Anda di halaman 1dari 7

Hikayat Seorang Kakek dan Seekor Ular

Pada zaman dahulu, tersebutlah ada seorang kakek yang cukup disegani. Ia dikenal takut kepada Allah,
gandrung pada kebenaran, beribadah wajib setiap waktu, menjaga salat lima waktu dan selalu mengusahakan
membaca Al-Qur’an pagi dan petang. Selain dikenal alim dan taat, ia juga terkenal berotot kuat dan berotak encer.
Ia punya banyak hal yang menyebabkannya tetap mampu menjaga potensi itu.

Suatu hari, ia sedang duduk di tempat kerjanya sembari menghisap rokok dengan nikmatnya (sesuai
kebiasaan masa itu). Tangan kanannya memegang tasbih yang senantiasa berputar setiap waktu di tangannya.
Tiba-tiba seekor ular besar menghampirinya dengan tergopoh-gopoh. Rupanya, ular itu sedang mencoba
menghindar dari kejaran seorang laki-laki yang (kemudian datang menyusulnya) membawa tongkat.

“Kek,” panggil ular itu benar-benar memelas, “kakek kan terkenal suka menolong. Tolonglah saya,
selamatkanlah saya agar tidak dibunuh oleh laki-laki yang sedang mengejar saya itu. Ia pasti membunuh saya
begitu berhasil menangkap saya. Tentunya, kamu baik sekali jika mau membuka mulut lebar-lebar supaya saya
dapat bersembunyi di dalamnya. Demi Allah dan demi ayah kakek, saya mohon, kabulkanlah permintaan saya
ini.”

“Ulangi sumpahmu sekali lagi,” pinta si kakek. “Takutnya, setelah mulutku kubuka, kamu masuk ke
dalamnya dan selamat, budi baikku kamu balas dengan keculasan. Setelah selamat, jangan-jangan kamu malah
mencelakai saya.”

Ular mengucapkan sumpah atas nama Allah bahwa ia takkan melakukan itu sekali lagi. Usai ular
mengucapkan sumpahnya, kakek pun membuka mulutnya sekira-kira dapat untuk ular itu masuk.

Sejurus kemudian, datanglah seorang pria dengan tongkat di tangan. Ia menanyakan keberadaan ular yang
hendak dibunuhnya itu. Kakek mengaku bahwa ia tak melihat ular yang ditanyakannya dan tak tahu di mana ular
itu berada. Tak berhasil menemukan apa yang dicarinya, pria itu pun pergi.

Setelah pria itu berada agak jauh, kakek lalu berbicara kepada ular: “Kini, kamu aman. Keluarlah dari
mulutku, agar aku dapat pergi sekarang.”

Ular itu hanya menyembulkan kepalanya sedikit, lalu berujar: “Hmm, kamu mengira sudah mengenal
lingkunganmu dengan baik, bisa membedakan mana orang jahat dan mana orang baik, mana yang berbahaya
bagimu dan mana yang berguna. Padahal, kamu tak tahu apa-apa. Kamu bahkan tak bisa membedakan antara
makhluk hidup dan benda mati.”

“Buktinya kamu biarkan saja musuhmu masuk ke mulutmu, padahal semua orang tahu bahwa ia ingin
membunuhmu setiap ada kesempatan. Sekarang kuberi kamu dua pilihan, terserah kamu memilih yang mana;
mau kumakan hatimu atau kumakan jantungmu? Kedua-duanya sama-sama membuatmu sekarat.” Kontan ular
itu mengancam.

“La haula wa la quwwata illa billahi al`aliyyi al-`azhim [tiada daya dan kekuatan kecuali bersama Allah yang
Maha Tinggi dan Agung] (ungkapan geram), bukankah aku telah menyelamatkanmu, tetapi sekarang aku pula
yang hendak kamu bunuh? Terserah kepada Allah Yang Esa sajalah. Dia cukup bagiku, sebagai penolong terbaik.”
Sejurus kemudian kakek itu tampak terpaku, shok dengan kejadian yang tak pernah ia duga sebelumnya,
perbuatan baiknya berbuah penyesalan.

Kakek itu akhirnya kembali bersuara, “Sebejat apapun kamu, tentu kamu belum lupa pada sambutanku yang
bersahabat. Sebelum kamu benar-benar membunuhku, izinkan aku pergi ke suatu tempat yang lapang. Di sana
ada sebatang pohon tempatku biasa berteduh. Aku ingin mati di sana supaya jauh dari keluargaku.”

Ular mengabulkan permintaannya. Namun, di dalam hatinya, orang tua itu berharap, “Oh, andai Tuhan
mengirim orang pandai yang dapat mengeluarkan ular jahat ini dan menyelamatkanku.”

Setelah sampai dan bernaung di bawah pohon yang dituju, ia berujar pada sang ular: “Sekarang, silakan
lakukanlah keinginanmu. Laksanakanlah rencanamu. Bunuhlah aku seperti yang kamu inginkan.”

Tiba-tiba ia mendengar sebuah suara yang mengalun merdu tertuju padanya:


“Wahai Kakek yang baik budi, penyantun dan pemurah. Wahai orang yang baik rekam jejaknya, ketulusan
dan niat hatimu yang suci telah menyebabkan musuhmu dapat masuk ke dalam tubuhmu, sedangkan kamu tak
punya cara untuk mengeluarkannya kembali. Cobalah engkau pandang pohon ini. Ambil daunnnya beberapa
lembar lalu makan. Moga Allah sentiasa membantumu.”

Anjuran itu kemudian ia amalkan dengan baik sehingga ketika keluar dari mulutnya ular itu telah menjadi
bangkai. Maka bebas dan selamatlah kakek itu dari bahaya musuh yang mengancam hidupnya. Kakek itu girang
bukan main sehingga berujar, “Suara siapakah yang tadi saya dengar sehingga saya dapat selamat?”

Suara itu menyahut bahwa dia adalah seorang penolong bagi setiap pelaku kebajikan dan berhati mulia. Suara
itu berujar, “Saya tahu kamu dizalimi, maka atas izin Zat Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri (Allah)
saya datang menyelamatkanmu.”

Kakek bersujud seketika, tanda syukurnya kepada Tuhan yang telah memberi pertolongan dengan
mengirimkan seorang juru penyelamat untuknya.”

Di akhir ceritanya, si Saudi berpesan:

“Waspadalah terhadap setiap fitnah dan dengki karena sekecil apapun musuhmu, ia pasti dapat
mengganggumu. Orang jahat tidak akan pernah menang karena prilakunya yang jahat.”

Kemudian si Saudi memelukku dan memeluk anakku. Pada istriku dia mengucapkan selamat tinggal. Ia
berangkat meninggalkan kami. Hanya Allah yang tahu betapa sedihnya kami karena berpisah dengannya. Kami
menyadari sepenuhnya perannya dalam menyelamatkan kami dari lumpur kemiskinan sehingga menjadi kaya-
raya.

Namun, belum beberapa hari dia pergi, aku sudah mulai berubah. Satu persatu nasehatnya kuabaikan.
Hikmah-hikmah Sulaiman dan pesan-pesannya mulai kulupakan. Aku mulai menenggelamkan diri dalam lautan
maksiat, bersenang-senang dan mabuk-mabukan. Aku menjadi suka menghambur-hamburkan uang.

Akibatnya, para tetangga menjadi cemburu. Mereka iri melihat hartaku yang begitu banyak. Mengingat
mereka tidak tahu sumber pendapatanku, mereka lalu mengadukanku kepada kepala kampung. Kepala kampung
memanggilku dan menanyakan dari mana asal kekayaanku. Dia juga memintaku untuk membayarkan uang dalam
jumlah yang cukup besar sebagai pajak, tetapi aku menolak. Ia memaksaku untuk mematuhi perintahnya seraya
menebar ancaman.

Setelah membayar begitu banyak sehingga yang tersisa dari hartaku tak seberapa, suatu kali bayaranku
berkurang dari biasanya. Dia pun marah dan menyuruh orang untuk mencambukku. Kemudian ia menjebloskan
aku ke penjara. Sudah tiga tahun lamanya saya mendekam di penjara ini, merasakan berbagai aneka penyiksaan.
Tak sedetikpun saya lewatkan kecuali saya meminta kepada Zat yang menghamparkan bumi ini dan menjadikan
langit begitu tinggi agar segera melepaskan saya dari penjara yang gelap ini dan memulangkan saya pada isteri
dan anak-anak saya.

