Anda di halaman 1dari 15

BAB I

HAKIKAT PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Di dalam kehidupannya manusia membutuhkan pendidikan yang merupakan usaha


agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara
lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 Ayat (1) menyebutkan
bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, Ayat (3) menegaskan bahwa
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang.
Pada bagian pertama ini akan dibicarakan dasar pemikiran pendidikan
kewarganegaraan, pengelompokan mata kuliah dalam kurikulum perguruan tinggi,
terutama kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK), yang di dalam
kelompok tersebut terdapat mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Kemudian akan
ditinjau pula perkembangan / perubahan yang terjadi pada mata kuliah pendidikan
kewarganegaraan di perguruaan tinggi.
Setelah mempelajari bagian pertama ini, diharapkan mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan landasan yuridis MPK Pendidikan Kewarganegaraan
2. Menjelaskan pengelompokkan mata kuliah serta fungsi masing-masing kelompok dalam
kurikulum inti perguruan tinggi, terutama fungsi mata kuliah Pengembangan
Kepribadian.
4. Menjelaskan misi, kompetensi, dan tujuan pendidikan kewarganegaraan.
5. Menjelaskan perkembangan dan perubahan pada mata kuliah pendidikan
kewarganegaraan di perguruan tinggi serta latar belakang dari perubahan itu
Untuk membantu mahasiswa agar menguasai kemampuan di atas, dalam bagian
pertama ini akan disajikan pembahasan tentang :
a. Latar belakang dan pengertian Pendidikan Kewarganegaraan.
b. Pendidikan Kewarganegaraan dalam kelompok Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian (MPK).
c. Landasan Yuridis MPK Pendidikan Kewarganegaraan
d. Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.
e. Rangkuman.
Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan 1
A. Latar Belakang dan Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan.
Perjalanan bangsa Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama
penjajahan, kemudian berlanjut ke-era merebut dan mempertahankan kemerekaan, hingga
era pengisian kemerdekaan, berhadapan dengan kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai
dengan zamannya. Kondisi dan tuntutan yang berbeda itu ditanggapi oleh bangsa Indonesia
dengan kesamaan nilai-nilai perjuangan bangsa yang dilandasi oleh jiwa, tekad, dan
semangat kebangsaan, yang kemudian menjadi kekuatan pendorong proses terwujudnya
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam wadah nusantara.
Nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia sejak perjuangan fisik merebut dan
mempertahankan kemerekaan hingga mengisi kemerdekaan telah mengalami pasang surut
sesuai dengan dinamika kehidupan bermasyaakat, berbangsa dan bernegara. Salah satu
penyebab menurunnya semangat perjuangan ini adalah pengaruh globalisasi. Globalisasi
ditandai oleh kuatnya pengaruh lembaga-lembaga kemasyarakatan internasional, negara-
negara maju yang ikut mengatur perpolitikan, perekonomian sosial budaya dan pertahanan
keamanan global. Disamping itu isu global yang meliputi demokratisasi, hak asasi
manusia, dan lingkungan hidup turut mempengaruhi keadaan nasional. Kondisi ini
menumbuhkan berbagai konflik kepentingan baik antara negara maju dengan negara
berkembang, antara negara berkembang dengan lembaga internasional, maupun ssama
negara berkembang. Isu globalisasi yang meliputi demokratisasi, hak asasi manusia, dan
lingkungan hidup turut pula mempengaruhi keadaan nasional.
Pesatnya perkembangan ilmu pemgetahuann dan teknologi, khususnya di bidang
informasi, komunikasi dan transformasi, menjadikan dunia semakin transparan tanpa batas
antar negara. Kondisi ini menciptakan struktur global yang berpengaruh terhadap struktur
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yang akhirnya akan
mempengaruhi pola pikir, sikap, tindakan, serta kondisi mental spiritual bangsa Indonesia.
Dalam menghadapi globalisasi menuju masa depan untuk mengisi kemerdekaan,
kita memerlukan perjuangan non fisik sesuai dengan bidang profesi masing-masing dan
perjuangan ini tetap harus dilandasi oleh nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia. Kita
harus memiliki wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan prilaku yang cinta tanah air
dan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa demi tetap utuh dan tegaknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan 2


