B. Dasar teori
1. Tekanan arteri pada manusia
a. Pengertian
Tekanan darah arteri seperti yang kita ketahui tekanan dalam tubuh
manusia terbagi menjadi tekanan darah vena dan tekanan darah arteri.
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang terjadi pada pembuluh darah
arteri dan merupakan proses utama dalam mengedarkan darah ke seluruh
jaringan tubuh. Tekanan darah dalam tubuh manusia biasanya diukur
berdasarkan dua ukuran. Itulah kenapa ketika mengukur tekanan darah kita
akan mendapati dua angka seperti 90/80. Angka tersebut sebenarnya
menunjukan 2 tekanan darah yang terjadi dalam pembuluh darah manusia.
Angaka pertama dalm ukuran tekanan darah merupakan tekanan darah
atas atau tekanan sistolik.
2. Faktor Gravitasi
2
Tekanan darah akan meningkat dengan 10 mmHg setiap 12 cm di bawah
jantung karena pengaruh gravitasi. Di atas jantung, tekanan darah akan
menurun dengan jumlah yang sama. Jadi dalam keadaan berdiri, maka
tekanan darah sistole adalah 210 mmHg di kaki tetapi hanya 90 mmHg di
otak. Dalam keadaan berbaring kedua tekanan ini akan sama (Anggita,
2012).
Tekanan darah dalam arteri pada orang dewasa dalam keadaan duduk
atau posisi berbaring pada saat istirahat kira-kira 120/70 mmHg. Karena
tekanan darah adalah akibat dari curah jantung dan resistensi perifer, maka
tekanan darah dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang mempengaruhi
setiap atau dan isi sekuncup. Besarnya isi sekuncup ditentukan oleh
kontraksi miokard dan volume darah yang kembali ke jantung (Anggita,
2012).
a. Berbaring
Ketika seseorang berbaring, maka jantung akan berdetak lebih sedikit
dibandingkan saat ia sedang duduk atau berdiri. Hal ini disebabkan saat
orang berbaring, maka efek gravitasi pada tubuh akan berkurang yang
membuat lebih banyak darah mengalir kembali ke jantung melalui
pembuluh darah. Jika darah yang kembali ke jantung lebih banyak, maka
tubuh mampu memompa lebih banyak darah setiap denyutnya. Hal ini
berarti denyut jantung yang diperlukan per menitnya untuk memenuhi
kebutuhkan darah, oksigen dan nutrisi akan menjadi lebih sedikit
(Anggita, 2012).
3
sedikit peningkatan. Nilai pada posisi berbaring dalam keadaan istirahat
hampir sama dengan nilai maksimal yang diperoleh pada waktu kerja
dengan posisi berdiri. Jumlah isi sekuncup pada orang dewasa laki-laki
mempunyai variasi antara 70 -- 100 ml. Makin besar intensitas kerja
(melebihi batas 85% dari kapasitas kerja) makin sedikit isi sekuncup; hal
ini disebabkan memendeknya waktu pengisian diatole akibat frekuensi
denyut jantung yang meningkat (bila mencapai 180/menit maka 1 siklus
jantung hanya berlangsung selama 0,3 detik dan pengisian diastole
merupakan bagian dari 0,3 detik tersebut) (Ganong, 2002).
b. Berdiri
Detak jantung akan meningkat saat seseorang berdiri, karena darah
yang kembali ke jantung akan lebih sedikit. Kondisi ini yang mungkin
menyebabkan adanya peningkatan detak jantung mendadak ketika
seseorang bergerak dari posisi duduk atau berbaring ke posisi berdiri
(Ganong, 2002).
4
harus ada tekanan yang mengalirkannya. Untuk itu perlu adanya kontraksi
otot guna mengalirkan darah ke atas. Pada vena ke bawah dari kepala ke
jantung tidak ada katup, pada vena ke atas dari kaki ke jantung ada katup.
Dengan adanya katup, maka darah dapat mengalir kembali ke jantung. Jika
pompa vena tidak bekerja atau bekerja kurang kuat, maka darah yang
kembali ke jantung berkurang, memompanya berkurang, sehingga
pembagian darah ke sel tubuh pun ikut berkurang. Banyaknya darah yang
di keluarkan jantung itu menimbulkan tekanan, bila berkurang maka
tekanannya menurun. Tekanan darah berkurang akan menentukan
kecepatan darah sampai ke bagian tubuh yang dituju. Ketika berdiri darah
yang kembali ke jantung sedikit. Volume jantung berkurang maka darah
yang ke luar dan tekanan menjadi berkurang (Guyton dan Hall, 2002).
c. Duduk
Sikap atau posisi duduk membuat tekanan darah cenderung stabil. Hal
ini dikarenakan pada saat duduk sistem vasokonstraktor simpatis
terangsang dan sinyal-sinyal saraf pun dijalarkan secara serentak melalui
saraf rangka menuju ke otot-otot rangka tubuh, terutama otot-otot
abdomen. Keadaan ini akan meningkatkan tonus dasar otot-otot
tersebut yang menekan seluruh vena cadangan abdomen, membantu
mengeluarkan darah dari cadangan vaskuler abdomen ke jantung. Hal
ini membuat jumlah darah yang tersedia bagi jantung untuk dipompa
menjadi meningkat. Keseluruhan respon ini disebut refleks kompresi
abdomen (Guyton dan Hall, 2002).
Pada beberapa individu terutama orang tua, perubahan posisi yang
cepat misalnya dari berbaring ke berdiri bisa menyebabkan tubuh menjadi
pusing atau bahkan pingsan. Karena gerakan cepat ini membuat
jantung tidak dapat memompa darah yang cukup ke otak (Guyton dan
Hall, 1997).
5
(Guyton dan Hall, 1997).
1. Stetoskop
2. Sphygmomanometer
D. Cara kerja
Pengukuran tekanan darah arteria brachialis pada sikap berbaring, duduk dan
berdiri.
1. Berbaring
6
a) orang percobaan berbaring terlentang dengan tenang selama 10 menit.
b) Selama menunggu dipasang manset sphygmomanometer pada lengan atas
kanan OP.
c) Dicari dengan palpasi denyut nadi arteria brachialis pada fosa cubiti dan
denyut arteria radialis pada pergelangan tangan OP.
d) Setelah OP berbaring 10 menit dipompakan udara kedalam manset hingga
kira-kira 20-40 mmHg diatas nilai normal, kemudian secara perlahan-lahan
udara dikeluarkan hingga terdengar fase-fase korotkoff (LUB-DUB).
Ditetapkan nilai-nilai tekanan sistole (cara auskultasi maupun palpasi) dan
tekanan diastolnya. Diulangi pengukuran ini sebanyak 3 kali untuk
mendapat nilai rata-rata dan catat hasilnya.
2. Duduk
e) Tanpa melepaskan manset OP disuruh duduk. Setelah ditunggu 3 menit
diukur lagi tekanan darah arteria brachialisnya dengan cara yang sama.
Diulangi pengukuran sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata
dan catat hasilnya.
3. Berdiri
f) Tanpa melepaskan manset, OP disuruh berdiri. Setalah ditunggu 3 menit
diukur lagi tekanan darah arteria brachialisnya dengan cara yang sama.
Diulangipengukuran sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata
dan dicatat hasilnya.
E. Hasil
7
1. Tekanan darah arteria brachialis pada berbagai sikap
Nama OP : Sara eka wati
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 30 tahun
Berat badan : 68 kg
Tinggi badan : 167 cm
Sikap duduk
Secara Auskultasi rata-rata : 100/70 mmHg
Secara palpasi : 100 mmHg
Sikap berdiri
Secara Auskultasi rata-rata : 100/70 mmHg
Secara palpasi : 100 mmHg
F. Pembahasan
Percobaan pertama adalah menggunakan spygmomanometer atau
8
tensimeter dan stetoskop. Diperoleh hasil sistol pada posisi berbaring 110/80
mmHg, posisi duduk 100/70 mmHg dan posisi berdiri diperoleh hasil 100/70
Percobaan tekanan darah arteria brakhialis metode palpasi diperoleh sistol
pada posisi berbaring yaitu rata-rata 100 mmHg , duduk 100 mmHg dan berdiri
100 mmHg. Dalam hal ini, perubahan posisi tubuh (berbaring, duduk, berdiri)
dapat secara mempengaruhi hasil tekanan darah.
Pada percobaan tekanan darah arteria brakhialis sebelum dan sesudah
kerja otot diperoleh hasil sebelum kerja otot 120/80 mmHg, sedangkan
pemulihan tekanan darah sesudah kerja otot selama 2 menit, diperoleh hasil
OP memerlukan waktu 2 menit untuk kembali ke tekanan darah normal.
Tekanan darah yang meningkat ini dipengaruhi oleh tingkatan aktivitas.
Tekanan darah setelah beraktivitas lebih besar dibandingkan dengan tekanan
darah pada saat istirahat. Hal tersebut diakibatkan karena pada saat
beraktivitas sel tubuh memerlukan pasokan O2 yang banyak akibat dari
metabolisme sel yang bekerja semakin cepat pula dalam menghasilkan energi.
Sehingga peredaran darah di dalam pembuluh darah akan semakin cepat dan
curah darah yang dibutuhkan akan semakin besar. Akibat adanya vasodilatasi
pada otot jantung dan otot rangka serta vasokontriksi arteriol yang
menyebabkan arteriol menyempit dan kerja jantung tiap satuan waktu pun
bertambah sehingga volume darah pada arteriol akan meningkat dan
tekanannya pun akan meningkat.
G. Kesimpulan
1. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan pada lengan atas.
9
4. Semakin berat aktivitas tubuh , semakin cepat curah jantung karena
adanya vasodilatasi di otot rangka dan jantung serta vasokontriksi di
arteriol pada organ-organ tersebut dan menyebabkan aliran darah ke
saluran pencernaan.
10
Daftar pustaka
Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Guyton,Arthur C dan Hall, John E. 2007. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta
11
12