Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Depresi adalah masalah kesehatan yang penting dan lebih sering

dialami oleh perempuan daripada laki-laki, khususnya pada awal melahirkan.

Depresi menurut Kaplan dan Sadock (1998), merupakan suatu masa

terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang

sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan

nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tidak

berdaya. Depresi postpartum yaitu sekumpulan gejala klinis depresi yang

terjadi pada wanita setelah melahirkan, umumnya pada hari ketiga hingga

hari kesepuluh setelah melahirkan dan dapat menetap selama beberapa

bulan (Orshan, 2008). Gejala depresi postpartum ditunjukkan dengan

adanya kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan dan kehilangan

libido (Regina et al., 2001).

Depresi postpartum merupakan masalah yang lebih serius daripada

maternity blues atau sering disebut juga postpartum blues. Postpartum blues

atau sering disebut dengan ―kesedihan sementara‖ merupakan tingkatan

depresi paling rendah karena berlangsung sangat cepat, sedangkan

tingkatan paling parah yaitu postpartum psychosis. Fase diantara terjadinya

postpartum blues dan postpartum psychosis adalah depresi postpartum

(postpartum depression). Wanita yang mengalami gejala postpartum blues

dapat berlanjut menjadi depresi postpartum atau bahkan di tingkat yang lebih

parah yaitu psikosis. Sebanyak 20% ibu dengan postpartum blues berlanjut

1
2

menjadi depresi postpartum di tahun pertama setelah kelahiran (Stewart et

al., 2003). Sekitar 10-15% wanita yang melahirkan akan mengalami depresi

postpartum selama satu bulan setelah melahirkan (Gonidakis, 2007).

Dalam beberapa penelitian, depresi postpartum terbukti dapat

menghambat keberlangsungan menyusui. Kejadian depresi postpartum pada

wanita melahirkan di Jepang telah mencapai 13,9% (Haku, 2007). Prevalensi

depresi di Iran mencapai 14-21,4%, sekitar 1,89% depresi terjadi pada

wanita setiap tahunnya dan tiga kali lipat dari itu dialami oleh wanita pada

lima bulan pertama setelah melahirkan (Tashakori, 2012).

Faktor risiko terjadinya depresi postpartum yaitu depresi atau

kecemasan selama kehamilan, kurangnya dukungan sosial, adanya riwayat

depresi, komplikasi kehamilan dan kebidanan, status single parent,

hubungan dengan pasangan yang tidak harmonis dan status sosial ekonomi

yang rendah (Stewart et al., 2003). Secara spesifik depresi postpartum akan

mempengaruhi perilaku ibu dalam menyusui dan dapat menyebabkan

mereka berhenti menyusui bayinya (Taj dan Sikander, 2003). Ibu yang

mengalami depresi setelah melahirkan lebih cenderung akan memberikan

susu botol pada bayinya (Roux et.al., 2002).

ASI sangat bermanfaat bagi ibu maupun bayi, ASI mengandung gizi

yang sempurna untuk bayi yang dapat meningkatkan sistem kekebalan

tubuh, meningkatkan kecerdasan anak dan secara psikologis dapat menjalin

hubungan yang erat antara ibu dan bayi ketika menyusui (LINKAGES, 2002).

Kondisi psikologi ibu sangat menentukan keberhasilan menyusui (Jager et

al., 2013). Ibu yang tidak mempunyai keyakinan mampu memproduksi ASI

akan menyebabkan produksi ASI akan berkurang. Stres, kekhawatiran,


3

ketidakbahagiaan ibu pada periode menyusui sangat berperan dalam

keberhasilan pemberian ASI.

Ibu dengan kondisi depresi terutama pasca melahirkan kemungkinan

akan lebih cepat untuk melakukan penyapihan ASI dini kepada bayinya

dibandingkan dengan ibu dengan kondisi normal. Sebanyak 82% ibu dengan

depresi postpartum berhenti menyusui setelah mengalami gejala depresi

(Jager et al., 2012). Hal ini berhubungan dengan adanya kecemasan dan

suasana hati yang tidak mendukung setelah melahirkan (Dunn et al., 2006).

Suatu penelitian menunjukkan bahwa depresi postpartum

mempengaruhi hubungan psikologis antara ibu dan anak serta pertumbuhan

dan perkembangan anak. Anak yang lahir dari ibu dengan depresi

postpartum cenderung memiliki gangguan kognitif, perilaku dan interpersonal

apabila dibandingkan dengan anak yang lahir dari ibu tanpa depresi

postpartum.

Sebuah penelitian yang dilakukan di Ruang Rawat Gabung RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta pada tahun 1998 diektahui bahwa sebanyak 33,3%

wanita pasca melahirkan primipara mengalami depresi postpartum (Udayani,

1998). Dari penelitian lain yang dilakukan di Indonesia seperti di Jakarta,

Yogyakarta dan Surabaya ditemukan angka kejadian depresi postpartum

yaitu 11-30%, suatu jumlah yang tidak sedikit dan tidak mungkin dibiarkan

begitu saja apabila mengingat dampak negatif yang ditimbulkannya (Sylvia,

2006).
4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka rumusan

masalah penelitian sebagai berikut :

1. Apakah depresi postpartum pada ibu melahirkan berpengaruh terhadap

keberhasilan pemberian ASI saja dalam dua bulan pertama setelah

kelahiran?

