Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.2. Latar Belakang

Banyak orang yang sangat sulit untuk memahami konsep manajemen secara
teoritis,sehingga merasa tidak memerlukan bahkan mengabaikannya. Padahal, tanpa disadari,
mereka sebenarnya adalah pelaku (manajer) yang menjalankan proses manajemen dalam
kesehariannya, bahkan menjadi pelaku utama. Contohnya saja, banyaknya pelaku bisnis jasa
pelaksana kontruksi di Indonesia tidak memiliki latar belakang pengetahuan di bidang
manajemen.

Sebagian mereka memulai usaha bisnis jasa pelaksana kontruksi karenaalasan


kesempatan dan peluang usaha semata. Padahal, pengetahuan di bidang manajemen sungguh
sangat diperlukan untuk meningkatkan performa usaha menuju usaha yang memiliki
keunggulan bersaing (competitive advantage) dan mampu bertahan (survive) dalam
menghadapi setiap perubahan iklim usaha. Jika pelaku bisnis mampu menjalankan usaha dan
dapat mencapaitujuan dan target usaha tanpa latar belakang teori manajemen, itu lebih
disebabkan factor keberuntungan. Sebagaimana ditulis oleh Harold Koontz (1988:9):
Executives whoattempt to manage without such management science must trust to luck,
intuition, or what they did in the past.

Melakukan bisnis tanpa pengetahuan manajemen sama artinya dengan mencoba


melaksanakan manajemen tanpa teori dan tanpa pengetahuan yang dibentuk oleh teori
itu,sehingga hasilnya akan sangat bergantung pada nasib, dan hanya mengandalkan
naluri,atau dengan merujuk kepada apa-apa yang telah mereka lakukan di masa lampau.
Praktik bisnis seperti itu cenderung bersifat coba-coba. Padahal, semakin besar suatu proyek,
berarti semakin banyak pula masalah yang harus dihadapi. apabila tidak ditangani dengan
benar, berbagai masalah tersebut akan mengakibatkan dampak berupa kelambatan
penyelesaian proyek, penyimpangan mutu hasil, pembiayaan membengkak, pemborosan
sumber daya, persaingan tak sehat di antara para pelaksana, serta kegagalan untuk mencapai
tujuan dan sasaran yang diinginkan.

1
Dengan bermula dan bertitik tolak dari permasalah tersebut sebagai masah utama
yang hatus dihadapi pada setiap proyek kontruksi. Maka penulis akan membahas masalah ini
agar pelaksanaan konstruksi dapat berhasil. Dengan memperhatikan tujuan, sasaran dan
teknik-teknik pelaksanaan setiap pekerjaan yang dinyatakan secara jelas dan terinci melalui
sistem manajemen konstruksi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah yang dimunculkan ialah sebagai
berikut :
1. Apa pengertian dari manajemen konstruksi ?
2. Apa saja yang perlu di manage dalam pelaksaan sebuah proyek ?
3. Bagaimana sistem manajemen konstruksi agar sehingga sebuah proyek dapat
dikatakan berhasil ?
4. Mengapa manajemen konstruksi itu penting bagi pelaku usaha jasa kontruksi
dalam mengemban sebuah proyek ?

1.3 Tujuan
Maksud dan tujuan yang ingin dicapai oleh penyusun dalam pembuatan makalah ini
adalah :
1. Mengentahui pengertian manajemen konstruksi.
2. Memahami hal-hal yang perlu di manage dalam pelaksaan sebuah proyek .
3. Menjelaskan sistem manajemen konstruksi sehingga proyek tersebut berhasil.
4. Mengetahui pentingnya manajemen konstruksi bagi pelaku usaha jasa kontruksi
dalam menjalankan sebuah proyek.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan makalah ini, ialah :
1. Dapat menjelaskan sistem manajemen konstruksi.
2. Dapat menjelaskan pentingnya manajemen konstuksi bagi pelaku usaha jasa
konstruksi.

