BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menguraikan
pemeriksaan radiologis pada penyakit Hirschprung disease, sekaligus
menjelaskan etiologi sampai diagnosis, pengobatan, dan prognosa. Penyususnan
makalah ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program Profesi
Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
2
1.3 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan penulis maupun pembaca
khususnya peserta P3D untuk lebih memehami tentang pemeriksaan radiologis
beserta hasil yang didapat, dan mampu melaksanakan diagnosis dan pengobatan
penyakit tersebut sesuai dengan Standar Kompetensi Doker Indonesia.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hirschprung disease adalah suatu penyakit akibat obstruksi fungsional
yang berupa aganglionis usus, dimulai dari sfingter anal internal ke arah proximal
dengan panjang segmen tertentu, setidak-tidaknya melibatkan sebagian rektum.
Hirschprung disease ditandai dengan tidak adanya sel ganglion di pleksus
auerbach dan meissner.3
2.3 Epidemiologi
Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah
yang paling sering pada neonatus, dengan insidens keseluruhan 1 : 5.000
kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak dibanding perempuan ( 4 : 1 ), dan ada
kenaikan insidens keluarga pada penyakit segmen panjang.4
Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi
berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200
5
juta, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit
Hirschsprung.4
2.4 Etiologi
Ada berbagai teori penyebab dari penyakit hirschsprung, dari berbagai
penyebab tersebut yang banyak dianut adalah teori karena kegagalan sel-sel krista
neuralis untuk bermigrasi ke dalam dinding suatu bagian saluran cerna bagian
bawah termasuk kolon dan rektum. Akibatnya tidak ada ganglion parasimpatis
(aganglion) di daerah tersebut. sehingga menyebabkan peristaltik usus
menghilang sehingga profulsi feses dalam lumen terlambat serta dapat
menimbulkan terjadinya distensi dan penebalan dinding kolon di bagian
proksimal sehingga timbul gejala obstruktif usus akut, atau kronis tergantung
panjang usus yang mengalami aganglion.3
2.5 Patofisiologi
Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada kolon distal
dan sphincter anus interna sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian yang
abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal sehingga bagian
yang normal akan mengalami dilatasi di bagian proksimalnya.1Dasar patofisiologi
dari penyakit hirschprung adalah tidak adanya gelombang propulsif dan
abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yang
disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus yang
terkena.3
Tidak terdapatnya ganglion (aganglion) pada kolon menyebabkan
peristaltik usus menghilang sehingga profulsi feses dalam lumen kolon terlambat
yang menimbulkan terjadinya distensi dan penebalan dinding kolon di bagian
proksimal daerah aganglionik sebagai akibat usaha melewati daerah obstruksi
dibawahnya. Keadaan ini akan menimbulkan gejala obstruksi usus akut, atau
kronis yang tergantung panjang usus yang mengalami aganglion. Obstruksi kronis
menimbulkan distensi usus sehingga dinding usus mengalami iskemia yang
disertai iritasi feses sehingga menyebabkan terjadinya invasi bakteri. Selanjutnya
6
dan biasanya disertai dengan semprotan tinja dan gas yang berbau busuk.Serangan
intermitten obstruksi intestinum akibat tinja yang tertahan mungkin disertai
nyeri dan demam.5
Tabel Membedakan Tanda-tanda Hirschsprung dan konstipasi fungsional
VARIABLE FUNGSIONAL(Didapat) HIRSCHSPRUNG DISEASE
Riwayat
Mulai Setelah umur 2 thn Saat lahir
konstipasi
Enkopresis Lazim Sangat jarang
Gagal tumbuh Tidak lazim Mungkin
Enterokolitis Tidak Mungkin
Nyeri perut Lazim Lazim
Pemeriksaan
Perut Jarang Lazim
Kembung
Penambahan Jarang Lazim
BB Jelek
Tonus Anus Normal Normal
Pemeriksaan Tinja di ampula Ampula Kosong
Rektum
Laboratorium
Manometri Rektum mengembang Tak ada sfingter atau relaksasi
Anorektal karena relaksasi sfinter paradoks atau tekanan naik
interna
Biopsi Rektum Normal Tidak ada sel gangglion,
Pewarnaan
acetylcholinesterase
meningkat
Barium enema Jumlah tinja banyak , tidak Daerah peralihan, pengeluaran
ada daerah peralihan tertunda (>24 hr)
8
2.7 Diagnosis
Anamnesis
Diagnosis penyakit ini dapat dibuat berdasarkan adanya konstipasi pada
neonatus. Gejala konstipasi yang sering ditemukan adalah terlambatnya
pengeluaran mekonium dalam waktu 24 jam setelah lahir. Gejala lain yang
biasanya terdapat adalah: distensi abdomen, gangguan pasase usus, poor feeding,
vomiting. Apabila penyakit ini terjadi pada neonatus yang berusia lebih tua maka
akan didapatkan kegagalan pertumbuhan. Hal penting lainnya yang harus
diperhatikan adalah didapatkan periode konstipasi pada neonatus yang diikuti
periode diare yang massif, kita harus mencurigai adanya enterokolitis. Faktor
genetik adalah faktor yang harus diperhatikan pada semua kasus.3
Pemeriksaan Radiologis
1. Foto polos abdomen
Foto polos abdomen dapat memperlihatkan loop distensi usus
dengan penumpukan udara di daerah rektum. Pemeriksaan radiologi
merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit Hirschsprung 6,7
9
a. b.
