Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL NAFAS TIPE 1

A. DEFINISI
Gagal napas adalah ventilasi tidak adekuat disebabkan oleh
ketidakmampuan paru mempertahankan oksigenasi arterial atau
membuang karbon dioksida secara adekuat (RS Jantung Harapan Kita,
2011).
Gagal nafas hipoksemia atau gagal nafas tipe 1 dengan
karakteristik PaO2 kurang dari 60 mmHg dengan PaCO2 normal atau
rendah. Penyakit paru akut secara umum meliputi pengisian cairan atau
kolaps unit alveolar hipoksia, dan terjadi pada penyakit cardiogenic atau
noncardiogenic pulmonary edema (ARDS), pneumonia dan pulmonary
hemorrage (Subketi, 2012).

B. ETIOLOGI
Menurut Kowalak, dkk (2012) penyebabnya antara lain :
1. Depresi Sistem saraf pusat : Mengakibatkan gagal nafas karena
ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan
pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla)
sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2. Gangguan ventilasi : Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan
intrapulmonal maupun ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal
meliputi kelainan pada saluran napas bawah, sirkulasi pulmonal,
jaringan, dan daerah kapiler alveolar. Kelainan ekstrapulmonal
disebabkan oleh obstruksi akut maupun obstruksi kronik. Obstruksi
akut disebabkan oleh fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme
larink, atau oedema laring, epiglotis akut, dan tumor pada trakhea.
Obstruksi kronik, misalnya pada emfisema, bronkhitis kronik, asma, Commented [1]:

COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis terutama yang disertai dengan


sepsis.
3. Gangguan keseimbangan ventilasi perfusi (V/Q Missmatch) :
Peningkatan deadspace (ruang rugi), seperti pada tromboemboli,
emfisema, dan bronkhiektasis.
4. Trauma : Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi
penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera
kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat
mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan.
Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan
mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat
mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk
memperbaiki patologi yang mendasar
5. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks : Merupakan kondisi
yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru.
Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari,
penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan
gagal nafas.
6. Penyakit akut paru : Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus.
Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap
yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma
bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah
beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.

C. PATOFISIOLOGI
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak
adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan
medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke,
tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai
kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi
lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa
terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan
pernafasan dengan efek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan
efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru
dapat mengarah ke gagal nafas akut (Purwanto, 2010).
D. MANIFESTASI KLINIK
Tanda gejala yang sering muncul menurut Muttaqin, 2012 antara lain :
1. Peningkatan jumlah pernapasan
2. Apneu
3. Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan
4. Penurunan kesadaran
5. Takikardi, takipnea
6. Dispnea dengan kesulitan bernafas
7. Terdapat retraksi interkosta
8. Sianosia
9. Hipoksemia
10. Analisa gas darah : PaO2 < 60 mmHg
11. Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
12. Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop

E. PENGKAJIAN

1. Keluhan utama
Gejala sesak nafas atau peningkatan frekuensi nafas
2. Riwayat penyakit sekarang
Hipoksemia, sesak nafas, penurunan kesadaran, CRT lebih dari 2
detik, perubahan analisa gas darah
3. Riwayat penyakit dahulu
Klien mempunyai riwayat penyakit cardiogenic atau noncardiogenic
4. Airway
 Terdapat secret di jalan nafas (sumbatan jalan nafas)
 Bunyi nafas krekels, ronchi, dan wheezing
5. Breathing
 Distress pernafasan: pernafasan cuping hidung, takhipnea/
bradipnea
 Menggunakan otot asesoris pernafasan
 Kesulitan bernafas: lapar udara, diaforesis, dan sianoasis
 Pernafasan memakai alat Bantu nafas
6. Circulation
 Penurunan curah jantung, gelisah, letargi, takikardi
 Sakit kepala
 Gangguan tingkat kesadaran: gelisah, mengantuk, gangguan
mental (ansietas, cemas)
7. Kepala : tidak ada hematom/luka pada kepala
8. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak icterik, pupil isokor 2
mm, tidak ada hematom kelopak mata
9. Hidung : Tampak bersih, tidak ada sumbatan.
10. Telinga : Tampak bersih, tidak ada cairan yang keluar.
11. Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, JVP meningkat
12. Thorak :
Paru
 Inspeksi : Pengembangan paru simetris kanan dan kiri
 Palpasi : Sterm fremitus kanan dan kiri sama
 Perkusi : Sonor seluruh lapang pandang paru
 Auskultasi : Ronchi terdengar seluruh lapang paru

Jantung

 Inspeksi : iktus cordis tak tampak


 Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS 5
 Perkusi : Suara redup
 Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni, gallops (-), murmur (-)

