Anda di halaman 1dari 21

BAHAN INTEGRASI

BLOK SARAF & PERILAKU


FK-A 2013

ADELIA PUTRI SABRINA


1102013005

UNIVERSITAS YARSI
HISTOLOGI

BADAN MESISSNER BADAN VATER PACCINI

Adelia Putri Sabrina 1102013005


HISTOLOGI

Adelia Putri Sabrina 1102013005


HISTOLOGI

Adelia Putri Sabrina 1102013005


HISTOLOGI
NEURON PADA CEREBRUM
neuroglia
cerebrum (sel penyokong)

SEL PYRAMID

Adelia Putri Sabrina 1102013005


HISTOLOGI

OLIGODENDROGLIA

SEL PYRAMID

Adelia Putri Sabrina 1102013005


HISTOLOGI

SEL
MIKROGLIA
PYRAMID
KECIL

SEL
OLIGODENDROGLIA PYRAMID
(NEURON)

Adelia Putri Sabrina 1102013005


HISTOLOGI
ASTROSIT

Adelia Putri Sabrina 1102013005


HISTOLOGI
SEL GANGLION

Adelia Putri Sabrina 1102013005


HISTOLOGI
CEREBELLUM

Adelia Putri Sabrina 1102013005


HISTOLOGI

Adelia Putri Sabrina 1102013005


PATOLOGI ANATOMI
NEUROLIMOMA (S1)
Sediaan diambil dari seorang wanita 30 tahun dengan benjolan sebesar kelereng pada lengan kanan
atas. Kadang-kadang menimbulkan rasa sakit bila disentuh. Dilakukan operasi.
 MAKROSKOPIS : Jaringan sebesar kelereng, bulat, dengan simpai, konsistensi kenyal, pada
sayatan putih homogen.
 MIKROSKOPIS : Sediaan jaringan dilapisi epitel gepeng berlapis kulit. Tampak massa tumor
terdiri atas sel-sel tumor berbentuk fusiform bengkok sesuai dengan sel schwann, yang
hiperplastik, padat, yang tersusun sebagai palisade serta celah-celah dan pembuluh darah
berdilatasi. Massa diliputi simpai jaringan ikat fibrosa.

Adelia Putri Sabrina 1102013005


PATOLOGI ANATOMI
NEUROFIBROMA (S2)
Sediaan diambil dari jaringan hasil operasi seorang laki-laki, 34 tahun, dengan banyak benjolan pada
seluruh tubuh, berbagai macam ukuran, konsistensi kenyal.
 MAKROSKOPIS : Jaringan berukuran 1x1x1 cm, warna putih kecoklatan, konsistensi kenyal lunak,
tidak bersimpai.
 MIKROSKOPIS : Sediaan terdiri atas sel-sel tumor campuran sel fusiform dan bengkok seperti
koma yang tumbuh hiperplastik.

Adelia Putri Sabrina 1102013005


PATOLOGI ANATOMI
MENINGIOMA (S3)
Seorang laki-laki, 45 tahun, dengan sakit kepala hebat serta gangguan penglihatan.
Radiologi : Tampak massa di daerah falx cerebri. Dilakukan operasi
 MAKROSKOPIS : Jaringan massa tumor berukuran 4x4x3 cm, warna putih, pada penampang
tampak “whirling”.
 MIKROSKOPIS : Massa tumor dengan sel-sel tumor dengan inti bentuk oval, spindle, yang
tersusun membentuk sarang-sarang ataupun “whirling”.

Adelia Putri Sabrina 1102013005


PATOLOGI ANATOMI
ASTROSITOMA (S4)
Sediaan berasal dari hasil operasi seorang anak (10 tahun) dengan hasil radiologi : massa tumor di
serebellum.
 MAKROSKOPIS : Jaringan ukuran 4x4x5 cm, warna putih, konsistensi lunak.
 MIKROSKOPIS : Sediaan terdiri atas sel-sel tumor berbentuk bulat, inti pleomorfik ringan,
hiperkromatik, tersusun difus.

