Anda di halaman 1dari 39

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kanker Paru

Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru,

mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari

luar paru (metastasis tumor di paru). Namun dalam penelitian ini, yang

dimaksud dengan kanker paru adalah kanker paru primer, yaitu tumor ganas

yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus (bronchogenic

carcinoma).18

2.2. Epidemiologi Kanker Paru

Kanker paru masih menjadi salah satu keganasan yang paling sering,

berkisar 20% dari seluruh kasus kanker pada laki-laki dengan risiko terkena 1

dari 13 orang dan 12% dari semua kasus kanker pada perempuan dengan

risiko terkena 1 dari 23 orang. Di Inggris rata-rata 40.000 kasus baru

dilaporkan setiap tahun. Perkiraan insidensi kanker paru pada laki-laki tahun

2005 di Amerika Serikat adalah 92.305 dengan rata-rata 91.537 orang

meninggal karena kanker.19 American Cancer Society mengestimasikan

kanker paru di Amerika Serikat pada tahun 2010 sebagai berikut :20

- Sekitar 222.520 kasus baru kanker paru akan terdiagnosa (116.750 orang

laki-laki dan 105.770 orang perempuan).

Universitas Sumatera Utara


- Estimasi kematian karena kanker paru sekitar 157.300 kasus (86.220 pada

laki-laki dan 71.080 pada perempuan), berkisar 28% dari semua kasus

kematian karena kanker.

Risiko terjadinya kanker paru sekitar 4 kali lebih besar pada laki-laki

dibandingkan perempuan dan risiko meningkat sesuai dengan usia: di Eropa

insidensi kanker paru 7 dari 100.000 laki-laki dan 3 dari 100.000 perempuan

pada usia 35 tahun, tetapi pada pasien >75 tahun, insidensi 440 pada laki-laki

dan 72 pada perempuan. Variasi insidensi kanker paru secara geografik yang

luas juga dilaporkan dan hal ini terutama berhubungan dengan kebiasaan

merokok yang bervariasi di seluruh dunia.19

Di Indonesia data epidemiologi belum ada. Di Rumah Sakit

Persahabatan jumlah kasus tumor ganas intratoraks cukup sering ditemukan.

Kekerapan kanker paru di rumah sakit itu merupakan 0.06% dari jumlah

seluruh penderita rawat jalan dan 1.6% dari seluruh penderita rawat inap.18

2.3. Faktor Risiko dan Etiologi Kanker Paru

Banyak penelitian menyatakan bahwa merokok merupakan penyebab

utama kanker paru, dengan periode laten antara dimulainya merokok dengan

terjadinya kanker paru adalah 15-50 tahun. Selain itu, jumlah pack rokok

dalam 1 tahun yang dihabiskan dan usia dimulainya merokok, sangat erat

dihubungkan dengan risiko terjadinya kanker paru. Variasi geografik dan pola

dari insidensi kanker paru baik pada laki-laki maupun perempuan

Universitas Sumatera Utara


berhubungan dengan kebiasaan merokok. Di Asia kebiasaan merokok masih

tinggi, tetapi angka kebiasaan merokok pada laki-laki berkurang. Angka

kebiasaan merokok pada perempuan Asia masih rendah, tetapi sekarang

semakin meningkat pada perempuan-perempuan usia muda.21

Penyebab lain dari kanker paru adalah polusi udara, paparan terhadap

arsen, asbestos, radon, chloromethyl ethers, chromium, mustard gas,

penghalusan nikel, hidrokarbon polisiklik, beryllium, cadmium, dan vinyl

chloride. Insidensi kanker paru yang lebih tinggi juga ditemukan pada

industri-industri gas-batu bara, proses penghalusan logam. Predisposisi

genetik juga memegang peranan dalam etiologi kanker paru.19

2.4. Diagnosis Kanker Paru

2.4.1. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis baik tanda maupun gejala kanker paru sangat

bervariasi. Faktor-faktor seperti lokasi tumor, keterlibatan kelenjar getah

bening di berbagai lokasi, dan keterlibatan berbagai organ jauh dapat

mempengaruhi manifestasi klinis kanker paru.22

Manifestasi klinis kanker paru dapat dikategorikan menjadi :19,22

2.4.1.1. Manifestasi Lokal Kanker Paru (Intrapulmonal Intratorakal)

Gejala yang paling sering adalah batuk kronis dengan/tanpa produksi

sputum. Produksi sputum yang berlebih merupakan suatu gejala karsinoma sel

Universitas Sumatera Utara


bronkoalveolar (bronchoalveolar cell carcinoma). Hemoptisis (batuk darah)

merupakan gejala pada hampir 50% kasus. Nyeri dada juga umum terjadi dan

bervariasi mulai dari nyeri pada lokasi tumor atau nyeri yang lebih berat oleh

karena adanya invasi ke dinding dada atau mediastinum. Susah bernafas

(dyspnea) dan penurunan berat badan juga sering dikeluhkan oleh pasien

kanker paru. Pneumonia fokal rekuren dan pneumonia segmental mungkin

terjadi karena lesi obstruktif dalam saluran nafas. Mengi unilateral dan

monofonik jarang terjadi karena adanya tumor bronkial obstruksi. Stridor

dapat ditemukan bila trakea sudah terlibat.

2.4.1.2. Manifestasi Ekstrapulmonal Intratorakal

Manifestasi ini disebabkan oleh adanya invasi/ekstensi kanker paru ke

struktur/organ sekitarnya. Sesak nafas dan nyeri dada bisa disebabkan oleh

keterlibatan pleura atau perikardial. Efusi pleura dapat menyebabkan sesak

nafas, dan efusi perikardial dapat menimbulkan gangguan kardiovaskuler.

Tumor lobus atas kanan atau kelenjar mediastinum dapat menginvasi atau

menyebabkan kompresi vena kava superior dari eksternal. Dengan demikian

pasien tersebut akan menunjukkan suatu sindroma vena kava superior, yaitu

nyeri kepala, wajah sembab/plethora, lehar edema dan kongesti, pelebaran

vena-vena dada. Tumor apeks dapat meluas dan melibatkan cabang simpatis

superior dan menyebabkan sindroma Horner, melibatkan pleksus brakialis dan

menyebabkan nyeri pada leher dan bahu dengan atrofi dari otot-otot kecil

tangan. Tumor di sebelah kiri dapat mengkompresi nervus laringeus rekurens

Universitas Sumatera Utara


yang berjalan di atas arcus aorta dan menyebabkan suara serak dan paralisis

pita suara kiri. Invasi tumor langsung atau kelenjar mediastinum yang

membesar dapat menyebabkan kompresi esophagus dan akhirnya disfagia.

2.4.1.3. Manifestasi Ekstratorakal Non Metastasis

Kira-kira 10-20% pasien kanker paru mengalami sindroma

paraneoplastik. Biasanya hal ini terjadi bukan disebabkan oleh tumor,

melainkan karena zat hormon/peptida yang dihasilkan oleh tumor itu sendiri.