Namun, tentu saja, saya takkan dapat keluar tanpa budi baik dari Baginda Rasyid, Baginda yang agung dan
menghukum dengan penuh pertimbangan.

Khalifah menjadi terkejut dan sedih mendengar ceritanya. Khalifah pun memerintahkan agar ia dibebaskan
dan dibekali sedikit uang pengganti dari kerugian yang telah ia derita dan kehinaan yang dialaminya. Ia pun
memanjatkan doa dengan khusyu kepada Allah, satu-satunya Dzat yang disembah, agar Khalifah Amirul
Mukminin senantiasa bermarwah dan berbahagia, selama matahari masih terbit dan selama burung masih berkicau.
Hikayat Burung Cenderawasih
Sahibul hikayat telah diriwayatkan dalam Kitab Tajul Muluk, mengisahkan seekor burung yang
bergelar burung cenderawasih. Adapun asal usulnya bermula dari kayangan. Menurut kebanyakan
orang lama yang arif mengatakan ianya berasal dari syurga dan selalu berdamping dengan para wali.
Memiliki kepala seperti kuning keemasan. Dengan empat sayap yang tiada taranya. Akan kelihatan
sangat jelas sekiranya bersayap penuh adanya. Sesuatu yang sangat nyata perbezaannya adalah dua
antena atau ekor ‘areil‘ yang panjang di ekor belakang. Barangsiapa yang melihatnya pastilah terpegun
dan takjub akan keindahan dan kepelikan burung cenderawasih.

Amatlah jarang sekali orang memiliki burung cenderawasih. Ini kerana burung ini bukanlah berasal
dari bumi ini. Umum mengetahui bahawa burung Cenderawasih ini hanya dimiliki oleh kaum kerabat
istana saja. Hatta mengikut sejarah, kebanyakan kerabat-kerabat istana Melayu mempunyai burung
cenderawasih. Mayoritas para peniaga yang ditemui mengatakan ia membawa tuah yang hebat.

Syahdan dinyatakan lagi dalam beberapa kitab Melayu lama, sekiranya burung cenderawasih turun
ke bumi nescaya akan berakhirlah hayatnya. Dalam kata lain burung cenderawasih akan mati sekiranya
menjejak kaki ke bumi. Namun yang pelik lagi ajaibnya, burung cenderawasih ini tidak lenyap seperti
bangkai binatang yang lain. Ini kerana ia dikatakan hanya makan embun syurga sebagai makanannya.
Malahan ia mengeluarkan bau atau wangian yang sukar untuk diperkatakan. Burung cenderawasih mati
dalam pelbagai keadaan. Ada yang mati dalam keadaan terbang, ada yang mati dalam keadaan istirahat
dan ada yang mati dalam keadaan tidur.

Walau bagaimanapun, Melayu Antique telah menjalankan kajian secara rapi untuk menerima
hakikat sebenar mengenai BURUNG CENDERAWASIH ini. Mengikut kajian ilmu pengetahuan yang
dijalankan, burung ini lebih terkenal di kalangan penduduk nusantara dengan panggilan Burung
Cenderawasih. Bagi kalangan masyarakat China pula, burung ini dipanggil sebagai Burung Phoenixyang
banyak dikaitkan dengan kalangan kerabat istana Maharaja China. Bagi kalangan penduduk Eropah,
burung ini lebih terkenal dengan panggilan ‘Bird of Paradise‘.

Secara faktanya, asal usul burung ini gagal ditemui atau didapathingga sekarang. Tiada bukti yang
menunjukkan ianya berasal dari alam nyata ini. Namun satu lagi fakta yang perlu diterima, burung
cenderawasih turun ke bumi hanya diIRIAN JAYA (Papua sekarang), Indonesia saja. Tetapi yang pelik
namun satu kebenaran burung ini hanya turun seekor saja dalam waktu tujuh tahun. Dan ia turun untuk
mati. Sesiapa yang menjumpainya adalah satu tuah. Oleh itu, kebanyakan burung cenderawasih yang
anda saksikan mungkin berumur lebih dari 10 tahun, 100 tahun atau sebagainya. Kebanyakkannya
sudah beberapa generasi yang mewarisi burung ini.