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.2. Landasan Teori
Memulai praktik manajemen secara konseptual dengan menetapkan terlebih dahulu
tujuan usaha yang akan dicapai (goal setting). Kemudian rencanakan bagaimana cara
mencapai tujuan tersebut, siapa saja yang akan melakukan dan dalam kapasitas sebagai apa,
dengan (sumber daya) apa tujuan itu akan dicapai, dari mana saja sumber daya itu diperoleh,
siapa yang melakukan pengendalian agar apa yang dilakukan sesuai dengan apa yang telah
direncanakan, dan setelah tujuan dicapai untuk apa hasilnya, dan apa sasaran berikutnya.
Pertanyaan-pertanyaan itu memerlukan jawaban yang tidak bias berdiri sendiri, karena
merupakan satu rangkaian aksi yang saling terkait. Jika semua pertanyaan sederhana itu dapat
terjawab dengan cara jelas, normative dan terukur, maka sesungguhnya itu adalah sebuah
rangkaian penugasan yang sarat dengan fungsi.
Mengurutkan fungsi-fungsi tersebut secara sistematis. Dimulai dari fungsi
merencanakan (planning), membuat program (programming), mengorganisasi (organizing),
menempatkan personel (staffing), memimpin (leading), memerintah (commanding),
mengarahkan (directing), mengumpulkan sumber daya (assembling resources),
mengkoordinasikan (coordinating), melaksanakan (actuating), memotivasi (motivating),
menyusun pembiayaan (budgeting), membuat pelaporan (reporting), mengendalikan
(supervising), mengawasi (controlling), dan fungsi-fungsi yang diurut dalam berbagai
format dan hierarki itulah yang menjadi landasan berbagai teori manajemen yang dibuat oleh
para pakar tak ubahnya sebuah proses untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan
melibatkan rangkaian fungsi-fungsi tersebut.
Bukankah dalam definisinya Harold Koontz telah merangkai beberapa fungsi seperti
yang dijelaskan tersebut. Berdasarkan fungsi-fungsi tersebut Harold Koontz (1998)
menyebutkan lima fungsi dasar para manajer, yaitu : merencanakan (planning),
mengorganisasi (organizing), menyusun personel (staffing), memimpin (leading) dan
mengendalikan (controlling). Manajer bertanggung jawab untuk mengoordinasikan segala
sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Karena sifat tugasnya

3
adalah koordinatif, maka seorang manajer harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi,
baik di kalangan internal maupun eksternal perusahaan. Manajer harus pula memiliki
kemampuan untuk member respon cepat dan tepat terhadap sebuah masalah. Termasuk
melakukan analisis dan kemudian membuat keputusan untuk memecahkan persoalan
tersebut.
Pemikiran manajemen kemudian berevolusi sehingga melahirkan berbagai pemikir
mulai dari Henry Fayol (1841-1925) yang disebut juga sebagai “Father of Modern
Operational Management Theory”, menyusul kemudian Frederick Winslow Taylor (1856-
1912) disebut sebagai “Father of Scientific Management”, Henry L. Gantt (1861-1919),
George Elton Mayo (1880-1949), Chester I. Barnard (1886-1961) penulis “The Functions of
the Executive”, buku yang paling berpengaruh dalam keseluruhan bidang manajemen.
Sementara di Indonesia, pemikir manajemen fungsional seperti Oey Liang Lee, Sondang P.
Siagian dan masih banyak yang lain.

2.2. Pengertian Manajemen Konstruksi


Manejemen memiliki sebuah kata kunci “tujuan”, yaitu sesuatu yang harus dapat
dicapai dalam kualitas, kuantitas, dan jangka waktu tertentu, melalui pemanfaatan,
pengelolaan dan menggerakkan sumber daya. Ada banyak tujuan manusia yang ingin dicapai
di dunia ini. Tujuan-tujuan yang bersifat sederhana mungkin bias diraih secara individual.
Akan tetapi, jika tujuan-tujuan itu sangat kompleks, dalam kapasitas besar, melibatkan
banyak sumber daya, dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan banyak orang (masyarakat)
maka untuk mencapainya tentu saja diperlukan suatu organisasi, dengan pengelolaan dan
pemberdayaan sumber daya yang ada.
Sehingga, manajemen konstruksi secara arti sempit adalah mengatur pengalokasian
semua sumber daya proyek agar bangunan selesai terlaksana dengan cara efisien. Dengan
demikian manajemen konstruksi berkenaan erat dengan gambar bangunan, spesifikasi
teknisnya dan teknik penjadwalan.

4
2.3. Hal-Hal yang Perlu di Manage dalam Pelaksanaan Sebuah Proyek
Setiap pelaksanaan kegiatan memerlukan Rencana Kerja, Jadwal Waktu Kegiatan,
dan Rencana Anggaran yang realistis. Jadwal harus dapat mengungkapkan secara jelas proses
perencanaan menurut urutan yang logis sehingga dapat menunjukkan pada saat-saat mana
harus dilakukan pemeriksaan dan evaluasi dalam rangka upaya pengendalian biaya dan nilai
proyek. Maka dari itu hal-hal yang perlu di manage banyak sekali diantaranya biaya, jadwal,
sumber daya, anggaran, pengalokasian, spesifikasi teknis dan lain-lain.

2.4. Sistem Manajemen Konstruksi


Upaya dan kegiatan untuk mendirikan sesuatu bangunan merupakan proses yang
panjang, di mana mekanismenya tersusun terdiri dari banyak sekali kegiatan atau pekerjaan.
Kegiatan-kegiatan dalam menyusun suatu suatu interaksi yang saling kait-mengkait,
pengaruh-memperngaruhi, dan sekaligus juga saling menunjang dalam rangka mencapai
tujuan yang sama. Oleh karena sifat pekerjaan konstruksi yang demikian, manajemen dan
organisasi proses secara keseluruhan harus diberlakukan sebagai suatu sistem. Sistem yang
dimaksudkan adalah sebagai kumpulan komponen-komponen kegiatan yang saling
berhubungan dan tergantung, yang harus dikoordinasikan dan dikendalikan sedemikian rupa
sehingga menjadi kesatuan yang menyeluruh.

a. Tahap Pengembangan Konsep


Terdiri atas :
- Menyusun TOR (Term of Reference)
- Tanggapan TOR (Term of Reference)
- Diskusi Pembahasan
Pada tahap awal harus dapat mengungkapkan fakta-fakta keadaan di lokasi
proyek baik berupa faktor-faktor yang bersifat mendukung maupun kendalanya.
Upaya untuk mengungkapkan fakta dan informasi awal secara obyektif sebetulnya
sudah harus dimulai sejak dari penuangan gagasan ke dalam Arahan Penugasan atau
TOR dan proses tanggapannya. Kemudian dilanjutkan segera dengan serangkaian
komunikasi dan diskusi di antara pihak-pihak yang terkait.

5
Berpijak pada hasil diskusi tersebut kemudian baru dapat dibuat dan
dikembangkan perencanaannya, yang untuk selanjutnya akan diterapkan di dalam
proses konstruksi. Amat disayangkan bahwa tahap pelaksanaan pencarian dan
penemuan fakta-fakta awal merupakan salah satu kunci utama dalam upaya mencapai
keberhasilan proyek. Biasanya kegagalan untuk mengungkapkan serta mendapatkan
fakta-fakta awal hanya dikarenakan factor komunikasi dan koordinasi yang tidak
lancer semata-mata. Akan tetapi merupakan keadaan yang lebih parah jika
pengabaian akan pentingnya hal tersebut berpangkal pada wawasan yang sempit
tentang arti dan hakekat suatu perencanaan di bidang kontruksi.

b. Tahap Perencanaan
Terdiri atas :
- Sketsa Rencana
- Perancanaan Detail

Keberhasilan proyek konsruksi diawali dan sangat ditentukan dengan berhasil


tidaknya untuk menyusun suatu landasannya, yaitu berupa perencanaan yang lengkap
dan matang. Sehingga dengan sendirinya suatu perencanaan harus dapat
mengakomodasikan seluruh kebutuhan dan kepentingan pelaksanaan konstruksi,
sejak dari hal-hal yang bersifat teknis termasuk metode kerja sampai dengan dampak
yang diakibatkannya. Proses perencanaan keseluruhan secara umum dibagi menjadi
empat tahap pelaksanaan, yaitu tahap tanggapan terhadap Arahan Penugasan (TOR)
atau seringkali disebut tahap pengajuan proposal, kemudian tahap survai dan
investigasi, tahap penyusunan pra-rencana atau dikenal sebagai sketsa rencana, serta
tahap perencanaan final atau perencanaan detail.
Pelaksanaan keempat tahap kegiatan perencanaan tersebut berurutan degan urutan
tetap, tidak bias diubah, dan kelengkapan serta hasil masing-masing tahap sangat
ditentukan oleh hasil dari tahap sebelumnya. Sehingga agar didapat hasil keseluruhan
yang optimal, pada selang antara masing-masing tahap biasanya diadakan pertemuan
antara pihak-pihak yang terkait untuk berdiskusi, membahas, memperjelas, dan

6
menegaskan hasil-hasil kegiatannya. Diskusi pembahasan pada dasarnya adalah
untuk melakukan evaluasi dan penilaian terhadap hasil yang dicapai pada tahap
sebelumnya dan sekaligus merancang pelaksanaan kegiatan tahap berikutnya. Karena
sifat kegiatan konstruksi yang terurai dan terpisah-pisah, di dalam diskusi-diskusi
biasanya masih selalu muncul masukan-masukan baru yang cukup penting untuk
diperhatikan, dan patut untuk ditampung dikaitkan dengan upaya meraih keberhasilan
secara keseluruhan.

c. Tahap Pelelangan
Terdiri atas :
- Persiapan administrasi
- Prakualifikasi
- Pelelangan
- Pelulusan

Sebelum membahas langkah-langkah pada tahap pelelangan ini, ada baiknya


terlabih dahulu meninjau beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang
diselenggarakannya pelelangan. Seperti diketaui, pekerjaan pada sector swasta
dibiayai sepenuhnya dengan dana swasta. Sumber dana proyek dikumpulkan dan
dikendalikan sepenuhnya baik oleh perorangan, suatu bentuk kerja sama, atau
perusahaan swasta. Dengan demikian pembelanjaan dana semacam itu dikendalikan
oleh suatu lembaga public akan tetapi langsung oleh pemiliknya berdasarkan pada
kepentingan terbaiknya. Sehingga pada sektor swasta, bisnis dapat diwujudkan
berdasarkan penawaran bersaing (pelelangan) atau cara negoisasi dengan
pelaksanaan kontraknya dapat menggunakan kedua-dua system. Sedangkan pada
sector public, karena pekerjaan umum dibiayai dengan menggunakan dana yang
diperoleh dari perpajakan, dana masyarakat, ataupun penerimaan negara lainnya,
pertanggung jawab pelaksanaannya harus diupayakan secermat mungkin.
Upaya-upaya untuk mengamankan pelaksanaan pekerjaan konstruksinya
dilakukan dengan berdasarkan pada peraturan-peraturan dan hanya dapat diserahkan

7
kepada Kontraktor yang diyakini benar-benar handal secara objektif. Dalam rangka
berupaya menghindarkan berbagai penyimpangan pelakasanaan, hamper semua
pekerjaan umum selalu diberikan berdasar pelelangan melalui persaingan penawaran.
Sudah tentu cara tersebut tidak diberlakukan untuk semua proyek, karena dalam
prakteknya peraturan juga masih mengijinkan menempuh system penunjukan
langsung. Terutama dalam menghadapi keadaan darurat, penanggulangan bencana
alam, atau keperluan pekerjaan khusus yang sangat membutuhkan spesialisasi.
Tahap persiapan dalam pelaksanaan lelengan dimulai dengan menyiapkan daftar
kontarktor yang akan diseleksi menurut paket kontrak pekerjaan, tata cara serta
prosedur pelelangan, dan estimasi biaya wajar terperinci untuk setiap paket.
Kemudian dilanjutkan dengan prakualifikasi terhadap para kontraktor terpilih
berdasarkan persyaratan dan criteria kualifikasi. Hasil seleksi prakualifikasi segera
diumumkan kepada kontraktor sekaligus mengundangnya sebagai peserta lelangan
menurut paket kontrak pekerjaan. Sementara itu disiapkan pelaksanaan lelang pada
waktu yang telah ditetapkan dengan berpedoman pada tata cara dan prosedurnya,
termasuk syarat-syarat administrative. Pada penyelenggaraan lelang dibuat berita
acara yang mencatat segala sesuatu yang bersangkutan dengan pelaksanaannya,
termasuk mengenai peserta dan jumlahnya, catatan mengenai harga penawaran yang
diajukan, sampai dengan kejanggalan atau bentuk penyimpangan yang ditemukan.
Setelah itu dilakukan evaluasi terhadap seluruh penawaran yang diajukan, melalui
analisis secara teliti sesuai dengan prosedur berdasarkan pada peraturan yang berlaku.
Selanjutnya diberikan rekomendasi pelulusan pelelangan untuk mendapatkan
persetujuan dari pemilik atau pemberi tugas, dan kemudian diumumkan hasilnya
kepada para seluruh peserta pelelangan.

d. Tahap Pelaksanaan Konstruksi


Terdiri atas :
- Persiapan Lapangan
- Pelaksanaan
- Pemeliharaan

8
Tahap konstruksi di lapangan telah dimulai sejak ditetapkannya pemenang lelang,
dan diawali dengan menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) serta penyerahan
lapangan dengan segala keadaannya, yang harus selalu dipelihara, kepada kontraktor.
Kontraktror mengawali kegiatannya dengan mengeluarkan surat pemberitahuan saat
mulai bekerja yang sekaligus memuat informasi mengenai organisasi dan petugas
lapagannya. Kemudian dimulailah pekerjaan-pekerjaan persiapan berupa
pembersihan (site clearing), pemagaran lapangan, membuat saluran drainase,
mendirikan kantor lapangan, barak-barak kerja, gudang, membangun instalasi air
bersih dan kotor, daya listrik untuk kerja dan penerangan, telepon, merenacanakan
alokasi lahan untuk tempat bekerja, penempatan alat-alat berat, area terbuka untuk
penimbunan bahan baku, membuat jalan-jalan kerja dan lain sebagainya. Perlu
ditetapkan juga laboratorium pengujian material yang diperlukan dan melaksanakan
survai pengukuran atas keadaan awal lapangan pada saat diserahkan, baik
pengukuran contour ataupun penepatan kooordinat, yang kemudian diikuti dengan
program pengukuran rutin lebih lanjut. Disamping itu, perlu juga segera
mengupayakan izin-izin yang diperlukan seperti izin bangunan, pemakaian jalan raya
untuk alat berat, penggalian tanah, penggunaan obat keras untuk pengendalian rayap,
pembuangan bongkaran, dan sebagainya. Sementara itu dipersiapkan pula tata cara
dan prosedur penanganan masalah-masalah administratif, seperti prosedur surat-
menyurat, catatan harian dan pelaporannya, pendaftaran gambar-gambar
perencanaan, pembuatan gambar kerja (shop drawings) dan as built darwings, dan
lain-lainya.
Selama proses konstruksi berjalan dilakukan pengendalian dengan selalu
mengikuti lapaora dan evaluasi pekerjaan, termasuk jadwal rencana kerja yang
disiapkan secara teratur dalam waktu periodik harian, mingguan, dan bulanan.
Kepada Pemberi Tugas secara teratur harus diberikan laporan manajerial yang berupa
informasi rincian kuantatif memngenai keadaan proyek yang mutakhir. Biasanya
setiap laporan dilengkapi dengan foto-foto keadaan dan perkembangan lapangan
yang disertai pula dengan catatan-catatan penting seperlunya. Harus diupayakan agar

9
pihak Pemberi Tugas selalu mengetahui permasalahan yang dihadapi maupun
perkiraan yang akan terjadi, sekaligus disertai usulan atau rencana cara
pemecahannya. Penerapan pelaksanaan pekerjaan yang didasarkan pada rencana
kerja dari waktu ke waktu harus selalu dimonitor, termasuk mengeavaluasi segala
kendala dan hambatan yang dihadapi agar segera dapat diberikan cara
penyelesaiannya. Untuk itu, perlu diadakan rapat-rapat koordinasi secara periodic
dilengkapi dengan risalahnya yang akan mengikat segala ketetapan yang dibuat.
Rapat periodik sangat penting karena kecuali berfungsi sebagai alat pengendalian dan
koordinasi, juga merupakan wahana untuk selalu menghimpun semangat
kebersamaan secara professional. Disamping itu, kesempatan diskusi dalam rapat
dapat pula dipakai untuk saling membantu dalam bentuk gagasan, saran-saran,
ataupun tindakan nyata di lapangan apabila tumbuhnya keserasian hubungan kerja
antar fungsi dari berbagai stata manajemen yang terlibat selama proses berlangsung,
yang dengan demikian akan sekaligus mendorong terwjudnya semangat tim proyek.
Setiap proses pelaksanaan kontruksi memerlukan program pengendalian mutu
hasil pekerjaan berdasarkan pada sistem pengendalian yang menyuluruh.
Penerapannya melalui kegiatan-kegiatan pengawasan, pemeriksaan, pengukuran, dan
pengujian laboratorium. Di antara pemberi tugas, perencana, dan pengolola
Manajemen Konstruksi harus menyadari bersama mengenai pelimpahan wewenang
kegiatan pengendalian mutu tersebut. Pengelola Manajemen Konstruksi harus
menyadari akan tugas dan aspirasi dari Konsultan Perencana yang harus diembannya,
sedangkan Perencana juga harus menghormati pelimpahan wewenang Pemberi Tugas
kepada pengelola Manajemen Konstruksi. Pelaksanaan tugas kegiatan pengendalian
mutu pada hakekatnya adalah pemantauan langkah demi langkah terhadap hasil akhir
sesuatu pekerjaan. Pemantauan proses mencangkup penilaian terhadap metode kerja,
keterampilan kerja, pengadaan material, peralatan, dan tenaga kerja, termasuk
keselamatan dan keamanan kerja. Menjelang akhir proyek biasanya merupakan
puncak dari seluruh kegiatan pada umumnya, termasuk kegiatan pendendalian yaitu
mengikuti secara cermat untuk dapat terpenuhinya seluruh kewajiban kontraktor
melalui daftar pemerikasaan (check list) hasil pekerjaan secara teliti. Apabila seluruh

10
tugas dan pekerjaan sudah dinyatakan untuk dapat diterima, maka barulah dapat
disiapkan dokumen serah terima.