Pasien dapat menunjukkan gejala-gejala seperti mudah lelah, mual, nyeri

abdomen, confusion, atau gejala yang lebih spesifik seperti galaktorea

(galactorrhea). Produksi hormon lebih sering terjadi pada karsinoma sel kecil

dan beberapa sel menunjukkan karakteristik neuro-endokrin. Peptida yang

disekresi berupa adrenocorticotrophic hormone (ACTH), antidiuretic

hormone (ADH), kalsitonin, oksitosin dan hormon paratiroid. Walaupun kadar

peptide-peptida ini tinggi pada pasien-pasien kanker paru, namun hanya

sekitar 5% pasien yang menunjukkan sindroma klinisnya. Jari tabuh (clubbing

finger) dan hypertrophic pulmonary osteo-arthropathy (HPOA) juga termasuk

manifestasi non metastasis dari kanker paru. Neuropati perifer dan sindroma

neurologi seperti sindroma miastenia Lambert-Eaton juga dihubungkan

dengan kanker paru.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 1. Sindroma Paraneoplastik19

Sering terjadi Jarang terjadi

Secara umum Jaringan ikat/vaskulitis Hiperkalsitonemia

Anoreksia Dermatomiositis/polimiositis Hipoglikemia

Kaheksia Systemic Lupus Erythematosus Hipofosfatemia

Penurunan berat badan Kulit Asidosis laktat

Jari tabuh Acanthosis nigricans

HPOA Iktiosis didapat Hematologi

Demam Keratoderma palmoplantar Amiloidosis

Endokarditis marantik didapat Eosinofilia

Dermatomiositis Lekositosis

Endokrin Eritema annulare Reaksi lekoeritroblastik

Hiperkalsemia Dermatitis eksfoliatif Polisitemia

SIADH Pemfigus Trombositopenia

Hematologi Pruritis

Anemia

Polisitemia

Universitas Sumatera Utara


Neurologi Endokrin Neurologi

Sindroma miastenia Lam Akromegali Neuropati otonomik

bert-Eaton Sindroma karsinoid Degenerasi serebelar

Neuropati perifer Sindroma Cushing Ensefalitis limbic

Ginekomastia Mielinosis pontin

Retinopati

Ginjal

Glomerulonefritis

Tubulointerstitial

2.4.1.4. Manifestasi Ekstratorakal Metastasis

Penurunan berat badan >20% dari berat badan sebelumnya (bulan

sebelumnya) sering mengindikasikan adanya metastasis. Pasien dengan

metastasis ke hepar sering mengeluhkan penurunan berat badan. Kanker paru

umumnya juga bermetastasis ke kelenjar adrenal, tulang, otak, dan kulit.

Keterlibatan organ-organ ini dapat menyebabkan nyeri local. Metastasis ke

tulang dapat terjadi ke tulang mana saja namun cenderung melibatkan tulang

iga, vertebra, humerus, dan tulang femur. Bila terjadi metastasis ke otak, maka

akan terdapat gejala-gejala neurologi, seperti confusion, perubahan

kepribadian, dan kejang. Kelenjar getah bening supraklavikular dan servikal

Universitas Sumatera Utara


anterior dapat terlibat pada 25% pasien dan sebaiknya dinilai secara rutin

dalam mengevaluasi pasien kanker paru.

2.4.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik sangat penting dalam mendiagnosis suatu penyakit.

Tumor paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan gambaran

normal pada pemeriksaan fisik. Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila

disertai atelektasis sebagai akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau

penekanan vena kava akan memberikan hasil yang informatif. Pada pasien

kanker paru dapat ditemukan demam, kelainan suara pernafasan pada paru,

pembesaran pada kelenjar getah bening, pembesaran hepar, pembengkakan

pada wajah, tangan, kaki, atau pergelangan kaki, nyeri pada tulang, kelemahan

otot regional atau umum, perubahan kulit seperti rash, daerah kulit

menghitam, atau bibir dan kuku membiru, pemeriksaan fisik lainnya yang

mengindikasikan tumor primer ke organ lain.22

2.4.3. Pemeriksaan Radiologi

2.4.3.1. Foto toraks

Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral, kelainan dapat dilihat bila

massa tumor berukuran >1 cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi

yang ireguler, disertai indentasi pleura, tumor satelit, dan lain-lain. Pada foto

toraks juga dapat ditemukan invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi

perikard dan metastasis intrapulmoner.22

Universitas Sumatera Utara


Pemberian OAT pada penderita golongan risiko tinggi yang tidak

menunjukkan perbaikan atau bahkan memburuk setelah 1 bulan harus

menimbulkan pemikiran kemungkinan kanker paru dan melakukan

pemeriksaan penunjang lain sehingga kanker paru dapat disingkirkan.

Pengobatan pneumonia yang tidak berhasil setelah pemberian antibiotik

selama 1 minggu juga harus menimbulkan dugaan kemungkinan tumor di

balik pneumonia tersebut.18

Tabel 2. Gambaran foto toraks berdasarkan tipe histologi kanker paru.2

Karsinoma
Gambaran Adenokar Karsinoma Karsinoma
sel
radiologi sinoma sel kecil sel besar
skuamosa
Nodul ≤4 cm 14% 46% 21% 18%
Lokasi perifer 29% 65% 26% 61%
Lokasi sentral 64% 5% 74% 42%
Massa
40% 17% 78% 32%
hilar/perihilar
Kavitas 5% 3% 0% 4%
Keterlibatan
pleura/dinding 3% 14% 5% 2%
dada
Adenopati hilar 38% 19% 61% 32%
Adenopati
5% 9% 14% 10%
mediastinum

Universitas Sumatera Utara


2.4.3.2. CT scan toraks

CT scan toraks (Computerized Tomographic Scans) dapat mendeteksi

tumor yang berukuran lebih kecil yang belum dapat dilihat dengan foto toraks,

dapat menentukan ukuran, bentuk, dan lokasi yang tepat dari tumor oleh

karena 3 dimensi. CT scan toraks juga dapat mendeteksi pembesaran kelenjar

getah bening regional.22 Tanda-tanda proses keganasan tergambar dengan

baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intrabronkial,

atelektasis, efusi pleura yang tidak massif dan telah terjadi invasi ke

mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala. Demikian juga

ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner. Pemeriksaan

CT scan toraks sebaiknya diminta hingga suprarenal untuk dapat mendeteksi

ada/tidak adanya pembesaran KGB adrenal.18

2.4.3.3. MRI (Magnetic Resonance Imaging Scans)

MRI tidak rutin digunakan untuk penjajakan pasien kanker paru. Pada

keadaan khusus, MRI dapat digunakan untuk mendeteksi area yang sulit

diinterpretasikan pada CT scan toraks seperti diafragma atau bagian apeks

paru (untuk mengevaluasi keterlibatan pleksus brakial atau invasi ke

vertebra).22

2.4.3.4. PET scan (Positron Emission Tomography)

PET scan merupakan teknologi yang relatif baru. Molekul glukosa

yang memiliki komponen radioaktif diinjeksikan ke dalam tubuh kemudian

Universitas Sumatera Utara


scan diambil. Banyaknya radiasi yang digunakan sangat kecil. Sel-sel kanker

mengambil lebih banyak glukosa daripada sel yang normal karena sel-sel

kanker bertumbuh dan bermultiplikasi dengan cepat. Oleh karena itu, jaringan

dengan sel kanker tampak lebih terang daripada jaringan yang normal. Tumor

primer, kelenjar getah bening dengan sel-sel keganasan, dan tumor metastasis

tampak sebagai spot yang terang pada PET scan.22

PET scan tidak rutin digunakan sebagai tes diagnostik lini pertama

untuk kanker paru, kadang digunakan setelah foto toraks atau CT scan toraks

untuk membedakan antara tumor jinak dan ganas. PET scan khusus digunakan

untuk mendeteksi penyebaran tumor ke kelenjar getah bening regional dan

metastasis jauh. Bagaimanapun, terdapat beberapa kondisi yang lain dari

kanker yang juga dapat menyebabkan gambaran positif PET scan. Gambaran

PET scan sebaiknya diinterpretasikan dengan hati-hati dan dikorelasikan

dengan hasil pemeriksaan penunjang lainnya.22

2.4.4. Sitologi Sputum

Sputum adalah sekret abnormal yang berasal/diekspektorasikan dari

sistem bronkopulmoner. Sputum bukanlah air liur (saliva) dan bukan pula

berasal dari nasofaring. Sputum yang dibatukkan oleh seorang pasien

mengindikasikan adanya suatu proses patologis pada sistem bronkopulmoner

yang sedang berlangsung. Sputum terdiri dari material seluler, non seluler,

dan non pulmoner tergantung dari proses patologis yang mendasarinya.

Komponen seluler terdiri dari sel-sel inflamasi atau sel darah merah dari

Universitas Sumatera Utara


saluran nafas, sel-sel bronkial dan alveolar yang dieksfoliasikan, atau sel-sel

keganasan dari tumor paru. Sel-sel non pulmoner seperti sel-sel skuamosa

orofaring atau sisa-sisa makanan yang dapat menjadi bagian dari sputum

apabila mengalami aspirasi ke paru dan kemudian dibatukkan. Air merupakan

komponen utama dari sputum (90%), selebihnya terdiri dari protein, enzim,

karbohidrat, lemak, dan glikoprotein. Yang dapat dievaluasi dari sputum

adalah karakteristik fisiknya, mikroorganismenya, adanya sel-sel keganasan,

proses inflamasi, dan perubahan patologis dari mukosa bronkus.23

Analisa sputum dapat melengkapi pemeriksaan CT scan toraks, oleh

karena sel-sel tumor yang terletak di saluran nafas sentral akan ber-eksfoliatif

ke dalam sputum lebih banyak dibandingkan sel-sel tumor yang berada di

perifer.24 Dasar dari gambaran sitologi sel-sel epitel bronkus mengalami

eksfoliatif ke dalam sputum dapat memprediksikan risiko terjadinya kanker

paru yaitu dari pemikiran bahwa perubahan sitologi sel epitel bronkus karena

sel-sel mengalami progresi melalui tahapan-tahapan dari inflamasi menjadi

kanker paru. Dasar ini dibuktikan dengan sering ditemukannya gambaran

metaplasia skuamosa bronkus dan sel-sel atipik pada kanker paru yang invasif,

dan penemuan dari beberapa kasus bahwa pasien-pasien dengan sitologi

sputum yang jelek atau atipik sedang memiliki risiko yang tinggi untuk

menderita kanker paru.25

Pemeriksaan sitologi sputum saat ini menjadi satu-satunya metode non

invasif yang dapat mendeteksi kanker paru dan lesi-lesi pre-keganasan secara

Universitas Sumatera Utara


dini. Walaupun spesifitas sitologi sputum konvensional sangat tinggi (98%),

namun sensitivitasnya sangat rendah.24 Sitologi sputum memiliki spesifitas

99% dan sensitivitas 66%, tetapi sensitivitas lebih tinggi pada lesi-lesi sentral

(71%) dibandingkan dengan lesi perifer (49%).6,14 Jenis sel tumor, lokasi, dan

ukuran tumor mempengaruhi sensitivitas sitologi sputum. Cakupan diagnostik

paling tinggi pada karsinoma skuamosa dan karsinoma sel kecil, tetapi paling

rendah pada adenokarsinoma. Tumor yang lokasinya di sentral atau berada di

lobus bawah dan berdiameter >2 cm memiliki cakupan yang lebih tinggi.

Sitologi sputum memiliki akurasi 50-80% tergantung dari derajat diferensiasi

sel-sel tumor. Tumor berdiferensiasi buruk akan lebih sulit untuk menentukan

subtipe-nya. Pada pasien-pasien dengan tumor perifer yang berukuran kecil

yang dapat dideteksi dengan CT scan toraks, hanya sekitar 4-11% kasus yang

dapat dideteksi dengan sitologi sputum saja, dan 7-15% kasus dapat terdeteksi

dengan kedua modalitas tersebut.24,26 Pemeriksaan sitologi sputum sangat

bergantung pada kemampuan untuk mengumpulkan sampel sputum yang

adekuat, yang mencakup elemen-elemen seluler saluran nafas bawah. Akurasi

diagnostik dari sitologi sputum, bagaimanapun, tergantung dari pengambilan

sampel (minimal 3 sampel) dan teknik pengumpulan sputum, serta lokasi

(sentral atau perifer) dan ukuran tumor. Blocking dkk. telah menunjukkan

bahwa sensitivitas sitologi sputum dari 1 sampel berkisar 68%, dari 2 sampel

berkisar 78%, dan dari ≥3 sampel berkisar 85-86%.14 Cara yang paling mudah

adalah dengan cara batuk spontan di pagi hari, dengan mengumpulkan tiga

buah sampel sputum sekuensial I selama 3 hari dan 3 buah sampel sputum

Universitas Sumatera Utara


sekuensial II selama 3 hari, untuk mendapatkan sputum yang sama adekuat

dengan sputum induksi NaCl 3%. Sampel sputum sekuensial II dapat

mencakup lebih banyak kelainan dibandingkan dengan sekuensial I, oleh

karena pasien sudah belajar membatukkan. Pada pasien-pasien yang tidak

dapat mengeluarkan sputum secara spontan, induksi dengan NaCl 3% dapat

lebih efektif. Perkusi dan vibrasi dada juga dapat meningkatkan cakupan

diagnostik sputum.25,27 Sputum pertama di pagi hari atau sputum setelah/post

bronkoskopi cenderung memiliki cakupan diagnostik yang lebih tinggi.

Cakupan diagnostik dari hanya satu sampel sputum berkisar 40%, namun

dengan pengumpulan yang berulang dapat mencapai >80% dari 4 sampel

sputum. Bila ditangani oleh tenaga yang terampil, maka kekerapan terjadinya

“false-postive” tidak melebihi dari 1%.26

Terdapat dua metode untuk mengumpulkan/fiksasi sputum untuk

pemeriksaan sitologi sputum, yaitu teknik pick-and-smear (sputum

langsung/segar) dan teknik Saccomanno (blended). Teknik pick-and-smear

merupakan metode yang cepat, sederhana, dan murah untuk mengumpulkan

sputum, dimana sputum yang segar diperiksakan fragmen-fragmen

jaringannya, darah, atau keduanya. Apusan dibuat dengan segera dan difiksasi

dalam etanol 95%. Modifikasi dari metode ini adalah teknik fiksasi

Saccomanno, dimana sputum dikumpulkan dalam larutan etanol 50% dan

polietilen glikol (carbowax) 2%. Sputum yang terkumpul kemudian

dihomogenisasi dalam blender dan dikonsentrasikan dengan menggunakan

sentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 15 menit. Supernatan dibuang.

Universitas Sumatera Utara


Beberapa sediaan apus (smears) dapat dibuat dari material seluler yang telah

dikonsentrasikan (sedimen), dengan menggunakan dua buah kaca objek,

dikeringkan di udara ruangan selama minimal 1 jam, kemudian diwarnai

dengan teknik Papanicolaou. Larutan fiksasi Saccomanno yang mengandung

carbowax lebih efektif/superior dibandingkan dengan hanya menggunakan

etanol saja. Keuntungan dari teknik fiksasi Saccomanno ini adalah

pengumpulan sampel sputum yang homogen, pengawetan sel-sel yang lama,

dan preparasi sel yang tipis (thin-layer cell preparation). Sedangkan

kekurangannya adalah pemecahan agregat-agregat sel dan fragmen-fragmen

jaringan sewaktu homogenisasi, serta membutuhkan tenaga laboran yang

terampil.25,27,28

Pada penelitian Rizzo dkk., lebih banyak sel yang dapat didiagnosis

dan ditemukan pada sputum yang dikumpulkan dengan teknik fiksasi

Saccomanno daripada teknik pick-and-smear. Lebih banyak informasi

diagnostik dan lebih sedikit terjadinya negatif palsu bila menggunakan teknik

Saccomanno.11

Kategori diagnostik untuk pemeriksaan sitologi meliputi :28

a. Tidak dapat didiagnosis (non-diagnostic specimens)

Bila pada spesimen tidak terdapat materi seluler, hanya ditemukan adanya

sel-sel darah atau artefak-artefak sewaktu preservasi. Termasuk dalam

kategori ini adalah specimen yang terdiri dari elemen-elemen seluler jinak

Universitas Sumatera Utara


(epitel, makrofag, sel-sel inflamasi). Dalam hal ini harus dikemukakan

alasan kenapa dimasukkan ke dalam kategori ini.

b. Lesi jinak spesifik (specific benign lesions)

Kategori ini meliputi semua neoplasma jinak, proses inflamasi, dan apusan

pada proses infeksi (jamur, mycobacterium, dan bakteri), serta harus

dideskripsikan secara spesifik, seperti jinak-hamartoma, jinak-inflamasi

granuloma yang sesuai dengan tuberculosis, dan lain sebagainya.

c. Atipikal, kemungkinan jinak (atypical cells present, probably benign)

Kategori ini digunakan bila ditemukan komponen epitel atau mesenkim

dengan inti atipik (nuclear atypia) sebagai perubahan yang reaktif atau

reparatif (reparative). Diagnosis ini tidak berdiri sendiri tetapi

membutuhkan korelasi patologi klinik dan pemeriksaan tambahan bila ada

indikasi secara klinis.

d. Atipikal, curiga keganasan (atypical, suspicious malignancy)

Kategori ini meliputi specimen yang menunjukkan gambaran atipik yang

diyakini berisiko tinggi terjadinya keganasan (sel-sel sangat abnormal).

e. Keganasan (malignancy)

Kategori ini dibuat bila ditemukan adanya diagnosis definitif keganasan,

disertai dengan jenis histologi karsinoma. Harus dideskripsikan apakah

Universitas Sumatera Utara


keganasan berasal dari epital atau non-epitel, dan bila berasal dari epitel,

harus dijabarkan lebih lanjut apakah sel kecil (small cell) atau bukan sel

kecil (non small cell) ataukah metastasis. Oleh karena itu sangat

dibutuhkan korelasi dengan klinis.

Sitologi sputum telah dipublikasikan sebagai metode untuk mengetahui

risiko terjadinya kanker paru. Saccomanno dkk. melaporkan progresi dari

perubahan sitologi sampai menjadi karsinoma pada populasi risiko tinggi di

Colorado Barat. Perubahan morfologi sitologi ini dapat mendeteksi dini

kanker paru dan perubahan lesi-lesi pre-keganasan dapat terdeteksi beberapa

tahun sebelum diagnosis kanker paru ditegakkan secara klinis.6,18 Telah

dilaporkan dalam beberapa penelitian bahwa atipik berat akan berisiko 45%

berkembang menjadi kanker paru dalam 2 tahun. Pada penelitian Johns

Hopkins dalam National Cancer Institute Cooperative Early Lung Cancer

Detection Project, dinyatakan bahwa atipik sedang juga berisiko berkembang

menjadi kanker paru. Sebanyak 40% pasien dengan atipik sedang berkembang

menjadi kanker paru dalam waktu yang lama, dibandingkan dengan 3% pasien

non atipik.27

Universitas Sumatera Utara


Gambar 1A Gambar 1B

Gambar 1. Sitologi sputum27

Keterangan :

1A. Pewarnaan Papanicolaou dari sel-sel bronkus yang normal pada

sputum, dengan inti yang eksentrik dan sitoplasma apical yang

banyak.

1B. Pewarnaan Papanicolaou dari sel-sel bronkus pada sputum dengan

atipik sedang, sel eosinofilik dengan rasio inti : sitoplasma besar,

membran inti ireguler, dan nukleolus yang berbeda.

Induksi sputum

Sputum yang didapatkan menggambarkan bagian bronkus. Sputum

berisi hasil sekresi dari sel-sel epitel dan submukosa pernafasan. Dengan

induksi didapatkan sputum yang adekuat dari saluran nafas bawah. Induksi

Universitas Sumatera Utara


sputum juga mengandung saliva, transudat, dan larutan sodium klorid. Tujuan

induksi sputum adalah mengumpulkan sampel yang cukup dari saluran nafas

individu yang tidak dapat mengeluarkan sputum secara spontan. Induksi

sputum dapat menstimulasi batuk yang lebih produktif.23 Sputum induksi

mempunyai korelasi dengan BAL dan kumbah bronkus (bronchial washing)

tetapi lebih kecil dibandingkan dengan biopsi bronkus.8

Belum ada metode standar untuk induksi sputum. Prinsip yang ada

pada berbagai metode ialah :8

1. Pengobatan awal dengan bronkodilator (salbutamol) kerja singkat

2. Monitoring faal paru

3. Nebulisasi dengan nebulizer ultrasonik/jet nebulizer

4. Konsentrasi cairan saline umumnya 3%, 4%, atau 5%.

Efek samping dari nebulisasi jarang terjadi, umumnya berupa pusing

(dizziness) karena hiperventilasi atau mual (nausea) karena larutan saline

hipertoniknya.29 Selain itu dapat terjadi juga bronkospasme terutama pada

pasien-pasien dengan riwayat asma, dapat dicegah dengan pemberian

bronkodilator (salbutamol 2.5 mg) sebelum pemberian cairan saline.

