Anda di halaman 1dari 44

BAB II

KONSEP MEDIS
1. Definisi
Stroke didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang memiliki karakteristik
tanda dan gejala neurologis klinis fokal dan atau global yang berkembang
dengan cepat, adanya gangguan fungsi serebral, dengan gejala yang
berlangsung lebih dari 24 jam atau menimbulkan kematian tanpa terdapat
penyebab selain yang berasal dari vaskular (Arifputra dkk,2014).
Penyakit stroke adalah gangguan fungsi saraf yang terjadi mendadak
akibat pasokan darah ke suatu bagian otak sehingga peredaran darah ke otak
terganggu. Kurangnya aliran darah dan oksigen dapat merusak atau mematikan
sel-sel saraf di otak sehingga menyebabkan kelumpuhan anggota gerak,
gangguan bicara, penurunan kesadaran.
National Institute Of Neurological Disorder and Stroke menyatakan bahwa
stroke terjadi ketika pasokan darah ke bagian otak dengan tiba-tiba terganggu
atau ketika pembuluh darah di otak pecah, penumpahan darah ke dalam ruang
yang mengelilingi sel-sel otak. Sel-sel otak mati ketika sudah tidak menerima
oksigen dan nutrisi dari darah dalam waktu yang lama atau secara tiba-tiba
terjadi perdarahan kedalam atau sekitar otak (NNDS,2015).
2. Etiologi
a. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak
b. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah
otak
c. Adanya sumbatan bekuan darah di otak.
3. Manifestasi Klinis
WHO (2016) menjelaskan bahwa gejala umum yang terjadi pada stroke
yaitu wajah, tangan atau kaki yang tiba-tiba kaku atau mati rasa dan lemas, dan
biasanya terjadi pada satu sisi tubuh saja. Gejala lainnya yaitu pusing, kesulitan
bicara atau mengerti perkataan, kesulitan melihat baik dengan satu mata
maupun kedua mata, sulit berjalan, kehilangan koordinasi dan keseimbangan,
sakit kepala yang berat dengan penyebab yang tidak diketahui, dan kehilangan

1
kesadaran atau pingsan. Tanda dan gejala yang terjadi tergantung pada bagian
otak yang mengalami kerusakan dan seberapa parah kerusakannya itu terjadi.
Serangan stroke dapat terjadi secara mendadak pada beberapa pasien tanpa
diduga sebelumnya. Stroke bisa terjadi ketika pasien dalam kondisi tidur dan
gejalanya baru dapat diketahui ketika bangun. Gejala yang dimiliki pasien
tergantung pada bagian otak mana yang rusak. Tanda dan gejala yang
umumnya terjadi pada stroke atau TIA yaitu wajah, lengan, dan kaki dari salah
satu sisi tubuh mengalami kelemahan dan atau kaku atau mati rasa, kesulitan
berbicara, masalah pada penglihatan baik pada satu ataupun kedua mata,
mengalami pusing berat secara tiba-tiba dan kehilnagan keseimbvangan, sakit
kepala yang sangat parah, bertambah mengatuk dengan kemungkinan
kehilangan kesadaran, dan kebingungan (Silva, et al.,2014).
4. Klasifikasi
Stroke dibagi menjadi 2, yaitu stroke iskemik (70-80%) dan stroke
hemoragik (20-30%).
a. Stroke Iskemik
Menurut definisi terbaru dari American Stroke Association, stroke iskemik
adalah suatu episode disfungsi neurologis yang disebabkan oleh
infark/iskemia fokal pada otak, medulla spinalis atau retina yang dibuktikan
secara objektif dengan adaanya gangguan vaskular pada pemeriksaan
patologi, pencitraan atau pemeriksaan objektif lain disertai adanya gejala
klinis yang menetap lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian dan
etiologi lain selain vaskular telah disingkirkan (ASA,2013).
b. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik disebabkan oleh rupture arteri, baik intraserebral
maupun subrakhnoid. Peredaran intraserebral merupakan penyebab
tersering, dimana dinding pembuluh darah kecil yang sudah rusak akibat
hipertensi kronik. Hematoma yang terbentuk akan menyebabkan
peningkatan tekanan intracranial (TIK). Peredaran subrakhnoid disebabkan
oleh pecahnya aneurisma atau malformasi arteri vena yang peredarannya
masuk ke rongga subrachnoid sehingga menyebabkan cairan serebrospinal
(CSS) terisi oleh darah. Darah didalam CSS akan menyebabkan vasospasme

2
sehingga menimbulkan gejala sakit kepala hebat yang mendadak (Anindhita
dkk,2014).
5. Patofisiologi
Stroke terbagi atas stroke iskemik dan stroke hemoragik. Penyebab Stroke
iskemik biasanya karena terlalu banyak plak lemak pada pembuluh darah di
dalam otak, Bolus/pembekuan darah di otak, dan adanya Vasokontriksi
pembuluh darah di otak/thrombus. Hal ini dapat menyumbat aliran darah ke
otak. Sehinga peredaran darah ke otak terganggu atau sel-sel otak terganggu
sehingga menyebabkan Iskemik Serebral. Iskemik Serebral merupakan
kurangnya suplai darah ke jaringan atau organ tubuh karena permasalahan pada
pembuluh darah. Jika tidak terdapat suplai darah yang cukup maka hal ini
dapat mengakibatkan Nekrosis Serebral, sehingga meningkatnya Metabolisme
anaerob yang diakibatkan tidak adanya suplai darah ke otak. Asam laktat
merupakan produk hasil metabolism anaerob . jika terjadi secara terus menerus
maka asam laktat akan mengalami pemumpukkan, hal ini dapat menyebabkan
terganggunya kadar Na+ dan K+. Terganggunya kadar Na+ dan K+ ini dapat
menyebabkan Neurologis mengalami gangguan misalnya gangguan pada
N.VII, N.XII atau gangguan pada verbal, gangguan pada N.XI atau kegagalan
dalam mengerakkan anggota tubuh, gangguan pada refleks menelan (N.IX, N.
X) sehingga terjadinya penempukkan sekret spuktum, dan dapat menyebabkan
luka tekan/dekubitus pada bagian tubuh tertekan karena terlalu lama dalam
posisi tirah baring yang diakibatkan adanya gangguan pada penurunan
kesadaran.
Stroke Hemoragik diakibatkan adanya Aneaurisme otak, Adanya ruptur
pembuluh darah di otak. Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM.
Aneurisma paling sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi
willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel
otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan
keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK
yang mendadak. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan gangguan
pada Arteri Vertebra Basileuris yang dapat merusak Nervus N.I, N.II, N.IV, N.
XII atau tidak bisa menghidu, penglihatan, dan pengecapan.