Telah dinyatakan dalam kitab Tajul Muluk bahawa burung cenderawasih mempunyai pelbagai
kelebihan. Seluruh badannya daripada dalam isi perut sehinggalah bulunya mempunyai khasiat yang
misteri. Kebanyakannya digunakan untuk perubatan. Namun ramai yang memburunya kerana
‘tuahnya’. Burung cenderawasih digunakan sebagai ‘pelaris’. Baik untuk pelaris diri atau perniagaan.
Sekiranya seseorang memiliki bulu burung cenderawasih sahaja pun sudah cukup untuk dijadikan
sebagai pelaris. Mengikut ramai orang yang ditemui memakainya sebagai pelaris menyatakan, bulu
burung cenderawasih ini merupakan pelaris yang paling besar. Hanya orang yang memilikinya yang tahu
akan kelebihannya ini. Namun yang pasti burung cenderawasih bukannya calang-calang burung. Penuh
dengan keunikan, misteri, ajaib, tuah.
HIKAYAT ABU NAWAS: PESAN BAGI HAKIM

Bapaknya Abu Nawas adalah Penghulu Kerajaan Baghdad bernama Maulana. Pada suatu hari bapaknya Abu Nawas
yang sudah tua itu sakit parah dan akhirnya meninggal dunia.
Abu Nawas dipanggil ke istana. la diperintah Sultan (Raja) untuk mengubur jenazah bapaknya itu sebagaimana adat
Syeikh Maulana. Apa yang dilakukan Abu Nawas hampir tiada bedanya dengan Kadi Maulana baik mengenai tata cara
memandikan jenazah hingga mengkafani, menyalati dan men-do’akannya. Maka Sultan bermaksud mengangkat Abu Nawas
menjadi Kadi atau penghulu menggantikan kedudukan bapaknya.
Namun..,demi mendengar rencana sang Sultan. Tiba-tiba saja Abu Nawas yang cerdas itu tiba-tiba nampak berubah
menjadi gila.
Usai upacara pemakaman bapaknya. Abu Nawas mengambil batang sepotong batang pisang dan diperlakukannya
seperti kuda, ia menunggang kuda dari batang pisang itu sambil berlari-lari dari kuburan bapaknya menuju rumahnya. Orang
yang melihat menjadi terheran-heran dibuatnya.
Pada hari yang lain ia mengajak anak-anak kecil dalam jumlah yang cukup banyak untuk pergi ke makam bapaknya.
Dan di atas makam bapaknya itu ia mengajak anak-anak bermain rebana dan bersuka cita.
Kini semua orang semakin heran atas kelakuan Abu Nawas itu, mereka menganggap Abu Nawas sudah menjadi gila
karena ditinggal mati oleh bapaknya.
Pada suatu hari ada beberapa orang utusan dari Sultan Harun Al Rasyid datang menemui Abu Nawas.
“Hai Abu Nawas kau dipanggil Sultan untuk menghadap ke istana.” kata wazir utusan Sultan.
“Buat apa sultan memanggilku, aku tidak ada keperluan dengannya.” jawab Abu Nawas dengan entengnya seperti
tanpa beban.
“Hai Abu Nawas kau tidak boleh berkata seperti itu kepada rajamu.”
“Hai wazir, kau jangan banyak cakap. Cepat ambil ini kudaku ini dan mandikan di sungai supaya bersih dan segar.”
kata Abu Nawas sambil menyodorkan sebatang pohon pisang yang dijadikan kuda-kudaan.
Si wazir hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Abu Nawas. “Abu Nawas kau mau apa tidak menghadap
Sultan?” kata wazir.
“Katakan kepada rajamu, aku sudah tahu maka aku tidak mau.” kata
Abu Nawas.
“Apa maksudnya Abu Nawas?” tanya wazir dengan rasa penasaran.
“Sudah pergi sana, bilang saja begitu kepada rajamu.” sergah Abu Nawas sembari menyaruk debu dan dilempar ke
arah si wazir dan teman-temannya.
Si wazir segera menyingkir dari halaman rumah Abu Nawas. Mereka laporkan keadaan Abu Nawas yang seperti tak
waras itu kepada Sultan Harun Al Rasyid.
Dengan geram Sultan berkata,”Kalian bodoh semua, hanya menghadapkan Abu Nawas kemari saja tak becus! Ayo
