Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KELAINAN TRISOMI

Oleh :

NUR ILLA AGUSTINA


2017.02.0066

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES


HUSADA JOMBANG
2017-2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada kami sehingga kami
dapat menyusun laporan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami masih banyak kekurangan. Maka
dalam kesempatan ini penulis memohon untuk kritikan dan masukan dalanm
pembuatan makalah ini.
Kami juga berterima kasih pada pihak pihak yang sudah membantu dalam
proses penyusunan makalah ini.

Jombang, 28 agustus 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Manusia pada umumnya memiliki jumlah kromosom 46 xx untuk wanita dan 46 xy
untuk pria. Namun, dalam siklus pembentukan gen, dapat terjadi berbagai macam
penyimpangan yang menimbulkan terjadinya kelainan pada jumlah kromosom atau pada
struktur kromosom yang pada akhirnya akan menyebabkan timbulnya suatu kelainan atau
penyakit pada manusia saat masih dalam kandungan maupun saat dilahirkan.
Pada makalah ini akan dibahas salah satu kelainan kromosom yaitu Trisomi 13. Patau
syndrome yang di temukan oleh Klaus Patau pada tahun 1960 juga di sebut trisomi 13, yang
terjadi ketika seorang anak lahir dengan 3 pasang kromosom 13. Biasanya dua salinan dari
kromosom diwariskan satu dari setiap orangtua. Kromosom extra yang menyebabkan kelainan
fisik dan kelatarbelakangan mental yang parah. Karena sebagian besar dengan cacat jantung,
umur dari bayi trisomi 13 biasanya diukur dalam hari. Bayi normal biasanya mewarisi 23
kromosom dari setiap orang tuanya dengan total 46 kromosom. Namun kesalahan genetic
dapat terjadi sebelum atau sesudah konsepsi.
Di dalam kasus patau syndrome, sebuah kesalahan acak terjadi dan embrio memiliki
tiga rangkap kromosom 13, bukan dua salinan normal. Trisomi 13 terjadi pada sekitar 1 dalam
12.000 kelahiran hidup. Dalam banyak kasus aborsi spontan (keguguran) terjadi, dan janin
tidak dapat bertahan hidup karena gejala yang sangat berat resiko patau syndrome tampaknya
meningkat karena usia ibu terutama jika ia lebih dari 30 tahun. Anak laki-laki dan anak
perempuan sama-sama bisa menderita syndrome ini dan terjadi di semua ras.
1.2 MASALAH
Seorang ibu hamil G2P1A0 berusia 27 tahun dengan usia gestasi 26 minggu, datang ke
dokter spesialis kandungan untuk melakukan antenatal care (ANC) rutin. Pada pemeriksaan
USG didapatkan intrauterine growth restriction (IUGR), mikrosefali, tumit menunjukkan
rocker bottom feet dengan kecurigaan suatu kelainan kromosom. Pada ibu ini dilakukan
tindakan prenatal diagnosis yaitu cordosintesis (percutaneous umbilical blood sampling)
untuk dianalisis kromosomnya. Pada karyotyping ditemukan hasil terdapat penambahan
jumlah pada kromosom ke 13.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anamnesis
Anamnesis adalah suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan
antara seorang dokter dengan pasiennya secara langsung atau dengan orang lain yang
mengetahui tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan data pasien beserta permasalahan
medisnya. Sebuah anamnesis yang baik haruslah mengikuti suatu metode atau sistematika
yang baku sehingga mudah diikuti. Tujuannya adalah agar selama melakukan anamnesis
seorang dokter tidak kehilangan arah, agar tidak ada pertanyaan atau informasi yang terlewat.
Sistematika ini juga berguna dalam pembuatan status pasien agar memudahkan siapa saja
yang membacanya. Sistematika tersebut terdiri dari data umum pasien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, serta riwayat
kebiasaan/sosial. Sepertimana yang telah kita ketahui, trisomy 13 ini merupakan suatu
kelainan genetic. Jadi, anamnesis dilakukan melalui orang tua pasien yaitu secara
alloanamnesis.
Menjadi suatu hal yang penting bagi kita untuk menanyakan faktor-faktor risiko yang
dapat menyebabkan trisomy 13.
Pertanyaan yang diajukan saat anamnesis :
o Identitas (usia ibu)
o KU (ANC)
o Kehamilan ke berapa? (G?P?A?)
o Riwayat kehamilan sebelumnya?
o Adakah kelainan pada kehamilan sebelumnya?
o Adakah riwayat keluarga yang mengalami kelainan genetic? (baik suami atau istri)
o Adakah riwayat kelainan genetic yang di derita sendiri?
o Pernahkah memeriksakan kromosom pada dokter sebelumnya?
o Pernahkah mengikuti konseling pranikah?
o Apakah merokok, minum alcohol, pernah terpapar radiasi atau zat-zat toksin?
o Apakah selama kehamilan mengonsumsi obat-obatan? Obat apa?
o Dll
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan
 Kepala
- Holoprosensefali
- Hypotelorism
- Celah bibir bilateral
- Bubous nose
- Low set ears
- Aplasia kutis
 Anggota badan
- Polidaktili
 Organ
- Ginjal polikistik
- Kelainan jantung
Bayi yang lahir dengan patau syndrome bisa jadi hanya memiliki 1 arteri pada
umbilikalnya ketika lahir. Seringkali ditemukan kelainan kongenital pada jantung
seperti :
1. Abnormalitas lokasi jantung menuju sebelah kanan dada
2. Atrial septal defect
3. Patent ductus arteriosus
4. Ventricular septal defect

C. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan kromosom1
Kariotipe kromosom manusia normal terdiri dari 22 pasang kromosom autosom dan 1
pasang kromosom seks. Pemeriksaan kromosom dapat dilakukan terhadap sel yang dapat
membelah dengan memicu mitosis. Apabila pembelahan sel dihentikan disuatu fase pada
mitosis dan inti sel dilisiskan melalui pembengkakan osmotic, preparat pasangan-pasangan
kromosom ini dapat dibuat dan difoto. Potongan foto masing-masing kromosom kemuan
dapat disusun sesuai penurunan ukuran dan dibandingkan satu sama lain dengan tata nama
morfologik standar.
Selain itu kromosom ini juga bisa diwarnai dengan beberapa metode yang menghasilkan
beberapa pita. Bergantung pada letak pita dan intensitas pewarnaan, pita-pita tersebut
kemudian disubklasifikasikan. Titik pemutusan (breakpoints), pertukaran bahan genetic antara
kromosom-kromosom, dan kelainan lain kemudian dapat dianalisis. Juga dapat dilihat adanya
kelebihan bahan kromosom. Kelainan spesifik bahan kromosom dapat digunakan secara
diagnostic. FISH FISH dirancang secara khusus untuk mengidentifikasi trisomi 13, 18, dan 21
dan tiap kelainan kromosom seks. Sederhananya, FISH menggunakan probe DNA warna yang
menempel pada daerah tertentu di kromosom sel janin, sehingga sel tersebut dapat dianalisis
menggunakan mikroskop. Probe DNA, yang memiliki pewarna fluoresen yang berbeda,
dicampur dengan sel janin dan dilekatkan pada kromosom melalui proses yang disebut
hibridisasi. Karna labelnya yang berbeda, pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendeteksi
lebih dari satu kondisi pada waktu yang sama. QF-PCR Teknik cepat kedua untuk diagnosis
trisomi 13, 18, 21 serta kelainan kromosom seks adalah QF-PCR suatu teknologi yang cepat
dan tangguh dan sangat automatis sehingga membutuhkan staf yang lebih sedikit daripada
yang dibutuhkan pada penentuan kariotipe lengkap dan sekali lagi melibatkan penggunaan
teknologi fluoresen. DNA diekstrasi dari sel janin kemudian kadarnya dilipatgandakan dan
diberi label dengan pewarna fluoresen untuk memungkinkan dilakukan nya analisis. Suatu
sekuenser mengukur daerah spesifik pada molekul DNA dan hasilnya ditampilkan pada grafik
dilayar komputer sebagai rangkaian puncakpuncak. Untuk meyakinkan bahwa hasilnya
akurat, setidaknya dilakukan analisis pada empat fragmen yang berbeda untuk tiap kromosom.