2.5. Pentingnya Manajemen Konstruksi Bagi Pelaku Usaha Jasa Kontruksi


Bagi sebagian para pelaku bisnis jasa pelakasana konstruksi, apa yang dikemukakan
oleh pakar manajemen itu patut dijadikan bahan untuk berkontemplasi. Tujuan sebuah usaha
tentu berkaitan erat dengan manajemen. Apabila tujuan telah mampu dirumuskan, maka satu
dari rangkaian fungsi manajemen sudah diwujudkan, yaitu penetapan tujuan (goal setting).
Itu berarti visi (vision), misi (mission) dan tujuan (objectives) atau biasa disingkat VMO
perusahaan telah berhasil dirumuskan.
Fungsi-fungsi manajemen konstruksi adalah merencanakan, mengkoordinasikan, dan
mengendailikan seluruh proses kontruksi dengan cermat secara objektif. Tujuan utama
manajemen konstruksi adalah mengelola proses transformasi gambar-gambar dan spesifikasi
menjadi bentuk bangunan fisik sehingga mampu menghasilkan produk dan pelayanan yang
merupakan tujuan fungsional proyek. Upaya transformasi tersebut harus dikerjakan dalam
kerangka waktu dan estimasi biaya yang diperhitungkan dengan mematuhi standar kualitas
tertentu.
Dengan melihat begitu banyak fungsi dan tujuan dari manajemen maka dapat
dikatakan bahwa manajemen konstruksi sangat berperan aktif dan harus berjalan sebaik-
baiknya demi keberhasilan sebuah proyek yang dijalankan.

11
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat dipetik dari pembahasan masalah ini, yaitu :
a. Manajemen konstruksi secara arti sempit adalah mengatur pengalokasian semua
sumber daya proyek agar bangunan selesai terlaksana dengan cara efisien.
Dengan demikian manajemen konstruksi berkenaan erat dengan gambar
bangunan, spesifikasi teknisnya dan teknik penjadwalan.
b. Setiap pelaksanaan kegiatan memerlukan Rencana Kerja, Jadwal Waktu
Kegiatan, dan Rencana Anggaran yang realistis.
c. Manajemen secara keseluruhan harus diberlakukan sebagai suatu sistem. Sistem
yang dimaksudkan adalah sebagai kumpulan komponen-komponen kegiatan yang
saling berhubungan dan tergantung, yang harus dikoordinasikan dan dikendalikan
sedemikian rupa sehingga menjadi kesatuan yang menyeluruh.
d. Begitu banyak fungsi dan tujuan dari manajemen maka dapat dikatakan bahwa
manajemen konstruksi sangat berperan aktif dan harus berjalan sebaik-baiknya
demi keberhasilan sebuah proyek yang dijalankan.
3.2. Saran
Sebagai pelaku bisnis jasa pelaksana kontruksi hendaklah mengetahui dan memahami
akan pentingnya sebuah manajemen. Sebab, dengan pengetahuan di bidang menejemen
sangat diperlukan untuk meningkatkan performa usaha yang unggul. Maka dari itu seorang
manager harus mampu memahami pentingnya sebuah manajemen dalam mengerjakan
sebuah proyek, baik proyek swasta maupun pemerintahan. Indonesia butuh seorang manager
yang mampu mengatur segalanya dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Agar sebuah
proyek tersebut memberikan mutu dan kualitas yang akan dirasakan bersama demi
terwujudnya tujuan bersama pula.

12
DAFTAR PUSTAKA

Dipohusodo, Istimawan. 1996. Manajemen Proyek dan Konstruksi. Yogyakarta : Kanisius.

H.A, Rusdi. 2014. Aplikasi TI dalam Manajemen Konstruksi. Yogyakarta : Deepublish.

Malik, Alfian. 2010. Pengantar Bisnis Jasa Pelaksana Konstruksi. Yogyakarta : Andi.

13

Anda mungkin juga menyukai