pergi sana ke rumah Abu Nawas bawa dia kemari dengan suka rela ataupun terpaksa.”
Si wazir segera mengajak beberapa prajurit istana. Dan dengan paksa Abu Nawas di hadirkan di hadapan raja.
Namun lagi-lagi di depan raja Abu Nawas berlagak pilon bahkan tingkah-nya ugal-ugalan tak selayaknya berada di
hadapan seorang raja.
“Abu Nawas bersikaplah sopan!” tegur Baginda. “Ya Baginda, tahukah Anda……?”
‘Apa Abu Nawas…?”
“Baginda…terasi itu asalnya dari udang !”
“Kurang ajar kau menghinaku Nawas !”
“Tidak Baginda! Siapa bilang udang berasal dari terasi?”
Baginda merasa dilecehkan, ia naik pitam dan segera memberi perintah kepada para pengawalnya.
“Hajar dia ! Pukuli dia sebanyak dua puluh lima kali.”
Wah-wah! Abu Nawas yang kurus kering itu akhirnya lemas tak berdaya dipukuli tentara yang bertubuh kekar.
Usai dipukuli Abu Nawas disuruh keluar istana. Ketika sampai di pintu gerbang kota, ia dicegat oleh penjaga.
“Hai Abu Nawas! Tempo hari ketika kau hendak masuk kekota ini kita telah mengadakan perjanjian. Masak kau lupa
pada janjimu itu? Jika engkau diberi hadiah oleh Baginda maka engkau berkata: Aku bagi dua; engkau satu bagian, aku satu
bagian. Nah, sekarang mana bagianku itu?”
“Hai penjaga pintu gerbang, apakah kau benar-benar menginginkan hadiah Baginda yang diberikan kepadaku tadi?”
“lya, tentu itu kan sudah merupakan perjanjian kita?”
“Balk, aku berikan semuanya, bukan hanya satu bagian!”
“Wah ternyata kau baik hati Abu Nawas. Memang harusnya begitu, kau kan sudah sering menerima hadiah dari
Baginda.”
Tanpa banyak cakap lagi Abu Nawas mengambil sebatang kayu yang agak besar lalu orang itu dipukulinya sebanyak
dua puluh lima kali.Tentu saja orang itu menjerit-jerit kesakitan dan menganggap Abu Nawas telah menjadi gila.
Setelah penunggu gerbang kota itu klenger Abu Nawas meninggalkannya begitu saja, ia terus melangkah pulang ke
rumahnya.
Sementara itu si penjaga pintu gerbang mengadukan nasibnya kepada Sultan Harun Al Rasyid.
“Ya, Tuanku Syah Alam, ampun beribu ampun. Hamba datang kemari mengadukan Abu Nawas yang telah memukul
hamba sebanyak dua puluh lima kali tanpa suatu kesalahan. Hamba mohom keadilan dari Tuanku Baginda.”
Baginda segera memerintahkan pengawal untuk memanggil Abu Nawas. Setelah Abu Nawas berada di hadapan
Baginda ia ditanya.”Hai Abu Nawas! Benarkah kau telah memukuli penunggu pintu gerbang kota ini sebanyak dua puluh lima
kali pukulan?”
Berkata Abu Nawas, “Ampun Tuanku, sudah sepatutnya dia menerima pukulan itu
“Apa maksudmu? Coba kau jelaskan seb orang itu?” tanya Baginda.
“Tuanku,”kata Abu Nawas.”Hamba dan p. mengadakan perjanjian bahwa jika’hamba diberi hadiah tersebut akan
dibagi dua. Satu bagian saya. Nah pagi tadi hamba menerima hadial maka saya berikan pula hadiah dua puluh limi kali.
“Hai penunggu pintu gerbang, benarkah kau berjanji seperti itu dengan Abu Nawas?” tanya Baginda.
“Benar Tuanku,”jawab penunggu pintu gerbang mengira jika Baginda memberikan hadiah pada abunawas.
“Hahahahaha…….!Dasar tukang peras,
sahut Baginda.”Abu Nawas tiada bersalah bahwa penjaga pintu gerbang kota Baghdad suka memeras orang! Kalau
kau tidak berubah aku akan memecat dan menghukum kamu!”
“Ampun Tuanku,”sahut penjaga pintu gerbang.
Abu Nawas berkata,”Tuanku, hamba sue tiba-tiba diwajibkan hadir di tempat ini, pai Hamba mohon ganti rugi. Sebab
jatah waktu karena panggilan Tuanku. Padahal besok r untuk keluarga hamba.”