 Karyogram2
Karyotipe adalah gambar penampilan sebenarnya dari kromosom yang terlihat di bawah
mikroskop dan pengaturan yang sesuai. Idiogram adalah representasi diagram dari kromosom.
memungkinkan peta identifikasi kromosom dari genom haploid. Karyogram adalah istilah lain
untuk mewakili seluruh kromosom ditetapkan sebagai serangkaian kromosom banded.
Karakter kariotipe merupakan informasi fundamental dalam studi sistematis dan evolusi.
Pentingnya mempertimbangkan posisi centromeric dan panjang relative lengan kromosom
untuk klasifikasi kromosom yang diperlukan untuk mempersiapkan kariotipe. Rasio lengan
dapat ditentukan dengan lengan panjang (P), lengan pendek (Q).
Kromosom diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Metacentric (median centromere)
2. Sub metacentric (sub median centromere)
3. Sub terminal (sub terminal centromere)
4. Telocentric (tail end centromere)
 Jenis-jenis pengambilan sampel untuk pemeriksaan kromosom3
1. CVS
Sampel vili korionik (CVS) menganalisis sel-sel korionik, yang menjadi asal plasenta.
Pemeriksaan ini mendeteksi abnormalitas genetik, sampel diambil pada awal kehamilan.
Keuntungan dari CVS adalah dokter dapat mendiagnosis masalah lebih dini pada kehamilan
dengan melakukan pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan dapat dilakukan pada minggu ke 9
sampai minggu ke 11. Ada wanita yang memilih melakukan CVS sehingga mereka dapat
membuat keputusan tentang kehamilannya lebih dini. Jika wanita memutuskan untuk
menghentikan kehamilannya, maka prosedur akan memberikan risiko lebih sedikit ketika
dilakukan pada kehamilan lebih dini.
2. Amniosintesis
Amniosintesis adalah pemeriksaan yang dilakukan pada sel-sel janin dan
biasanyadilakukan pada wanita yang usianya di atas 35 tahun. Namun demikian, batasan usia
untuk melakukan pemeriksaan ini telah mengalami perubahan. Kebanyakan wanita yang
menjalani amniosintesis mengalami skrining terhadap kelainan kromosomal. Pemeriksaan
tersebut dapat menemukan kelainan gen spesifik. Amniosintesis dapat menemukan jenis
kelamin bayi. Namun demikian, pemeriksaan ini tidak digunakan untuk tujuan tersebut,
kecuali pada kasus dimana jenis kelamin bayi dapat menyebabkan masalah seperti hemofilia.
Amniosintesis juga dapat digunakan untuk mengetahui apakah bayi dari ibu mempunyai
rhesus negatif mempunyai masalah, dan mungkin untuk menentukan kematangan paruparu
janin sebelum dilahirkan.
Pemeriksaan ini sering dilakukan pada: Usia ibu yang akan melahirkan 35 tahun,
kelahiran sebelumnya dengan anak yang mengalami kelainan, riwayat keluarga yang
mempunyai kelainan lahir, ibu dengan kelainan saat lahir, pasangan memiliki kelainan lahir.
Cara amniosintesis : digunakan USG sebagai penuntun untuk menemukan letak katup cairan
tempat dimana terbebas dari janin dan plasenta. Kulit diatas perut ibu dibersihkan dan
dibaalkan dengan anestesi lokal. Jarum ditusukkan melalui perut kedalam rahim, kemudian
cairan ketuban dikeluarkan dengan menggunakan spuit. Diperlukan sekitar 25 cc cairan
ketuban untuk melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi sekitar 40
jenis abnormalitas janin.
Gambar 4. Proses amniosintesis

Gambar 5. Lapisan jaringan anatomis yang dilalui jarum


3. Cordosintesis
Cordosintesis adalah tes yang cukup baru dilakukan pada janin. Keuntungan dari
pemeriksaan ini adalah bahwa hasilnya sudah bisa didapat dalam beberapa hari. Kerugian nya
adalah membawa risiko keguguran sedikit lebih tinggi dari pemeriksaan amniosintesis.
Dipandu dengan USG, jarum yang halus dimasukkan melalui perut ibu ke dalam vena kecil
dalam tali pusat janin. Diambil sedikit darah janin untuk analisis.

