Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MAKALAH

PENDIDIKAN PANCASILA
KELOMPOK 4:

 ORLANDO TRI JAYA


 AYU LESTARI SIMBOLON
 TUMBUR ERIKSON SIREGAR
 SAID AGUS PRATAMA
 IFO INOTO NDURU
 BERKAT ANUGRAH HUTAGALUNG
 GILANG PUTRA ADITIYA NAIBAHO
 JULIANTO

JUDUL:PENTINGNYA BERMUSYAWARAH DALAM BERBANGSA DAN


BERNEGARA BERDASARKAN( UUD PASAL 1 AYAT 2 1945) TENTANG
KEDAULATAN DI TANGAN RAKYAT
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kehadirat illahi rabbi, yang telah memberikan cinta dan
hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyusun makalah dan dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ Inti dari Sila ke- 4 Pancasila yaitu Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan” dengan sebaik - baiknya.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat yang di tugaskan oleh Bapak Bagio
Kadarianto .SH.MH. selaku matakuliah Pendidikan Pancasila.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan yang penulis peroleh dari buku panduan yang
berkaitan dengan Pendidikan Pancasila, serta infomasi dari media massa yang berhubungan
dengan Inti dari sila ke- 4 Pancasila.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu, sehingga makalah ini dapat tersusun, baik secara materil maupun
moril.
Penulis menyadari dengan penuh kerendahan hati, bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan sarannya dari para pembaca yang
budiman, demi kebaikan/kesempurnaan dimasa yang akan datang.
Semoga makalah ini ada faedah untuk pembaca budiman umumnya dan penulis khususnya.

PEKANBARU, 29 september 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….
BAB I: PENDAHULUAN………………………………………………………
1.1 Latar Belakang………………………………………………………
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………
1.3 Tujuan Penulisan Makalah………………………………………………………
BAB II: PEMBAHASAN………………………………………………………
2.1 implementasi kedaulatan rakyat di indonesia……………………………………
2.2 upaya mengatasi hambatan terhadap pelaksanaan kedauatan rakyat di
Indonesia…………………………………………….

BAB III : SIKAP POSOTIF DAN NEGATIF YANG BERKAITAN DENGAN SILA KE-4
3.1 Sikap-sikap positif hak dan kewajiban sesuai sila ke-4………………………………..
3.2 Pelanggaran hak dan kewajiban yang terdapat pada sila ke-4………………………….
BABIV: PENUTUPAN………………………………………………………………….
4.1 KESIMPULAN……………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pancasila adalah dasar filsafat Negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan
oleh PPKI pada tanggal 18 Aguatus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945,
diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7 bersama-sama dengan batang
tubuh UUD 1945. Dalam perjalanan sejarah eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat Negara
Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai
kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung di balik legitimasi
ideologi Negara Pancasila. Dengan kata lain dalam kedudukan yang seperti ini Pancasila tidak
lagi diletakkan sebgai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan Negara Indonesia
melainkan direduksi, dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, gerakan reformasi berupaya untuk
mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar Negara Republik Indonesia,
yang hal ini direalisasikan melalui ketetapan sidang istimewa MPR tahun 1998
No.XVIII/MPR/1998 disertai dengan pencabutan P-4 dan sekaligus juga pencabutan Pancasila
sebagai satu-satunya asas bagi Orsospol di Indonesia.
Dari kenyataan di atas, dapat kita simpulkan bahwa lemahnya nilai-nilai Pancasila
dalam Negara Indonesia, terutama sila ke-4 yang berbunyi, “Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”, yang seharusnya Negara ini dapat
memiliki kekuatan hukum pada pemimpin Negara yang dapat berlaku bijaksana dengan
memusyawarahkan setiap permasalahan dalam Negara dan dapat mewakili seluruh rakyat
Indonesia. Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia,
yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar
kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Bahwasannya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti
tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan
pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya,
sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari
kehidupan bangsa Indonesia.
Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian Pancasila itu, perlu
diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamamalan nilai-nilai luhur
yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara
serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.
Namun butir /nilai yang terkandung dalam sila tersebut semakin hilang dan tersamarkan
artinya. Contoh kecil adalah semakin berkurangnya sistem demokrasi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sebagai Negara Indonesia, kita menganut sistem Demokrasi
Pancasila. Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme
kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan negara dan penyelengaraan pemerintahan
berdasarkan konstitusi yaitu Undang-undang Dasar 1945. Sebagai demokrasi pancasila terikat
dengan UUD 1945 dan pelaksanaannya harus sesuai dengan UUD 1945.

1.2 Rumusan Masalah


1.Bagaimana pelaksanaan implementasi kedaulatan rakyat di Indonesia ?
2. Bagaimana upaya mengatasi hambatan terhadap pelaksanaan kedauatan rakyat di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


1. bagaimana implementasi kedaulatan rakyat di Indonesia
2..Bagaimana upaya mengetahui hambatan terhadap pelaksanaan kedaulatan rakyat di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Implementasi kedaulatan rakyat di Indonesia


A. PENGERTIAN

Menurut Jean Bodin (tokoh ilmu negara), kedaulatan dalam negara ialah kekuasaan tertinggi
dalam negara yang tidak berasal dari kekuasaan lain. Berdasarkan pengertian tersebut maka
kedaulatan memiliki sifat :

a. asli, tidak terbagi bagi, mutlak, dan permanen. Karena kekuasaan yang tertinggi itu tidak
berasal dari pemberian kekuasaan yang lebih tinggi.

b. tidak terbagi-bagi artinya utuh dimiliki oleh pemegang kedaulatan itu tanpa dibagi kepada
pihak lain.

c. Permanen / abadi, artinya kedaulatan itu tetap, tidak berubah berada dalam kekuasaan
pemegang kedaulatan tersebut.

d. Tunggal berarti hanya ada satu kekuasaan tertinggi, sehingga kekuasaan itu tidak dapat
dibagi-bagi. Dengan demikian, kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi.

Pengertian kedaulatan rakyat berhubungan erat dengan pengertian perjanjian masyarakat


dalam pembentukan asal mula negara. Negara terbentuk karena adanya perjanjian masyarakat.
Perjanjian masyarakat disebut juga dengan istilah kontrak sosial. Ada beberapa ahli yang telah
mempelajari kontrak sosial, antara lain Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean Jaques
Rousseau. Kedaulatan adalah suatu hak eksklusif untuk menguasai suatu wilayah
pemerintahan, masyarakat, atau atas diri sendiri terdapat penganut dalam dua teori yaitu
berdasarkan pemberian dari Tuhan atau Masyarakat.
Beberapa pemikiran mengenai kedaulatan dan pemegang kedaulatan suatu negara setelah
revolusi Perancis dikemukakan oleh Jean-Jacques Rousseau dalam karyanya Du Contrat Social
Ou Principes Du Droit Politique (Mengenai Kontrak Sosial atau Prinsip-prinsip Hak Politik)
membagi tingkat kedaulatan menjadi dua yaitu de facto dan de jure.

B. TEORI KEDAULATAN RAKYAT


Ada empat teori tentang kedaulatan:

1. Teori Kedaulatan Negara (staats souvereiniteit).


Jellineck menganggap bahwa “kedaulatan negara”-lah sebagai pokok pangkal kekuasaan
yang tidak diperoleh dari siapapun juga. Sehingga kekuasaan yang melekat pada suatu
pemerintahan, tidak perlu diberi penjelasan lain daripada bahwa pemerintah adalah alat
negara. Demikianlah penganut teori kedaulatan negara menganggap sebagai dalil yang tidak
mungkin dapat dibantah bahwa dalam wilayah suatu negara, maka negara itulah yang
berdaulat. Dan inilah dasar dari segala kekuasaan yang ada dalam wilayah suatu negara.

2. Teori Kedaulatan Tuhan (gods souvereiniteit)


Menurut Teori Kedaulatan Tuhan, bahwa pemerintah suatu negara mendapat kekuasaan dari
Tuhan. Seperti misalnya negeri Belanda, rajanya secara resmi menamakan dirinya “raja atas
kehendak Tuhan”, dan hanya dengan cara berpikir demikianlah, mereka puas dalam
menghadapi tindakan penguasa.

3. Teori Kedaulatan Rakyat ( volks souvereiniteit)


Teori ini menganggap bahwa segala kekuasaan dalam suatu negara didasarkan pada
kekuasaan rakyat bersama. J.J. Rousseau, penganut paham ini, menganggap adanya suatu
“contract social” atau “perjanjian masyarakat”, yaitu suatu perjanjian antara seluruh rakyat
yang menyetujui pemerintah mempunyai kekuasaan.

4. Teori Kedaulatan Hukum (rechts souvereiniteit)


Menurut H. Krabbe, pelopor teori ini, bahwa segala kekuasaan dalam suatu negara berdasar
atas hukum.

Dari teori-teori diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, Indonesia termasuk negara yang

menganut teori kedaulatan rakyat dan teori kedaulatan hukum. Hal ini dapat kita lihat dari alinea

keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi:

“ ….maka disusunlah suatu kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Dan dalam penjelasan UUD 1945 tentang sistem pemerintahan negara Poin I dan II yang

berbunyi:

1. Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat)

2. Sistem Konstitusional berdasar atas sistem kontitusi (hukum dasar), tidak bersifat

absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).

Berkaitan dengan kedaulatan rakyat, dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 (sebelum amandemen)

menyatakan bahwa:

“Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat”

Dilihat dari rumusan tersebut, maka bentuk pemerintahan negara kita adalah demokrasi

yang berlandaskan kedaulatan rakyat, tetapi tidak mungkin rakyat untuk melaksanakan

kedaulatan yang dimilikinya, sehingga MPR-lah pemegang kedaulatan rakyat sekaligus

pemegang kekuasaan rakyat yang tertinggi.

Setelah amandemen UUD 1945, pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa:

“Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Undang-Undang”

Menurut ketentuan tersebut, ini berarti bahwa lembaga MPR tidak lagi sebagai pemegang

kedaulatan rakyat atau pemegang kekuasaan kekuasaan tertinggi, melainkan lembaga tinggi

biasa sama dengan lembaga tinggi lainnya

Butir-butir sila ke-4 Pancasila :

Pada hakekatnya sila ke 4 ini didasari oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab serta Persatuan Indonesia, dan mendasari serta menjiwai sila Keadilan
Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.Demokrasi pancasila menyerukan pembuatan keputusan
melalui musyawarah mencapai mufakat. Ini adalah demokrasi yang menghidupkan prinsip-
prinsip Pancasila.
Hal ini mengimplikasikan bahwa hak demokrasi harus selalu diiringi dengan sebuah
kesadaran bertanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Besar menurut keyakinan beragama
masing-masing, dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan ke atas harkat dan martabat manusia,
serta memperhatikan penguatan dan pelestarian kesatuan nasional menuju keadilan sosial.
Nilai filosofis yang terkandung di dalamnya adalah bahwa hakikat negara adalah sebagai
penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Hakikat rakyat
adalah merupakan sekelompok manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa yang bersatu
yang bertujuan muwujudkan harkat dan martabat manusia dalam suatu wilayah negara. Rakyat
adalah merupakan subjek pendukung pokok negara. Negara adalah dari, oleh dan untuk rakyat,
oleh karena itu rakyat adalah merupakan asal mula kekuasaan negara.

a. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
b. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
d. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
e. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah.
f. Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan
musyawarah.
g. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
h. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
i. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan
Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan
keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
j. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan
pemusyawaratan.
C.Hambatan Terhadap Pelaksanaaan kedaulatan Rakyat di Indonesia

Perwujudan Kedaulatan Rakyat dalam Pemilu

Salah satu fungsi utama Pemilu dalam negara demokratis antara lain adalah untuk
menentukan kepemimpinan nasional secara konstitusional. Kepemimpinan Nasional yang
dimaksud di sini menyangkut juga kepemimpinan kolektif yang direfleksikan dalam diri para
wakil rakyat. Oleh sebab itu dalam bentuk dan jenis sistem pemerintahan apapun, Pemilu
menduduki posisi yang sangat strategis dalam rangka melaksanakan tujuan tersebut. Dekatnya
pengertian antara pemilu dengan demokrasi, terlihat dari sejumlah definisi demokrasi itu
sendiri, Joseph Schumpeter, dalam Sardini (2011: 1) menyatakan bahwa penyelenggaraan
Pemilu yang bebas dan berkala sebagai kriteria utama bagi klasifikasi apakah sebuah sistem
politik di suatu Negara sebagai sebuah Negara demokrasi. Pemilu merupakan salah satu
wujud kedaulatan rakyat dalam proses politik.

Dalam perjalanannya sebagai sebuah Negara yang berdaulat, rakyat Indonesia telah
melaksanakan sepuluh kali Pemilu, yaitu pada tahun 1955 (Orde Lama), 1971, 1977, 1982,
1987, 1992, dan 1997 (Orde Baru), serta tahun 1999, 2004 dan 2009 pada masa pasca
reformasi. Ini belum termasuk Pemilu Presiden Dan Wakil Presiden tahun 2004 dan 2009,
serta Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) yang selama tahun 2010 tercatat sebanyak 222
daerah melaksanakan pemungutan suara dari 244 daerah yang dijadwalkan.

Realitasnya…!?

Namun dengan pengaruh dinamika ketatanegaraan, implementasi prinsip kedaulatan rakyat


dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia diketahui sangat dinamis. Masa berkembangnya
harapan bagi perwujudan konsep Negara hukum yang demokratis itu berlangsung cukup lama
dengan beragam dialektika yang mengiringi perjalanan bangsa ini.

Secara normatif, penyelenggaraan Pemilu di Indonesia memunyai empat (4) tujuan pokok,
yaitu;

1. untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah


2. untuk membentuk pemerintahan yang demokratis dan kuat,
3. memperoleh dukungan rakyat,
4. mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Dari empat tujuan ini bisa dilihat betapa krusialnya eksistensi rakyat sebagai pemegang
kedaulatan yang telah menjadi “ruh” dari demokrasi itu sendiri.

Dalam kaitan penyelenggaraannya, pemilu dapat dikatakan aspiratif dan demokratis apabila
memenuhi beberapa persyaratan:

1. Pemilu harus bersifat kompetitif, dalam artian peserta Pemilu harus bebas dan otonom.
2.Pemilu yang diselenggarakan secara berkala, dalam artian Pemilu harus diselenggarakan secara
teratur dengan jarak waktu yang jelas.

3.Pemilu harus inklusif, artinya semua kelompok masyarakat harus memiliki peluang yang sama
untuk berpartisipasi dalam Pemilu. Tidak ada satu pun kelompok yang diperlakukan secara
diskriminatif dalam proses Pemilu.

4. pemilih harus diberi keleluasaan untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan alternatif


pilihannya dalam suasana bebas, tidak di bawah tekanan, dan akses memperoleh informasi
yang luas.

5. penyelenggara Pemilu yang tidak memihak dan independen.

Sejak dilaksanakan pertama kali pada tahun 1955 hingga 2009 lalu, penyelenggaraan Pemilu tak
pernah sepi dari kritik. Ada intrik, bermacam pelanggaran, dan beragam problematika
penyelenggaraan Pemilu yang senantiasa mewarnainya. Dalam pelaksanaannya, pelibatan serta
keterlibatan rakyat sebagai pemegang kedaulatan mengalami pasang surut serta dipengaruhi
iklim politik penguasa secara signifikan. Antusiasme rakyat Indonesia untuk mengikuti pemilu
sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat tidaklah datar dan tanpa masalah. Penerapan
prinsip kedaulatan rakyat dalam peraturan perundangan tentang pemilu serta implementasinya di
lapangan sangatlah dinamis, banyak faktor yang memengaruhi sesuai dengan dinamika
perkembangan kehidupan bernegara.

Pemilu sebagai sarana kedaulatan rakyat” tidaklah semudah


mengucapkannya. Penulis mencermati adanya jurang yang cukup
lebar antara konsep kedaulatan rakyat sebagai das sollen, dengan das
sein realitas serta problematika pelaksanaan Pemilu di Indonesia.

Seperti yang kita ketahui setelah era reformasi,


pemilu 2004 merupakan pemilu kedua era Reformasi. Terjadi momentum yang sangat
menarik, karena tahun 2004 rakyat tidak sekadar memilih para wakilnya di Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR/ DPRD), yang pada pelaksanaan Pemilu kali ini diikuti oleh 24 partai politik,
namun juga memilih wakil daerah (DPD), dan juga untuk pertama kalinya memilih Presiden
dan Wakil Presiden secara langsung.