c.
Foto polos abdomen penderita Hirschsprung disease posisi AP-supine: a. tampak
dilatasi pada sistema usus dan gambaran feses (mottled appearance di proksimal)
dan tak tampak gambaran udara/feses di bagian distal (di rongga pelvis-rektum
dan sigmoid). b. posisi setengah duduk: gambaran air fluid level (kadang-kadang
ada) c. Posisi Left Lateral Decubitus (LLD): air fluid level (+), multiple.3
Gambar Pemeriksaan double kontras barium enema tampak dilatasi bagian atas
dari rektum dan rectosigmoid junction yang terisi massa feses (pada anak
panah).12
13
4. CT Scan
Pada orang dewasa yang menderita penyakit ini, biasanya lesi hanya
terbatas pada bagian sigmoid kolon atau rektum. Pemeriksaan yang dilakukan
pada penderita dewasa itu hampir sama seperti dengan pemeriksaan yang
dilakukan ke atas bayi, iaitu dengan pemeriksaan barium enema. Dalam suatu
studi, didapatkan pemeriksaan dengan CT scan juga bermanfaat untuk
menentukan letak zona transisi dari penyakit ini. Hasil gambaran CT scan yang
didapatkan juga sesuai dengan hasil pemeriksaan histopatologis pada biopsi
rektum.12
Gambar Foto CT scan kontras potongan transversal. Tampak zona transisi dan
penyempitan di bagian distal rektum.12
16
Mamometri Anorektal
Manometri Anorektal mengukur tekanan sfingter ani interna saat balon
dikembangkan di rektum. Pada individu normal, penggembungan rektum
mengawali refleks penurunan tekanan sfingter interna. Pada penderita penyakit
Hirschsprung, tekanan gagal menurun, atau ada kenaikan tekanan paradoks karena
rektum dikembungkan. Ketepatan uji diagnostik ini lebih dari 90%, tetapi secara
teknis sulit pada bayi muda. Respons normal pada evaluasi manometri ini
menyingkirkan diagnosis penyakit Hirschsprung; hasil meragukan atau respons
sebaliknya membutuhkan biopsi rektum.
Biopsi-isap Rektum
Biopsi-Isap Rektum hendaknya tidak dilakukan kurang dari 2 cm dari
linea dentata untuk menghindari daerah normal hipoganglionosis di pinggir usus.
Biopsi harus mengandung cukup sampel submukosa untuk mengevaluasi adanya
sel ganglion. Biopsi dapat diwarnai untuk asetilkolinesterase, untuk
mempermudah interpretasi. Penderita dengan aganglionosis menunjukkan banyak
sekali berkas saraf hipertrofi yang terwarnai positif untuk asetilkolinesterase dan
tidak ada sel ganglion.5
17
2.9 Tatalaksana
a. Pengobatan medis
Tujuan umum dari pengobatan ini mencakup 3 hal utama: (1) untuk
menangani komplikasi dari Hirschsprung disease yang tidak terdeteksi, (2)
sebagai penatalaksanaan sementara sebelum operasi rekonstruktif definitif
dilakukan, dan (3) untuk memperbaiki fungsi usus setelah operasi rekonstruksi
1) Penatalaksanaan komplikasi diarahkan pada penyeimbangan cairan
dan elektrolit, menghindari distensi berlebihan, dan mengatasi
komplikasi sistemik, seperti sepsis. Maka dari itu, hydrasi
intravena, dekompressi nasogastrik, dan jika diindikasikan,
pemberian antibiotik intravena memiliki peranan utama dalam
penatalaksanaan medis awal.
2) Pembersihan kolon, yaitu dengan melakukan irigasi dengan rectal
tube berlubang besar dan cairan untuk irigasi.
3) Cairan untuk mencegah terjadinya ketidakseimbangan elektrolit.
4) Irigasi kolon secara rutin dan terapi antibiotik profilaksis telah
menjadi prosedur untuk mengurangi resiko terjadinya enterocolitis.
5) Injeksi BOTOX pada sphincter interna terbukti memicu pola
pergerakan usus yang normal pada pasien post-operatif.15
18
b. Penanganan Operatif
Bila diagnosis sudah ditegakkan, pengobatan definitif adalah operasi. Pilihan-
pilihan operasi adalah melakukan prosedur definitif sesegera mungkin setelah
diagnosis ditegakkan atau melakukan kolostomi sementara dan menunggu sampai
bayi berumur 6-12 bulan untuk melakukan operasi definitif.
Ada tiga pilihan dasar operasi. Prosedur bedah pertama yang berhasil, yang
diuraikan oleh Swenson, adalah memotong segmen yang tidak berganglion dan
melakukan anastomosis usus besar proksimal yang normal dengan rektum 1-2 cm
di atas garis batas. Operasi ini secara teknis sulit dan mengarah pada
pengembangan dua prosedur lain. Duhamel menguraikan prosedur untuk
menciptakan rektum baru, dengan menarik turun usus besar yang berinervasi
normal ke belakang rektum yang tidak berganglion. Rektum baru yang dibuat
pada prosedur ini mempunyai setengah aganglionik anterior dengan sensasi
normal dan setengah ganglionik posterior dengan propulsi normal. Prosedur
”endorectal pullthrough” yang diuraikan oleh Boley meliputi pengupasan
mukosa rektum yang tidak berganglion dan membawa kolon yang berinervasi
normal ke lapisan otot yang terkelupas tersebut dengan demikian memintas usus
yang abnormal dari sebelah dalam.
Pada Hirschsprung disease segmental yang ultra pendek, segmen yang tanpa
ganglion hanya sebatas pada sfingter interna. Gejala-gejala klinisnya sama dengan
gejala-gejala pada anak konstipasi fungsional. Sel ganglion mungkin terdapat
pada biopsi isap rektum, tetapi motilitas rektum akan tidak normal. Eksisi
pengupasan mukosa otot rektum, termasuk sfingter anus interna, merupakan
tindakan diagnostik dan terapeutik.
Hirschsprung disease segmen panjang yang melibatkan seluruh kolon dan
sebagian usus halus merupakan masalah yang sulit. Pemeriksaan motilitas rektum
dan biopsi isap rektum akan menunjukkan adanya tanda-tanda Hirschsprung
disease, tetapi pemeriksaan radiologis akan sulit diinterpretasi karena tidak
ditemukan daerah peralihan. Luasnya daerah aganglionosis dapat ditentukan
secara akurat dengan biopsi pada saat laparotomi.
19
2.10 Prognosis
Prognosis penyakit hirschsprung yang diterapi dengan bedah umumnya
memuaskan; sebagian besar penderita berhasil mengeluarkan tinja (kontinensia).
Masalah pascabedah meliputi enterokolitis berulang, striktur, prolaps, abses,
perianal, dan pengotoran tinja.5
20
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
14. Diamant NE, Kamm MA, Wald A, Whitehead WE, AGA technical
review on anorectal testing techniques [cited 2012 3
november]; Available from: http://www.sciencedirect.com/science/article/
pii/S0016508599701952
15. Steven LL. Hirschsprung Disease. [cited 2012 3 november]; Available
from : http://emedicine.medscape.com/article/178493-overview