Gambar 6. Jarum yang digunakan pada cordosintesis


4. USG
Pemeriksaan USG merupakan alat yang sangat berguna bagi pemberi asuhan kesehatan
karna dari pemeriksaan tersebut ia dapat memeriksa banyak tentang detail dari perkembangan
janin. Pemeriksaan USG tidak menimbulkan bahaya bagi anda maupun bayi. USG adalah
pemeriksaan yang memberikan gambaran dua dimensi tentang janin atau embrio yang sedang
berkembang. Pemeriksaan ini mencakup penggunaan gelombang suara yang berfrekuensi
tinggi yang dibuat dengan memasang pengubah arus pada alat yang disebut transduser.
Transduser tersebut menerima dan mengirimkan gelombang suara. Sementara hal ini terjadi,
anda berbaring terlentang. Transduser bergerak diatas gel yang sudah dioleskan diatas perut.
Transduser tersebut mengumpulkan gelombang suara acho ketika memantul pada bayi,
kemudian komputer menerjemahkan ke dalam gambar. Sebelum pemeriksaan anda akan
diminta untuk meminum 1 liter air. Dengan meminum 1 liter air, membuat lebih mudah bagi
teknisi untuk melihat rahim. Kandung kemih terletak didepan rahim, jika kandung kemih
penuh, maka rahim terdorong ke depan dan keluar dan keluar dari area panggul dan dapat
dilihat dengan mudah oleh USG. Pemeriksaan USG digunakan untuk mengidentifikasi
kehamilan, memperlihatkan ukuran dan kecepatan pertumbuhan embrio atau janin, mengukur
kepala janin perut, atau paha untuk menentukan durasi atau lamanya kehamilan, untuk
mengidentifikasi janin tertentu dengan sindrom down, mengidentifikasi abnormalitas janin
seperti hidrosefalus, mengidentifikasi letak, ukuran, dan kematangan plasenta atau
abnormalitas plasenta, untuk mendeteksi IUD, dan untuk membedakan antara keguguran,
kehamilan ektopik, dan kehamilan normal.

 Jenis-jenis pemeriksaan untuk mendeteksi gejala


Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendeteksi gejala klinis
patau syndrome adalah sebagai berikut.
1. Pemeriksaan sinar x atau USG pada gastrointestinal akan menunjukkan organ
dalam dari bayi
2. MRI atau CT scan pada kepala akan menunjukkan masalah pada struktur otak.
Kelainan tersebut dinamakan holoprosencephaly, yaitu penyatuan dua sisi otak.

 Working Diagnosis
Trisomi 13 / patau syndrome Merupakan penyakit kelainan genetik dengan kromosom
13. Trisomi 13 (47, XX/XY+ 13) serta memiliki jumlah kromosom 47 (45A+XX atau
45A+XY). Patau syndrome atau dikenal juga trisomi 13 adalah salah satu penyakit yang
melibatkan kromosom, yaitu struktur yang membawa informasi genetik seseorang dalam gen.
Syndrome ini terjadi jika pasien memiliki lebih satu kromosom pada pasangan kromosom ke
13 karena tidak terjadinya persilangan antara kromosom saat proses meiosis. Beberapa pula
disebabkan oleh translokasi Robertsonian. Lebih satu
kromosom pada kromosom yang ke 13 mengganggu pertumbuhan normal bayi serta
menyebabkan munculnya tanda-tanda syndrome patau.

D. Diagnosis
Disarankan untuk pemeriksaan sitogenetik (kromosom) untuk setiap neonatus atau anak
yang dicurigai dengan Trisomi 13 (kariotipe). Jika trisomi 13 dicurigai saat periode prenatal
(biasanya karena pemeriksaan USG, adanya riwayat kelainan kromosom sebelumnya, atau
usia ibu sebagai faktor resiko tinggi) sebaiknya disarankan pemeriksaan sitogenetik
konvensional melalui cairan amnion, vili chorionic, atau darah fetus. Lakukan pemeriksaan
imaging (USG) jika ditemukan holoprosensafali, anomali jantung atau ginjal. Oleh karena
tingginya defek struktural, lakukan evaluasi untuk intervensi bedah jika pasien telah melewati
periode neonatal. Patau syndrome sering terdeteksi selama kehamilan pada pemindaian
anomali janin rutin pada 20 hingga 22 minggu kehamilan. Orang tua dapat memilih untuk
tidak melanjutkan kehamilan. Dalam banyak kasus bayi hilang sebagai keguguran spontan.
Kadang-kadang bayi dapat lahir dengan fitur patau syndrome setelah scan normal pada
kehamilan. Dalam situasi ini, sampel darah dari bayi akan dikirim untuk analisis kariotip
untuk mengkonfirmasikan diagnosis.