2. Bagaimana pengalaman ibu dalam memberikan ASI?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum :

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh depresi

postpartum pada ibu melahirkan terhadap keberhasilan pemberian ASI

dalam dua bulan pertama dan untuk mengetahui bagaimana

pengalaman ibu selama memberikan ASI.

2. Tujuan Khusus :

a. Mengetahui gambaran keberhasilan ASI dalam dua bulan pertama.

b. Mengetahui pengaruh depresi postpartum terhadap keberhasilan

ASI dalam dua bulan pertama.

c. Mengetahui faktor-faktor penyebab kegagalan pemberian ASI dan

tindak lanjutnya.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Bagi puskesmas
5

Dengan penelitian ini puskesmas dapat melakukan evaluasi terhadap

pelayanan kesehatan yang diberikan pada ibu melahirkan khususnya

mengenai skrining depresi postpartum dan penanganannya agar tidak

berdampak negatif terhadap pemberian ASI eksklusif.

b. Bagi masyarakat

Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

wawasan masyarakat khususnya ibu melahirkan dan keluarga untuk

mengantisipasi terjadinya depresi postpartum agar tidak berdampak

negatif terhadap keberhasilan ASI eksklusif.

c. Bagi penelitan selanjutnya

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memunculkan ide dan

gagasan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai upaya

pencegahan dan penanganan depresi postpartum agar tidak

berdampak negatif pada keberhasilan ASI eksklusif.

E. Keaslian Penelitian

1. Nishioka et al. (2011) dalam penelitiannya yang berjudul A

Prospective Study of The Relationship Between Breastfeeding and

Postpartum Depressive Symptoms Appearing at 1–5 Months After

Delivery. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh gejala

depresi postpartum terhadap pemberian makanan pada bayi hingga

lima bulan setelah kelahiran. Hasil dari penelitian ini adalah depresi

postpartum memicu penghentian pemberian ASI pada lima bulan

setelah kelahiran dan ibu beralih untuk memberikan susu formula.

Persamaan terletak pada desain penelitian kohort prospektif,


6

responden yaitu ibu melahirkan, variabel bebas gejala depresi

postpartum, variabel terikat ASI eksklusif dan alat ukur yang

digunakan yaitu Edinburgh Postpartum Depression Scale (EPDS).

Perbedaan teletak pada durasi penelitian yaitu lima bulan, tidak

menggunakan desain penelitian kualitatif dan lokasi penelitian yaitu

penelitian ini dilakukan di Jepang yang mana memiliki kondisi sosial

dan budaya yang berbeda dengan Indonesia.

2. Zubaran et al. (2012) dalam penelitiannya yang berjudul The

Correlation Between Breastfeeding Self-efficacy and Maternal

Postpartum Depression in Southern Brazil. Penelitian ini dilakukan

untuk mengetahui hubungan antara keberhasilan menyusui dengan

depresi postpartum pada ibu melahirkan di Brazil. Hasil penelitian ini

adalah ibu yang mengalami depresi postpartum memiliki

kepercayaan diri menyusui yang lebih rendah daripada ibu tanpa

depresi postpartum sehingga tingkat keberhasilan menyusui pada ibu

dengan depresi postpartum lebih rendah daripada ibu tanpa depresi

postpartum. Persamaan penelitian ini terletak pada responden yaitu

ibu melahirkan, alat ukur Edinburgh Postpartum Depression Scale

(EPDS), variabel bebas dan variabel terikat. Perbedaan terletak

pada desain penelitian yang digunakan yaitu cross-sectional, alat

ukur lainnya yaitu Postpartum Depression Screening Scale (PDSS)

dan Breastfeeding Self-Efficacy Scale (BSES-SF) serta lokasi

penelitian yaitu Brazil.

3. Hasselmann et al. (2008) dalam penelitiannya yang berjudul

Symptoms of Postpartum Depression and Early Interruption of


7

Exclusive Breastfeeding in the First Two Months of Life. Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui hubungan antara depresi postpartum

dengan pemberhentian ASI eksklusif (penyapihan) dalam dua bulan

pertama setelah kelahiran. Hasil penelitian ini mengindikasikan

bahwa kondisi mental dan emosional ibu sangat berpengaruh

terhadap menyusui khususnya pada awal kelahiran. Persamaan

penelitian ini adalah variabel bebas yaitu depresi postpartum dan

variabel terikat yaitu pemberian ASI dalam dua bulan pertama setelah

kelahiran, alat ukur yang digunakan yaitu Edinburgh Postpartum

Depression Scale (EPDS), dan rancangan penelitian yaitu kohort

prospektif. Perbedaan terletak pada lokasi penelitian yaitu di Brazil

yang memiliki banyak perbedaan dari segi aspek dengan Indonesia

dan tidak menggunakan desain penelitian kualitatif.

4. Ekowati Nunung (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Faktor-

Faktor yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI Eksklusif.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif. Hasil penelitian ini

adalah ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan

pemberian ASI eksklusif, tidak ada hubungan antara inisiasi menyusu

dini, status bekerja ibu, jumlah anak dan gangguan menyusui

terhadap pemberian ASI eksklusif. Persamaan penelitian ini terletak

pada variabel terikat yaitu keberhasilan pemberian ASI. Perbedaan

terletak pada rancangan penelitian yaitu cross-sectional, responden

yaitu ibu yang memiliki bayi berusia 0-6 bulan, dan alat ukur yang

digunakan yaitu food recall 24 jam.

Anda mungkin juga menyukai