpasi : 100 mmHg

Sikap duduk
Secara Auskultasi rata-rata : 100/70 mmHg
Secara palpasi : 100 mmHg

Sikap berdiri
Secara Auskultasi rata-rata : 100/70 mmHg
Secara palpasi : 100 mmHg

2. Tekanan darah arteria brachialis sebelum dan sesudah kerja otot


Nama OP : Candra Agusdi
Jenis kelamin : laki-laki

Sebelum kerja otot : 120/80 mmHg


Pemulihan sesudah kerja otot selama 2 menit :
Menit ke Sistole Diastole

1 130 mmHg 90 mmHg

2 120 mmHg 80 mmHg

F. Pembahasan
Percobaan pertama adalah menggunakan spygmomanometer atau
8
tensimeter dan stetoskop. Diperoleh hasil sistol pada posisi berbaring 110/80
mmHg, posisi duduk 100/70 mmHg dan posisi berdiri diperoleh hasil 100/70
Percobaan tekanan darah arteria brakhialis metode palpasi diperoleh sistol
pada posisi berbaring yaitu rata-rata 100 mmHg , duduk 100 mmHg dan berdiri
100 mmHg. Dalam hal ini, perubahan posisi tubuh (berbaring, duduk, berdiri)
dapat secara mempengaruhi hasil tekanan darah.
Pada percobaan tekanan darah arteria brakhialis sebelum dan sesudah
kerja otot diperoleh hasil sebelum kerja otot 120/80 mmHg, sedangkan
pemulihan tekanan darah sesudah kerja otot selama 2 menit, diperoleh hasil
OP memerlukan waktu 2 menit untuk kembali ke tekanan darah normal.
Tekanan darah yang meningkat ini dipengaruhi oleh tingkatan aktivitas.
Tekanan darah setelah beraktivitas lebih besar dibandingkan dengan tekanan
darah pada saat istirahat. Hal tersebut diakibatkan karena pada saat
beraktivitas sel tubuh memerlukan pasokan O2 yang banyak akibat dari
metabolisme sel yang bekerja semakin cepat pula dalam menghasilkan energi.
Sehingga peredaran darah di dalam pembuluh darah akan semakin cepat dan
curah darah yang dibutuhkan akan semakin besar. Akibat adanya vasodilatasi
pada otot jantung dan otot rangka serta vasokontriksi arteriol yang
menyebabkan arteriol menyempit dan kerja jantung tiap satuan waktu pun
bertambah sehingga volume darah pada arteriol akan meningkat dan
tekanannya pun akan meningkat.

G. Kesimpulan
1. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan pada lengan atas.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah yaitu, aktivitas fisik,


jeniskelamin, usia, kesehatan, dll

3. Pengukuran tekanan darah dapat menggunakan metode tidak langsung


dengan auskultasi dan palpasi yang bisa menggunakan
spigmomanometer (manual atau digital) dan stetoskop.

9
4. Semakin berat aktivitas tubuh , semakin cepat curah jantung karena
adanya vasodilatasi di otot rangka dan jantung serta vasokontriksi di
arteriol pada organ-organ tersebut dan menyebabkan aliran darah ke
saluran pencernaan.

10
Daftar pustaka

Anggita. 2012. Faktor-faktor tekanan darah.


http://www.scribd.com/doc/56191664/Faktor-Jenis-Kelamin-Dan-Gravitas

Anonim.2008.Harvard Steps test http://www.fitnessvenues.com/uk/fitness- testing-


harvard-step-test, diakses tanggal 30 Oktober 2018.
Dwi artya. 2011, Pengertian dari ”Kebugaran Kardiovaskuler”,
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-
health/2239768- pengertian-dari-kebugaran-kardiovaskuler/#ixzz2DVzbyl8l,
diakses tanggal 30 Oktober 2018

Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku


Kedokteran EGC.

Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Guyton,Arthur C dan Hall, John E. 2007. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta

11
12

Anda mungkin juga menyukai