E. Etiologi
 Sindrom Patau adalah hasil dari trisomi 13, yang berarti setiap sel dalam tubuh
memiliki tiga salinan kromosom 13 bukan dua biasa. Sebagian kecil kasus terjadi ketika
hanya beberapa sel-sel tubuh memiliki salinan tambahan, kasus tersebut disebut mosaik Patau
 Sindrom patau juga dapat terjadi ketika bagian dari kromosom 12 menjadi melekat
pada kromosom lain (translokasi) sebelum atau pada saat pembuahan dalam translokasi
Robertsonian. Orang yang terkena memiliki dua salinan dari kromosom 13, ditambah bahan
tambahan dari kromosom 13 melekat pada kromosom lain. Dengan translokasi, orang tersebut
memiliki trisomy parsial untuk kromosom 13 dan sering tanda-tanda fisik dari sindrom
berbeda dari sindrom patau yang khas
 Sebagian besar kasus sindrom patau tidak diwariskan, tetapi terjadi peristiwa yang
acak selama pembentukan sel-sel reproduksi (telur dan sperma). Sebuah kesalahan dalam
pembelahan sel yang disebut : non-disjungsi dapat menghasilkan sel-sel reproduksi dengan
jumlah abnormal kromosom. Sebagai contoh : sel telur atau sperma dapat memperoleh salinan
ekstra kromosom. Jika salah satu dari sel-sel reproduksi atipikal berkontribusi pada susunan
genetic seorang anak, anak akan memiliki ekstra kromosom 13 disetiap sel tubuh. Sindrom
patau mosaic juga tidak diwariskan. Hal ini terjadi sebagai kesalahan acak selama pembelahan
sel pada awal perkembangan janin
 Sindrom patau karna translokasi dapat diwariskan. Orang yang berpengaruh dapat
membawa penataan ulang materi genetic antara kromosom 13 dan kromosom lain. Penataan
ulang ini disebut translokasi seimbang karna tidak ada bahan tambahan dari kromosom 13.
Meskipun mereka tidak memiliki tanda-tanda sindrom patau, orang yang membawa jenis
translokasi seimbang berada pada peningkatan risiko memiliki anak dengan kondisi tersebut
 Sindrom patau lebih sering menyerang janin perempuan karna biasanya janin lakilaki
yang mengalami kelainan ini tidak dapat bertahan sampai waktu kelahiran. Sindrom patau
atau trisomy 13 tidak diketahui pasti apa penyebabnya, sering dikaitkan dengan peningkatan
usia ibu. Hal ini dapat mempengaruhi individu dari semua latar belakang etnis
 Factor risiko terjadinya trisomy 13 adalah usia ibu saat hamil lebih dari 35 tahun.
Insidensi trisomy 13 adalah 90% tipe mosaic dengan manifestasi klinis bervariasi, mulai dari
malformasi total sampai mendekati fenotipe normal. Umur harapan hidup biasanya lebih lama
dan derajat defisiensi mental bervariasi. Sedangkan pembelahan sel terjadi setelah konsepsi,
dimana ekstra kromosom timbul pada beberapa bagian sel tubuh.