Berkaitan dengan pemupukan nilai, sikap, dan kepribadian tersebut peran
pendidikan sangat diperlukan. Pendidikan tinggi tidak dapat mengabaikan realita
kehidupan global sebagai perubahan kehidupan yang penuh dengan paradoks dan
ketakterdugaan. Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, warga negara Kesatuan Republik
Indonesia diharapkan mampu memahami, menganaisis, dan menjawab masalah-masalah
yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa, dan negara. Mahasiswa sebagai calon cendikiawan
dan generasi penerus, diharapkan akan mampu mengantisipasi hari depan mereka yang
senantiasa berubah.
Gerakan reformasi di Indonesia secara umum menuntut diterapkannya prinsip
demokrasi, disentralisasi dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Tuntutan tersebut menyangkut pembaharuan sistem pendidikan,
diantaranya pembaharuran kurikulum termasuk di dalamnya penyusunan standar
kompetensi lulusan yang berlaku secara nasional dan daerah.
Munculnya gelombang reformasi pada akhir dekade 1990-an pada dasarnya
membawa harapan baru bagi perkembangan demokrasi di Indonesia, namun dibalik
tuntutan reformasi yang begitu deras, ternyata memunculkan efek negatif berupa
persoalan-persoalan patologi sosial masa transisi akibat euphoria politik. Bagi Indonesia
yang sedang tumbuh menuju demokratis, peran dunia pendidikan semakin penting. Untuk
menumbuhkan dan mengembangkan civic culture, dibutuhkan upaya yang sistematis dan
integralistis agar generasi muda yang tumbuh dan berkembang dapat benar-benar
memahami dan sadar akan nilai-nilai yang diperlukan untuk menyangga, memelihara dan
melestarikan demokrasi.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, dalam Pasal 3 dijelaskan Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Selanjutnya Pasal 37
ayat 2 menjelaskan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat Pendidikan Agama,
Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa. Cara paling strategis untuk membangun
masyarakat demokratis adalah melalui Pendidikan Kewarganegaraan yang di dalamnya

Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan 3


terkandung makna sosialisasi, diseminasi dan aktualisasi konsep, sistem, nilai, budaya,
serta praktek demokrasi yang berkeadaban.
Asykuri ibn Chamin dkk. (2000), mengemukakan 8 (delapan) gejala fenomena
patologi sosial yang diharapkan dapat dieliminasi melalui upaya pendidikan
kewarganegaraan, yaitu :
1. Hancurnya Nilai-nilai Demokrasi dalam Masyarakat
Melemahnya kontrol negara sebagai penegak hukum dan keadilan masyarakat akhirnya
semakin mengikis kepercayaan masyarakat pada penegakkan hukum di negeri ini.
Hilangnya keberpihakan negara pada nilai-nilai keadilan dan pudarnya ketaatan pada
hukum menjadi salah satu persoalan serius bagi keberlangsungan demokrasi di negeri ini.
Rendahnya kesadaran representativeness di kalangan masyarakat dan anggota parlemen ,
mengakibatkan kesadaran sistemik demokratis akhirnya kurang bisa berjalan secara
optimal. Kuatnya hegemoni partai politik atas anggota parlemen semakin mendistorsi
makna anggota parlemen sebagai wakil rakyat. Kesadaran masyarakat untuk memilih
wakil rakyat secara rasional masih rendah. Masyarakat seakan berjuang sendiri untuk
memperjuangkan aspirasinya.
2. Memudarnya Kehidupan Kewargaan dan Nilai-Nilai Komunitas
Pelanggaran atas hak-hak individual, penjarahan atas hak milik orang lain dan
penjarahan tanah adat secara sistematis merupakan kasus yang semakin banyak dijumpai di
negeri ini. Problem mental yang sangat serius mengancam kepentingan bersama
masyarakat, yaitu tanggung jawab atas pemeliharaan fasilitas-fasilitas umum. Berbagai
kasus kekecewaan sosial di negeri ini sering berujung pada perusakan fasilitas-fasilitas
umum, seperti anarkhisme demonstrasi dan aksi masa, pembakaran milik orang lain dan
sebagainya.
3. Kemerosotan Nilai-nilai Toleransi dalam Masyarakat
Penyeragaman yang selama ini dilakukan rezim otoriter membuat akibat buruk pada
harmonitas masyarakat yang plural, sehingga nilai-nilai lokal – tradisional termarginalisasi
secara sistematis. Pada saat kontrol negara mulai melemah maka keberagaman sosial yamg
dahulu yang dimarginalisasikan akhirnya menguat secara chauvinistic, sehingga
mengancam harmoni dalam pluralistik di negeri ini. Intoleransi semakin menggejala dalam
konteks interaksi antar agama, antar daerah, antar etnis, antar partai politik dan lain-lain
sehingga sering terjadi pertikaian. Kencenderungan untuk memaksakan kehendak suatu

Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan 4


kelompok sosial juga semakin sering terjadi dalam transisi masyarakat menuju
demokratisasi.
4. Memudarnya Nilai-nilai Kejujuran, Kesopanan, dan Rasa Tolong-menolong
Nilai-nilai kejujuran, kesopanan, sikap tenggang rasa, saling tolong-menolong, dan
ketundukan pada hukum semakin menipis. Maraknya tindakan asusila, perjudian,
peredaran narkotika, perkelahian pelajar, pesta sex di tempat terbuka dan sebagainya
seakan menjadi fenomena keseharian yang muncul di media massa.
5. Melemahnya Nilai-nilai dalam Keluarga
Melemahnya nilai-nilai dalam keluarga merupakan akibat saling pengaruh antar faktor
eksternal dan faktor internal keluarga. Kekerasan terhadap anak dan eksploitasi anak untuk
bekerja mencukupi kebutuhan hidup terutama di kalangan keluarga miskin merupakan
fenomena yang menggejala di perkampungan-perkampungan kumuh perkotaan akibat
krisis ekonomi. Upaya pendidikan melalui keluarga juga semakin memprihatinkan, orang
tua harus bekerja lebih keras dan menghabiskan waktu untuk pekerjaan guna mencukupi
kebutuhan keluarga.
6. Praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat korupsi yang paling buruk di muka
bumi. Akses masyarakat terhadap informasi dan transparansi penyelenggaraan
pemerintahan banyak terhambat yang akhirnya memberikan peluang praktek Korupsi
Kolusi dan Nepotisme (KKN). Penegakkan hukum terhadap penjarah uang negara dan
rakyat juga sering terabaikan. Pelayanan publik seperti KTP, SIM, STNK, dan sebagainya
juga sering kali masih bersifat kolusif dan tidak transparan. Kesadaran kontrol masayarakat
terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari KKN juga belum terlalu tinggi.
7. Kerusakan Sistem dan Kehidupan Ekonomi
Kerusakan sistem ekonomi ditandai dengan merebaknya monopoli yang bersembunyi
dengan istilah tata niaga, hilangnya kompetisi yang sehat dalam dunia usaha dan
ketertutupan dari tuntutan pasar bebas. Rendahnya indeks kewirausahaan di kalangan
masyarkat merupakan kendala pembangunan ekonomi, terutama bagi kalangan pribumi.
Pola hidup konsumtif juga cukup menggejala di kalangan masyarakat
8. Pelanggaran Terhadap Nilai-nilai Kebangsaan
Fenomena gerakan separatisme di Indonesia akhir-akhir ini cukup menggejala
seperti Aceh, Papua, Maluku. Banyak faktor penyebab disintegrasi bangsa ini, baik faktor
ekonomi, politik, keamanan maupun budaya. Keragaman dalam satu bangsa (Bhineka
Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan 5
Tunggal Ika) seakan mulai terkikis, solidaritas kebangsaan seakan tersumbat oleh berbagai
keterbatasan dan kentalnya kepentigan untuk memisahkan diri. Oleh karenanya perlu ada
upaya untuk reorientasi National Building untuk kembali merekatkan ikatan-ikatan
kebangsaan yang beragam menjadi satu bangsa.
Reformasi menuju warga negara yang baik (good citizen) bagi Indonesia bukanlah
hal yang mudah karena luasnya wilayah, beragamnya suku, tingkat pendidikan,
kesenjangan ekonomi, serta jumlah penduduk yang sangat besar. Secara teoritis dan dan
praktis, lembaga pendidikan memegang peranan penting dalam usaha mengubah
masyarakat menuju good citizen. Hal ini disebabkan karena prosesnya yang sistematis,
kurikulum yang terencana, tahapan proses yang jelas, serta pendidik yang terlatih. Istilah
pembentukan good citizen melalui pendidikan inilah yang kemudian dikenal sebagai
Pendidikan Kewarganegaraan.
Pembaharuan sistem pendidikan nasional dilakukan untuk memperbaharui visi,
misi, dan strategi pembangunan nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi
terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang
berkualitas, sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang terus berubah.
Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II
Pasal 2 dan 3 menyebutkan : Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Tahun 45. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Sehubungan dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional
diatas maka setiap jenjang pendidikan diwajibkan memuat Pendidikan Kewarganegaraan
(Pasal 37). Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik
menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air (Penjelasan pasal 37).
Dalam istilah civic education, Prof. Dr. Achmad Sanusi, SH. MPA. Yang dikutip
C.S.T. Kansil mengatakan bahwa civic telah memilih orientasinya pada fungsi pendidikan
dalam arti “Usaha-usah dan proses pembinaan warga negara”. Studi civic yang semula
berorientsi pada ilmu politik, kemudian bergeser dan berkembang menjadi program
pendidikan. Tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah untuk membentuk watak dan
Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan 6
karakteristik warga negara yang baik yaitu warga negara yang tahu, mau dan mampu
berbuat baik. Warga negara yang baik adalah warga negara yang mengetahui dan
menyadari serta melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara (Winata Putra,
1978).

B. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Kelompok Mata Kuliah Pengembangan


Kepribadian (MPK).
Dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232 / U / 2000 ditegaskan
bahwa jenis kurikulum terdiri dari : (1) Kurikulum inti; (2) Kurikulum Institusional.
Kurikulum inti merupakan kelompok bahan kajian dan pelajaran yang harus dicakup dalam
suatu program studi yang dirumuskan dalam kurikulum yang berlaku secara nasional.
Kurikulum inti program sarjana dan program diploma terdiri atas :
Kelompok Mata
No. Deskripsi
Kuliah
1. Pengembangan Kelompok bahan kajian dan pelajaran untuk
Kepribadian (MPK). mengembangakan masyarakat Indonesia yang beriman
dan bertakwa terhadap Tuhan YME. Dan berbudi
pekerti luhur, berkepribadian mantap, dan mandiri
serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan.
2. Keilmuan dan Kelompok bahan kajian dan pelajaran yang ditujukan
Keterampilan terutama untuk memberikan landasan penguasaan ilmu
(MKK). dan keterampilan tertentu.
3. Keahlian Berkarya Kelompok bahan kajian dan pelajaran yang bertujuan
(MKB). menghasilkan tenaga ahli dengan kekaryaan
berdasarkan dasar ilmu dan keterampilan yang
dikuasai.
4. Perilaku Berkarya Kelompok bahan kajian dan pelajaran yang bertujuan
(MPB). untuk membentuk sikap dan perilaku yang diperlukan
seseorang dalam berkarya menurut tingkah keahlian
berdasarkan dasar ilmu dan keterampilan yang
dikuasai.
5. Berkehidupan Kelompok bahan kajian dan pelajaran yang diperlukan

Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan 7


Bermasyarakat seseorang untuk dapat memahami kaidah kehidupan
(MBB). bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam
berkarya.

Berdasarkan pengelompokan mata kuliah dalam kurikulum inti diatas, terlihat


bahwa kompetensi lulusan yang diharapkan sangat lengkap. Ia merupakan kepribadian
yang utuh serta unggul yang menguasai landasan keilmuan serta kekhlian tertentu,
memiliki sikap dan perilaku yang mendukung keakhlian tersebut, dan akhirnya mampu
menggunakan dan memanfaatkan keahlian yang dimilikinya untuk kepentingan dirinya,
masyarakat, dan bangsanya.
Pendidikan kewarganegaraan adalah salah satu mata kuliah yang termasuk dalam
kelompok mata kulian Pengembangan Kepribadian (MPK). Kelompok ini memiliki fungsi
strategis dalam kurikulum secara keseluruhan, dengan sasaran pengembangan munusia
beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian
mantap, mandiri, serta bertanggung jawab terhadap masyarakat dan bangsa. Sasaran yang
lengkap tersebut merupakan kepribadian unggul yang harus dimiliki oleh seorang
mahasiswa. Dengan memiliki kepribadian unggul tersebut akan memberi kontribusi pada
pencapaian kelompok mata kuliah yang lain. Dengan kepribadian mantap dan mandiri,
maka ia akan selalu berupaya untuk mengembangkan penguasaan terhadap keakhlian
tertentu. Dengan iman, takwa dan ahlak mulia maka ia akan menjadi seorang profesional
yaitu ahli dibidangnya, bertanggung jawab pada keakhlian yang dimilikinya, digunakan
untuk kepentingan dirinya, masyarakatnya dan bangsanya serta menghindari perbuatan-
perbuatan tercela, seperti menyalahgunakan keahliannya.
Sejak memasuki priode reformasi ada beberapa Surat Keputusan Direktur Jendral
pendidikan Tinggi yang mengatur tentang pedoman atau rambu-rambu pelaksanaan Mata
kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK), yaitu SK. Nomor 267/DIKTI/Kep/2000 , SK.
Nomor 38/DIKTI/Kep/2002, dan SK. Nomor : 43 / DIKTI / Kep / 2006 yang berlaku
sekarang. Dalam setiap surat keputusan tersebut terdapat perkembangan/perubahan
terutama pada substansi kajian. Perubahan dan perkembangan itu dimaksudkan sebagai
tanggapan terhadap perubahaan situasi dan kondisi bangsa yang begitu pesat di era
repormasi ini.
Sebagai salah satu unsur mata kuliah wajib, Pendidikan Kewarganegaraan
mengemban misi pengembanan karakter lulusan sebagaimana tercakup dalam Standar

Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan 8


Kompetensi Lulusan (Permendikbud No. 54 Tahun 2013). Dalam hubungannya dengan
pembangunan bangsa dan karakter, Pendidikan Kewarganegaraan dalam arti luas memiliki
kedudukan, fungsi, dan peran yang sangat penting. Pendidikan Kewarganegaraan pada
dasarnya merupakan salah satu wahana pendidikan karakter yang dikembangkan secara
sistematis dalam lingkup nasional, yang berarti tidak bisa dipisahkan dari kerangka
kebijakan nasional pembangunan bangsa dan karakter.
Secara konseptual dan paradigmatik tujuan akhir Pendidikan Kewarganegaraan
adalah terwujudnya kebajikan/keadaban kewarganegaraan dalam diri setiap warga
negara Indonesia. Pengembangan kebajikan kewarganegaraan perlu ditopang dengan
pengembangan elemen-elemennya yakni :
1. Wawasan/pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge)
2. Sikap kewarganegaraan (civic dispositions)
3. Keterampilan kewarganegaraan (civic skills)
4. Komitmen kewarganegaraan (civic committment)
5. Kepercayaan diri kewarganegaraan (civic confidence)
6. Kecakapan kewarganegaraan (civic competence)
Secara keseluruhan kebajikan/keadaban kewarganegaraan tersebut sangat diperlukan oleh
setiap orang agar mau dan mampu mewujudkan partisipasi kewarganeraan secara cerdas
dan bertanggung jawab.
Untuk mewujudkan keutuhan pribadi warga negara diperlukan proses pendidikan
yang secara koheren dan utuh mengembangkan seluruh dimensi psikologis dengan dasar
Kompetensi Inti (KI) yang berfungsi sebagai elemen pengorganisasian. Dalam konteks
pendidikan tinggi pengembangan kebajikan/keadaban atau karakter bansa dilaksanakan
dalamkerangka sistemik perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi (pembelajaran,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat).
Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan pada jenjang pendidikan tinggi bertujuan
untuk membina peserta didik menjadi manusia yang secara utuh memiliki rasa kebangsaan
dan cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai dan moral Pancasila, nilai dan norma Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semangat bhinneka Tunggal Ika,
dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi, Pendidikan Kewarganegaraan dalam makna generik dikemas dan diwadahi dalam
dua mata kuliah yakni mata kuliah Pendidikan Pancasila dan mata kuliah Pendidikan
Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan 9
Kewarganegaraan. Pendidikan Pancasila lebih menekankan pada pendekatan filosofis
ideologis dan sosio andragogis dalam kontek nilai ideal dan instrumental Pancasila dan
UUD 1945. Sementara itu Pendidikan Kewarganegaraan lebih menekankan pada
psikoandragogis dan sosiokultural dalam kontek nilai instrumental dan praksis Pancasila
dan UUD 1945, serta nilai kontemporer kosmopolitanisme.
Secara sosiopolitik dan kultural Pendidikan Kewarganegaraan memiliki visi
pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yakni menumbuhkembangkan
kecerdasan kewarganegaraan. Hal ini merupakan prasyarat untuk pembangunan demokrasi
dalam arti luas yang mempersyaratkan budaya kewarganegaraan sebagai salah satu
determinan tumbuhkembangnya negara demokrasi.
Bertolak dari visi tersebut, Pendidikan Kewarganegaraan mengemban misi
multidimensional yaitu :
1. Mengembangkan potensi peserta didik (misi psikopedagogis)
2. Menyiapkan peserta didik untuk hidup dan berkehidupan dalam masyarakat negara
bangsa (misi psiko-sosial)
3. Membangun budaya kewarganegaraan sebagai salah satu determinan kehidupan
yang demokratis (misi sosiokultural)
Dalam penyajian bahan ajar, kseluruhan elemen tujuan Pendidikan
Kewargangaraan diorganisasikan sebagai pengalaman belajar berbasis Kompetensi Inti dan
Kompetensi Dasar dengan menggunakan kerangka berpikir keilmuan : mengamati,
menanya, mengumpulkan informsi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.
Kompetensi inti secara umum merujuk pada Tujuan Pendidikan Nasional, Tujuan
Pendidikan Tinggi, Standar Kompetensi Lulusan dalam Standar Nasional Pendidikan.
Kompetensi Inti mencakup :
1. KI 1 Sikap Spirituan (Civic Virtues) ; menghayati dan mengamalkan ajaran
agama yang dianutnya sebagai pola hidup dalam konteks akademik, profesi, dan
kehidupan.
2. KI 2 Sikap Sosial (Civic Dispositions) ; Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin,
tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerja sama,
cinta damai, responsif, dan proaktif), menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi
atas berbagai permasalahan bangsa, serta memposisikan diri sebagai agen
transformasi masyarakat yang berakhlak mulia dalam membangun peradapan

Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan 10


bangsa yang memancarkan nilai dan moral Pancasila, dan membangun dunia yang
sejahtera, aman dan damai.
3. KI 3 Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge) ; Memahami,
menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, dn metakognitif dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait berbagai penomena dan kejadian.
4. KI 4 Keterampilan ; Mengolah, menalar, mencipta, dan menyaji berbagai hal
dalam ranah kongkrit dan abstrak secara mandiri serta bertindak secara efisien,
efektif, dan kreatif serta menggunakannya sesuai kaidah keilmuan dan/atau
keprofesian.

C. Landasan Yuridis MPK Pendidikan Kewarganegaraan


a. Pembukaan UUD 1945 alenia II dan IV, sebagai cita-cita dan tujuan nasional bangsa
Indonesia.
b. Batang Tubuh UUD 1945 Pasal 30 ayat (1 dan 5), Pasal 31 ayat (1 sampai 5)
c. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 30 Ayat 2 tentang Kurikulum Pendidikan
Tinggi wajib memuat Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa
d. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
e. Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 232/U/2000
tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar
Mahasiswa. Nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi.
f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan
g. SK Dirjen Dikti Nomor 43/Dikti/Kep/2006 tentang Kelompok Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian (MPK)

D. Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi


Menyadari pentingnya segi kualitas sumber daya manusia, upaya pembinaan harus
dilakukan terus menerus dan berkesinambungan. Pembinaan sumber daya manusia
ditujukan untuk membentuk kepribadian utuh yang disatu pihak harus dapat menyerap
ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat dibutuhkan bagi pembangunan nasional,
dilain pihak harus juga mewadahi identitas / jati diri bangsa.

Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan 11


Pembinaan kesadaran berbangsa, bernegara, kesadaran bela negara, pembinaan
semangat juang bangsa harus terpatri di dalam sistem pembinaan sumber daya manusia.
Sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahkan jauh sebelumnya
pembangunan kualitas bangsa telah menjadi pemikiran pemimpin bangsa. Disadari bahwa
sarana utama membentuk dan membangun kualitas bangsa adalah melalui jalur
pendidikan, oleh karena itu diusahakan agar pendidikan mampu menjangkau sasaran
pokok berdimensi ganda yang mewadahi dimensi intelektual, sekaligus dimensi-dimensi
yang lain secara terpadu dalam pembentukan manusia seutuhnya. Untuk dapat
menghasilkan manusia unggul dengan kepribadian utuh, dunia pendidikan harus mampu
mengobarkan terus semngat kebangsaan, untuk itu peran pendidikan Kewarganegaraan
dalam kurikulum pendidikan tinggi sangat dibutuhkan dalam rangka pengembangan
kepribadian Bangsa Indonesia.
Nama mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi baru muncul
pada tahun 2000 setelah ditetapkannya keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia No.232/U/2000. Namun sebelum itu tidak berarti di perguruan tinggi tidak ada
Pendidikan Kewarganegaraan, tetapi Pendidikan Kewarganegaraan diberi label Pendidikan
Kewiraan dan nama-nama lainnya sesuai dengan perubahan dan perkembangan yang
dibutuhkan oleh situasi dan kondisi bangsa.
Proses perubahan dan perkembangan itu bisa dilihat pada tahapan-tahapan berikut:
1. Masa Perang Kemerdekaan :
Belajar sambil berjuang dan wajib latih tidak hanya bagian dari kurikulum tetapi
merupakan bagian dari kehidupan pelajar dan mahasiswa.
2. Tahun 1952 :
Masalah pertahanan dimasukkan didalam kurikulum oleh Universitas Gadjah Mada
(Dosen Mayjen TB Simatupang).
3. Tahun 1954 :
Diperkenalkan pendidikan pendahuluan pertahanan rakyat (PPPR) dan wajib latih,
menyusul diundangkannya Undang-undang No. 29 Tahun 1954 tentang pertahanan
Negara Republik Indonesia.

4. Tahun 1961 :

Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan 12


Dikeluarkan surat keputusan No. NI / 0307 / 1961, tentang latihan kemiliteran di
perguruan tinggi menyusul dikumandangkannya Trikora oleh Menteri Keamanan
Nasional.
5. Tahun 1963 :
Dikeluarkan surat keputusan bersama (SKB) tentang bentuk pendidikan pertahanan
keamanan negara di lingkungan pendidikan tinggi yaitu :
a. SKB No.M/A/19/1963 tentang penyatuan mata kuliah Pertahanan Negara
kedalam kurikulum perguruan tinggi.
b. SKB No.M/A/20/1963 tentang Wajib Latih Mahasiswa (WALAWA) dan
pembentukan Resimen Mahasiswa (MENWA)
c. SKB No.M/A/21/1963 tentang Pendidikan Perwira Cadangan sebagai Dinas
Pertama Wajib Militer.
6. Tahun 1973 :
Dikeluarkan keputusan bersama No. 0228/U/1973 dan Kep/B/43/XII /1973 tentang
Pendidikan Kewiraan sebagai pengganti WALAWA dan Pendidikan Perwira Cadangan.
Pendidikan Kewiraan bersifat wajib intra kurikuler dan tanggung jawab kepada Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan.
7. Tahun 1974 :
Pendidikan Kewiraan mulai dilaksanakan di tiga perguruan tinggi sebagai proyek
perintis yang selanjutnya diperluas secara bertahap di lima perguruan tinggi, kemudian
di delapan perguruan tinggi dan seterusnya.
8. Tahun 1977 :
Seluruh Perguruan Tinggi Negeri (40 PTN) telah melaksanakan Pendidikan Kewiraan,
kemudian berangsur-angsur diikuti oleh PTS dan Perguruan Tinggi Kedinasan.
9. Tahun 1978 :
Pendidikan Kewiwaraan dilaksanakan tergabung dalam Mata Kuliah Dasar Umum
(MKDU).
10. Tahun 1980 :
Pelaksanaan Sistem Kredit Semester (SKS), Pendidikan Kewarganegaraan diberi
bobot 2 sks.