3
6. Komplikasi
a. Gangguan otak yang berat
b. Kematian bila tidak dapat mengontrol respons pernapasan atau
kardiovaskular
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Angiografi serebral. Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
misalnya pertahanan atau sumbatan arteri.
b. Skan Tomografi Komputer (Computer Tomography scan). Mengetahui
adanya tekanan normal dan adanya trombosis, mboli serebral, dan tekanan
intrakranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah
menunjukkan adanya perdarahan subarakhnoid dan perdarahan intrakarnial.
Kadar protein total meningkat, beberapa kasus trombosis disertai proses
inflamasi.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI). Menunjukkan daerah infark,
peradrahan, malformasi arteriovena (MAV).
d. Ultrasonografi doppler (USG doppler). Mengidentifikasi penyakit
arteriovena (masalah sistem arteri karotis [aliran darah atau timbulnya plak])
dan arteriosklerosis.
e. Elektroensefalogram (Electroencephalogram-EEG). Mengidentifikasi
masalah pada gelombang otak dan memperlihatkandaerah lesi yang spesifik.
f. Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal
daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna
terdapat pada trombosis serebral; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada
perdarahan subarakhnoid.
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaan umum yaitu berupa tindakan darurat sambil berusaha
mencari penyebab dan penatalaksanaan yang sesuai dengan penyebab.
Penatalaksanaan umum ini meliputi memperbaiki jalan napas dan
mempertahankan ventilasi, menenangkan pasien, menaikkan atau elevasi
kepala pasien 30º yang bermanfaat untuk memperbaiki drainase vena,
perfusi serebral dan menurunkan tekanan intrakranial, atasi syok,

4
mengontrol tekanan rerata arterial, pengaturan cairan dan elektroklit,
monitor tanda-tanda vital, monitor tekanan tinggi intrakranial, dan
melakukan pemeriksaan pencitraan menggunakan Computerized
Tomography untuk mendapatkan gambaran lesi dan pilihan pengobatan
(Affandi & Reggy, 2016).
Berdasarkan Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI) (2011) penatalaksanaan umum lainnya yang dilakukan pada
pasien stroke yaitu meliputi pemeriksaan fisik umum, pengendalian kejang,
pengendalian suhu tubuh, dan melakukan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu berupa pemeriksaan tekanan darah,
pemeriksaan jantung, dan neurologi. Pengendalian kejang pada pasien
stroke dilakukan dengan memberikan diazepam dan antikonvulsan
profilaksi pada stroke perdarahan intraserebral, dan untuk pengendalian
suhu dilakukan pada pasien stroke yang disertai dengan demam.
Pemeriksaan penunjang untuk pasien stroke yaitu terdiri dari
elektrokardiogram, laboratorium (kimia darah, kadar gula darah, analisis
urin, gas darah, dan lain-lain), dan pemeriksaan radiologi seperti foto
rontgen dada dan CT Scan.
b. Terapi farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi yang bisa dilakukan untuk pasien stroke
yaitu pemberian cairan hipertonis jika terjadi peninggian tekanan intra
kranial akut tanpa kerusakan sawar darah otak (Blood-brain Barrier),
diuretika (asetazolamid atau furosemid) yang akan menekan produksi cairan
serebrospinal, dan steroid (deksametason, prednison, dan metilprednisolon)
yang dikatakan dapat mengurangi produksi cairan serebrospinal dan
mempunyai efek langsung pada sel endotel (Affandi dan Reggy, 2016).
Pilihan pengobatan stroke dengan menggunakan obat yang biasa
direkomendasi untuk penderita stroke iskemik yaitu tissue plasminogen
activator (tPA) yang diberikan melalui intravena. Fungsi tPA ini yaitu
melarutkan bekuan darah dan meningkatkan aliran darah ke bagian otak
yang kekurangan aliran darah (National Stroke Association, 2016).

5
Penatalaksanaan farmakologi lainnnya yang dapat digunakan untuk
pasien stroke yaitu aspirin. Pemberian aspirin telah menunjukkan dapat
menurunkan risiko terjadinya early recurrent ischemic stroke (stroke
iskemik berulang), tidak adanya risiko utama dari komplikasi hemoragik
awal, dan meningkatkan hasil terapi jangka panjang (sampai dengan 6
bulan tindakan lanjutan). Pemberian aspirin harus diberikan paling cepat 24
jam setelah terapi trombolitik. Pasien yang tidak menerima trombolisis,
penggunaan aspirin harus dimulai dengan segera dalam 48 jam dari onset
gejala (National Medicines Information Centre, 2011).
c. Tindakan bedah
Penatalaksanaan stroke yang bisa dilakukan yaitu dengan pengobatan
pembedahan yang tujuan utamanya yaitu memperbaiki aliran darah serebri
contohnya endosterektomi karotis (membentuk kembali arteri karotis),
revaskularisasi, dan ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada
aneurisma (Muttaqin, 2008). Prosedur carotid endarterectomy/
endosterektomi karotis pada semua pasien harus dilakukan segera ketika
kondisi pasien stabil dan sesuai untuk dilakukannya proses pembedahan.
Waktu ideal dilakukan tindakan pembedahan ini yaitu dalam waktu dua
minggu dari kejadian (Scottich Intercollegiate Guidelines Network, 2008).
Tindakan bedah lainnya yaitu decompressive surgery. Tindakan ini
dilakukan untuk menghilangkan haematoma dan meringankan atau
menurunkan tekanan intra kranial. Tindakan ini menunjukkan peningkatan
hasil pada beberapa kasus, terutama untuk stroke pada lokasi tertentu
(contohnya cerebellum) dan atau pada pasien stroke yang lebih muda (< 60
tahun) (National Medicines Information Centre, 2011).
d. Penatalaksanaan medis lain
Penatalaksanaan medis lainnya menurut PERDOSSI (2011) terdiri
dari rehabilitasi, terapi psikologi jika pasien gelisah, pemantauan kadar
glukosa darah, pemberian anti muntah dan analgesik sesuai indikasi,
pemberian H2 antagonis jika ada indikasi perdarahan lambung, mobilisasi
bertahap ketika kondisi hemodinamik dan pernapasan stabil, pengosongan
kandung kemih yang penuh dengan katerisasi intermitten, dan discharge