F. Epidemiologi
Kelainan ini kira-kira ditemukan pada 1 diantara 12000 bayi baru lahir. Seperti halnya
dengan trisomy autosom lain nya (18 dan 21), terdapat hubungan dengan makin lanjutnya usia
ibu.
1. Faktor Predisposisi
Faktor risiko trisomi 13, yaitu :
 Meningkat nya risiko bersamaan dengan peningkatan usia ibu
 Orang tua pembawa jenis kelainan translokasi seimbang
2. Patofisiologi5
Aneuploidi adalah istilah yang digunakan dalam genetika klinis untuk menjelaskan
perubahan dalam kromosom. Aneuploidi adalah suatu keadaan ketika seseorang memiliki
satu atau lebih kromosom lebih atau kurang dari komplemen 46 yang normal, yang dapat
sangat berpengaruh pada kesehatan dan kesejahteraan janin.
Trisomi terjadi apabila kromosom seks atau somatik gagal berpisah secara benar
selama proses meiosis. Hal ini disebut nondisjungsi. Sebagian besar trisomi
menyebabkan aborsi embrio secara spontan, walaupun ada kemungkinan kecil untuk
terjadinya kelahiran hidup. Patofisiologi terjadinya trisomi 13 pada umumnya tak jauh
berbeda dengan trisomi 18. Patau Syndrome disebabkan munculnya ekstra duplikasi
kromosom 13, umumnya terjadi saat konsepsi dan ditransmisikan ke setiap sel tubuh.
Sementara mekanisme bagaimana kromosom trisomi mengganggu perkembangan masih
belum diketahui secara pasti. Pada perkembangan normal genom autosomal manusia
memperoleh 2 duplikat, munculnya duplikat autosomal ke-3 terutama trisomi 13 tipe
sempurna/total sangat lethal terhadap perkembangan embrio.
3. Manifestasi Klinis4
Hampir semua bayi dengan trisomy 13 menunjukkan gambaran dismorfik yang jelas
dan kelainan mayor pada organ dalam. Sangat jarang ditemukan kasus yang dapat
bertahan hidup diatas beberapa minggu, sebanyak 50% kasus meninggal dalam 3 hari
setelah lahir. Penderita yang bertahan hidup lama menunjukkan cacat fisik yang berat.
Secara umum : hipertonisitas selama masa neonatal, gagal tumbuh yang berat dengan
kematian dini pada sebagian besar kasus. Anggota badan : polidaktili (post-aksial, yaitu
pada sisi radial), garis tangan tunggal, Talipes Daerah kelapa & wajah :
Tipe I : holoprosensefali, yaitu : tidak ada hidung (agenesis premaksilaris), lubang
hidung tunggal (sebosefal), belalai (etmosefali)
Tipe II : mikroftalmia, hidung bulat besar, palato/labioskizis, telinga kecil/defek pada
kulit kepala
Lain-lain : kelainan jantung, eksomfalos, kriptokidismus/hipuspadia, ginjal polikistik
4. Konseling genetik6
Konseling genetik pada hakikatnya akan menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan
kelainan pada suatu keluarga, serta memberikan gambaran dan dapat memperkirakan
kelainan pada suatu keluarga, serta memberikan gambaran dan dapat memperkirakan
terulangnya suatu kelainan didalam keluarga yang sama.
Fungsi konseling genetik mencakup :
1. . Fungsi preventif tingkat I : memberikan informasi tentang berbagai faktor genetic
yang mungkin ada
2. Fungsi preventif tingkat II : mengadakan deteksi pasangan, calon suami istri yang
berkaitan dengan masalah genetik, baik dalam masa prokontrasepsi maupaun pada pra
kelahiran
3. Fungsi preventif tingkat III : melalui informasi tentang langkah-langakah dalam
pengambilan keputusan orang tua yang memiliki anak yang memiliki kelainan genetik.
 Cara pelaksanaan konseling genetika :
a. Mengadakan anamnesis untuk menggali masalah yang berkaitan dengan keturunan
dan menyusun pedegre (genogram)
b. Mengajak pasangan untuk memahami kemungkinan terjadi nya kelainan genetik atau
kelainan herediter
c. Mencari jalan keluar bersama klien dan pasangan nya dan memberikan alternatif jalan
keluar
d. Mendorong klien dan pasangan nya untuk dapat mengambil keputusan secara tepat
e. Membantu klien untuk melaksanakan jalan keluar yang sudah dipilih
5. Terapi gen5
Sampai saat ini belum terdapat alat yang efektif untuk terapi gen, akan tetapi
perkembangan mutakhir dalam bidang biologi molekular menjanjikan harapan bahwa
sesegera mungkin dapat dilakukan penggantian secara langsung gen gen abnormal oleh gen
gen normal. Kekhawatiran masyarakat akan prospek permainan dengan gen telah diredakan
dengan suatu konsensus universal bahwa terapi gen hendaknya hanya dilakukan untuk
menyembuhkan suatu penyakit daripada untuk maksud-maksud eugenetika seperti
meningkatkan kecerdasan atau kemampuan atlet, dan terapi gen tersebut seharusnya ditujukan
terutama pada pengubahan suatu jaringan tubuh (terapi somatik) daripada pengubahan
pewarisan konstitusi genetik yang mendasarinya.
6. Prognosis
Pada umumnya prognosis sangat buruk pada neonatus dengan trisomi 13. Umur harapan
hidup rata-rata hanya 2,5 hari.
7. Penatalaksanaan
Intervensi bedah umumnya ditunda untuk beberapa bulan pertama kehidupan karena
tingginya angka kematian. Hati-hati dalam mengambil keputusan terhadap kemungkinan
harapan hidup mengingat beratnya derajat kelainan neurologic dan kelainan fisik dan
pemulihan pos operasi.7 Konsultasi genetika sangat penting ditinjau dari resiko berulangnya
trisomi 13 seperti halnya terhadap trisomi 18 karena ranslokasi. Manajemen medis anak-anak
dengan trisomi 13 direncanakan berdasarkan kasus per kasus dan tergantung pada keadaan
individual pasien. Pengobatan patau syndrome berfokus pada masalah fisik tertentu dengan
yang setiap anak lahir. Banyak bayi mengalami kesulitan bertahan dalam beberapa hari
pertama atau minggu karena saraf parah masalah atau kompleks cacat jantung. Pembedahan
mungkin diperlukan untuk memperbaiki kerusakan jantung atau celah bibir dan langit-langit.
Terapi fisik, okupasi, dan pidato akan membantu individu dengan patau syndrome mencapai
potensi penuh perkembangan mereka.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Trisomy 13 atau patau syndrome merupakan kelainan kromosom karna adanya
ekstraduplikasi kromosom 13, yang umumnya terjadi saat konsepsi dan kemudian
ditransmisikan ke setiap sel tubuh. Karna normal genom autosomal manusia adalah 2
duplikat, munculnya autosomal ke 3 pada trisomy 13 menyebabkan berbagai gangguan
pertumbuhan dan malformasi pada tubuh bayi terutama gangguan pada organ jantung
menyebabkan bayi tidak mempunyai usia harapan hidup yang tinggi Pemeriksaan kromosom
pranikah sangat dianjurkan kepada pasangan suami istri dengan risiko. Konseling genetic
yang kuat sangat penting dalam kasus-kasus kelainan genetic seperti trisomy 13 ini, sehingga
dapat diambil jalan keluar yang terbaik.