Sejenak Baginda melengak, terkejut ate tiba-tiba ia tertawa terbahak-bahak,” Hahahah
Baginda kemudian memerintahkan bem sekantong uang perak kepada Abu Nawas. A hati gembira.
Tetapi sesampai di rumahnya Abu Naw bahkan semakin nyentrik seperti orang gila J
Pada suatu hari Raja Harun Al Rasyid rm menterinya.
“Apa pendapat kalian mengenai Abu N. sebagai kadi?”3
Wazir atau perdana meneteri berkata,”Melihat keadaan Abu Nawas yang semakin parah otaknya maka sebaiknya
Tuanku mengangkat orang lain saja menjadi kadi.”
Menteri-menteri yang lain juga mengutarakan pendapat yang sama. “Tuanku, Abu Nawas telah menjadi gila karena
itu dia tak layak menjadi kadi.”
“Baiklah, kita tunggu dulu sampai dua puluh satu hari, karena bapaknya baru saja mati. Jika tidak sembuh-sembuh
juga bolehlah kita mencari kadi yang lain saja.”
Setelah lewat satu bulan Abu Nawas masih dinggap gila, maka Sultan Harun Al Rasyid mengangkat orang lain
menjadi kadi atau penghulu kerajaan Baghdad.
Konon dalam seuatu pertemuan besar ada seseorang bernama Polan yang sejak lama berambisi menjadi Kadi, la
mempengaruhi orang-orang di sekitar Baginda untuk menyetujui jika ia diangkat menjadi Kadi, maka tatkala ia mengajukan
dirinya menjadi Kadi kepada Baginda maka dengan mudah Baginda menyetujuinya.
Begitu mendengar Polan diangkat menjadi kadi maka Abu Nawas mengucapkan syukur kepada Tuhan.
“Alhamdulillah….. aku telah terlepas dari balak yang mengerikan.Tapi….sayang sekali kenapa hams Polan yang menjadi
Kadi, kenapa tidak yang lain saja.”
Mengapa Abu Nawas bersikap seperti orang gila? Ceritanya begini: Pada suatu hari ketika ayahnya sakit parah dan
hendak meninggal dunia ia panggil Abu Nawas untuk menghadap. Abu Nawas pun datang mendapati bapaknya yang sudah
lemah lunglai.
Berkata bapaknya, “Hai anakku, aku sudah hampir mati. Sekarang ciumlah telinga kanan dan telinga kiriku.”
Abu Nawas segera menuruti permintaan terakhir bapaknya. la cium telinga kanan bapaknya, ternyata berbau harum,
sedangkan yang sebelah kiri berbau sangat busuk.
“Bagamaina anakku? Sudah kau cium?” “Benar Bapak!”
“Ceritakan dengan sejujurnya, baunya kedua telingaku ini.” “Aduh Pak, sungguh mengherankan, telinga Bapak yang
sebelah kanan berbau harum sekali. Tapi… yang sebelah kiri kok baunya amat busuk?”
“Hai anakku Abu Nawas, tahukah apa sebabnya bisa terjadi begini?” “Wahai bapakku, cobalah ceritakan kepada
anakmu ini.’;
Berkata Syeikh Maulana.Tada suatu hari datang dua orang mengadukan masalahnya kepadaku. Yang seorang aku
dengarkan keluhannya. Tapi yang seorang lagi karena aku tak suka maka tak kudengar pengaduannya. Inilah resiko menjadi
Kadi (Penghulu). Jika kelak kau suka menjadi Kadi maka kau akan mengalami hal yang sama, namun Jika kau tidak suka
menjadi Kadi maka buatlah alasan yang masuk akal agar kau tidak dipilih sebagai Kadi o!eh Sultan Harun Al Rasyid. Tapi
tak bisa tidak Sultan Harun AI.Rasyid pastilah tetap memilihmu sebagai Kadi.”
Nah, itulah sebabnya Abu Nawas pura-pura menjadi gila. Hanya untuk menghindarkan diri agar tidak diangkat
menjadi kadi, seorang kadi atau penghulu pada masa itu kedudukannya seperti hakim yang memutus suatu perkara.
Waiaupun Abu Nawas tidak menjadi Kadi namun dia sering diajak konsultasi oleh sang Raja untuk memutus suatu perkara.
Bahkan ia kerap kali dipaksa datang ke istana hanya sekedar untuk menjawab pertanyaan Baginda Raja yang aneh-aneh
dan tidak masuk akal.
HIKAYAT ABU NAWAS DAN LELAKI KIKIR