6
planning. Tindakan lainnya untuk mengontrol peninggian tekanan intra
kranial dalam 24 jam pertama yaitu bisa dilakukan tindakan hiperventilasi.
Pasien stroke juga bisa dilakukan terapi hiportermi yaitu melakukan
penurunan suhu 30-34ºC. Terapi hipotermi akan menurunkan tekanan darah
dan metabolisme otak, mencegah dan mengurangi edema otak, serta
menurunkan tekanan intra kranial sampai hampir 50%, tetapi hipotermi
berisiko terjadinya aritmia dan fibrilasi ventrikel bila suhu di bawah 30ºC,
hiperviskositas, stress ulcer, dan daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun
(Affandi & Reggy, 2016).
e. Tindakan Keperawatan
Perawat merupakan salah satu dari tim multidisipliner yang
mempunyai peran penting dalam tindakan pengobatan pasien stroke ketika
dalam masa perawatan pasca stroke. Tujuan dari perawatan pasca stroke
sendiri yaitu untuk meningkatkan kemampuan fungsional pasien yang dapat
membantu pasien menjadi mandiri secepat mungkin, untuk mencegah
terjadinya komplikasi, untuk mencegah terjadinya stroke berulang, dan
meningkatkan kualitas hidup pasien. Perawatan pasca stroke berfokus
kepada kebutuhan holistik dari pasien dan keluarga yang meliputi perawatan
fisik, psikologi, emosional, kognitif, spritual, dan sosial. Perawat berperan
memberikan pelayanan keperawatan pasca stroke seperti mengkaji
kebutuhan pasien dan keluarga untuk discharge planning; menyediakan
informasi dan latihan untuk keluarga terkait perawatan pasien di rumah
seperti manajemen dysphagia, manajemen nutrisi, manajemen latihan dan
gerak, dan manajemen pengendalian diri; kemudian perawat juga
memfasilitasi pasien dan keluarga untuk mendapatkan pelayanan
rehabilitasi; dan memberikan dukungan emosional kepada pasien dan
keluarga (Firmawati, 2015).

7
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a) Pengkajian subjektif
Kategori Pertanyaan untuk riwayat kesehatan Rasional
Data demografi - Usia pada pasien stroke? Jumlah penderita stroke di seluruh
dunia yang berusia di bawah 45 tahun
terus meningkat. Pada konferensi ahli
saraf internasional di Inggris
dilaporkan bahwa terdapat lebih dari
1000 penderita stroke berusia kurang
dari 30 tahun. Di Rumah Sakit
Brawijaya Surabaya pada tahun 2012-
2013 sudah mulai terdapat penderita
stroke di usia kurang dari 50 tahun,

8
penderita stroke berkisar antara usia
30-49 tahun sebanyak 15 penderita,
dengan berbagai faktor risiko yang
dapat mempengaruhi terjadinya stroke
pada usia muda.(Siti Alchuriyah
dkk,2016)

- Gaya hidup pasien stroke ? Pada kaum muda serangan stroke


sangat berkaitan dengan gaya hidup
serta temperamen yang cenderung
ambisius. Gaya hidup kaum muda
yang di sinyalir memicu sroke adalah
makanan-makanan siap saji, minuman
beralkohol, kerja berlebihan kurang
berolahraga dan stress, penggunaan
obat perangsang, narkoba serta
kebiasaan merokok menyebabkan
penumpukkan kotoran di bagian
dalam pembuluh darah atau

9
arterosklerosis. Upaya yang dapat
dilakukan untuk mencegah terhadap
serangan stroke yaitu menerapkan
perilaku sehat sejak dini (Siti
Alchuriyah dkk,2016)
- Jenis kelamin pasien? American Heart Association
meng-ungkapkan bahwa serangan
stroke lebih banyak terjadi pada laki-
laki dibandingkan perempuan
dibuktikan dengan hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa prevalensi
kejadian stroke lebih banyak pada
laki-laki (Goldstein dkk., 2006).
Pekerjaan pada pasien stroke ? Status Pekerjaan mempunyai
hubungan dengan status ekonomi,
sedangkan berbagai jenis penyakit
yang timbul sering di dalam keluarga
biasanya ada kaitannya dengan jenis
pekerjaan yang bisa mempengaruhi

10
pendapatan didalam keluaga.
Kejadian kematian yang diesebabkan
stroke sangat erat hubungannya
dengan pekerjaan dan pendapatan di
dalam keluarga, pada umumnya
angka kematian stroke meningkat
pada pasien yang mempunyai status
sosial rendah (Siti Rohmatul
Laiya,2016)

11
b) Pengkajian objektif
No Kategori Temuan pada pengkajian Fisik Temuan Abnormal
1. Nervus I Olfaktorius
Berfungsi sebagai saraf sensory
untuk menghidu. Perawat dapat
mengkaji dengan cara : pasien untuk
menghidu sesuatu yang aromatic dan
tidak bersifat iritatif dengan
menutup mata . bila pasien tidak
mampu menyebutkan aroma yang
dihidu disebut dengan anosmia