3.1 Penutup
Mungkin inilah yang di wacanakan dalam penulisan makalah ini meskipun makalah ini
jauh dari sempurna minimal kirta mengimplementasikan tulisan ini. Masih banyak kesalahan
dalam penulisan makalah ini. Karena kami manusia adalah tempat salah dan dosa , dan kami
membutuhkan saran / kritikan untuk menjadi motivasi masa depan yang lebih baik dari masa
sebelumnya. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih pada dosen pembimbing mata
kuliah dr. Hanny Puspita Aryani , MM . yang telah memberikan tugas untuk saya sendiri dan
untuk bangsa dan Negara.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sacher R A, McPherson R A. Pemeriksaan laboratorium. Ed 11. Jakarta : EGC;


2004. Hal 64-5
2. Jha T B, Ghosh B. Tissue Cluture. India : Universitas Press; 2005. Hal 136
3. Curttis GB. Kehamilan diatas usia 30. Jakarta: Arcan; 2000. Hal 99-108
4. Hull D, Johnston D I. Dasar-dasar pediatric. Ed 3. Jakarta: EGC; 2008..Hal 16-7
5. Hull D, Johnston DI. Dasar-dasar pediatri. Ed 3. Jakarta: EGC; 2008. hal 30
6. Uripni C L, Sujianto U, Indrawati T. Komunikasi kebidanan. Jakarta: EGC; 2003.
Hal 99
7. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Ed 3. Jakarta: EGC;2009. Hal 53

Anda mungkin juga menyukai