Syahdan,disuatu masa hidup seorang laki2 yang punya sifat kikir (pelit).ia mempunyai sebuah rumah yang
cukup besar.didalam rumah itu dia tinggal bersama seorang istri dan 3 orang anaknya yang masih kecil2.laki2 ini
merasa rumahnya sudah sangat sempit dengan keberadaannya dan keluarganya.namun,untuk memperluas
rumahnya,sang lelaki merasa sayang untuk mengeluarkan uang.ia putar otak bagaimana caranya agar ia bisa
memperluas rumahnya tanpa mengeluarkan banyak.akhirnya,ia mendatangi abunawas,seorang cerdik
dikampungnya.pergilah ia menuju rumah abu nawas.
si lelaki : “salam hai abunawas,semoga engkau selamat sejahtera.”
abu nawas : “salam juga untukmu hai orang asing,ada apa gerangan kamu mendatangi kediamanku yang
reot ini ?”
si lelaki lalu menceritakan masalah yang ia hadapi.abunawas mendengar dengan seksama.setelah si lelaki
selesai bercerita,abunawas tampak tepekur sesaat,tersenyum,lalu ia berkata :
“hai fulan,jika kamu menghendaki kediaman yang lebih luas,belilah sepasang ayam,jantan dan betina,lalu
buatkan kandang didalam rumahmu.3 hari lagi kau lapor padaku bagaimana keadaan rumahmu.”
si lelaki bingung,apa hubungannya ayam dengan luas rumah,tapi ia tak membantah.sepulang dari rumah
abunawas,ia membeli sepasang ayam,lalu membuatkan kandang untuk ayamnya didalam rumah.
3 hari kemudian,ia kembali kekediaman abunawas,dengan wajah berkerut.
abunawas : “bagaimana fulan,sudah bertambah luaskah kediamanmu?”
si lelaki : “boro boro ya abu.apa kamu yakin idemu ini tidak salah?rumahku tambah kacau dengan adanya
kedua ekor ayam itu.mereka membuat keributan dan kotorannya berbau tak sedap.”
abu nawas : “( sambil tersenyum ) kalau begitu tambahkan sepasang bebek dan buatkan kandang didalam
rumahmu.lalu kembali 3 hari lagi.”
silelaki terperanjat.kemarin ayam sekarang bebek,memangnya rumahnya peternakan?.atau sicerdik
abunawas ini sedang kumat jahilnya?namun seperti pertama kali,ia tak berani membantah,karena ingat reputasi
abunawas yang selalu berhasil memecahkan berbagai masalah.pergilah ia ke pasar,dibelinya sepasang bebek,lalu
dibuatkannya kandang didalam rumahnya.
setelah 3 hari ia kembali menemuai abunawas.
abu nawas : “bagaimana fulan,kediamanmu sedah mulai terasa luas atau belum ?”
si lelaki : “aduh abu,ampun,jangan kau menegerjai aku.saat ini adalah saat paling parah selama aku tinggal
dirumah itu.rumahku sekarang sangat mirip pasar unggas,sempit,padat,dan baunya bukan main.”
abunawas : “waah,bagus kalau begitu.tambahkan seekor kambing lagi.buatkan ia kandang didalam
rumahmu juga.lalu kembali kesini 3 hari lagi.”
si lelaki : “apa kau sudah gila abu ?kemarin ayam,bebek dan sekarang kambing.apa tidak ada cara lain
yang lebih normal?”