12
2. Nervus II optikus
Berfungsi sebagai saraf sensory .
perawat menkaji dnga cara tes
ketaajaman penglihatan, tes lapang
pandang dan memeriksa fundus
mata dengan alat opthalmoscope

3. Nervus III okulomotorius


Hal yang dikaji ukuran kedua pupil
dan pergerakan pupil. Kontriksi pupil
dapat dikaji perawat dengan penlight.
Normalnya bila diberi rangsangan
maka akan terjadi kontriksi

4. Nervus IV troklear
Untuk pergerakan mata kearah
inferior dan medial. Pengkajian saraf
ini dilakukan bersamaan dengan

13
pengkajian saraf VI
5. Nervus V trigeminalis
Memiliki divisi motorik dan sensori.
6. Nervus VI Abdusens
Mengontrol pergerakan bola mata
kea rah lateral bersama nervus III
dan Nervus IV dapat dikaji 6 posisi
cranial dari penglihatan

7. Nervus VII fasial


Memiliki divisi sensori dan motorik
untuk mengontrol expresi wajah

8. Nervus VIII vestibulokoklear

14
Merupakkan saraf sensori yang
terdiri dari 2 divisi yaitu koklear dan
vestibular. Koklear untuk
pendengaran . vestibular untuk
membantu keseimbangan melalui
koordinasi otot-otot mata , leher dan
extremitas
9. Nervus IX glosofaringeus dan
Nervus X Vagus
Merupakan saraf sensori dan
motorik. Karena kedua saraf ini
masuk ke pharynx maka pengkajian
kedua saraf ini sama

10. Nervus X Aksesorius Spinalis


Merupakan saraf motorik yang
memepersyarafi
sternokleidomastoideus dan bagian
atas dari otot stapezius. Perawat

15
dapat mengkaji dengan cara minta
pasien menaikkn bahu dengan tanpa
tahanan, minta pasien untuk memutar
kepala kedua sisi secara bergantian ,
dorong bahu kebelakang kearah garis
lurus, dorong kepala kedepan dan
lawan dengan tahanan

11. Nervus XII Hipoglosus


Merupakan sataf motorik yang
mempersyarafi lidah. Perawat dapat
mengkaji dengan cara minta pasien
untuk membuka mulut lebar-lebar
dan dilaht dikeluarkan dan dengan
cepat lidah digerakkan ke kanan-kiri,
keluar-ke dalam, amati adanya
deviasi. Kemungkinan keabnormalan
yang ditemukan dapat disebabkan
kerusakan pembuluh darah besar

16
didaerah leher

17
c).Pengkajian objektif
Kategori penentuan keparahan stroke berdasarkan nilai Glasgow coma Scale
(GCS
Peningkatan GCS Penilaian GCS
Eye (Respon membuka mata 1. GCS 13-15: compos mentis
(4) spontan (kesadaran baik atau normal )
(3) dengan rangsangan suara(suruh pasien 2. GCS 12-14 : somnolen (agak
membuka mata menurun /apatis
(2) dengan rangsangan nyeri (berikan 3. GCS 9-11 : Sopor (seperti sepeti
rangsangan nyeri misalnya menekan mengantuk
kuku jari 4. GCS 3-8 : Koma (Tidak sadar )
(1) tidak ada respon

Verbal (Respon verbal)


(5) orientasi baik
(4) bingung berbicara mengacau (sering
bertanya berulang-ulang )
Disorientasi tempat dan waktu
(3) kata-kata tak berhubungan (berbicara
tidak jelas , tapi kata-kata masih jelas
namun tidak dalam satu kalimat
(2) suara tak dapat dimengerti
(1) tidak ada respon

Motor (Respon motorik )


(6) mengikuti perintah
(5) melokalisir nyeri (menjangkau dan
menjauhkan stimulus saat diberi
rangsangan nyeri)
(4) menarik( menghindar atau menarik
ekstremitas atau tubuh menjauhi
stimulus saat diberi rangsangan nyeri)
(3) flexi abnormal (tangan satu atau

18
keduanya posisi kaku diatas dada dan
kaki extensi saat diberi rangsangan
nyeri
(2) extensi abnormal (tangan satu atau
keduanya extensi di sisi tubuh dengan
jari mengepal dan kaki extensi saat
diberi rangsangan nyeri)
(1) tidk ada respon

19
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Bersihan jalan nafas tidak efektif
Kategori: fisiologis
Subkategori: respirasi
Kode: D.0001
b) Risiko perfusi serebral tidak efektif
Kategori: fisiologis
Subkategori: sirkulasi
Kode: D.0017
c) Gangguan persepsi sensori
Kategori: psikologis
Subkategori: integritas ego
Kode: D.0085
d) Gangguan mobilitas fisik
Kategori: fisiologis
Subkategori: aktivitas/istirahat
Kode: D.0054
e) Gangguan komunikasi verbal
Kategori: relasional
Subkategori: interaksi social
Kode: D.0019
f) Resiko ketidakseimbangan elektrolit
Kategori: fisiologis
Subkategori: nutrisi dan cairan
Kode: D.0037
g) Gangguan integritas kulit/jaringan
Kategori: lingkungan
Subkategori: keamanan dan proteksi
Kode: D.0129