Pemberian saline hipertonik lebih efektif dibandingkan saline normal dalam

hal menginduksi pengeluaran sputum. Tidak ada perbedaan hasil komposisi

sel akibat perbedaan konsentrasi saline. Penggunaan nebulizer ultrasonik lebih

berhasil dibandingkan dengan nebulizer jet.8,27 Menurut Marek dkk. induksi

Universitas Sumatera Utara


sputum dapat dilakukan dengan inhalasi NaCl 3% selama 20 menit (disertai

dengan 2.5 mg Salbutamol dalam 20 ml NaCl 3%).30

Pada kondisi normal, sel-sel epitel yang melapisi pohon

trakeobronkial berdampingan (koheren) dengan ketat dan tidak dapat

dieksfoliasikan dengan mudah ke dalam sputum. Oleh karena itu, pertanda

yang paling baik dari batuk yang dalam (sputum adekuat) adalah adanya

fagosit alveolar. Sebaliknya, air liur (saliva) ditandai oleh adanya sel-sel

skuamosa superfisial dari mukosa mulut, sering dengan partikel-partikel

makanan dan debris-debris seluler dan aselular. Kadang air liur pasti

menyertai/bercampur dengan sputum; seorang ahli harus dapat

mengidentifikasi dan memisahkan sputum dari air liur sebelum pemrosesan.29

Sputum Post Bronkoskopi

Ada beberapa teknik diagnostik yang biasanya dilakukan pada

tindakan bronkoskopi, terutama bronkoskopi serat optik lentur/fleksibel, yaitu

washing, sikatan bronkus/brushing, bronchoalveolar lavage/BAL, biopsi

bronkus, dan juga sitologi sputum post bronkoskopi. Penelitian-penelitian

terdahulu menyatakan sputum post bronkoskopi merupakan diagnostik yang

valid.31

Pada penelitian Kvale, Bode, dan Kini (1976), tindakan bronkoskopi

dilakukan pada 228 orang pasien. Penelitian bersifat prospektif untuk

menentukan teknik pengambilan spesimen yang mana yang memberikan

Universitas Sumatera Utara


cakupan diagnostik paling besar dalam mendiagnosis kanker paru, apakah

sputum post bronkoskopi masih menjadi metode yang paling akurat, seperti

waktu hanya bronkoskopi kaku (rigid bronchoscopy) yang tersedia.

Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan sitologi dilakukan dari sikatan

bronkus (brushing), biopsi bronkus, sikatan bronkus dalam larutan saline,

cucian bronkus (washing), dan tiga buah sampel sputum post bronkoskopi

selama 16-20 jam setelah tindakan post bronkoskopi. Sikatan bronkus dan

biopsi bronkus memiliki cakupan diagnostik yang tinggi (65%), sedangkan

sputum post bronkoskopi kurang (40%). Kombinasi sikatan bronkus dan

biopsi bronkus memberikan akurasi yang paling optimal (79%). Sedangkan

kombinasi washing dan sputum post bronkoskopi tidak meningkatkan cakupan

diagnostik yang bermakna. Namun ada peneliti-peneliti lainnya yang

memikirkan bahaya terjadinya hipoksemia oleh karena instilasi larutan saline

ke dalam saluran napas pada saat bronkoskopi. Spesimen sputum post

bronkoskopi dapat menempati peranan tersendiri. Walaupun pasien yang

koperatif dapat melakukannya sendiri di rumah atau rumah sakit, tetapi

tanggung jawab tersebut tetap berada pada tenaga paramedis.17

Penelitian Funahashi dkk. (1979) melakukan tindakan bronkoskopi

pada 273 orang pasien untuk menentukan juga peranan aspirasi bronkus dan

sputum post bronkoskopi (setelah prosedur, dalam 4 jam setelah prosedur,

dan 24 jam setelah prosedur) dalam penegakan diagnosis kanker paru.

Didapatkan hasil sensitivitas kombinasi sitologi aspirasi bronkus dengan

sputum post bronkoskopi meningkat dari 41% (17 orang menunjukkan hasil

Universitas Sumatera Utara


positif dari 41 pasien yang tidak tampak kelainannya secara bronkoskopi)

menjadi 61% (25 orang positif dari 41 pasien yang tidak tampak kelainannya

secara bronkoskopi). Sedangkan kombinasi biopsi forseps dan sikatan

bronkus memiliki cakupan sebesar 97% (61 orang positif dari 63 orang

pasien dengan tumor yang terlihat secara bronkoskopi).16

Larutan Fiksasi Saccomanno

Saccomanno merupakan larutan fiksasi yang terdiri dari etanol 50%

dan polietilen glikol (carbowax) 2%. Etanol dapat diencerkan dari cairan

etanol 96% dengan perbandingan 26 ml etanol 96% ditambah dengan 24 ml

akuades. Polietilen glikol (PEG) atau yang disebut juga dengan

carbowax/carbowax sentry, Lipoxol, Lutrol E, Pluriol E. PEG adalah produk

polimerasi dari etilen oksida atau produk kondensasi dari etilen glikol.

Pemilihan kondisi reaksinya diperoleh produk dengan tingkat polimerasi yang

berbeda, yang dinyatakan dengan berat molekul rata-rata. Dalam penelitian ini

yang dipakai sebagai campuran Saccomanno adalah PEG 400, yang memiliki

rumus kimia :

H-(O-CH 2 -CH 2 ) n OH dengan n = 8.2 dan 9.1

PEG 400 adalah cairan kental jernih, tidak berwarna, praktis tidak berwarna,

bau khas lemah, agak higroskopik, larut dalam air, etanol 95%, aseton, dan

hidrokarbon aromatik. PEG bersifat bakterisida, penyimpanannya selama

Universitas Sumatera Utara


beberapa bulan tidak perlu mengkhawatirkan adanya pencemaran bakteri, oleh

karena itu tidak diperlukan pengawetan sediaan.32

2.4.5. Bronkoskopi

Bronkoskopi adalah tindakan medis yang bertujuan untuk melakukan

visualisasi trakea dan bronkus, melalui bronkoskop, yang berfungsi dalam

prosedur diagnostik dan terapi penyakit paru.33 Bronkoskopi dengan tujuan

diagnostik dapat diandalkan untuk mengambil jaringan atau bahan agar dapat

dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya massa intra

bronkus atau perubahan mukosa saluran nafas, seperti terlihat kelainan

mukosa, misalnya berbenjol-benjol, hiperemis, atau stenosis infiltratif, mudah

berdarah. Prosedur ini juga dapat menilai ada tidaknya pembesaran kelenjar

getah bening, yaitu dengan menilai karina yang terlihat tumpul akibat

pembesaran kelenjar getah bening subkarina atau intra bronkus. Tampakan

yang abnormal sebaiknya diikuti dengan tindakan biopsi tumor/dinding

bronkus, bilasan, sikatan atau kerokan bronkus.18

Jenis Bronkoskopi

Berdasarkan bentuk dan sifat alat bronkoskopi, saat ini dikenal dua

macam bronkoskopi, yaitu Bronkoskopi Kaku (Rigid) dan Bronkoskopi Serat

Optik Lentur (BSOL)/Fleksibel.33

Universitas Sumatera Utara


Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL)/Fleksibel

Bronkoskopi ini mulai diperkenalkan oleh Shigeta Ikedo pada

International Congress on Diseases of The Chest ke-9 di Kopenhagen tahun

1966.33 Bronkoskopi serat optik lentur (BSOL) juga dikenal sebagai Fiber

Optic Bronchoscopy (FOB), atau Flexible Bronchoscopy (FB) umumnya

digunakan untuk diagnostik invasif dan tindakan terapeutik.33,34

Gambar 2. Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL).34

Indikasi BSOL/FB baik untuk diagnostik antara lain adalah

hemoptisis/batuk darah, adanya wheezing/stridor, infiltrat paru yang tidak

diketahui etiologinya, kolaps paru yang tidak diketahui penyebabnya, curiga

karsinoma paru, massa mediastinal/hilus, trauma dada/ruptur saluran nafas

sentral, dan lain-lain. Sedangkan kontraindikasinya adalah :35

Universitas Sumatera Utara


a. Kontraindikasi absolut (hipoksemia yang tidak dapat dikoreksi, pasien

inkooperatif, kurangnya keterampilan operator maupun fasilitas/peralatan,

unstable angina, aritmia yang tidak terkontrol).

b. Kontraindikasi relatif (hiperkarbia yang berat, asma yang tidak terkontrol,

koagulopati yang tidak terkoreksi, unstable cervical spine, membutuhkan

pengambilan spesimen dalam jumlah banyak, debilitas, usia lanjut,

malnutrisi).

Pengambilan Spesimen

Dengan menggunakan bronkoskop dapat dilakukan berbagai teknik

pengambilan spesimen untuk dilakukan pemeriksaan sitologi ataupun

histopatologi yang sangat penting untuk membantu menegakkan diagnosa.

Spesimen dapat diambil dengan cara, seperti :35

1. Cucian bronkus (bronchial washing)

Manfaat cucian bronkus ini kebanyakan adalah untuk diagnosis

penyakit saluran napas termasuk tumor paru primer ataupun sekunder dan

infeksi jamur atau mikobakterium. Cucian bronkus merupakan

pengambilan spesimen yang paling mudah tetapi memiliki cakupan

diagnostik yang paling kecil dalam tindakan bronkoskopi (sensitivitas 27-

90%), dengan cakupan yang paling besar untuk lesi-lesi sentral.

2. Sikatan bronkus (bronchial brushing)

Pertama kali diperkenalkan tahun 1973 dan menunjukkan cakupan

diagnostik yang cukup tinggi pada kebanyakan kasus kanker paru.

Universitas Sumatera Utara


Umumnya sikatan bronkus ini positif pada 72% kasus kanker paru sentral

dan 45% kasus kanker paru perifer, tetapi bila dikombinasikan dengan

biopsi endobronkial lesi sentral akan mencakup 79-96% kasus. Biasanya

sikatan bronkus dilakukan setelah semua spesimen diambil untuk

mencegah terjadinya perdarahan atau distorsi sel yang akan mengaburkan

interpretasi sewaktu tindakan bronkoskopi.

3. Protected Specimen Brush

Pertama kali diperkenalkan tahun 1979 oleh Wimberley dkk.

sebagai suatu teknik pengambilan untuk mendapatkan diagnosis yang

akurat pada pasien-pasien pneumonia. Pada kasus VAP (Ventilator-

associated pneumonia), sensitivitasnya berkisar antara 58-86% dan

spesifisitasnya 71-100%. Namun sekarang, teknik ini kurang dipopulerkan

lagi.

4. Bronchoalveolar Lavage (BAL)

Teknik ini merupakan prosedur standar diagnostik pada semua

pasien yang dicurigai mengalami kelainan paru difus (infeksi, non infeksi,

imunologik, atau keganasan). BAL mencakup komponen seluler maupun

non seluler dari lapisan cairan alveolus dan permukaan epitel saluran

napas bawah, mewakili proses inflamasi dan status imun dari saluran

napas bawah dan alveoli. BAL dianjurkan bila ada kemungkinan

terjadinya perdarahan saat dilakukannya sikatan bronkus, biopsi

transbronkial, aspirasi jarum transbronkial, ataupun bila tidak ada fasilitas

fluoroskopi. BAL juga dapat mendiagnosis kanker paru primer perifer

Universitas Sumatera Utara


dengan cakupan diagnostik sekitar 33-69%, bronkoalveolar carcinoma,

maupun lymphangitic carcinomatosis.

5. Biopsi endobronkial

Teknik ini sangat penting dan sederhana untuk mendiagnosis

kanker paru, dilakukan pada lesi-lesi yang jelas terlihat selama

bronkoskopi. Biopsi endobronkial memiliki cakupan diagnostik berkisar

antara 51-97%. Tiga sampel biopsi yang diambil dari lesi endobronkial

akan memberikan cakupan sebesar 97%, tetapi bisa menunjukkan hasil

yang negatif palsu bila terdapat nekrosis perifer.

6. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)

TBNA merupakan teknik yang sensitif, akurat, aman, dan efektif

secara finansial untuk diagnosis maupun penentuan stadium kanker paru.

Pada beberapa kasus juga dapat digunakan untuk lesi-lesi benign (jinak).

Prinsipnya tidak ada kontraindikasi absolut dari TBNA. Sindroma vena

kava superior (SVKS) merupakan kontraindikasi relatif TBNA oleh karena

dapat menyebabkan risiko perdarahan. Penegakan diagnosis dan staging

karsinoma bronkogenik dapat menggunakan jarum sitologi ukuran 21-22

gauge, tetapi untuk lesi jinak dan limfoma menggunakan jarum yang lebih

besar (19-gauge). Pada kanker paru TBNA memiliki sensitivitas 60-90%,

spesifisitas 98-100%, dan akurasi 60-90%. Sedangkan untuk mediastinal

staging TBNA memiliki sensitivitas 50%, spesifisitas 96%, dan akurasi

78%. TBNA juga aman dipakai pada pasien-pasien yang menggunakan

ventilasi mekanik.

Universitas Sumatera Utara


7. Biopsi transbronkial

Teknik ini menggunakan forseps yang fleksibel yang diposisikan

ke lesi-lesi perifer (parenkim paru) melalui bronkoskop fleksibel. Pada

beberapa keadaan teknik ini dapat menggantikan biopsi paru terbuka (open

lung biopsy). Teknik ini memiliki sensitivitas berkisar antara 38-79%

(rata-rata 52%) tergantung dari kelainan yang mendasarinya. Biasanya

dibuat 6-10 sampel dengan menggunakan tuntunan fluoroskopi. Bila

dilakukan bersamaan dengan sikatan bronkus dan aspirasi jarum

transbronkial (TBNA) maka akan meningkatkan cakupan diagnostik untuk

kanker paru yang perifer.

Penilaian visualisasi saluran trakeobronkial (tracheobronchial system) :36

1. Normal

Gambar 3. Percabangan bronkus yang dapat dilihat bronkoskopis pada

posisi pasien telentang (supine).36

Universitas Sumatera Utara


2. Perubahan inflamasi

Inflamasi dapat bersifat generalisata (generalized) seperti pada bronkitis

kronis, atau terlokalisasi (localized) misalnya inflamasi di sekitar benda asing

(corpus alineum). Dapat juga bersifat akut (pneumonia segmental) atau kronis

(tuberkulosis). Perubahan inflamasi meliputi :

a. Mukosa hiperemis dan vaskuler bertambah (merah gelap atau beefy-red).

Mukosa bronkus yang normal berwarna merah muda kepucatan (palepink)

atau peach-coloured.

Gambar 4. Perubahan inflamasi pada bronkitis kronis.36

b. Pembengkakan (swelling)

Pada inflamasi yang ringan, sudut karina dapat sedikit tumpul atau

kabur, atau hilangnya kontur kartilago bronkus. Sedangkan pada inflamasi

yang berat, bronkus dapat menyempit.