abunawas : “lakukan saja,jangan membantah.”
lelaki itu tertunduk lesu,bagaimanapun juga yang memberi ide adalah abunawas,sicerdik pandai yang
tersohor.maka dengan pasrah pergilah ia ke pasar dan membeli seekor kambing,lalu ia membuatkan kandang
didalam rumahnya.
3 hari kemudian dia kembali menemui abunawas
abunawas : “bagaimana fulan ? sudah membesarkah kediamanmu ?”
si lelaki : “rumahku sekarang benar2 sudah jadi neraka.istriku mengomel sepanjang hari,anak2 menangis,
semua hewan2 berkotek dan mengembik,bau,panas,sumpek,betul2 parah ya abu.tolong aku abu,jangan suruh aku
beli sapi dan mengandangkannya dirumahku,aku tak sanggup ya abu.”
abu nawas : “baiklah,kalau begitu,pulanglah kamu,lalu juallah kambingmu kepasar,besok kau kembali
untuk menceritakan keadaan rumahmu.”
si lelaki pulang sambil bertanya2 dalam hatinya,kemarin disuruh beli,sekarang disuruh jual,apa maunya
si abunawas.namun,ia tetap menjual kambingnya kepasar.keesokan harinya ia kembali kerumah abunawas.
abu nawas : “bagaimana kondisi rumahmu hari ini ?”
si lelaki :”yah,lumayan lah abu,paling tidak bau dari kambing dan suara embikannya yang berisik sudah
tak kudengar lagi.”
abu nawas : “kalau begitu juallah bebek2mu hari ini,besok kau kembali kemari”
si lelaki pulang kerumahnya dan menjual bebek2nya kepasar.esok harinya ia kembali kerumah abunawas
abunawas : “jadi,bagaimana kondisi rumahmu hari ini?”
si lelaki : “syukurlah abu,dengan perginya bebek2 itu,rumahku jadi jauh lebih tenang dan tidak terlalu
sumpek dan bau lagi.anak2ku juga sudah mulai berhenti menangis.”
abunawas.bagus.”kini juallah ayam2mu kepasar dan kembali besok ”
si lelaki pulang dan menjual ayam2nya kepasar.keesokan harinya ia kembali dengan wajah yang berseri2
kerumah abunawas
abunawas : “kulihat wajahmu cerah hai fulan,bagaimana kondisi rumahmu saat ini?”
si lelaki :”alhamdulillah ya abu,sekarang rasanya rumahku sangat lega karena ayam dan kandangnya sudah
tidak ada.kini istriku sudah tidak marah2 lagi,anak2ku juga sudah tidak rewel.”
abunawas : “(sambil tersenyum) nah nah,kau lihat kan,sekarang rumahmu sudah menjadi luas padahal kau
tidak menambah bangunan apapun atau memperluas tanah banguanmu.sesungguhnya rumahmu itu cukup
luas,hanya hatimu sempit sehingga kau tak melihat betapa luasnya rumahmu.mulai sekarang kau harus lebih
banyak bersyukur karena masih banyak orang yang rumahnya lebih sempit darimu.sekarang pulanglah kamu,dan
atur rumah tanggamu,dan banyak2lah bersyukur atas apa yang dirizkikan tuhan padamu,dan jangan banyak
mengeluh.”
silelaki pun termenung sadar atas segala kekeliruannya,ia terpana akan kecendikiaan sang tokoh dan
mengucap terima kasih pada abunawas…

Anda mungkin juga menyukai