Adelia Putri Sabrina 1102013005


FARMAKOLOGI
DASAR TEORI
Cara Kerja Obat Otonom
• Hambatan pada sintesis atau pelepasan transmitor
• Menyebabkan pelepasan transmitor
• Ikatan dengan reseptor
• Hambatan destruktif transmitor

Klasifikasi Obat Otonom


Adrenergik ( Simpatomimetik)
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf simpatis.
Obat yang meniru efek perangsangan saraf simpatis, mis efedrin, isoprenalin, dll
• Kerja langsung  Katekolamin
 Adrenalin (epinefrin), fenilefrin dll)
 Efek yang ditimbulkan mirip perangsangan saraf adrenergik
 Kebanyakan obat adrenergik bekerja scr langsung pada reseptor adrenergik
 Reseptor simpatis yang berperan : α1,α2,β1 dan β2.
• Kerja tidak langsung
 Adrenergik bekerja tidak langsung menyebabkan pelepasan norepinefrin dari ujung pre
sinaptik, obat ini memperkuat epinefrin endogen tetapi tidak langsung mempengaruhi reseptor
pasca sinaptik.
 Amfetamin, dan efedrin.
 Menimbulkan efek adrenergik melalui pelepasan NE( nor epinefrin) yang tersimpan dalam
ujung saraf adrenergik.
 Onset lebih lambat, masa kerja lebih lama.
 Pemberian terus menerus,waktu singkat  Takifilaksis.

Penghambat Adrenergik (Simpatolitik)


 Efek obat golongan ini menghambat timbulnya efek akibat aktivitas saraf simpatis.
 Obat yang meniru efek bila saraf simpatis ditekan atau melawan efek adrenergik, mis
propanolol, dll
 Klasifikasi berdasarkan tempat kerjanya terdiri dari : Antagonis adrenoseptor α( α- Bloker),
Antagonis adrenoseptor β(β - Bloker), Penghambat saraf adrenergik

Kolinergik (Parasimpatomimetik)
 Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf
parasimpatis.
 Obat yang meniru perangsangan dari saraf parasimpatis, cth pilokarpin, fisostigmin
 Efek yang ditimbulkan :
1. stimulasi aktivitas sal cerna, sekresi kel ludah, getah lambung, air mata, dll
2. memperlambat sirkulasi darah dan mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi dan
penurunan tekanan darah
3. memperlambat pernafasan dengan menciutkan saluran nafas, meningkatkan sekresi dahak
4. kontraksi otot mata dengan miosis, menurunkan TIO dan memperlancar keluarnya air mata
5. Kontraksi kandung kemih dan ureter.
 Efek samping kolinergik : mual, muntah, diare, sekresi ludah, keringat dan air mata, bradikardi,
bronkokonstriksi.
 Penggunaan : glaukoma, myastenia gravis, atonia

Adelia Putri Sabrina 1102013005


FARMAKOLOGI
Penghambat Kolinergik( Parasimpatolitik)
 Efek obat golongan ini menghambat timbulnya efek akibat aktivitas saraf parasimpatis.
 Anti kolinergik yang bekerja pada reseptor muskarinik
 Atropin, Ipratropium bromida
 Efek sentral terhadap SSP 
Merangsang pada dosis kecil
Mendepresi pada dosis toksik
 Efek farmakodinamik : Mengurangi sekresi saluran nafas, anti spasmodik,dll
 Indikasi: Intoksikasi insektisida
organofosfat
Asma Bronkial dll

Obat Ganglion
 Efek obat golongan ini merangsang atau menghambat penerusan impuls ganglion.
 Terdiri dari :
Obat perangsang ganglion → Nikotin
Obat penghambat ganglion → Heksametonium (C6), Pentolinium, dll.

TUJUAN
Setelah praktikum mahasiswa dapat:
• Menjelaskan system saraf otonom
• Menjelaskan efek farmakodinamik obat otonom
• Menggolongkan obat otonom yang digunakan dalam praktikum ini ke dalam obat kolinergik,
antikolinergik,adrenergik dan anti adrenergik.
• Menjelaskan dasar kerja obat yang digunakan pada praktikum ini.

Atropin memiliki efek pada organ yakni:


• Sistem Kardiovaskular
Dengan dosis 0,25-0,5 mg yang biasa digunakan, frekuensi jantung berkurang, mungkin
disebabkan oleh perangsang pusat vagus. Atropin tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun
tekanan darah secara langsung, tetapi dapat menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin atau ester
kolin yang lainnya. Atropin tidak berefek pada sirkulasi darah bila diberikan sendiri, karena
pembuluh darah tidak dipersarafi parasimpatik.
• Saluran Napas
Tonus bronkus sangat dipengaruhi oleh sistem parasimpatis melalui reseptor M3. Atropin memiliki
efek bronkodilator karena memblok asetilkolin.
• Saluran Cerna
Atropin menyebabkan berkurangnya sekresi air liur dan juga sebagian asam lambung. Dari
sirkulasi darah, atropin cepat memasuki jaringan dan separuhnya mengalami hidrolisis enzimatik
di hepar. Sebagian dieksresi melalui ginjal dala bentuk awal. Waktu paruh atropin sekitar 4 jam.

Adelia Putri Sabrina 1102013005


FARMAKOLOGI
II. REAKSI PUPIL TERHADAP OBAT OTONOM
Pupil merupakan organ yang yang baik dalam menunjukan efek lokal dari suatu obat, karena obat
yang diteteskan dalam saccus conjunctivalis dapat memeberi efek setempat yang nyata tanpa
menunjukan efek sistemik.

Pembahasan
Pilokarpin
• Pada percobaan, untuk dapat melihat antagonis obat, obat yang pertama diberikan pada mata
kelinci adalah pilokarpin. Dalam suatu konsentrasi agonis tertentu, peningkatan konsentrasi
antagonis kompetitif secara progresif menghambat respon dari agonis, sedangkan konsentrasi-
konsentrasi antagonis yang tinggi akan mencegah respons secara keseluruhan. Sebaliknya
konsentrasi agonis yang lebih tinggi, dapat mengatasi efek dari pemberian konsentrasi antagonis
secara keseluruhan, yaitu Emax untuk agonis tetap sama pada setiap konsentrasi antagonis
tertentu.
• Berdasarkan percobaan didapat hasil bahwa pemberian tetes mata pilokarpin sebanyak 1 tetes
menghasilkan efek miosis, yaitu mengecilnya diameter pupil mata hewan percobaan (kelinci). Hal
ini adalah sesuai dengan teori, karena kerja pilokarpin sebagai obat golongan agonis muskarinik
(agonis kolinergik yang sifatnya menyerupai asetilkolin), yang dapat menurunkan kontraksi otot
siliaris dan tekanan intraokuler bola mata. (Tan, 2002).
• Obat golongan kolinergik seperti pilokarpin dapat menimbulkan penurunan kontraksi otot siliaris
mata sehingga menimbulkan efek miosis dengan cepat, serta merangsang sekresi kelenjar yang
terikat pada kelenjar keringat, mata dan saliva. Hal ini berkaitan dengan pengaruh rute
pemberian (tetes mata) dan dosis obat yang diberikan.

Atropin
• Pemberian tetes mata atropin dengan jumlah yang sama pada kelinci, segera terjadi efek yang
berlawanan dengan pilokarpin, yaitu terjadi efek midriasis (dilatasi pupil mata) sehingga diameter
pupil mata kelinci yang mengecil kembali membesar.
• Pada pengujian refleks cahaya mata kelinci, diperoleh hasil bahwa setelah pemberian pilokarpin,
refleks mata kelinci terhadap cahaya menjadi lebih cepat daripada respon normal (kelinci
berkedip dengan cepat), hal ini sesuai dengan teori bahwa pilokarpin menimbulkan miosis dan
menyebabkan peningkatan kepekaan mata terhadap cahaya.

Kesimpulan
• Pemberian pilokarpin secara tetes mata pada kelinci menghasilkan efek miosis (mengecilnya
diameter pupil mata) yang dapat dilihat secara visual dan dapat diukur serta peningkatan refleks
mata terhadap cahaya yang ditandai dengan kecepatan mata berkedip.
• Pemberian atropin secara tetes mata pada kelinci menghasilkan efek midriasis (membesarnya
diameter pupil mata) yang dapat dilihat secara visual dan dapat diukur serta penurunan refleks
mata terhadap cahaya, yang ditandai dengan perlambatan kedipan mata (walaupun secara teori
harusnya tidak ada refleks cahaya).
• Atropin dan pilokarpin merupakan obat-obat yang memiliki efek antagonisme, dalam hal ini
antagonis kompetitif. Mekanisme kerjanya ialah atropin merupakan antagonis yang bekerja pada
organ yang sama (reseptor yang sama) dengan pilokarpin, yaitu reseptor muskarinik. Atropin
bekerja dengan cara menginhibisi pilokarpin dari menduduki reseptor, yang dibantu oleh afinitas
atropin-reseptor yang lebih kuat. Atropin menduduki reseptor tetapi tidak menimbulkan aktivitas
intrinsik. Antagonis kompetitif memiliki sifat reversibel sehingga apabila dosis dari agonis dapat
ditingkatkan, agonis tersebut dapat kembali menduduki reseptor.

Adelia Putri Sabrina 1102013005


FARMAKOLOGI
Pertanyaan:
1. Apa yang dimaksud dengan reflex konsensual?
2. Jelaskan sistem saraf yang dipengaruhi oleh pilokarpin dan atropin!
3. Jelaskan efek lokal pilokarpin dan atropin pada pupil dan mekanisme kerjanya!
4. Jelaskan indikasi dan kontraindikasi pilokarpin dan atropine!

Jawaban:
1. Refleks konsensual atau refleks cahaya tak langsung adalah miosis pada pupil yang tidak disinari,
yang terjadi karena pupil sisi yang lain disoroti sinar lampu. Penyinaran terhadap pupil sesisi akan
menimbulkan miosis pada pupil kedua sisi.

1. Pilokarpin
Pilokarpin merupakan obat kolinergik/parasimpatikomimetika, yaitu adalah sekelompok zat yang
dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi susunan parasimpatis (SP), karena
melepaskan Asetilkolin di ujung-ujung neuron, dimana tugas utama SP adalah mengumpulkan
energi dari makanan dan menghambat penggunaannya, singkatnya asimilasi
Atropin
Atropin merupakan obat antikolinergik/parasimpatolitik.Antikolinergik adalah ester dari asam
aromatik dikombinasikan dengan basa organik. Ikatan ester adalah esensial dalam ikatan yang
efektif antara antikolinergik dengan reseptor asetilkolin. Obat ini berikatan secara blokade
kompetitif dengan asetilkolin dan mencegah aktivasi reseptor.
Efek selular dari asetilkolin yang diperantarai melalui second messenger seperti cyclic guanosine
monophosphate (cGMP) dicegah. Reseptor jaringan bervariasi sensitivitasnya terhadap blockade.

3. Pilokarpin
Mekanisme kerja :
Sebagai miotikum, yaitu senyawa parasimpatomimetik kerja langsung yang menyebabkan
kontraksi sfinkter iris dan otot siliari, menghasilkan kontriksi pupil dan spasmus akomodasi.
Mengurangi tekanan pada glaukoma sudut terbuka melawan efek sikloplegik. Miotik digunakan
secara topikal pada mata untuk menurunkan tekanan intraokuler (IOP) pada perawatan glaukoma
sudut terbuka primer. Juga digunakan pada perawatan glaukoma noninflamatori sekunder.
Penurunan IOP dapat mencegah kerusakan saraf mata. Pilokarpin merupakan pilihan miotik yang
pertama karena memberikan kontrol IOP yang bagus dengan efek samping yang relatif sedikit.
Efek sistemiknya dapat menyebabkan efek nikotinik terutama menyebabkan rangsangan terhadap
kelenjar keringat, air mata dan ludah.
Larutan tetes mata lebih dipilih ketika penurunan akut tekanan okular dan/ atau efek miotik yang
intensif dibutuhkan seperti dalam penanganan darurat glaucoma sudut terbuka sebelum
pembedahan, untuk reduksi tekanan okular dan perlindungan lensa mata sebelum goniotomy atau
iridectomy atau untuk meringankan/ mengurangi efek midriatik dari agen-agen simpatomimetik.
Efek lokal:
Kegunaan topikal pada kornea dapat menimbulkan miosis dengan cepat dan kontraksi otot
siliaris.Pada mata akan terjadi spasmo akomodasi, dan penglihatan akan terpaku pada jarak
tertentu sehingga sulit untuk memfokus suatu objek.

Atropin
Mekanisme Kerja :
Memiliki aktivitas kuat terhadap reseptor muskarinik, dimana obat ini terikat secara kompetitif
sehingga mencegah asetilkolin terikat pada tempatnya di reseptor muskarinik. Atropin menyekat
reseptor muskarinik baik di sentral maupun di saraf tepi. Kerja obat ini secara umum berlangsung
sekitar 4 jam kecuali bila diteteskan ke dalam mata maka kerjanya akan berhari-hari.
syok didapati penurunana frekuensi nadi.

Adelia Putri Sabrina 1102013005


FARMAKOLOGI
Efek lokal :
Atropin menyekat semua aktivitas kolinergik pada mata sehingga menimbulkan midriasis (dilatasi
pupil), mata menjadi bereaksi terhadap cahaya dan sikloplegia (ketidakmapuan memfokus untuk
penglihatan dekat). Pada pasien dengan glaucoma , tekanan intraokular akan meninggi dan
membahayakan

4. Pilokarpin
Indikasi:
• Glaucoma sudut terbuka kronik.
• Memberi efek miotik untuk mengatasi midriasis yang disebabkan oleh atropin.
• Menurunkan tekanan intraokular dan memberi efek miosis intensif sebelum pembedahan pada
penanganan darurat glaukoma sudut terbuka.
• Siklopedia pasca bedah atau prosedur pemeriksaan mata tertentu.
Kontraindikasi:
• Radang iris akut, radang uvea akut, beberapa untuk glaucoma sekunder, radang akut segmen
mata depan, penggunaan pasca bedah sudut tertutup tidak dianjurkan

Atropin
Indikasi:
• Radang iris, radang uvea, prosedur pemeriksaan refraksi, keracunan organofosfat
Kontraindikasi :
• Glaukoma sudut tertutup, obstruksi/sumbatan saluran pencernaan dan saluran kemih, atoni
(tidak adanya ketegangan atau kekuatan otot) saluran pencernaan, ileus paralitikum, asma,
miastenia gravis, kolitis ulserativa, hernia hiatal, penyakit hati dan ginjal yang serius.

III. MENJAWAB KASUS I

Seorang gadis 12 tahun datang ke dokter dengan radang tenggorokan dan demam. Dokter
mendiagnosa sebagai faringitis akut yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A. Ia
diberikan injeksi Penisilin. Sekitar 5 menit kemudian, ditemukan kondisi respiratory distress dan
adanya wheezing, kulit dingin, takikardia, tekanan darah turun sampai 70/20 mm Hg. Dokter
kemudian mendiagnosa sebagai reaksi anafilaktik terhadap penisilin lalu memberikan injeksi
epinefrin SC.
Pertanyaan :
1. Jelaskan efek pemberian pada kasus di atas!
2. Bagaimana mekanisme kerja epinefrin?
3. Apa sebabnya epinefrin merupakan obat terpilih untuk reaksi anafilaktik?
4. Terangkan apa yang terjadi bila epinefrin diberikan pada syok hipovolemik?

Jawaban :
1. Efek pemberian epinefrin yaitu :
 Kardiovaskular
• Vasokontriksi pembuluh darah
• Peningkatan aliran darah koroner, disatu pohak epinefrin cenderung menurunkan aliran darah
koroner karena kompresi akibat peningkatan kontraksi otot.
• Memperkuat kontraksi jantung dan mempercepat relaksasi relaksasi
• Meningkatkan denyut jantung dan curah jantung, serta peningkatan tekanan sistolik.

Adelia Putri Sabrina 1102013005


FARMAKOLOGI
 Proses metabolik
• Menstimulasi glikogenolisis di sel hati dan otot rangka
• Efek kalorigenik, dimana epinefrin meningkatkan pemakaian O2 sampai 30%, efek ini
disebabkan oleh peningkatan katabolisme lemak.
• Suhu badan sedikit meningkat akibat vasokontriksi di kulit
 Pernapasan
• Bronkodilatasi/ merelaksasikan otot bronkus (reseptor beta-2)
• Antagonis fisiologis untuk mengurangi sesak dan dapat menghambat pengeluaran mediator
inflamasi sel mast melalui reseptor β2 , mengurangi sekresi bronkus dan kongesti mukosa α1
 SSP
• Epinefrin menstimulasi reseptor α2 di SSP menyebabkan sedasi dan menurunkan simpatik
outflow sehingga terjadi vasodilatasi perifer dan penurunan tekanan darah.

2. Epinefrin bekerja pada reseptor adrenergik α (α1 dan α) dan β (β1 dan β 2).
• α1,mengaktivasi organ efektor seperti otot polos (vasokontriksi) dan sel-sel kelenjar dengan
efek bertambahnya sekresi saliva dan keringat.
• α2,menghambat pelepasan noreadrenalin pada saraf-saraf adrenergik dengan efek
menurunkan tekanan darah.
• β1, memperkuat daya dan frekuensi kontraksi jantung
• β2, bronkodilatasi dan stimulasi metabolisme glikogen dan lemak
3. Karena epinefrin bekerja sangat cepat sebagai vasokonstriktor (pembuluh darah) dan
bronkodilator (paru-paru) dibandingkan adrenergik lain.
4. Epinefrin akan menghilangkan sesak nafas akibat bronkokonstriksi dan meningkatkan denyut dan
curah jantung dimana pada keadaan

Adelia Putri Sabrina 1102013005

Anda mungkin juga menyukai