Abdomen

 Inspeksi : Datar
 Auskultasi : Bising usus normal, 15 x/menit
 Perkusi : Timpani
 Palpasi : Tidak ada pembesaran hepar dan lien
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Bersamaan dengan penyakit yang berlangsung dan pernapasan
meningkat, tekanan parsial karbon dioksida (PCO2) mulai meningkat.
Pasien dengan ventilasi mekanik untuk ARDS dapat dikondisikan
untuk tetap hiperkapnia (hiperkapnia permisif) untuk mencapai tujuan
volume tidal yang rendah yang bertujuan menghindari cedera paru-
paru terkait ventilator.
a. Hematologi
Pada pasien sepsis leukopenia atau leukositosis dapat dicatat.
Trombositopenia dapat diamati pada pasien sepsis dengan
adanya koagulasi intravaskular diseminata (DIC). Faktor von
Willebrand (vWF) dapat meningkat pada pasien beresiko untuk
ARDS dan dapat menjadi penanda cedera endotel.
b. Ginjal
Nekrosis tubular akut (ATN) sering terjadi kemudian dalam
perjalanan ARDS, mungkin dari iskemia ke ginjal. Fungsi ginjal
harus diawasi secara ketat.
c. Hepatik
Kelainan fungsi hati dapat dicatat baik dalam pola cedera
hepatoseluler atau kolestasis.
d. Sitokin
Beberapa sitokin, seperti interleukin (IL) -1, IL-6, dan IL-8, yang
meningkat dalam serum pasien pada risiko ARDS.
2. Radiologi
Pada pasien dengan onset pada paru langsung, perubahan fokal
dapat terlihat sejak dini pada radiograf dada. Pada paien dengan
onset tidak langsung pada paru, radiograf awal mungkin tidak spesifik
atau mirip dengan gagal jantung kongestif dengan efusi ringan.
Setelah itu, edema paru interstisial berkembang dengan infiltrat difus.
Seiring dengan perjalanan penyakit, karakteristik kalsifikasi alveolar
dan retikuler bilateral difus menjadi jelas.Komplikasi seperti
pneumotoraks dan pneumomediastinum mungkin tidak jelas dan sulit
ditemuakn, terutama pada radiografi portabel dan dalam menghadapi
kalsifikasi paru difus. Gambaran klinis pasien mungkin tidak parallel
dengan temuan radiografi. Dengan resolusi penyakit, gambaran
radiografi akhirnya kembali normal.
3. Bronkoskopi
Bronkoskopi dapat dipertimbangkan untuk mengevaluasi
kemungkinan infeksi pada pasien akut dengan infiltrat paru bilateral.
sampel dapat diperoleh dengan bronkoskop bronkus subsegmental
dalam dan mengumpulkan cairan yang dihisap setelah meberikan
cairan garam nonbacteriostatic (bronchoalveolar lavage; UUPA).
Cairan dianalisis untuk diferensial sel, sitologi, perak noda, dan Gram
stain dan pemeriksaan kuantitatif (Harman, 2011).

G. ANALISA DATA
No. Data Fokus Etiologi Masalah
1. DS: Peningkatan akumulasi Ktidakefektifan
sekret pulmonal. bersihan jalan nafas
DO:

 Jalan nafas terdapat


secret berwarna kental
produktif
 Ada reflek batuk bila
dilakukan isap lendir

2. DS: alveolar hipoventilasi, Gangguan pertukaran


penumpukan cairan di gas
DO: permukaan alveoli.

 Ronchi terdengar seluruh


lapang paru
 Bronkiektasis kanan dan
kiri, gambaran pneumonia
 Hasil Analisa Gas Darah
tidak normal

3. DS: penggunaan ventilasi Resiko cidera


mekanik
DO:

 Memakai ventilator mode


CPAP, FiO2: 30 %, nafas
mesin: 10, nafas klien: 28
x/mnt, SaO2: 96%
4. DS: pemasangan selang ET Resiko tinggi terhadap
infeksi
DO:

 Klien penurunan
kesadaran
 Klien terpasang DC, NGT,
Infus
 Klien terpasang ET dan
ventilator
 Leukosit: meningjkat
 Gagal Nafas

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS.


1. Ktidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
akumulasi sekret pulmonal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi,
penumpukan cairan di permukaan alveoli.
3. Resiko cidera berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekanik
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan
selang ET .
I. RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil


No Intervensi (NIC)
Keperawatan (NOC)
1. Ktidakefektifan NOC : NIC :
bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Monitor Pernapasan

nafas keperawatan selama 1x30 menit 1. Monitor

berhubungan diharapkan ketidakefektifan kecepatan,irama,

dengan jalan napas dapat teratasi kedalaman dan

peningkatan dengan kriteria hasil: kesulitan bernapas

akumulasi sekret Status pernapasan 2. Catat pergerakan


1. Frekuensi pernapasan dinding dada dan catat
pulmonal.
dalam batas normal
ketidaksemitrisan dan
2. Irama napas reguler
3. Tidak ada retraksi dinding penggunaan otot-otot
dada bantu pernapasan
Status pernapasan :
3. Monitor suara napas
kepatenan jalan napas
1. Mendemonstrasikan batuk tambahan
efektif 4. Kaji kemampuan klien
2. Tidak ada suara nafas
untuk batuk efektif
tambahan
3. Menunjukkan jalan nafas 5. Monitor perubahan
yang paten pada saturasi oksigen
4. Saturasi O2 dalam batas Terapi Oksigen
normal
1. Monitor aliran oksigen
2. Monitor efektifitas
oksigen
3. Monitor peralatan
oksigen agar tidak
mengganggu jalan
napas
Monitor vital sign
1. Monitor tekanan
darah,nadi,RR
2. Monitor warna
kulit,suhu dan
kelembapan
3. Monitor irama dan laju
pernapasan
2. Gangguan NOC : NIC:
Setelah dilakukan perawatan Monitor tanda-tanda vital
pertukaran gas
selama 1x6 jam diharapkan 1. Monitor TD, N, T, RR
berhubungan gangguan pertukaran gas dapat 2. Monitor irama jantung
teratasi dengan kriteria hasil: 3. Monitor Sianosis
dengan alveolar
Monitor pernafasan
hipoventilasi, Perfusi jaringan: Pulmonal 4. Monitor kecepatan,
Irama nafas normal irama, kedalaman
penumpukan
1. Tekanan darah sistolik dan bernafas
cairan di diastolik dalam batas 5. Catat pergerakan
normal dada,
permukaan
2. Saturasi oksigen dalam ketidaksimetrisan,
alveoli. batas normal penggunaan otot
3. Tidak ada sesak nafas bantu nafas
Perfusi jaringan: Perifer Manajemen jalan nafas
1. Pengisian kapiler jari < 2 6. Posisikan pasien
detik untuk memaksimalkan
2. Akral hangat ventilasi
3. MAP dalam batas normal 7. Masukkan alat OPA
Perfusi jaringan: seluler sebagaimana
1. Irama jantung normal mestinya
2. Tidak ada penurunan Terapi oksigen
kesadaran 8. Monitor aliran oksigen
3. Keseimbangan cairan 9. Kolaborasi pemberian
oksigen tambahan

Resiko cidera NOC : NIC :


3. Setelah dilakukan perawatan Risk Control
berhubungan
selama 1x30 menit diharapkan 1. Monitor ventilator
dengan tidak terjadi cidera dengan terhadap peningkatan
kriteria hasil: tajam pada ukuran
penggunaan
1. Tidak ada cidera pada tekanan
ventilasi mekanik pernafasan 2. Observasi tanda dan
2. Pernafasan klien terkendali gejala barotrauma
normal 3. Posisikan selang
ventilator untuk
mencegah penarikan
selang endotrakeal
4. Kaji panjang selang
ET dan catat panjang
tiap shift
5. Berikan antasida dan
beta bloker lambung
sesuai indikasi
6. Monitor terhadap
distensi abdomen

4. Resiko tinggi NOC NIC


terhadap infeksi Setelah dilakukan perawatan 1. Pertahankan teknik
selama 1x24 jam diharapkan
berhubungan aseptif
infeksi tidak terjadi dengan
dengan kriteria hasil: 2. Batasi pengunjung
Risk control bila perlu
pemasangan
1. Klien bebas dari tanda dan 3. Cuci tangan setiap
selang ET .
gejala infeksi sebelum dan
2. Menunjukkan kemampuan sesudah tindakan
untuk mencegah timbulnya keperawatan
infeksi 4. Gunakan baju,
3. Jumlah leukosit dalam batas sarung tangan
normal sebagai alat
4. Menunjukkan perilaku hidup pelindung
sehat 5. Ganti letak IV perifer
5. Status imun, gastrointestinal, dan dressing sesuai
genitourinaria dalam batas dengan petunjuk
normal umum
6. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
7. Tingkatkan intake
nutrisi
8. Berikan terapi
antibiotik.
9. Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal
10. Pertahankan teknik
isolasi k/p
11. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap
kemerahan, panas,
drainase
12. Monitor adanya luka
13. Dorong masukan
cairan
14. Dorong istirahat
15. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
16. Kaji suhu badan
pada pasien
neutropenia setiap 4
jam
DAFTAR PUSTAKA

Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Subketi Kusuma. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit.


Jakarta : EGC.

Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, 2011. Gagal Nafas Pada Pasien Penyakit
Jantung. Jakarta.

Purwanto, Ikwat. 2010. Penyakit Sistem Pernafasan daan Tatalaksana.


Yogyakarta : Bursa Ilmu.

Muttaqin, 2012. Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruksi Kronik. Media


Litbangkes. Vol.23 No.2 : 82-88.

Harman, Jeremy. 2011. At Glance Penyakit Sistem Pernafasan Edisi Kedua.


Jakarta : Penerbit Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai