Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hirschprung disease adalah kelainan kongenital tidak adanya sel-sel saraf
parasimpatetik, yaitu ganglion intramural dan submukosa yang umumnya terjadi
pada bagian distal kolon yaitu rektum dan sebagian kolon sigmoid. Hirschprung
disease terjadi 1 kasus pada 5000 kelahiran hidup dengan angka mortalitas pada
bayi yang tidak ditangani segera berkisar 80%, sedang yang ditangani dapat
menurun 30%.1
Anak yang menderita Hirschprung disease sering mengalami
keterlambatan pasase mekonium. Pada bayi normal, 94 % akan mengeluarkan
mekonium dalam 24 jam pertamama kehidupannya, dibandingkan dengan hanya
6% bayi yang menderita Hirschprung disease.2 Pada keadaan lanjut atau pada
bayi yang lebih tua dapat berakibat irritable, nafas cepat (grunting), karena
adanya distensi abdomen dengan gambaran Darm contour, darm steifung.1
Pemeriksaan penunjang yang berperan untuk mengarahkan diagnosis yang
berperan untuk mengarahkan diagnosis Hirschprung disease adalah pencitraan
radiologi. Pemeriksaan barium enema merupakan pilihan pada Hirschprung
disease dengan akurasi diagnostik sekitar 90%. Penegakan diagnosis dengan
mengenali tanda dan gejala serta gambaran pemeriksaan barium enema dengan
sistem skoring dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian penderita
Hirschprung disease.1

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menguraikan
pemeriksaan radiologis pada penyakit Hirschprung disease, sekaligus
menjelaskan etiologi sampai diagnosis, pengobatan, dan prognosa. Penyususnan
makalah ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program Profesi
Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
2

1.3 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan penulis maupun pembaca
khususnya peserta P3D untuk lebih memehami tentang pemeriksaan radiologis
beserta hasil yang didapat, dan mampu melaksanakan diagnosis dan pengobatan
penyakit tersebut sesuai dengan Standar Kompetensi Doker Indonesia.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hirschprung disease adalah suatu penyakit akibat obstruksi fungsional
yang berupa aganglionis usus, dimulai dari sfingter anal internal ke arah proximal
dengan panjang segmen tertentu, setidak-tidaknya melibatkan sebagian rektum.
Hirschprung disease ditandai dengan tidak adanya sel ganglion di pleksus
auerbach dan meissner.3

2.2 Anatomi dan Fisiologi Kolon

Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan


panjang sekitar 1,5 m yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diameter
usus besar lebih besar daripada usus kecil yaitu sekitar 6,5 cm (2,5 inci), namun
semakin dekat dengan anus diameternya pun semakin kecil. Usus besar dibagi
menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan
apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga
inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dari
ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus
besar ke dalam usus halus.

Kolon terbagi atas kolon asenden, tranversum, desenden, dan sigmoid.


Kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut
disebut dengan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai
setinggi krista iliaka dan membentuk lekukan berbentuk-S. Lekukan bagian
bawah membelok ke kiri sewaktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Bagian
utama usus yang terakhir disebut sebagai rektum dan membentang dari kolon
sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari rektum
disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh otot sfingter ani eksternus dan
internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15 cm (5,9 inci).
4

Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan


proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorpsi air
dan elektrolit. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa
feses yang sudah terdehidrasi sampai berlangsungnya defekasi. Kolon
mengabsorpsi sekitar 800 ml air per hari dengan berat akhir feses yang
dikeluarkan adalah 200 gram dan 80%-90% diantaranya adalah air. Sisanya terdiri
dari residu makanan yang tidak terabsorpsi, bakteri, sel epitel yang terlepas, dan
mineral yang tidak terabsorpsi.