Universitas Sumatera Utara


c. Sekresi

Mukosa yang normal hanya memproduksi sedikit mukus yang

jernih untuk tujuan pembersihan. Pada inflamasi, sekresi dapat menjadi

kental, misalnya mukoid berlebihan (bronkitis kronis), mukus kental dan

tebal, membentuk plug (asma), secret purulen (infeksi berat, bronkitis

purulen).

d. Perubahan lokal (localized changes)

Reaksi lokal mendukung pada kemungkinan adanya pneumonia,

abses paru, tuberkulosis, inhalasi benda asing, bronkiektasis, kanker paru,

dan lain-lain.

e. Perubahan lainnya (associated changes)

Terutama dapat terlihat pada pasien-pasien PPOK (Penyakit Paru

Obstruktif Kronis), yang meliputi atrofi submukosa, hipertrofi dinding

membran bronkiolus-bronkiolus kecil.

f. Tuberkulosis

Dapat terlihat inflamasi endobronkial atau distorsi lumen

trakea/bronkus oleh karena limfadenopati ekstrabronkial.

Universitas Sumatera Utara


g. Tumor paru

Secara bronkoskopi, tumor paru dapat terlihat dalam tiga bentuk

utama :

- Distorsi dari bronkus karena tekanan dari luar pada pohon bronkus;

limfadenopati sekunder mengakibatkan karina melebar, dinding

trakea/bronkus utama menonjol.

- Keterlibatan dinding bronkus dengan distorsi lokal atau ulserasi mukosa.

- Pertumbuhan intralumen bisa berasal dari tumor itu sendiri, perluasan dari

massa tumor, atau rupturnya kelenjar getah bening ke dinding bronkus.

Pertumbuhan intralumen dapat terjadi sebagian atau total menutupi lumen

bronkus.

Karakteristik bronkoskopi :

- Tampak massa berlobus-lobus atau nekrotik dan berwarna putih/krem,

bercak-bercak darah dan pelebaran pembuluh darah di permukaan mukosa

bronkus.

2.5. Klasifikasi Kanker Paru

Klasifikasi kanker paru secara histologi dibagi menjadi 4 jenis untuk

kebutuhan klinis, yaitu :18

1. Karsinoma skuamosa (karsinoma epidermoid)

2. Karsinoma sel kecil (small cell carcinoma)

Universitas Sumatera Utara


3. Adenokarsinoma (adenocarcinoma)

4. Karsinoma sel besar (large cell carcinoma)

Dalam 1554 data-data yang dikombinasikan dari penelitian-penelitian

di Cancer Incidence in Five Continents, dinyatakan bahwa karsinoma sel kecil

berkisar 20% dari seluruh kasus dan karsinoma sel besar/undifferentiated

sekitar 9%. Namun tipe histologi lainnya berbeda berdasarkan jenis kelamin,

yaitu: karsinoma sel skuamosa sekitar 44% dari seluruh kasus kanker paru

pada laki-laki dan 25% pada perempuan, sedangkan adenokarsinoma sekitar

28% pada laki-laki dan 42% pada perempuan.2

Karsinoma sel skuamosa merupakan tipe histologi kanker paru yang

paling sering pada laki-laki. Insidensinya pada laki-laki menurun sejak awal

tahun 1980-an, berbeda dengan adenokarsinoma, insidensinya semakin

meningkat sampai tahun 1990-an. Pada pertengahan tahun 1990-an

adenokarsinoma menjadi tipe histologi kanker paru yang paling banyak pada

laki-laki di Amerika Serikat. Di negara-negara barat lainnya, karsinoma sel

skuamosa masih menjadi tipe yang paling banyak pada laki-laki. Pada

perempuan, adenokarsinoma menjadi tipe yang paling sering (± 1/3 kasus),

demikian juga insidensinya semakin meningkat.21 Adenokarsinoma terutama

banyak ditemukan pada perempuan-perempuan Asia (72% dari kasus kanker

di Jepang, 65% di Korea, 61% di Cina Singapura).2 Perbedaan tipe histologi

tersebut sangat dipengaruhi oleh perubahan kebiasaan merokok secara

epidemi.2,21

Universitas Sumatera Utara


2.6. Sitologi Kanker Paru

2.6.1. Karsinoma Sel Skuamosa

Karsinoma sel skuamosa adalah suatu tumor epitel ganas yang

menunjukkan keratinisasi skuamosa dan keratinisasi intraselular dengan/tanpa

intercellular bridges, yang berasal dari epitel bronkus. Sinonimnya adalah

karsinoma epidermoid. Pada umumnya karsinoma sel skuamosa ini berada

sentral di bronkus utama, bronkus lobar atau segmental. Tidak jarang

karsinoma sel skuamosa memiliki kavitas.2,24

Manifestasi sitologi dari karsinoma sel skuamosa bergantung pada

derajat diferensiasi histologi dan jenis sampelnya. Pada latar belakang

nekrosis dan debris seluler, sel tumor yang besar menunjukkan inti (nukleus)

hiperkromatik yang ireguler dan terletak di tengah, dengan satu atau lebih

anak inti (nukleolus) dan sitoplasma yang sedikit. Sel tumor biasanya

terisolasi dan dapat menunjukkan bentuk bizarre, seperti bentuk spindle dan

tadpole. Sel-sel tampak dalam bentuk agregat yang kohesif, biasanya bentuk

datar dengan nukleus yang panjang atau spindel. Pada karsinoma sel skuamosa

yang berdiferensiasi baik, sitoplasma yang berkeratin tampak seperti robin’s

egg blue pada pewarnaan Romanowsky, sedangkan dengan pewarnaan

Papanicolaou, tampak berwarna orange atau kuning. Pada sampel yang

eksfoliatif, lebih dominan sel-sel berasal dari permukaan tumor dan tampak

sebagai sel yang mengalami keratinisasi sitoplasma prominen dan nukleus

piknotik yang gelap. Sebaliknya, pada sikatan bronkus, sel-sel berasal dari

Universitas Sumatera Utara


lapisan yang lebih dalam, menunjukkan jauh lebih banyak agregat yang

kohesif.2

Gambar 5A Gambar 5B Gambar 5C

Gambar 5. Sitologi karsinoma sel skuamosa.2

5A. Karsinoma sel skuamosa dengan keratinisasi (pewarnaan Papanicolaou).

5B. Karsinoma sel skuamosa tanpa keratinisasi (pewarnaan Papanicolaou).

5C. Karsinoma sel skuamosa tanpa keratinisasi (aspirasi jarum halus,

pewarnaan Papanicolaou).

2.6.2. Adenokarsinoma

Adenokarsinoma adalah suatu tumor epitel ganas dengan diferensiasi

glandular atau produksi mukus, menunjukkan bentuk pertumbuhan asinar,

papiler, bronkioloalveolar, atau solid dengan mukus, atau campuran dari

bentuk-bentuk tersebut. Adenokarsinoma biasanya berada di perifer.2,15

Klasifikasi WHO membagi tumor ini menjadi tipe asinar atau papilar,

walaupun dalam prakteknya kedua tipe ini bisa didapatkan bersamaan dalam

Universitas Sumatera Utara


satu tumor. Keduanya cenderung memproduksi mukus. Klasifikasi WHO

juga meliputi karsinoma bronkioloalveolar (juga dikenal sebagai karsinoma

sel alveolar) sebagai tipe adenokarsinoma. Penelitian dengan mikroskop

elektronik menunjukkan bahwa tumor ini berasal dari sel epitel pada atau lebih

distal dari bronkiolus terminalis. Secara inspeksi, batas tumor tampak kurang

tegas dibandingkan dengan jenis lainnya, sering tampak sebagai nodul

pulmoner multipel atau sebagai konsolidasi pneumonia perifer. Sel tumor

sering mengalami eksfoliasi dan dapat dideteksi pada sputum.24

Diagnosis adenokarsinoma secara sitologi berdasarkan gabungan

sitomorfologi sel secara individual dan tampilan kelompok-kelompok sel. Sel

adenokarsinoma bisa sendiri atau tersusun dalam morula tiga dimensi, asinus,

pseudopapila, papilla sejati dengan inti fibrovaskular, dengan/tanpa potongan

sel. Batas kelompok sel tegas dan khas. Volume sitoplasma bervariasi tetapi

biasanya relatif sedikit. Biasanya khas bersifat sianofilik dan lebih translusen

dibandingkan dengan karsinoma sel skuamosa. Pada umumnya sitoplasma

bersifat homogen atau granular dan sebagian bersifat ‘foamy’ oleh karena

adanya vakuola-vakuola kecil. Vakuola besar, tunggal, yang berisi mukus

banyak ditemukan, dan pada beberapa kasus, dapat meregangkan sitoplasma

dan menekan nukleus ke satu arah, membentuk yang disebut signet-ring cell.

Nukleus biasanya tunggal, eksentrik, berbentuk bulat sampai oval dengan

kontur yang relatif halus dan sedikit ireguler. Kromatin cenderung bergranular

halus dan tersebar pada tumor yang berdiferensiasi baik tetapi terdistribusi

kasar dan ireguler atau hiperkromatik pada tumor yang berdiferensiasi buruk.

Universitas Sumatera Utara


Pada kebanyakan tumor, nukleolus prominen dan secara khas bersifat tunggal,

makronukleolus, bervariasi mulai dari halus sampai bulat ireguler.2

Gambar 6A Gambar 6B Gambar 6C

Gambar 6. Sitologi adenokarsinoma.2

6A. Tiga dimensi, kelompok besar sel-sel ganas, dengan struktur nukleus yang

tidak jelas, nukleolus, dan sitoplasma yang bervakuola halus (pewarnaan

Papanicolaou).

6B. Kelompok kohesif 3-dimensi dengan bentuk papilar (pewarnaan

Papanicolaou).

6C. Kelompok sel-sel ganas dengan batas sitoplasma yang kurang jelas, tetapi

menunjukkan vakuolisasi (pewarnaan Papanicolaou).

2.6.3. Karsinoma sel besar

Karsinoma sel besar adalah kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil

yang tidak berdiferensiasi, yang tidak menunjukkan gambaran karsinoma sel

kecil dan glandular atau diferensiasi skuamosa.2 Jenis tumor ini berkisar 15%

dari kanker paru, heterogen, dan banyak peneliti menganggap karsinoma ini

menjadi diagnosis keranjang sampah.24 Karsinoma sel besar sebelumnya

Universitas Sumatera Utara


disebut karsinoma anaplastik sel besar dan karsinoma sel besar tidak

berdiferensiasi. Sebelum deskripsi istilah karsinoma neuroendokrin sel besar

seperti tumor neuroendokrin sel besar, karsinoma neuroendokrin dengan

diferensiasi sedang, tumor paru endokrin atipikal, dan karsinoma paru sel

besar dengan diferensiasi neuroendokrin digunakan untuk tumor-tumor yang

sekarang kita sebut sebagai karsinoma sel besar dengan diferensiasi

neuroendokrin. Karsinoma sel besar dengan diferensiasi neuroendokrin

dideskripsikan pada tahun 1991; karsinoma basaloid dipublikasikan pada

tahun 1992, dan keduanya dikenal sebagai jenis yang jarang dalam klasifikasi

WHO tahun 1999.2

Umumnya karsinoma sel besar tidak memiliki penampakan sitologi

yang spesifik. Gambaran sitologi menunjukkan agregasi seluler; sel-sel jarang

tersebar. Batas sel tidak jelas sehingga sinsitium sel tidak teratur. Nukleus

bervariasi mulai dari bulat sampai bentuk yang sangat tidak teratur dengan

kromatin inti yang ireguler. Nukleolus umumnya prominen. Sitoplasma

basofilik, biasanya rasio inti: sitoplasma besar. Karsinoma sel besar dengan

diferensiasi neuroendokrin menunjukkan gambaran neuroendokrin (inti

palisade dan molding), tetapi dapat dibedakan dari karsinoma sel kecil dengan

adanya nukleolus yang prominen dan nukleus lebih besar 3x dari diameter

limfosit kecil. Karsinoma basaloid pada sediaan apusan terdiri dari sel tumor

dan agregasi kohesif. Sel tumor bentuk spindel memiliki nukleus besar soliter

dengan nukleolus yang besar, bercampur dengan sejumlah limfosit kecil.

Universitas Sumatera Utara


Clear cell carcinoma terdiri dari sel-sel bulat yang besar dengan sitoplasma

yang terang.2

Gambar 7. Sitologi karsinoma sel besar (pewarnaan Papanicolaou).2

2.6.4. Karsinoma sel kecil

Karsinoma sel kecil adalah suatu tumor epitel ganas yang terdiri dari

sel-sel kecil dengan sitoplasma yang jarang, batas sel yang tidak tegas,

kromatin inti bergranular halus, dan nukleolus tidak ada. Sel-sel berbentuk

bulat, oval dan spindel. Nuclear molding prominen. Secara tipikal nekrosis

bersifat luas dan jumlah mitotik banyak.2 Karsinoma sel kecil berkisar 20-

25% dari kasus kanker paru, biasanya berasal dari bronkus sentral. Biasanya

karsinoma sel kecil berkembang dengan cepat dan bermetastase dengan cepat

dan luas (hepar, tulang, sistem saraf pusat, kelenjar getah bening, adrenal, dan

organ abdomen lainnya).24 Klasifikasi sebelumnya menggunakan istilah

karsinoma sel oat, karsinoma anaplastik sel kecil, karsinoma sel kecil tidak

Universitas Sumatera Utara


berdiferensiasi, tipe sel intermediet, dan kombinasi karsinoma sel kecil/sel

besar, tetapi sekarang tidak dipergunakan lagi.2

Gambaran sitologi menunjukkan kelompok sel yang jarang, ireguler,

atau sinsitium, sel-sel tumor umumnya tersusun dalam bentuk linear. Pada

agregasi kohesif, nuclear molding terbentuk. Mitosis mudah terlihat. Masing-

masing sel neoplastik memiliki rasio inti : sitoplasma yang besar dengan

kontur inti yang ovoid sampai ireguler. Gambaran sel yang difiksasi dengan

baik menunjukkan distribusi kromatin yang uniform dan bergranular halus,

membentuk gambaran ‘salt and pepper’, sedangkan sel yang tidak terfiksasi

dengan baik menunjukkan kromatin yang tidak berstruktur, warna biru gelap.

Nukleolus yang jelas jarang didapat atau tidak ada. Oleh karena nukleus

keganasan bersifat rapuh, gambaran kromatin biasanya tampak pada semua

sediaan apusan, tetapi terutama pada biopsi aspirasi dan sikatan bronkus.

Selain itu, latar belakang apusan sering menunjukkan badan-badan apoptotik

dan debris nekrosis granular.2

Gambar 8. Kelompok sel dengan sitoplasma yang sedikit, nuclear molding, dan
kromatin bergranular halus, nukleolus tidak ada, formasi rosette yang baru jadi.2

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai