Anda di halaman 1dari 14

Insufficient Sleep in Tension-Type Headache:

A Population Study
Jung-Hwan Oha, Soo-Jin Chob, Won-Joo Kimc, Kwang Ik Yangd, Chang-Ho Yune, Min Kyung Chuf,
aDepartment of Neurology, Jeju National University School of Medicine, Jeju, Korea. bDepartment of Neurology, Dongtan
Sacred Heart Hospital, Hallym University College of Medicine, Hwaseong, Korea. cDepartment of Neurology, Gangnam
Severance Hospital, Yonsei University, College of Medicine, Seoul, Korea.dSleep Disorders Center, Department of
Neurology, Soonchunhyang University College of Medicine, Cheonan Hospital, Cheonan, Korea. eDepartment of
Neurology, Bundang Clinical Neuroscience Institute, Seoul National University Bundang Hospital, Seongnam, Korea.
fDepartment of Neurology, Severance Hospital, Yonsei University College of Medicine, Seoul, Korea

ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan: Tidur yang cukup merupakan bagian penting dari kesehatan dan
kehidupan yang baik. Nyeri kepala tipe tegang atau yang disebut dengan Tension Type
Headache (TTH) adalah jenis yang paling umum dari sakit kepala primer dan memiliki dampak
negatif pada kualitas kehidupan dan kinerja pekerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan hubungan antara TTH dan kurang tidur pada populasi umum.
Metode: Penelitian ini menggunakan data dari Korean Headache Sleep Study (KHSS), yang
merupakan survei berbasis populasi mengenai sakit kepala dan tidur di antara orang dewasa di
Korea. Kurang tidur adalah keadaan ketika perbedaan antara kebutuhan tidur dengan rata-rata
durasi tidur setidaknya 1 jam.
Hasil: Di antara 2.695 subyek termasuk, 570 (21,2%) dan 727 (27,0%) masing-masing
diklasifikasikan sebagai memiliki TTH dan kurang tidur. Prevalensi kurang tidur memiliki
jumlah yang signifikan lebih tinggi di antara subyek dengan TTH dibandingkan dengan subyek
tanpa sakit kepala (28,8% vs 20,4%). Untuk subyek dengan TTH, skor pada skala visual analog
(4,7±1.8 vs 4.3±1,9, berarti±SD) dan the headache impact test-6 (44,9±7.0 vs 43,6±6.1) jauh
lebih tinggi pada subyek dengan kurang tidur daripada subyek yang cukup tidur. Multivariabel
menganalisa ulang bahwa insomnia [rasio odds (OR) = 2.1], kualitas tidur yang buruk (OR =
1,7), dan durasi tidur pendek (OR = 6,9) secara signifikan terkait dengan kurang tidur pada
subyek dengan TTH.
Kesimpulan: Temuan kami menunjukkan bahwa kurang tidur antara subyek dengan TTH dan
terkait dengan eksaserbasi dari TTH. Oleh karena itu, evaluasi yang tepat dan pengelolaan tidur
dapat menyebabkan manajemen yang lebih baik dari TTH.

1
LATAR BELAKANG
Nyeri kepala tipe tegang (TTH) mempengaruhi lebih banyak orang daripada sakit kepala jenis
lain.1 TTH memiliki dampak negatif pada kualitas hidup dan kualitas kerja, serta meningkatkan
biaya perawatan kesehatan untuk kedua individu yang terkena dan masyarakat secara
keseluruhan.2 Karena TTH lebih sering, beban sosial terkait kecacatan lebih besar dari yang
disebabkan oleh migrain.1 Kurang tidur adalah kondisi persisten yang umum dan kronis yang
berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan seperti penyakit kardiometabolik, gangguan
kesehatan mental, kecelakaan, cedera, kesalahan kerja, dan paparan kebisingan.3-6 Kurang tidur
juga termasuk dalam gangguan tidur seperti kantuk yang berlebihan di siang hari, insomnia,
dan durasi tidur yang pendek.7
Hubungan antara gangguan migrain dan tidur telah didokumentasikan, sememtara hubungan
gangguan tidur dan TTH baru diperiksa. Insomnia lebih ditemukan di antara individu dengan
TTH dibandingkan individu tanpa sakit kepala.8 Sebuah studi kohort longitudinal 11 tahun
menemukan bahwa orang yang mengalami TTH memiliki risiko lebih tinggi terkena insomnia.9
Sindrom kaki gelisah atau disebut juga Restless Legs Sydnrome (RLS) ini kabarnya juga lebih
umum pada individu dengan TTH dibandingkan individu tanpa sakit kepala.10 Dalam kontras,
prevalensi kantuk berlebihan di siang hari lebih ditemukan pada individu dengan TTH kronik
dan orang-orang dengan migrain kronis.11
Tujuan dari penelitian ini adalah 1) untuk memperkirakan prevalensi dari TTH dan kurang tidur
pada populasi umum Korea, 2) untuk menentukan dampak klinis kurang tidur pada subyek
dengan TTH, dan 3) untuk mengidentifikasi hubungan antara kurang tidur dan TTH sambil
menyesuaikan dengan kovariat seperti kualitas tidur, durasi tidur, faktor sosiodemografis, dan
kondisi kejiwaan.
METODE
Populasi dan proses survei
Penelitian ini menggunakan data dari Korean Headache Sleep Study (KHSS). Prosedur rinci
dari KHSS telah dijelaskan sebelumnya.12 Secara singkat, KHSS mensurvei sakit kepala dan
status tidur di Korea dengan warga yang berusia 19 hingga 69 tahun, bersifat cross-sectional,
dan survei berbasis populasi yang diterapkan dua tahap berkelompok dengan metode random
sampling. Survei ini dilakukan di semua wilayah Korea kecuali untuk pulau jeju, dan sampel
dari subyek itu secara proporsional menggambarkan populasi Korea secara umum (Tabel 1).
Survei ini dikelola dari November 2011 hingga Januari 2012 melalui kunjungan pintu-ke-pintu
dan wawancara tatap muka dengan menggunakan kuesioner. Semua pewawancara
dipekerjakan oleh Gallup Korea (Seoul, Korea) dan memiliki pengalaman administrasi survei
sosial sebelumnya, tapi mereka tidak profesional dalam bidang medis. Penelitian dilakukan
dengan izin dari Institutional Review Board dan komite etika Hallym Universitas Sacredv
Heart Hospital (No. IRB 2011-I077). Semua subjek diberikan informed consent tertulis.
Penilaian TTH
TTH dinilai menggunakan versi terbaru dari Klasifikasi Internasional dari gangguan sakit
kepala (ICHD-3 beta), dan didiagnosis ketika kriteria B ke D untuk TTH jarang (kode 2.1)
ditemukan: B, durasi gejala dari 30 menit dalam 7 hari; C, setidaknya dua dari empat
karakteristik yang ada (lokasi bilateral, tidak berdenyut, keparahan ringan atau sedang, dan

2
tidak diperburuk oleh aktivitas fisik); dan D, serangan berhubungan dengan tidak mual atau
muntah dan tidak lebih dari satu dari fotofobia dan fonofobia.13 Kriteria Frekuensi (kriteria A)
tidak digunakan dalam penelitian ini untuk mendiagnosa TTH, dan karenanya semua kasus
yang jarang (kode 2.1), sering (kode 2.2), dan kronis (kode 2.3) TTH dimasukkan. Subyek
yang memenuhi satu kriteria dari kriteria diagnostik untuk migrain (ICHD-3 beta) didefinisikan
sebagai memiliki kemungkinan migrain (PM). Subjek yang memenuhi kriteria untuk kedua
PM dan TTH didiagnosis sebagai TTH.13 Kuesioner untuk mendiagnosis TTH divalidasi
dengan membandingkan diagnosis yang dikonfirmasi oleh dokter melalui wawancara telepon.
Sensitivitas dan spesifisitas dari kuesioner untuk diagnosis TTH adalah masing-masing 86,2%
dan 75,5%.14
Penilaian dari durasi tidur rata-rata dan durasi tidur pendek
Durasi tidur rata-rata dihitung sebagai:
durasi tidur hari kerja per hari×5 + durasi tidur hari libur per hari×2
7
Durasi tidur pendek didefinisikan sebagai durasi tidur rata-rata adalah 6 jam atau kurang.
Penilaian kebutuhan tidur dan kurang tidur
Kami menilai kebutuhan tidur dengan meminta subyek satu pertanyaan berikut: “Berapa lama
anda ingin tidur dalam satu hari?” Kurang tidur didefinisikan ketika perbedaan antara
kebutuhan tidur dan durasi tidur rata-rata adalah setidaknya 1 jam.7
Penilaian insomnia, kualitas tidur yang buruk, dan risiko sleep apnea
The Insomnia Severity Index (ISI) digunakan untuk mendiagnosis insomnia. ISI adalah
kuesioner dengan 7-item sederhana yang menilai keparahan insomnia,15 dan subjek dengan
skor ISI 10 atau lebih didefinisikan sebagai memiliki insomnia.16 Kami menggunakan
Pittsburgh Sleep Quality Indeks (PSQI) untuk mengevaluasi kualitas tidur,17dengan subyek
yang memiliki skor PSQI 6 atau lebih memiliki kemungkinan untuk kualitas tidur yang buruk.
Berlin Questionnaire (BQ) digunakan untuk menilai risiko sleep apnea. BQ dikembangkan
untuk mendeteksi sleep apnea berdasarkan faktor risiko, dan itu terdiri dari sepuluh item dalam
tiga kategori berikut: mendengkur dan berhentinya pernapasan, gejala kantuk berlebihan di
siang hari, dan riwayat hipertensi.18 Sebuah skor BQ ≥2 menunjukkan risiko tinggi sleep apnea.
BQ versi Korea telah menunjukkan sensitivitas 72% dan spesifisitas 43% untuk mendeteksi
sleep apnea sedang atau berat.19
Penilaian kecemasan dan depresi
The Goldberg Anxiety Scale (GAS) terdiri dari empat item skrining dan lima item tambahan.20
Individu yang menjawab positif untuk setidaknya dua dari item skrining dan sedikitnya lima
item skala didefinisikan sebagai memiliki kecemasan. GAS versi Korea ditemukan memiliki
sensitivitas 82,0% dan spesifisitas 94,4% untuk mendiagnosis kecemasan.21 Depresi dinilai
menggunakan Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-9),22 dengan skor PHQ-9 10 atau lebih
mengindikasikan keberadaan depresi. Versi Korea dari PHQ-9 telah menunjukkan sensitivitas
81,1% dan spesifisitas 89,9% untuk mendiagnosis depresi.23

3
Data are n (%) or n % (95% CI) values.
*Comparison of sex, age group, size of residence area, education level, and monthly income distributions between
the sample in the present study and the general population of Korea, †1 USD=1,126 KRW as at April 1, 2017.

Statistika
Tes Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk menentukan apakah data sampel serupa dengan
distribusi normal. Ketika normalitas dikonfirmasi, variabel kontinyu dianalisis menggunakan
student’s t-tes. Variabel-variabel kategori digabungkan menggunakan uji chi-square. Analisis
univariat digunakan untuk menilai hubungan antara kurang tidur dan variabel seperti faktor
sosiodemografi (jenis kelamin, umur, ukuran daerah tempat tinggal, dan tingkat pendidikan),
kondisi kejiwaan [kecemasan (GAS) dan depresi (PHQ-9≥10)] dan faktor yang berhubungan
dengan tidur [insomnia (ISI ≥10), kualitas tidur yang buruk (PSQI ≥6), durasi tidur pendek
(durasi rata-rata tidur <6 jam per hari), dan risiko tinggi sleep apnea (skor BQ ≥2)]. Kami
kemudian melakukan analisis multivariabel untuk identifikasi faktor independen kurang tidur
pada TTH. Faktor sosiodemografi disesuaikan pada langkah pertama (Model 1), dan analisis
dalam langkah kedua (Model 2) yang selesai setelah menyesuaikan kondisi kejiwaan
(kecemasan dan depresi) sebagai tambahan faktor yang disesuaikan dalam Model 1. Pada
langkah ketiga (Model 3), faktor yang berhubungan dengan tidur (insomnia, kualitas tidur yang
buruk, durasi tidur pendek, dan risiko tinggi sleep apnea) ditambahkan ke dalam faktor-faktor
sosiodemografi dari model 1. Langkah keempat (model 4) termasuk semua faktor yang
disesuaikan dari tiga model pertama.
Semua analisa statistik dilakukan dengan menggunakan Statistical Package for Social Sciences
22.0 (SPSS 22,0, IBM Corp., Armonk, NY, USA), dan nilai p <0,05 dianggap sebagai indikasi
signifikansi statistik.

4
HASIL
Penelitian
Wawancara dilakukan dengan 7430 subyek, dan survey diselesaikan oleh 2.695 dari subyek
(Gambar 1;. Tingkat kerjasama 36,3%). Karakteristik sosiodemografi dari sampel kami tidak
berbeda secara signifikan dari orang-orang dari populasi umum Korea (Tabel 1).
Gambar. 1. Flow chart untuk partisipasi pelajaran di Korea Sakit kepala Sleep Study. TTH: nyeri kepala tipe tegang

Prevalensi TTH dan kurang tidur


Di antara 2.695 subyek yang termasuk, 570 (21,2%) memiliki TTH dan 1422 (52,8%) tidak
memiliki sakit kepala. Selain itu, 113 dari 570 (19,8%) subyek dengan TTH memenuhi kriteria
untuk PM.
Kurang tidur-membutuhkan setidaknya 1 jam lebih tidur tambahan di samping rata-rata harian
tidur- dilaporkan 727 (27,0%) subyek saat ini. Kurang tidur lebih umum pada wanita
dibandingkan pada pria (29,5% vs 24,5%, p = 0,003) (Tabel 1), dan paling lazim di rentang
usia 30-50 tahun dan paling sedikit pada mereka yang berusia 60-69 tahun. Prevalensi kurang
tidur tidak berbeda secara signifikan dengan ukuran area tempat tinggal atau tingkat
pendidikan.
Durasi rata-rata tidur, durasi tidur pendek, dan kebutuhan tidur
Durasi rata-rata tidur, prevalensi durasi tidur pendek, dan kebutuhan tidur subyek dengan TTH
dan mereka yang tidak sakit kepala diringkas dalam Tabel 2. Durasi rata-rata tidur dari semua
subyek adalah 7,3 ± 1,2 jam setiap hari, dan tidak berbeda secara signifikan antar subjek dengan
TTH dan mereka yang tidak sakit kepala (7,2 ± 1,2 jam vs 7.3 ± 1,2 jam, p = 0,087). Durasi
tidur pendek menunjukkan hasil yaitu 469 (17,4%) subyek, dan lebih umum pada subyek
dengan TTH dibanding mereka yang tanpa sakit kepala (19,6% vs 15,9%, p = 0,048).
Kebutuhan tidur berbeda sedikit (tetapi tidak signifikan) antara subjek TTH dan mereka yang
tidak sakit kepala (7,9 ± 1,2 jam vs 7,8 ± 1,3 jam, p = 0,068).

5
Table 2. durasi tidur rata-rata, prevalensi durasi tidur pendek (Durasi tidur rata-rata <6 jam), kebutuhan tidur, dan insomnia
dalam hubungan dengan nyeri kepala tipe tegang dan mereka yang tidak sakit kepala

Gambar 2. Prevalensi kurang tidur antara subyek tanpa sakit kepala, TTH tidak-memenuhi kriteria PM, dan TTH memenuhi
kriteria PM. PM: probable migraine, TTH: tension-type headache

Insomnia, kualitas tidur yang buruk, kecemasan, dan depresi


Insomnia menunjukkan hasil yaitu 290 (10,8%) dari 2.695 subyek, dan lebih umum pada
subyek dengan TTH dibanding mereka yang tanpa sakit kepala (13,2% vs 5,8%, p <0,001)
(Tabel 2). Kualitas tidur yang buruk menunjukkan hasil yaitu 715 (26,5%) subyek, dan lebih
umum pada subyek dengan TTH dibanding mereka yang tanpa sakit kepala (36,3% vs 26,2%,
p <0,001). Kecemasan dan depresi menunjukkan hasil yaitu 268 (9,9%) dan 116 (4,3%)
subyek, berturut-turut. Subyek dengan TTH lebih mungkin memiliki kecemasan dibandingkan
mereka yang tanpa sakit kepala (9,5% vs 5,3%, p = 0,001) dan depresi (4,2% vs 1,8%, p =
0,002).
Tidur cukup dan TTH
Kurang tidur lebih umum pada subyek dengan TTH dibanding mereka yang tanpa sakit kepala
(28,8% vs 20,4%, p <0,001), tetapi prevalensinya tidak berbeda antara subyek dengan TTH
yang memenuhi kriteria untuk PM dan mereka yang tidak memnuhi kriteria (30,1% vs 28,4%,
p = 0,729) (Gambar. 2). Tingkat kurang tidur berbeda antara subjek non-PM TTH dan mereka
yang tidak sakit kepala (28,4% vs 20,4%, p <0,001). Frekuensi serangan TTH tidak
berpengaruh signifikan terhadap kurang tidur. Prevalensi subyek yang kurang tidur dengan <1
serangan per bulan (26,6%) tidak memiliki perbedaan yang signifikan pada subyek dengan 1-
14 serangan per bulan (32,3%, p = 0,145) atau pada subyek dengan > 15 serangan per bulan
(21,4%, p = 0,668).

6
Karakteristik populasi dan manifestasi klinis dari TTH sesuai dengan kehadiran kurang
tidur
Distribusi usia dan jenis kelamin tidak signifikan terkait dengan adanya kurang tidur.
Karakteristik sakit kepala, frekuensi sakit kepala per bulan, dan risiko sleep apnea tidak
berbeda secara signifikan dengan adanya kurang tidur. Sebaliknya, skor pada skala analog
visual untuk intensitas nyeri, Headache Impact Test-6 skor, dan tingkat prevalensi kecemasan,
depresi, insomnia, durasi tidur pendek, dan kualitas tidur yang buruk semuanya secara
signifikan lebih tinggi pada subyek TTH dengan kurang tidur dibandingkan pada subyek
dengan cukup tidur (Tabel 3).
Tabel 3. Demografi dan klinis dari subjek dengan TTH sesuai dengan kurang tidur

Data yang berarti±SD atau (%) nilai n. BQ: Berlin Questionnaire, GAS: Goldberg Anxiety Scale, ISI: Insomnia Severity Index, PHQ-9: Patient
Health Questionnaire-9, PSQI: Pittsburgh Sleep Quality Index, TTH: tension-type headache.

Analisis univariat dan multivariat dari kurang tidur pada subjek dengan TTH
Analisis univariat menunjukkan bahwa [rasio odds (OR) = 2,3, 95% CI = 1,3-4,1] kecemasan,
depresi (OR = 4,4, 95% CI = 1.9- 10.3), insomnia (OR = 3,9, 95% CI = 2.4- 6,4), kualitas tidur
yang buruk (OR = 3,9, 95% CI = 2,7-5,8), dan durasi tidur pendek (OR = 8,0, 95% CI = 5,1-
12,5) secara signifikan berkaitan dengan kurang tidur (Tabel 4 ).
Analisis multivariabel disesuaikan dengan faktor sosiodemografi (Model 1) menunjukkan
bahwa jenis kelamin dan usia bukan merupakan faktor yang memengaruhi kurang tidur.
Multivariabel menganalisa termasuk faktor-faktor sosiodemografi dan kondisi kejiwaan

7
(Model 2) mengungkapkan bahwa kecemasan (OR = 2,0, 95% CI = 1.1- 3.6) dan depresi (OR
= 3,5, 95% CI = 1,5-8,4) secara signifikan terkait dengan kurang tidur. Dalam Model 3
(disesuaikan dengan variabel sosiodemografi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
tidur), Insomnia (OR = 2,4, 95% CI = 1,3-4,4), kualitas tidur yang buruk (OR = 1,8, 95% CI =
1,1-2,9), dan durasi tidur pendek (OR = 6,8, 95% CI = 4,1-11,4) merupakan faktor yang
signifikan. Model akhir (Model 4, disesuaikan dengan faktor sosiodemografi, kondisi
kejiwaan, dan faktor yang berhubungan dengan tidur) mengungkapkan bahwa insomnia,
kualitas tidur yang buruk, dan durasi tidur pendek memiliki hubungan yang signifikan dengan
kurang tidur (Table 4).
DISKUSI
Penelitian ini meneliti prevalensi dan dampak kurang tidur pada subyek dengan TTH dalam
pengaturan berbasis populasi umum. Hasil utama dari penelitian ini adalah bahwa 1) lebih dari
seperempat dari subyek dengan TTH memiliki kurang tidur, yang merupakan proporsi yang
signifikan lebih tinggi daripada subyek tanpa sakit kepala, 2) tingkat keparahan dan dampak
klinis sakit kepala secara signifikan lebih besar dalam subyek TTH dengan kurang tidur dari
pada mereka yang tidak cukup tidur, dan 3) insomnia, kualitas tidur yang buruk, dan durasi
tidur pendek merupakan faktor risiko yang signifikan untuk kurang tidur pada subyek dengan
TTH. Temuan kami menunjukkan bahwa kurang tidur berhubungan dengan subyek dengan
TTH dan manajemen tidur yang tepat bisa membantu dalam pengelolaan TTH.
Studi ini menemukan bahwa subyek dengan sakit kepala secara signifikan kurang atau lebih
tidak tidur dibandingkan dengan subyek tanpa sakit kepala. Temuan ini mirip dengan temuan
kami sebelumnya bahwa durasi tidur rata-rata tidak berbeda secara signifikan antara migrain
dan subyek tanpa migrain.24 Mengingat migrain dan TTH merupakan dua gangguan sakit
kepala primer umum, hasil kami menunjukkan bahwa durasi tidur rata-rata tidak berbeda antara
subjek dengan gangguan sakit kepala primer dan mereka yang tidak sakit kepala. Kami
menemukan bahwa kebutuhan tidur subyek dengan TTH berbeda sedikit, tetapi tidak
signifikan, dari subyek tanpa sakit kepala. Hasil ini kontras dengan migrain yang dilaporkan
memiliki kebutuhan tidur lebih besar daripada non-migrain.25
Tabel 4. Hasil dari analisis univariat dan multivariat dari kurang tidur pada subyek dengan nyeri kepala tipe tegang disesuaikan
sociodemo-grafis, kecemasan, depresi, insomnia, kualitas tidur yang buruk, durasi tidur pendek, dan risiko tinggi sleep apnea

8
Data rasio odds (95% CI) nilai-nilai. Model 1: disesuaikan dengan variabel sosiodemografi (jenis kelamin, umur, ukuran
daerah tempat tinggal, dan tingkat pendidikan), Model 2: disesuaikan untuk variabel sosiodemografi, kecemasan, dan depresi,
Model 3: disesuaikan dengan variabel sosiodemografi, insomnia, kualitas tidur yang buruk, durasi tidur pendek, dan risiko
tinggi sleep apnea, Model 4: disesuaikan dengan variabel sosiodemografi, kecemasan, depresi, insomnia, miskin kualitas tidur,
durasi tidur pendek, dan risiko tinggi sleep apnea.BQ: Berlin Angket, GAS: Goldberg Anxiety Scale, ISI: Insomnia Severity
Index, PHQ-9: Patient Healthy Questionnaire-9, PSQI: Pittsburgh Sleep Quality Indeks.

Analisis univariat menunjukkan bahwa kecemasan dan depresi merupakan faktor risiko yang
signifikan untuk kurang tidur (Tabel 4), tapi hal ini hilang setelah disesuaikan dengan insomnia,
kualitas tidur yang buruk, dan durasi tidur pendek. Temuan ini menunjukkan bahwa insomnia,
kualitas tidur yang buruk, dan durasi tidur pendek berhubungan erat dengan kecemasan dan
depresi, yang konsisten dengan hubungan yang signifikan dari kecemasan dan depresi dengan
gangguan tidur termasuk insomnia, kantuk yang berlebih di siang hari, sleep apnea, RLS , dan
kualitas tidur yang buruk juga dilaporkan sebelumnya.26-30
Salah satu hubungan yang mungkin mendasari kurang tidur pada subyek dengan TTH adalah
tingkat insomnia yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak sakit kepala.
Sebuah studi longitudinal menemukan bahwa risiko TTH berkelanjutan setelah 11 tahun adalah
40% lebih tinggi pada subyek dengan insomnia.9 Insomnia sangat terkait dengan kualitas tidur
yang buruk, dan tingkat insomnia yang lebih tinggi pada subyek TTH dapat menyebabkan
tingkat kurang tidur yang lebih tinggi. Tingkat kualitas tidur yang buruk dilaporkan lebih tinggi
pada subyek dengan TTH dibanding subyek yang tanpa sakit kepala.31 Hubungan lain yang
mungkin adalah lebih tinggi nya prevalensi dari durasi tidur pendek di TTH. Kuantitas tidur
dan kualiitas tidur merupakan elemen kunci dari tidur yang cukup, dan penelitian ini telah
menunjukkan bahwa durasi tidur pendek memiliki prevalensi lebih tinggi pada subyek dengan
TTH dibanding mereka yang tanpa sakit kepala.
Penelitian ini menyelidiki kurang tidur menggunakan pertanyaan subjektif, yang mana serupa
dengan beberapa penelitian yang juga mengevaluasi kurang tidur dengan menanyakan apakah
peserta merasakan bahwa mereka tidak mendapatkan cukup tidur.5 Studi lain yang juga menilai
kurang tidur dengan menanyakan tentang jumlah hari selama bulan sebelumnya ketika peserta
merasa bahwa mereka tidak mendapatkan cukup tidur.6 Sebaliknya, sebuah studi Finlandia
berbasis populasi menilai kurang tidur lebih objektif dengan hasil perbedaan antara jumlah
tidur yang diperlukan dan yang aktual, dengan perbedaan minimal 1 jam dianggap memiliki
indikasi kurang tidur.7 Kami memilih metode yang lebih objektif yang dilakukan oleh studi
Finlandia untuk menilai kurang tidur. Prevalensi kurang tidur dalam penelitian ini adalah mirip
dengan studi Finlandia, yang menunjukkan bahwa penelitian ini benar mengevaluasi kurang
tidur.
Kami menggunakan ISI dan PSQI untuk mengukur tingkat insomnia dan kualitas tidur masing-
masing. Versi Korea dari ISI dan PSQI telah divalidasi untuk bahasa Korea menggunakan data
dari pengaturan rumah sakit termasuk berbagai gangguan tidur dan kontrol normal.32,33 Namun,
penelitian ini tidak memvalidasi instrumen dalam pengaturan berbasis populasi dan jadi kami
menggunakan nilai cutoff untuk ISI dan PSQI yang telah terbukti valid dalam studi berbasis
populasi.16,34
Studi ini memberikan petunjuk untuk pengelolaan yang optimal dari tidur pada individu dengan
TTH. Insomnia, kualitas tidur yang buruk, dan durasi tidur pendek merupakan faktor risiko
yang signifikan untuk kurang tidur. Insomnia dan kualitas tidur yang buruk dapat diobati baik
farmakologi dan non-farmakologi, sedangkan durasi tidur pendek dapat dikurangi dengan

9
memastikan durasi tidur yang cukup dan kebersihan tidur yang baik. Meskipun tingkat
kerjasama dengan survei kurang dari ideal, kami mengambil metode sampling berkelompok
yang menjamin sebuah distribusi populasi yang proporsional -distribusi faktor
sosiodemografik (yaitu, usia, jenis kelamin, ukuran daerah tempat tinggal, dan tingkat
pendidikan ) mirip dengan populasi korea pada umumnya. Studi sebelumnya dari prevalensi
TTH di negara-negara Asia (termasuk Korea) menemukan tingkat prevalensi mirip dengan
yang terdapat pada studi ini.1,35
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, karakteristik tidur -termasuk durasi
tidur, adanya insomnia, kualitas tidur, dan sleep apnea- tidak dinilai secara objektif
menggunakan polisomnography atau actigraphy, karena metode ini tidak layak dalam studi
berbasis populasi. Sebaliknya, kami menilai parameter ini menggunakan instrumen yang
divalidasi (misalnya, ISI, PSQI, dan BQ). Kedua, meskipun penelitian ini menggunakan
clustered random sampling dengan sampling error yang rendah untuk mencerminkan populasi
umum, kecilnya hasil dari sampel subyek dengan sakit kepala bisa memiliki dampak negatif
dalam analisis beberapa sub kelompok. Ketiga, kami tidak menyelidiki perilaku tidur siang
atau penggunaan hipnosis oleh peserta, dan karena itu tidak termasuk parameter dalam analisis
ini.36 Selain itu, penggunaan hipnosis dikaitkan dengan durasi tidur lebih lama dan kualitas
tidur yang buruk.37,38 Studi lebih lanjut mengenai perilaku tidur siang dan penggunaan hipnosis
diperlukan untuk lebih memperjelas hubungan antara kurang tidur dan TTH.
Meskipun keterbatasan tersebut, penelitian ini juga memiliki beberapa kekuatan. Pertama,
kami menggunakan data dari sampel besar dengan clustered random sampling sesuai dengan
distribusi penduduk Korea dalam rangka untuk membuat hasil yang lebih representatif dengan
populasi umum. Kedua, kami menilai pengaruh kurang tidur bersamaan dengan subyek dengan
parameter tidur tambahan (misalnya, insomnia dan kualitas tidur yang buruk) dan kondisi
kejiwaan (misalnya, kecemasan dan depres-sion) pada subyek dengan TTH. Ketiga,
karakteristik sakit kepala diperiksa dalam kaitannya dengan keberadaan kurang tidur pada
subyek dengan TTH.
Penelitian ini adalah studi berbasis populasi pertama yang memiliki hubungan antara kurang
tidur dan TTH. Temuan kami menunjukkan bahwa kurang tidur memengaruhi lebih dari
seperempat subyek dengan TTH, yang secara signifikan lebih tinggi dari prevalensi subyek
tanpa sakit kepala. Selain itu, subyek yang memiliki TTH dengan pengalaman kurang tidur
mengalami sakit kepala lebih berat dan dampak yang lebih tinggi dari sakit kepala
dibandingkan subyek dengan tidur yang cukup. Oleh karena itu, evaluasi yang tepat dan
pengelolaan kurang tidur dapat membantu untuk meningkatkan manajemen TTH.

10
REFERENSI

1. Stovner L, Hagen K, Jensen R, Katsarava Z, Lipton R, Scher A, et al. The global


burden of headache: a documentation of headache preva-lence and disability
worldwide. Cephalalgia 2007;27:193-210.

2. Rains JC, Davis RE, Smitherman TA. Tension-type headache and sleep. Curr
Neurol Neurosci Rep 2015;15:520.

3. Holt JB, Zhang X, Sizov N, Croft JB. Airport noise and self-reported sleep
insufficiency, United States, 2008 and 2009. Prev Chronic Dis 2015; 12:E49.

4. Strine TW, Chapman DP. Associations of frequent sleep insufficiency with health-
related quality of life and health behaviors. Sleep Med 2005;6:23-27.

5. Maia Q, Grandner MA, Findley J, Gurubhagavatula I. Short and long sleep duration
and risk of drowsy driving and the role of subjective sleep insufficiency. Accid Anal
Prev 2013;59:618-622.

6. Altman NG, Izci-Balserak B, Schopfer E, Jackson N, Rattanaumpawan P, Gehrman


PR, et al. Sleep duration versus sleep insufficiency as pre-dictors of cardiometabolic
health outcomes. Sleep Med 2012;13:1261-1270.

7. Hublin C, Kaprio J, Partinen M, Koskenvuo M. Insufficient sleep--a population-


based study in adults. Sleep 2001;24:392-400.

8. Kim J, Cho SJ, Kim WJ, Yang KI, Yun CH, Chu MK. Insomnia in ten-sion-type
headache: a population-based study. J Headache Pain 2017; 18:95.

9. Odegård SS, Sand T, Engstrøm M, Stovner LJ, Zwart JA, Hagen K. The long-term
effect of insomnia on primary headaches: a prospective population-based cohort
study (HUNT-2 and HUNT-3). Headache 2011;51:570-580.

10. Chung PW, Cho SJ, Kim WJ, Yang KI, Yun CH, Chu MK. Restless legs syndrome
and tension-type headache: a population-based study. J Headache Pain 2017;18:47.

11. Kristoffersen ES, Stavem K, Lundqvist C, Russell MB. Excessive day-time


sleepiness in chronic migraine and chronic tension-type head-ache from the general
population. Cephalalgia 2018;38:993-997.

12. Cho SJ, Chung YK, Kim JM, Chu MK. Migraine and restless legs syn-drome are
associated in adults under age fifty but not in adults over fifty: a population-based
study. J Headache Pain 2015;16:75.

11
13. Headache Classification Committee of the International Headache Society (IHS).
The International Classification of Headache Disor-ders, 3rd edition (beta version).
Cephalalgia 2013;33:629-808.

14. Kim BK, Chu MK, Lee TG, Kim JM, Chung CS, Lee KS. Prevalence and impact
of migraine and tension-type headache in Korea. J Clin Neurol 2012;8:204-211.

15. Bastien CH, Vallières A, Morin CM. Validation of the Insomnia Sever-ity Index as
an outcome measure for insomnia research. Sleep Med 2001;2:297-307.

16. Morin CM, Belleville G, Bélanger L, Ivers H. The Insomnia Severity Index:
psychometric indicators to detect insomnia cases and evaluate treatment response.
Sleep 2011;34:601-608.

17. Kim J, Cho SJ, Kim WJ, Yang KI, Yun CH, Chu MK. Insomnia in probable
migraine: a population-based study. J Headache Pain 2016; 17:92.

18. Netzer NC, Stoohs RA, Netzer CM, Clark K, Strohl KP. Using the Ber-lin
Questionnaire to identify patients at risk for the sleep apnea syn-drome. Ann Intern
Med 1999;131:485-491.

19. Kwon C, Shin SY, Lee KH, Cho JS, Kim SW. Usefulness of Berlin and STOP
questionnaires as a screening test for sleep apnea in Korea. Ko-rean J
Otorhinolaryngol-Head Neck Surg 2010;53:768-772.

20. Goldberg D, Bridges K, Duncan-Jones P, Grayson D. Detecting anxiety and


depression in general medical settings. BMJ 1988;297:897-899.

21. Lim JY, Lee SH, Cha YS, Park HS, Sunwoo S. Reliability and validity of anxiety
screening scale. J Korean Acad Fam Med 2001;22:1224-1232.

22. Pignone MP, Gaynes BN, Rushton JL, Burchell CM, Orleans CT, Mul-row CD, et
al. Screening for depression in adults: a summary of the evidence for the U.S.
Preventive Services Task Force. Ann Intern Med 2002;136:765-776.

23. Choi HS, Choi JH, Park KH, Joo KJ, Ga H, Ko HJ, et al. Standardiza-tion of the
Korean version of Patient Health Questionnaire-9 as a screening instrument for
major depressive disorder. J Korean Acad Fam Med 2007;28:114-119.

24. Song TJ, Yun CH, Cho SJ, Kim WJ, Yang KI, Chu MK. Short sleep duration and
poor sleep quality among migraineurs: a population-based study. Cephalalgia
2018;38:855-864.

25. Kim J, Cho SJ, Kim WJ, Yang KI, Yun CH, Chu MK. Insufficient sleep is prevalent
among migraineurs: a population-based study. J Head-ache Pain 2017;18:50.

12
26. Andrews JG, Oei TP. The roles of depression and anxiety in the un-derstanding and
treatment of Obstructive Sleep Apnea Syndrome. Clin Psychol Rev 2004;24:1031-
1049.

27. Calhoun SL, Vgontzas AN, Fernandez-Mendoza J, Mayes SD, Tsaous-soglou M,


Basta M, et al. Prevalence and risk factors of excessive day-time sleepiness in a
community sample of young children: the role of obesity, asthma,
anxiety/depression, and sleep. Sleep 2011;34:503-507.

28. Chen PJ, Huang CL, Weng SF, Wu MP, Ho CH, Wang JJ, et al. Relapse insomnia
increases greater risk of anxiety and depression: evidence from a population-based
4-year cohort study. Sleep Med 2017;38:122-129.

29. Klumpp H, Roberts J, Kapella MC, Kennedy AE, Kumar A, Phan KL. Subjective
and objective sleep quality modulate emotion regulatory brain function in anxiety
and depression. Depress Anxiety 2017;34: 651-660.

30. Sevim S, Dogu O, Kaleagasi H, Aral M, Metin O, Camdeviren H. Cor-relation of


anxiety and depression symptoms in patients with restless legs syndrome: a
population based survey. J Neurol Neurosurg Psy-chiatry 2004;75:226-230.

31. Wang Y, Xie J, Yang F, Wu S, Wang H, Zhang X, et al. Comorbidity of poor sleep
and primary headaches among nursing staff in north Chi-na. J Headache Pain
2015;16:88.

32. Cho YW, Song ML, Morin CM. Validation of a Korean version of the insomnia
severity index. J Clin Neurol 2014;10:210-215.

33. Sohn SI, Kim DH, Lee MY, Cho YW. The reliability and validity of the Korean
version of the Pittsburgh Sleep Quality Index. Sleep Breath 2012;16:803-812.

34. Hinz A, Glaesmer H, Brähler E, Löffler M, Engel C, Enzenbach C, et al. Sleep


quality in the general population: psychometric properties of the Pittsburgh Sleep
Quality Index, derived from a German commu-nity sample of 9284 people. Sleep
Med 2017;30:57-63.

35. Peng KP, Wang SJ. Epidemiology of headache disorders in the Asia-pacific region.
Headache 2014;54:610-618.

36. Yoon IY, Kripke DF, Youngstedt SD, Elliott JA. Actigraphy suggests age-related
differences in napping and nocturnal sleep. J Sleep Res 2003; 12:87-93.

37. Béland SG, Préville M, Dubois MF, Lorrain D, Grenier S, Voyer P, et al.
Benzodiazepine use and quality of sleep in the community-dwelling elderly
population. Aging Ment Health 2010;14:843-850.

13
38. Nowell PD, Mazumdar S, Buysse DJ, Dew MA, Reynolds CF 3rd, Kup-fer DJ.
Benzodiazepines and zolpidem for chronic insomnia: a meta-analysis of treatment
efficacy. JAMA 1997;278:2170-2177.

14

Anda mungkin juga menyukai