20
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Bersihan jalan nafas tidak 1. Status pernafasan: Penghisapan lendir pada
efektif kepatenan jalan nafas jalan nafas
2. Status neurologi: sensori
Kategori: fisiologis cranial/fungsi motorik Observasi:
Subkategori: respirasi 1. Monitor dan catat 1. Untuk mengetahui
Kode: D.0001 Setelah dilakukan warna jumlah dan karakteritik sekret
perawatan selama 3 x 24 jam konsistensi sekret
Definisi diharapkan bersihan jalan 2. Monitor status 2. Untuk mengetahui
Ketidakmampuan napas tidak efektif dapat oksigenasi pasien status oksigen dan
membersihkan secret atau teratasi dengan (nilai SaO3 atau status neurologis
obstuksi jalan napas untuk Kriteria Hasil : SvO2) status sebelum, selama
mempertahankan jalan napas 1. Frekuensi pernafasan neurologis dan setelah
tetap paten klien kembali ke (misalnya, status melakukan suction
keadaan normal mental, tekanan apakah terjadi
Penyebab 2. Irama pernafasan klien intracranial, perubahan
1. Benda asing dalam jalan tidak terganggu tekanan perfusi
nafas 3. Kemampuan klien cerebral dan
untuk mengeluarkan status

21
Gejala dan tanda mayor secret tidak terganggu hemodinamik
4. Kemampuan klien (misalnya, nilai
Subjektif untuk menelan tidak MAP dan irama
(tidak tersedia) terganggu jantung) segera
Objektif sebelumnya,
1. Sputum berlebih selama dan
setelah
Gejala dan tanda minor melakukan
Subjektif:- suction)
Objektif: Mandiri:
1. Frekuensi nafas tidak 3. Lakukan tindakan 3. Untuk
efektif cuci tangan mempertahankan
Kondisi klinis terkait 4. Gunakan alat kesterilan
1. Stroke pelindung diri 4. Untuk menjaga
(sarung tangan, tubuh dari paparan
kacamata, infeksi
masker) sesuai
dengan kebutuhan
Kolaborasi:
5. Masukkan kateter 5. Sebagai alat untuk

22
suction untuk menghisap lendir
melakukan
suction
nasotracheal
sesuai kebutuhan

Health education:
6. Informasikan 6. Memberi
kepada pasien dan pengetahuan
keluarga tentang mengenai perlunya
pentingnya tindakan suction
tindakan suction dilakukan

Monitor pernafasan

Observasi:
1. Monitor 1. Untuk mengetahui
kecepatan, irama, perkembangan
kedalaman dan status kesehatan
kesulitan bernafas pasien

23
Mandiri:
2. Buka jalan nafas 2. Mendapatkan
dengan keadekuatan
menggunakan ventilasi
maneuver chin lift
atau jaw thrust,
dengan cepat
Kolaborasi:
3. Berikan bantuan 3. Nebulizer dapat
terapi nafas jika mengencerkan
diperlukan dahak sehingga
(misalnya, dahak mudah
nebulizer) dikeluarkan
Health education:
4. - 4. -

2. Risiko perfusi serebral tidak 1. Perfusi Monitor neurologi


efektif jaringan:serebral
Kategori: fisiologis 2. Status sirkulasi Observasi
Subkategori: sirkulasi 3. Status neurologi 1. Monitor tanda- 1. Tanda vital

24
Kode: D.0017 tanda vital merupakan acuan
untuk mengetahui
Definisi Setelah dilakukan perawatan keadaan umum
Beresiko mengalami penurunan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien
sirkulasi darah keotak risiko perfusi serebral tidak 2. Monitor tingkat 2. Menentukan
efektif dapat teratasi dengan kesadaran intervensi
Faktor risiko Kriteria Hasil : selanjutnya untuk
1. Aterosklerosis aorta 1. Tekanan intrakarnial mencegah
pada pasien tidak komplikasi lebih
Kondisi klinis terkait terganggu Mandiri lanjut
1. Stroke 2. Klien tidak mengalami 3. Catat keluhan 3. Untuk mengetahui
sakit kepala sakit kepala seberapa parah
3. Klien tidak mengalami sakit yang dialami
penurunan tingkat klien
kesadaran 4. Beri jarak 4. Untuk mengetahui
4. Tekanan darah klien kegiatan apakah setiap
berada dalam kisaran keperawatan yang kegiatan
normal diperlukan yang keperawatan yang
5. Saturasi oksigen pada bisa diberikan ada
klien tidak terganggu meningkatkan pengaruhnya atau

25
6. Fungsi sensorik dan tekanan tidak
motorik cranial pada intrakarnial 5. Reaksi pupil diatur
klien tidak terganggu 5. Pantau ukuran oleh saraf cranial
pupil, bentuk, okulomotorius (III)
kesimetrisan dan dan berguna dalam
reaktivitas menentukan
apakah batang otak
tersebut masih
baik. Ukuran dan
kesamaan pupil
ditentukan oleh
keseimbangan
antara persarafan
simpatis dan
parasimpatis yang
mempersarafinya

Kolaborasi
6. Beritahu dokter 6. Agar dokter
mengenai mengetahui

26
perubahan perubahan kondisi
kondisi klien klien
Health education
7. - 7. -

3. Gangguan persepsi sensori 1. Fungsi sensori Perawatan mata


penglihatan
Kategori: psikologis Observasi
Subkategori: integritas ego 1. Monitor 1. Untuk mengetahui
Kode: D.0085 Setelah dilakukan perawatan kemerahan, seberapa parah
selama 3 x 24 jam diharapkan eksudat, atau kemerahan,
Definisi: gangguan persepsi sensori ulserasi pada eksudat dan
Perubahan persepsi terhadap dapat teratasi dengan mata ulserasi pada mata
stimulus baik internal maupun Kriteria Hasil : Mandiri
eksternal yang disertai dengan 1. Klien sudah mampu 2. Pakai penutup 2. untuk melindungi
respon yang berkurang, mengenali rasa dan mata yang sesuai mata agar tidak
berlebihan atau terdistori. perubahan rasa terjadi masalah
2. Penglihatan pada klien Kolaborasi

27
Penyebab sudah tidak terganggu 3. Pakai obat tetes 3. digunakan untuk
1. Gangguan penglihatan mata yang tepat menghilangkan
2. Gangguan penghidu iritasi mata
Health education
Gejala dan tanda mayor 4. - 4. 4.-
Objektif
1. Respon tidak sesuai
Kondisi klinis terkait
1. Trauma pada saraf
kranialis II, III, IV
danVI akibat stroke,
aneurisma intrakarnial,
trauma/ tumor otak)