2.3 Epidemiologi
Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah
yang paling sering pada neonatus, dengan insidens keseluruhan 1 : 5.000
kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak dibanding perempuan ( 4 : 1 ), dan ada
kenaikan insidens keluarga pada penyakit segmen panjang.4
Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi
berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200
5

juta, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit
Hirschsprung.4

2.4 Etiologi
Ada berbagai teori penyebab dari penyakit hirschsprung, dari berbagai
penyebab tersebut yang banyak dianut adalah teori karena kegagalan sel-sel krista
neuralis untuk bermigrasi ke dalam dinding suatu bagian saluran cerna bagian
bawah termasuk kolon dan rektum. Akibatnya tidak ada ganglion parasimpatis
(aganglion) di daerah tersebut. sehingga menyebabkan peristaltik usus
menghilang sehingga profulsi feses dalam lumen terlambat serta dapat
menimbulkan terjadinya distensi dan penebalan dinding kolon di bagian
proksimal sehingga timbul gejala obstruktif usus akut, atau kronis tergantung
panjang usus yang mengalami aganglion.3

2.5 Patofisiologi
Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada kolon distal
dan sphincter anus interna sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian yang
abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal sehingga bagian
yang normal akan mengalami dilatasi di bagian proksimalnya.1Dasar patofisiologi
dari penyakit hirschprung adalah tidak adanya gelombang propulsif dan
abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yang
disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus yang
terkena.3
Tidak terdapatnya ganglion (aganglion) pada kolon menyebabkan
peristaltik usus menghilang sehingga profulsi feses dalam lumen kolon terlambat
yang menimbulkan terjadinya distensi dan penebalan dinding kolon di bagian
proksimal daerah aganglionik sebagai akibat usaha melewati daerah obstruksi
dibawahnya. Keadaan ini akan menimbulkan gejala obstruksi usus akut, atau
kronis yang tergantung panjang usus yang mengalami aganglion. Obstruksi kronis
menimbulkan distensi usus sehingga dinding usus mengalami iskemia yang
disertai iritasi feses sehingga menyebabkan terjadinya invasi bakteri. Selanjutnya
6

dapat terjadi nekrosis, ulkus mukosa kolon, pneumomatosis, sampai perforasi


kolon. Keadaan ini menimbulkan gejala enterokolitis dari ringan sampai berat.
Bahkan terjadi sepsis akibat dehidrasi dan kehilangan cairan rubuh yang
berlebihan.3

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala-gejala klinis penyakit hirschsprung biasanya mulai pada saat lahir
dengan terlambatnya pengeluaran mekonium dalam waktu 48 jam setelah lahir.
Penyakit hirschsprung harus dicurigai apabila seorang bayi cukup bulan (penyakit
ini tidak biasa terjadi pada bayi kurang bulan ) yang terlambat mengeluarkan tinja.
Beberapa bayi akan mengeluarkan mekonium secara normal, tetapi selanjutnya
memperlihatkan riwayat konstipasi kronis. Gagal tumbuh dengan hipoproteinemia
karena enteropati pembuang-protein sekarang adalah tanda yang kurang sering
karena penyakit hirschsprung biasanya sudah dikenali pada awal perjalanan
penyakit. Bayi yang minum ASI tidak dapat menampakkan gejala separah bayi
yang minum susu formula.
Kegagalan mengeluarkan tinja menyebabkan dilatasi bagian proksimal
usus besar dan perut menjafi kembung. Karena usus besar melebar, tekanan di
dalam lumen meningkat, mengakibatkan aliran darah menurun dan perintang
mukosa terganggu. Statis memungkinkan proliferasi bakteri, sehingga dapat
menyebabkan enterokolitis (Clostridium difficile, Staphylococcus aureus,
anaerob, koliformis) dengan disertai sepsis dan tanda-tanda obstruksi usus besar.
Pengenalan dini Hirschprung disease sebelum serangan enterokolitis sangat
penting untuk menurun kan morbiditas dan mortalitas.
Hirschprung disease pada penderita yang lebih tua harus dibedakan dari
penyebab perut kembung lain dan konstipasi kronis dari tabel dibawah. Riwayat
seringkali menunjukkan kesukaran mengeluarkan tinja yang semakin berat yang
mulai pada umur minggu-minggu pertama. Massa tinja besar dapat diraba pada
sisi kiri perut.tetapi pada pemeriksaan rektum biasanya tidak ada tinja. Tinja ini,
jika keluar mungkin akan seperti butir kecil, seperti pita atau konsistensi cair,
tidak ada tinja yang besar. Pemeriksaan rektum menunjukkan tonus anus normal
7

dan biasanya disertai dengan semprotan tinja dan gas yang berbau busuk.Serangan
intermitten obstruksi intestinum akibat tinja yang tertahan mungkin disertai
nyeri dan demam.5
Tabel Membedakan Tanda-tanda Hirschsprung dan konstipasi fungsional
VARIABLE FUNGSIONAL(Didapat) HIRSCHSPRUNG DISEASE
Riwayat
Mulai Setelah umur 2 thn Saat lahir
konstipasi
Enkopresis Lazim Sangat jarang
Gagal tumbuh Tidak lazim Mungkin
Enterokolitis Tidak Mungkin
Nyeri perut Lazim Lazim
Pemeriksaan
Perut Jarang Lazim
Kembung
Penambahan Jarang Lazim
BB Jelek
Tonus Anus Normal Normal
Pemeriksaan Tinja di ampula Ampula Kosong
Rektum
Laboratorium
Manometri Rektum mengembang Tak ada sfingter atau relaksasi
Anorektal karena relaksasi sfinter paradoks atau tekanan naik
interna
Biopsi Rektum Normal Tidak ada sel gangglion,
Pewarnaan
acetylcholinesterase
meningkat
Barium enema Jumlah tinja banyak , tidak Daerah peralihan, pengeluaran
ada daerah peralihan tertunda (>24 hr)
8

2.7 Diagnosis
Anamnesis
Diagnosis penyakit ini dapat dibuat berdasarkan adanya konstipasi pada
neonatus. Gejala konstipasi yang sering ditemukan adalah terlambatnya
pengeluaran mekonium dalam waktu 24 jam setelah lahir. Gejala lain yang
biasanya terdapat adalah: distensi abdomen, gangguan pasase usus, poor feeding,
vomiting. Apabila penyakit ini terjadi pada neonatus yang berusia lebih tua maka
akan didapatkan kegagalan pertumbuhan. Hal penting lainnya yang harus
diperhatikan adalah didapatkan periode konstipasi pada neonatus yang diikuti
periode diare yang massif, kita harus mencurigai adanya enterokolitis. Faktor
genetik adalah faktor yang harus diperhatikan pada semua kasus.3

Pemeriksaan Radiologis
1. Foto polos abdomen
Foto polos abdomen dapat memperlihatkan loop distensi usus
dengan penumpukan udara di daerah rektum. Pemeriksaan radiologi
merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit Hirschsprung 6,7
9

Hirschprung disease pada neonatus cenderung menampilkan gambaran


obstruksi usus letak rendah. Daerah pelvis terlihat kosong tanpa udara. Gambaran
obstruksi usus letak rendah dapat ditemukan penyakit lain dengan sindrom
obstruksi usus letak rendah, seperti atresia ileum, sindrom sumbatan mekonium,
atau sepsis, termasuk diantaranya enterokolitis nekrotikans neonatal. Foto polos
abdomen dapat menyingkirkan diagnosis lain seperti peritonitis intrauterin
ataupun perforasi gaster. Pada foto polos abdomen neonatus, distensi usus halus
dan distensi usus besar tidak selalu mudah dibedakan. Pada pasien bayi dan anak
gambaran distensi kolon dan gambaran masa feses lebih jelas dapat terlihat.3

Hirscprung disease. Frontal abdominal radiograf ditandai dengan dilatasi usus


kecil tanpa gas di rectum.8
10

a. b.

c.
Foto polos abdomen penderita Hirschsprung disease posisi AP-supine: a. tampak
dilatasi pada sistema usus dan gambaran feses (mottled appearance di proksimal)
dan tak tampak gambaran udara/feses di bagian distal (di rongga pelvis-rektum
dan sigmoid). b. posisi setengah duduk: gambaran air fluid level (kadang-kadang
ada) c. Posisi Left Lateral Decubitus (LLD): air fluid level (+), multiple.3

2. Foto Kolon Barium Enema


Pada pemeriksaan barium enema, segmen yang terlihat biasanya memiliki
diameter yang normal (zona transisional) namun tampak menyempit , karena
terdapat pelebaran kolon diatansnya. Retensi barium setelah pemeriksaan
merupakan gambaran yang khas.9
Segera dilakukan pada neonatus dengan gejala :
a. Keterlambatan pengeluaran mekonium
b. Disertai abdomen distensi
c. Muntah hijau
11

Tanda-tanda khas pada pemeriksaan barium enema PH, didapatkan


gambaran :
a) Segmen sempit dari sfinkter ani dengan panjang tertentu,
b) Segmen transisional yang spastik (terlihat sebagai saw-toothed
outline yang tidak beraturan)
c) Segmen yang berdilatasi 10

Gambar Hirschsprung’s disease. Kelainan ini disebabkan tidak adanya sel


pleksus myenteric dalam usus distal. Barium enema menunjukkan segmen
menyempit dalam rektum dan ditandai dengan dilatasi kolon sigmoid dan colon
descending.11
Hal terpenting dalam foto barium enema adalah terlihatnya zona transisi.
Zona transisi mempunyai 3 jenis gambaran yang bisa ditemukan pada foto barium
enema yaitu 1. Abrupt, perubahan mendadak; 2. Cone, berbentuk seperti corong
atau kerucut; 3. Funnel, bentuk seperti cerobong.3
Selain itu tanda adanya enterokolitis dapat juga dilihat pada foto barium
enema dengan gambaran permukaan mukosa yang tidak teratur. Juga terlihat
gambar garis-garis lipatan melintang, khususnya bila larutan barium mengisi
lumen kolon yang berada dalam keadaan kosong.1 Pemerikasaan barium enema
tidak direkomendasikan pada pasien yang terkena enterokolitis karena adanya
resiko perforasi dinding kolon.3
12

Gambaran penyakit Hirschsprung dengan segmen aganglionik di bagian atas


rektum pada seorang pria muda berusia 19 tahun. AC = ascending colon, DC =
descending colon. Segmen kolon yang lain dalam batas normal.12

Gambar Pemeriksaan double kontras barium enema tampak dilatasi bagian atas
dari rektum dan rectosigmoid junction yang terisi massa feses (pada anak
panah).12
13

Penyebab utama penyakit Hirschsprung pada neonatus tertundanya


muntah mekonium. Ketika penyakit hirschsprung ditegakkan secara klinis barium
enema dapat membantu menegakkan diagnosis . Setiap anak yang di duga
memiliki penyakit hirschsprung harusnya memeriksa biopsi dubur untuk
menetukan ada atau tidaknya sel ganglion.13

3. Foto Retensi Barium

Retensi barium 24-48 jam setelah pengambilan foto barium enema


merupakan hal yang penting pada Hirschprung disease, khusunya pada masa
neonatus. Foto retensi barium dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan foto
polos abdomen untuk elihat retensi barium. Gambaran yang terlihat yaitu barium
membaur dengan feses ke arah proksimal di dalam kolon berganglion normal.
Retensi barium dengan obtipasi kronik yang bukan disebabkan Hirschprung
disease terlihat semakin ke distal, menggumpal di daerah rektum dan sigmoid.
Foto retensi barium dilakukan apabila pada foto enema barium ataupun yang
dibuat pasca-evakuasi barium tidak terlihat tanda Hirschprung disease. Apabila
terdapat jumlah retensi barium yang cukup signifikan di kolon, hal ini juga
meningkatkan kecurigaan Hirschprung disease. 3

Foto retensi barium 24 jam menunjukan rettensi barium dengan zona


transisi pada fleksura splenik pada bayi berumur 10 hari.
14

4. CT Scan

Pada orang dewasa yang menderita penyakit ini, biasanya lesi hanya
terbatas pada bagian sigmoid kolon atau rektum. Pemeriksaan yang dilakukan
pada penderita dewasa itu hampir sama seperti dengan pemeriksaan yang
dilakukan ke atas bayi, iaitu dengan pemeriksaan barium enema. Dalam suatu
studi, didapatkan pemeriksaan dengan CT scan juga bermanfaat untuk
menentukan letak zona transisi dari penyakit ini. Hasil gambaran CT scan yang
didapatkan juga sesuai dengan hasil pemeriksaan histopatologis pada biopsi
rektum.12

CT scan secara transversal pada wanita umur 31 tahun dengan HG usus


melebar karena feses colon ascendens (AC) dibandingkan usus dengan colon
descendens tidak dilatasi (DC) dengan zona transisi dari proksimal kolon
descendens.
15

Gambar Foto CT scan dengan kontras potongan transversal tampak dilatasi


bagianproksimal rektum serta bagian rektosigmoid yang terisi massa feses.12

Gambar Foto CT scan kontras potongan transversal. Tampak zona transisi dan
penyempitan di bagian distal rektum.12
16

Mamometri Anorektal
Manometri Anorektal mengukur tekanan sfingter ani interna saat balon
dikembangkan di rektum. Pada individu normal, penggembungan rektum
mengawali refleks penurunan tekanan sfingter interna. Pada penderita penyakit
Hirschsprung, tekanan gagal menurun, atau ada kenaikan tekanan paradoks karena
rektum dikembungkan. Ketepatan uji diagnostik ini lebih dari 90%, tetapi secara
teknis sulit pada bayi muda. Respons normal pada evaluasi manometri ini
menyingkirkan diagnosis penyakit Hirschsprung; hasil meragukan atau respons
sebaliknya membutuhkan biopsi rektum.

Gambar perbandingan manometri anorektal normal dan penyakit hirschsprung 14

Biopsi-isap Rektum
Biopsi-Isap Rektum hendaknya tidak dilakukan kurang dari 2 cm dari
linea dentata untuk menghindari daerah normal hipoganglionosis di pinggir usus.
Biopsi harus mengandung cukup sampel submukosa untuk mengevaluasi adanya
sel ganglion. Biopsi dapat diwarnai untuk asetilkolinesterase, untuk
mempermudah interpretasi. Penderita dengan aganglionosis menunjukkan banyak
sekali berkas saraf hipertrofi yang terwarnai positif untuk asetilkolinesterase dan
tidak ada sel ganglion.5
17

2.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari penyakit hirschsprung didasarkan pada beberapa
penyakit yang mempunyai gejala obstruksi letak rendah yang mirip penyakit
hirschsprung. Pada neonatal gejala yang mirip dengan penyakit hirschsprung
dapat berupa meconium plug syndrome, stenosis anus, prematuritas, enterokolitis
nekrotikans, dan fisura ani. Sedangkan pada anak-anak yang lebih besar diagnosis
bandingnya dapat berupa konstipasi oleh karena beberapa sebab, stenosis anus,
tumor anorektum, dan fisura anus.3

2.9 Tatalaksana
a. Pengobatan medis
Tujuan umum dari pengobatan ini mencakup 3 hal utama: (1) untuk
menangani komplikasi dari Hirschsprung disease yang tidak terdeteksi, (2)
sebagai penatalaksanaan sementara sebelum operasi rekonstruktif definitif
dilakukan, dan (3) untuk memperbaiki fungsi usus setelah operasi rekonstruksi
1) Penatalaksanaan komplikasi diarahkan pada penyeimbangan cairan
dan elektrolit, menghindari distensi berlebihan, dan mengatasi
komplikasi sistemik, seperti sepsis. Maka dari itu, hydrasi
intravena, dekompressi nasogastrik, dan jika diindikasikan,
pemberian antibiotik intravena memiliki peranan utama dalam
penatalaksanaan medis awal.
2) Pembersihan kolon, yaitu dengan melakukan irigasi dengan rectal
tube berlubang besar dan cairan untuk irigasi.
3) Cairan untuk mencegah terjadinya ketidakseimbangan elektrolit.
4) Irigasi kolon secara rutin dan terapi antibiotik profilaksis telah
menjadi prosedur untuk mengurangi resiko terjadinya enterocolitis.
5) Injeksi BOTOX pada sphincter interna terbukti memicu pola
pergerakan usus yang normal pada pasien post-operatif.15
18

b. Penanganan Operatif
Bila diagnosis sudah ditegakkan, pengobatan definitif adalah operasi. Pilihan-
pilihan operasi adalah melakukan prosedur definitif sesegera mungkin setelah
diagnosis ditegakkan atau melakukan kolostomi sementara dan menunggu sampai
bayi berumur 6-12 bulan untuk melakukan operasi definitif.
Ada tiga pilihan dasar operasi. Prosedur bedah pertama yang berhasil, yang
diuraikan oleh Swenson, adalah memotong segmen yang tidak berganglion dan
melakukan anastomosis usus besar proksimal yang normal dengan rektum 1-2 cm
di atas garis batas. Operasi ini secara teknis sulit dan mengarah pada
pengembangan dua prosedur lain. Duhamel menguraikan prosedur untuk
menciptakan rektum baru, dengan menarik turun usus besar yang berinervasi
normal ke belakang rektum yang tidak berganglion. Rektum baru yang dibuat
pada prosedur ini mempunyai setengah aganglionik anterior dengan sensasi
normal dan setengah ganglionik posterior dengan propulsi normal. Prosedur
”endorectal pullthrough” yang diuraikan oleh Boley meliputi pengupasan
mukosa rektum yang tidak berganglion dan membawa kolon yang berinervasi
normal ke lapisan otot yang terkelupas tersebut dengan demikian memintas usus
yang abnormal dari sebelah dalam.
Pada Hirschsprung disease segmental yang ultra pendek, segmen yang tanpa
ganglion hanya sebatas pada sfingter interna. Gejala-gejala klinisnya sama dengan
gejala-gejala pada anak konstipasi fungsional. Sel ganglion mungkin terdapat
pada biopsi isap rektum, tetapi motilitas rektum akan tidak normal. Eksisi
pengupasan mukosa otot rektum, termasuk sfingter anus interna, merupakan
tindakan diagnostik dan terapeutik.
Hirschsprung disease segmen panjang yang melibatkan seluruh kolon dan
sebagian usus halus merupakan masalah yang sulit. Pemeriksaan motilitas rektum
dan biopsi isap rektum akan menunjukkan adanya tanda-tanda Hirschsprung
disease, tetapi pemeriksaan radiologis akan sulit diinterpretasi karena tidak
ditemukan daerah peralihan. Luasnya daerah aganglionosis dapat ditentukan
secara akurat dengan biopsi pada saat laparotomi.
19

Bila seluruh kolon aganglionik, sering bersama dengan panjang ileum


terminal, anastomosis ileum anus merupakan terapi pilihan, dengan masih
mempertahankan bagian kolon yang tidak berganglion untuk mempermudah
penyerapan air, sehingga membantu tinja menjadi keras. Operasi Duhamel adalah
yang terbaik untuk aganglionis kolon total. Kolon kiri tetap ditinggalkan sebagai
reservoir, dan tidak perlu menganastomosis kolon kiri ini pada usus halus.5

2.10 Prognosis
Prognosis penyakit hirschsprung yang diterapi dengan bedah umumnya
memuaskan; sebagian besar penderita berhasil mengeluarkan tinja (kontinensia).
Masalah pascabedah meliputi enterokolitis berulang, striktur, prolaps, abses,
perianal, dan pengotoran tinja.5
20

BAB III
KESIMPULAN

Hirschprung disease merupakan penyakit anomaly congenital yang bila


ditegakkan secara dini dan ditangani secara tepat dapat menghasilkan prognosis
yang baik. Untuk menegakkan diagnosis dapat dilihat dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, gejala klinis dan pemeriksaan penunjang. Gejala klinis yang
khas pada Hirschprung disease lebih dari 90% kasus Hirschprung disease
mekonium keluar setelah 24 jam yang diikuti distensi abdomen serta obtipasi
kronik yang merupakan manifestasi obstruksi usus letak rendah. Sedangkan untuk
anak yang lebih besar mempunyai gejala klinis kesulitan makan, distensi abdomen
yang kronis dan ada riwayat konstipasi berulang serta gagal tumbuh kembang.
Pada beberapa bayi yang baru lahir atau yang lebih besar dapat timbul diare yang
menunjukkan adanya enterokolitis yang bila tidak ditangani dapat menyebabkan
kematian.
Pemeriksaan penunjang Hirschprung disease yang dipakai saat ini adalah
radiologi, anorektal manometri, dan pemeriksaan histopatologi. Pemeriksaan
radiologi diantaranya foto polos abdomen untuk melihat adanya tanda-tanda
obstruksi usus letak rendah (setinggi ileum terminal atau lebih rendah lagi). Foto
barium enema dapat memperlihatkan gambaran segmen sempit, segmen transisi
dan segmen dilatasi. Sedangkan pemeriksaan anorektal manometri pada
Hirschprung disease yang didapatkan adalah hiperaktivitas pada segmen yang
dilatasi, tidak didapati kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus
aganglionik, dan tidak dijumpai relaksasi sfingter interna setelah distensi rektum
akibat desakan feses.
21

DAFTAR PUSTAKA

1. Majdawati A. Peran Pemeriksaan Barium Enema pada Penderita


Megacolon Congenital (Hirschprung Disease). Mutiara Medika. 2009;
9(2): 64-72.
2. M. William S. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta. 2005.
3. Trisnawan IP, Darmajaya IM. Metode Diagnosis Penyakit Hirschprung.
4. Budi Irwan. Pengamatan Fungsi Anorektal Pada Penderita Penyakit
Hirscsprung Pasca Operasi Pull-Through . [cited 2012 3 november];
Available from: http://repository.usu.ac.id/
5. Behrman, dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 2. Jakarta: EGC.
2002.
6. Haller J. Paediatric Radiology. 3rd Edition. Newyork. 2005.
7. Porambo, Albert. Hirschsprung disease. [cited 2012 6 november];
Available from: http://rad.usuhs.edu/medpix/include/medpix_image.php3?
imageid=9036.
8. Skaba R. Historic milestones of Hirschsprung's disease cited 2012 6
november];Available from: http://thehealthscience.com/showthread.php?1
69365-Hirschsprung-Disease-Imaging.
9. Pradip RP. Radiologi. Edisi Kedua. Jakarta. 2005.
10. Arun Kumar Gupta and Bhuvnesh Guglani . Imaging of Congenital
Anomalies of the Gastrointestinal Tract . Indian J Pediatr. 2005; 72 (5) :
403-414].
11. Mettler. Essentials of Radiology. 2nd ed. Eselveir. 2005.
12. Kim HJ, Kim AY, Lee CW, et al. Hirschprung disease and
hypoaganglionosis in adults: radiological findings and differentiation.
[online] May 2008 [cited 6.november.2012], Available from:
www.radiology.rsna.org.
13. R. de Bruyn. Hirschsprung's disease and malrotation of the mid-gut.
An uncommon association. 1982. British Journal of Radiology.554-557.
22

14. Diamant NE, Kamm MA, Wald A, Whitehead WE, AGA technical
review on anorectal testing techniques [cited 2012 3
november]; Available from: http://www.sciencedirect.com/science/article/
pii/S0016508599701952
15. Steven LL. Hirschsprung Disease. [cited 2012 3 november]; Available
from : http://emedicine.medscape.com/article/178493-overview

Anda mungkin juga menyukai