11.Tahun 2000 :
Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan 13
Menyusul gerakan reformasi tahun 1998, dikeluarkan surat keputusan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 232/U/2000 tentang pedoman
penyusunan kurikulum pendidikan tinggi dan penilaian hasil belajar mahasiswa. Dalam
pasal 10 ayat 1 keputusan Menteri Pendidikan Nasional tersebut menyatakan:
Kelompok MPK pada kurikulum inti yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap
program studi / kelompok program studi terdiri atas Pendidikan Pancasila,
Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan. Dengan demikian berarti
nama mata kuliah Pendidikan Kewiraan yang digunakan sebelumnya diganti dengan
nama Pendidikan Kewarganegaraan dengan substansi kajian yang tidak jauh berbeda.
Dasar subtabsi kajian Pendidikan Kewarganegaraan dari tahun 2000 sampai sekarang
terus mengalami perubahan / penyesuaian sebagai tanggapan kurikulum terhadap
perkembangan yang terjadi di masyarakat, bangsa, dan negara.

E. Rangkuman.
1. Secara etimologis. Pendidikan kewargamegaraan berasal dari kata “pendidikan” dan
kata “kewarganegaraa”. Pendikan berarti usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar opeserta didik secara aktif
mengembakangkan potensi dirinya,sedangkan kewarganegaraan adalah segala hal ihwal
yang berhubungan dengan warga negara.
2. Secara yuridus, pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta
didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
3. Secara terminologis, pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan yang
berintikan demokrasi politik diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya:
pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua yang
diproses guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak
demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.
4. Negara perlu menyelenggarakan Pendidikan Kewarganegaraan karena setiap generasi
adalah orang baru yang harus mendapat pengetahuan, sikap/nilai, dan keterampilan agar
mampu mengembangkan warga negara yang memiliki watak atau karakter yang baik
dan cerdas untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan
demokrasi konstitusional.

Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan 14


5. Secara historis, pendidikan kewarganegaraan di Indonesia awalnya diselenggarakan oleh
organisasi pergerakan yang bertujuan untuk membangun rasa kebangsaan dan cita-cita
Indonesia merdeka. Secara sosiologis, pendidikan kewarganegaraan Indonesia
dilakukan pada tataran sosial kultural oleh para pemimpin dimasyarakat yang mengajak
untuk mencintai tanah air dan bangsa Indonesia. Secara politis, pendidikan
kewarganegaraan Indonesia lahir karena tuntutan konstitusi atau UUD 1945 dan
sejumlah kebijakan pemerintah yang berkuasa sesuai dengan masanya.
6. Pendidikan Kewarganegaraan senantiasa menghadapi dinamika perubahan dalam sistem
ketatanegaraan dan pemerintahan serta tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
7. Pendidikan Kewarganegaraan untuk masa depan sangat ditentukan oleh pandangan
bangsa Indonesia, eksistensi konstitusi negara, dan tuntutan dinamika perkembangan
bangsa.

TUGAS :
Untuk mengetahui pemahaman Saudara terhadap materi BAB I ini, kerjakan latihan
berikut ini. Bagilah kelas Saudara dalam kelompok kecil, masing-masing kelompok
anggotanya 4 sampai 5 orang dan kerjakan tugas berikut ini :
1. Diskusikan secara intensif bagaimana upaya mengatasi 8 gejala fenomena Patologi
Sosial yang dikemukakan Askuri dkk. (6, 7, dan 8)
2. Jelaskan fungsi kelompok MPK dalam kurikulum Perguruan Tinggi
3. Tuliskan landasan yuridis pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan
4. Prilaku apa yang seharusnya ditunjukkan sebagai tanda tercapainya kompetensi inti
Pendidikan Kewarganegaraan.
5. Simpulkan perubahan atau perkembangan pokok materi Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi sejak masa perang kemerdekaan sampai
sekarang
Sajikan hasil diskusi kelompok kecil kedalam diskusi kelas untuk mendapat tanggapan,
masukan, dan koreksi dari kelompok lain

Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan 15

Anda mungkin juga menyukai