4. Gangguan mobilitas fisik 1. pergerakan Peningkatan latihan:


Kategori: fisiologis 2. status neurologis: peregangan
Subkategori: aktivitas/istirahat sensori tulang Observasi
Kode: D.0054 punggung/fungsi 1. monitor 1. Untuk mengetahui
motorik kepatuhan seberapa patuh

28
Definisi: terhadap teknik klien mengikuti
Keterbatasan dalam gerakan Setelah dilakukan perawatan dan jadwal pada teknik peregangan
fisik dari satu atau lebih selama 3 x 24 jam diharapkan waktu tindak
ekstremitas secara mandiri gangguan mobilitas fisik dapat lanjut
teratasi dengan Mandiri
Penyebab Kriteria Hasil : 2. bantu 2. Untuk
1. Penurunan kendali otot 1. keseimbangan klien mengembangkan menyesuaikan
2. Gangguan tidak terganggu jadwal latihan jadwal latihan
musculoskeletal 2. koordinasi pada klien yang sesuai disesuaikan dengan
3. Gangguan tidak terganggu dengan usia, umur, status fisik,
neuromuscular 3. gerakan otot dan sendi status fisik, dan gaya hidup
Gejala dan tanda mayor klien tidak terganggu tujuan, motivasi klien
Subjektif: 4. kekuatan tubuh klien dan gaya hidup
1. Mengeluh susah pada bagian atas dan 3. instruksikan 3. Agar latihan
menggerakkan bagian bawah tidak untuk perlahan- peregangan pada
ekstremitas terganggu lahan klien sesuai dengan
Objektif: 5. gerakan tubuh klien meregangkan yang dianjurkan
1. Kekuatan otot menurun tidak bermasalah otot/sendi ketitik
2. Rentang gerak (ROM) peregangan penuh
menurun dan tahan selama

29
waktu tertentu
Gejala dan tanda minor dan perlahan-
Subjektif lahan lepaskan
1. Enggan melakukan otot-otot yang
pergerakan diregangkan
Kolaborasi
Objektif 4. Kolaborasikan 4. Agar keluarga
1. Gerakan tidak dengan anggota klien mengetahui
terkoordinasi keluarga dalam perencanaan, dan
2. Gerakan terbatas perencanaan pemantauan
3. Fisik lemah pengajaran dan rencana latihan
pemantauan
Kondisi klinis terkait rencana latihan
1. stroke Health education
5. - 5. –

Terapi latihan: ambulasi


Observasi
1. monitor 1. Agar pasien lebih
penggunaan kruk mudah untuk

30
pasien atau alat berjalan.
bantu berjalan
Mandiri
2. bantu pasien 2. Agar klien lebih
untuk berdiri dan mudah untuk
ambulasi dengan berdiri dan tidak
jarak tertentu jatuh
dengan sejumlah
staf tertentu
3. terapkan sediaan 3. Agar klien lebih
alat bantu mudah untuk
berjalan berjalan
Kolaborasi
4. Konsultasikan 4. Untuk mengetahui
pada ahli terapi rencana ambulasi
fisik mengenai yang akan
rencana ambulasi dilakukan
Health education
5. Instruksikan 5. Agar pasien tidak
pasien untuk akan terjatuh

31
memposisikan
diri sepanjang
proses
pemindahan

5. Gangguan komunikasi verbal 1. status neurologi: Peningkatan komunikasi:


sensori cranial/fungsi kurang bicara
Kategori: relasional motorik
Subkategori: interaksi social Observasi
Kode: D.0019 1. monitor 1. Untuk mengetahui
kecepatan bicara, sejauh mana
Definisi Setelah dilakukan perawatan tekanan, kemampuan klien
Penurunan, perlambatan, atau selama 3 x 24 jam diharapkan kecepatan, untuk berbicara
ketiadaan kemampuan untuk gangguan komunikasi verbal kuantitas, volume
menerima, memproses, dapat teratasi dengan dan diksi
mengirim, dan atau/ Kriteria Hasil :
menggunakan sistem symbol. Mandiri
1. kemampuan klien 2. kenali emosi dan 2. Agar memudahkan

32
Penyebab untuk berbicara sudah perilaku fisik untuk
1. Gangguan mulai membaik pasien sebagai berkomunikasi
neuromuscular bentuk dengan klien
Gejala dan tanda minor komunikasi
Objektif: mereka
1. Disartria 3. sediakan metode 3. Agar klien mudah
2. Sulit menggunakan alternative untuk untuk
ekspresi wajah atau berkomunikasi menyampaikan
tubuh dengan berbicara( sesuatu
Kondisi klinis terkait misalnya, menulis
1. stroke dimeja,
menggunakan
kartu kedipan
mata, papan
komunikasi
dengan gambar
dan huruf, tanda
tangan atau
postur, dan
menggunakan

33
computer)
4. instruksikan 4. melatih pasien
pasien untuk perlahan-lahan
bicara pelan untuk berbicara
dan agar kita
mengetahui apa
yang disampaikan
klien
Kolaborasi
5. kolaborasi 5. agar keluarga bisa
bersama keluarga mengetahui cara
dan ahli/terapis berkomunikai
bahasa patologis dengan efektif
untuk
mengembangkan
rencana agar bisa
berkomunikasi
secara efektif
Health education
6. Instruksikan klien 6. agar keluarga bisa

34
dan keluarga melatih klien untuk
untuk berkomunikasi
menggunakan
proses kognitif,
anatomis dan
fisiologis yang
terlibat dalam
kemampuan
berbicara
6. Resiko ketidakseimbangan 1. Keseimbangan Manajemen elektrolit
elektrolit elektrolit
Kategori: fisiologis Observasi
Subkategori: nutrisi dan cairan 1. Monitor 1. Untuk mengetahui
Kode: D.0037 Setelah dilakukan perawatan manifestasi tanda
selama 3 x 24 jam diharapkan ketidakseimbanga ketidakseimbangan
Definisi: resiko ketidakseimbangan n elektrolit elektrolit
Beresiko mengalami perubahan elektrolit dapat teratasi dengan Mandiri
kadar serum elektrolit Kriteria Hasil : 2. Pertahankan 2. Pemberian cairan
kepatenan akses intravena adalah
Faktor risiko: 1. Penurunan kalium dan iv pemberian

35
1. Ketidakseimbangan natrium sejumlah cairan ke
cairan dalam tubuh ke
Kondisi klinis terkait dalam pembuluh
1. Cedera kepala vena untuk
memperbaiki atau
mencegah
gangguan cairan
dan elektrolit,
darah, maupun
nutrisi
3. Instruksikan 3. Agar klien tidak
konsumsi air yang mengalami
rutin dehidrasi
Kolaborasi
4. Konsultasikan 4. Untuk mengetahui
dengan dokter seberapa banyak
terkait pemberian elektrolit yang
elektrolit dengan diberikan
sedikit obt-obatan
Health education

36
5. Ajarkan pasien 5. Agar keluarga
dan keluarga klien dapat
mengenai jenis, mengetahui jenis,
penyebab dan penyebab, dan
pengobatan pengobatan apabila
apabila terdapat terdapat
ketidakseimbanga ketidakseimbangan
n elektrolit yang elektrolit
sesuai

7. Gangguan integritas 1. integritas jaringan: Manajemen tekanan


kulit/jaringan kulit dan membrane
mukosa Observasi
Kategori: lingkungan 1. monitor sumber 1. Untuk mengetahui
Subkategori: keamanan dan tekanan dan sumber yang
proteksi Setelah dilakukan perawatan gesekan menyebabkan
Kode: D.0129 selama 3 x 24 jam diharapkan tekanan dan
gangguan integritas gesekan
Definisi: kerusakan kulit ( kulit/jaringan dapat teratasi 2. monitor area kulit 2. kemerahan

37
dermis dan/atau epidermis) atau dengan dari adanya menandakan gejala
jaringan (membrane mukosa, Kriteria Hasil : kemerahan dan awal
kornea, fasia, otot, tendon, 1. integritas kulit pada adanya pecah-
tulang, kartilago, kapsul sendi klien tidak terganggu pecah
dan/atau ligament) 2. tidak terjadi lesi pada Mandiri
kulit klien 3. berikan pakaian 3. Agar pasien merasa
Penyebab: yang tidak ketat nyaman
1. Faktor mekanis, (mis. pada klien
Penekanan pada tonjolan Kolaborasi
tulang, gesekan) atau 4. gunakan alat yang 4. Agar tidak
faktor elektris tepat untuk memperparah luka
(elektrodiatermi, energi membuat tumit tekan yang dialami
listrik bertegangan dan tulang yang klien
tinggi) menonjol tidak
menyentuh kasur
Gejala dan tanda mayor Health education
Objektif 5. - 5. –
1. Kerusakan jaringan
dan/atau lapisan kulit Pencegahan luka tekanan
Gejala dan tanda minor

38
Objektif Observasi
1. Kemerahan 1. Monitor ketat 1. Karena kemerahan
area yang merupakan gejala
Kondisi klinis terkait mengalami awal
1. imobilisasi kemerahan
2. Monitor 2. Untuk mengetahui
kemampuan seberapa besar
bergerak dan kemampuan klien
aktivitas-aktivitas untuk bergerak
pasien
Mandiri
3. Ubah posisi 3. Untuk mencegah
pasien 1-2 jam terjadinya luka
sekali tekan
4. Ubah posisi klien 4. Agar tidak terjadi
dengan teknik hal yang tidak
yang benar diinginkan
5. Gunakan kasur 5. Untuk mencegah
khusus timbulnya lecet
antidekubitus atau luka

39
6. Pantau alat-alat 6. Untuk mengetahui
yang dapat alat apa saja yang
menimbulkan bisa digunakan
gesekan dan tanpa
tekanan menimbulkan
gesekan dan
Kolaborasi tekanan
7. - 7. –
Health education
8. Ajarkan anggota 8. Agar klien
keluarga atau mengetahui tanda-
yang merawat tanda kulit yang
pasien mengenai tidak utuh
tanda-tanda kulit
yang tidak utuh

40
BAB IV
TREND DAN ISSUE KEPERAWATAN

WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler.
Sebagian besar populasi di negara maju akan terpengaruh oleh stroke selama masa
hidup mereka (Truelsen et al., 2006). Kebanyakan orang yang menderita stroke akan
menjalani terapi rehabilitasi, untuk mendapatkan kembali sebagian atau seluruh fungsi
mereka sebelumnya. Namun terapi akan berakhir di beberapa titik. Bagian dari pasien
stroke akan diizinkan terapi tambahan setelah beberapa waktu. Selama periode ini,
rehabilitasi terutama akan difokuskan untuk mendapatkan kekuatan tambahan dan
memperbaiki kondisi pasien. Pola gerakan yang sebenarnya dari pasien paling sering
tidak berubah oleh terapi.
Menurut Riset Kesehatan Dasar, prevalensi stroke di Indonesia pada tahun 2007
mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk dan pada tahun 2011 stroke menjadi
penyebab pertama kematian di Indonesia. Kemungkinan meninggal akibat stroke
adalah 30 – 35 persen, dan kemungkinan mengalami kecacatan mayor adalah 35 – 40
persen.
Pasien stroke akan mengalami defisit neurologis yang menyebabkan hilangnya
kekuatan pada tungkai dan gangguan keseimbangan dimana keduanya memiliki peran
penting dalam kemampuan berjalan.
Faktor resiko kejadian stroke meningkat seiring bertambahnya usia, dan menjadi dua
kali lipat setelah usia 55 tahun. Setiap tahun 28% terserang stroke dengan usia
dibawah 65 tahun, dan 72% pasien stroke berusia lebih dari 65 tahun. Usia juga salah
satu faktor yang mempengaruhi plastisitas. Plastisitas di korteks motorik berkurang
pada lansia (usia 60-79) tapi tidak di paruh baya (usia 40 - 59).
Menurut Sullivan terapi latihan adalah metode yang paling umum digunakan untuk
mengatasi masalah mobilitas fisik setelah kerusakan otak. Terapi latihan dengan ROM
exercise dapat meningkatkan kekuatan kekuatan otot, dan mengurangi tonus otot
(spastisitas) lower extremity sehingga dapat meningkatkan gait function pada pasien
post stroke.

41
Aplikasi Kinesiotaping juga mampu meningkatkan kemampuan sensomotoris pasien
post stroke. Kinesiotaping dapat meningkatkan propioseptif feedback sehingga
menghasilkan posisi tubuh yang benar, hal ini menjadi hal yang sangat dasar yang
diperlukan ketika latihan untuk mengembalikan fungsi dari extrimitas dilakukan.
Kinesiotaping melalui reseptor di cutaneus dapat memberikan rangsangan pada sistem
neuromuskuler dalam mengaktivasi kinerja saraf dan otot saat melakukan suatu gerak
fungsional. Kinesiotaping juga akan memfasilitasi mechanoreseptor untuk
mengarahkan gerakan yang sesuai dan memberikan rasa nyaman pada area yang
dipasangkan.
Fisioterapist juga dapat memberikan berbagai metode lain seperti metode Rood,
metode Johnstone, metode brunnstrom, metode bobath, metode Propioceptive
Neuromuscular Facilitation (PNF) dimana menggunakan pendekatan reflek dan teori
hierarki motor control, sedangkan metode yang lain seperti Motor Relearning
Programme (MRP) menggunakan pendekatan motor control dan motor learning.
Menurut Sullivan terapi latihan adalah metode yang paling umum digunakan untuk
mengatasi masalah mobilitas fisik setelah kerusakan otak. Somatosensory stimulation,
dan muscle activity feedback exercise efektif dalam peningkatan fungsi berjalan
pasien post stroke.
Kinesiotaping dapat meningkatkan sensitivitas perceptual motor propioception.
Propioceptif merupakan salah satu sensory feedback yang diperlukan dalam informasi
motor control, sehingga akan meningkatkan motor output dan movement respon.
Metode Motor Relearning Programme dapat memberikan proses pembelajaran
aktivitas fungsional serta menerapkan premis dasar bahwa kapasitas otak mampu
untuk reorganisasi dan beradaptasi dengan latihan yang terarah dapat membaik.
Metode Motor Relearning Programme dapat mengeliminasi gerakan yang tidak
diperlukan dan meningkatkan kemampuan pengaturan postural dan gerakan.
Berdasarkan Jurnal “PENGARUH PENERAPAN MOTOR RELEARNING PRO
GRAMME (MRP) TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN BERDIRI
PADA PASIEN STROKE HEMIPLEGI” oleh Muh. Irfan, Jemmi Susanti
menunjukkan hasil penelitian dan pembahasannya, dapat disimpulkan ada pengaruh
penerapan Motor Relearning Program (MRP) terhadap peningkatan keseimbangan
berdiri pada pasien stroke hemiplegi dan Intervensi MRP terbukti bermanfaat secara
signifikan dalam meningkatkan keseimbangan berdiri pada pasien stroke hemiplegi.

42
Dari jurnal penelitian tentang “Perbedaan Pengaruh Pemberian Motor Relearning
Program (MRP) dan Bobath Concept Untuk Memperbaiki Pola Jalan Pasien Pasca
Stroke” oleh Lavenia Chandra Nagari menunjukkan tidak ada perbedaan pemberian
Motor Relearning Program (MRP) dan Bobath Concept untuk memperbaiki pola
jalan pasien pasca stroke.
Dari jurnal tentang “Metode Konvensional, Kinesiotaping, dan Motor Relearning
Programme Berbeda Efektivitas dalam Meningkatkan Pola Jalan Pasien Post Stroke”
oleh Dimas Sondang Irawan, Nyoman Adiputra, Muhammad Irfan menunjukkan
metode Kinesiotaping dan MRP memiliki perbedaan bermakna terhadap metode
Konvensional, tetapi antara Kinesiotaping dengan MRP tidak menunjukkan perbedaan
yang bermakna. Dapat disimpulkan bahwa MRP tidak lebih efektif daripada
Kinesiotaping tetapi lebih efektif daripada metode Konvensional, dalam
meningkatkan pola jalan pasien post stroke.
Metode Kinesiotaping paling efektif dalam meningkatkan pola jalan pasien post
stroke di Klinik Ontoseno Malang, di ikuti oleh Motor Relearning Programme dan
kemudian metode Konvensional.

43
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat menyimpulkan bahwa stroke adalah sebuah
penyakit yang menyerang pembuluh darah dan otak .
Penyakit stroke penyakit pembuluh darah otak yang ditandai dengan rusaknya
jaringan otak .ada dua macam penyakit stroke yaitu kerusakan jaringan otak
akibat penyumbatan/penyempitan (infark) dan akibat perdarahan (bleeding).
Penyakit ini ditandai dengan adanya gejala menurunya fungsi susanan saraf bisa
dibagi dua jenis yaitu strok hemoragik dan nonhemoragik.
Strok adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan perdarahan di
otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian .
2. Saran
Untuk para mahasiswa keperawatan seharunya lebih aktif dalam berbagai
diskusi sehingga bisa menambah pengatuhan dan wawasannya terutama tentang
asuhan keperawatan pada pasien dengan riwayat stroke. Bagi dosen
pengajar,kami harapkan adar dapat memberikan arahan dan pengetahuan baru
yang mungkin belum dibahas oleh kami mahasiswa dalam forum diskusinya
sehingga ada suatu kesinambungan dan kontribusi antara mahiswa dengan dosen.

44

Anda mungkin juga menyukai