Penyelenggaran Pemilu 2009 juga menarik untuk dicermati. Pada pemilu 2009 tidak hanya
diikutu oleh 38 partai politik yang lolos electoral threshold, tetapi juga oleh partai 6 politik
lokal di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pelaksanaan Pemilu kali ini disoroti sejumlah
pihak akibat dinilai buruknya pengelolaan, serta banyaknya sisi kelemahan, antara lain
kurangnya sosialisasi, dugaan tidak independensinya penyelenggara, buruknya kinerja
penyelenggara yang berakibat semrawutnya pengelolaan Daftar Pemilih Tetap (DPT),
partisipasi aktor-aktor Pemilu, karut-marutnya legislasi yang menjadi payung hukum
pelaksanaannya, hingga tingginya angka mereka yang tidak memilih (Golput).
2.2 Upaya mengatasi hambatan terhadap pelaksanaan kedauatan rakyat di Indonesia

Sebagai salah satu contoh negara kesatuan maka tipe sistem pemerintahan yang digunakan
oleh negara Indonesia salah satunya berciri pemerintahan terpusat dan pendelegasian beberapa
wewenang kepada pemerintah daerah. Kedaulatan tertinggi di Indonesia berada di tangan rakyat
dan dilaksanakan menurut undang-undang oleh karena itu pemerintah perlu menunjukkan
perilaku-perilaku yang ditampilkan dalam perwujudan kedaulatan rakyat.

Maka dari itu upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam pelaksanaaan kedaulatan rakyat di
Indonesia sebagai berikut

1. Efektivitas dan Efisiensi Lembaga Perwakilan Rakyat

Tugas lembaga negara yang bertindak sebagai lembaga perwakilan di Indonesia seperti
MPR (Majelis Perwakilan Rakyat), DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), DPD (Dewan
Perwakilan Daerah), dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) merupakan penjelmaan
dari rakyat karena lembaga-lembaga tersebut merupakan lembaga penyalur aspirasi rakyat.
Dengan demikian lembaga perwakilan rakyat merupakan sarana yang paling efektif untuk
mewujudkan kedaulatan rakyat. Sebagai pemerintah, diperlukan adanya efektivitas dan
efisiensi dari lembaga perwakilan rakyat tersebut sehingga kedaulatan rakyat benar-benar
dapat tercap

2. Persamaan Warga Negara dalam Hukum

Warga negara merupakan penduduk suatu negara yang mendapat legalitas untuk diakui
secara hukum dari negara tersebut. Sebagai negara hukum, pemerintah Indonesia menjamin
warga negaranya untuk mendapatkan persamaan baik di hadapan hukum maupun
pemerintah. Tidak hanya pemerintah saja, warga negara yang tinggal di suatu negara juga
sangat penting untuk menjunjung hukum yang berlaku. Hal ini sesuai dengan UUD
(Undang-Undang Dasar) 1945 Pasal 27 ayat (1) yang berbunyi “Segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Istilah kesamaan di dalam hukum ini
biasa disebut dengan “equality before the law”. Persamaan warga negara dalam hukum ini
merupakan salah satu contoh perilaku yang ditampilkan dalam perwujudan kedaulatan
rakyat
3. Jaminan Perlindungan HAM

Perlindungan HAM (Hak Asasi Manusia) merupakan bagian penting dalam pemerintahan
Indonesia, bahkan di dalam konstitusi Indoneisa yakni UUD 45 terdapat pasal-pasal yang
secara khusus membahas HAM ini. Jaminan perlindungan HAM telah diberikan oleh
pemerintah Indonesia melalui berbagai tindakan seperti:

1.Pemberlakuan UU tentang HAM dan pengesahan berbagai konvensi tentang HAM

2.Pendirian lembaga-lembaga perlindungan HAM

3.Pembentukan lembaga peradilan HAM.

Tindakan-tindakan yang demikian itu merupakan contoh perilaku pemerintah dalam


mewujudkan kedaulatan rakyat yang mana kepentingan rakyatlah yang paling dijunjung.

4. Supremasi Hukum dalam Penyelenggaraan Kedaulatan Rakyat

Supremasi hukum merupakan suatu tindakan dimana pemerintah menganggap


bahwa kekuasaan tertinggi adalah hukum. Di Indonesia sendiri, sumber dari segala
sumber hukum adalah konstitusi negara yaitu UUD 1945. Untuk mewujudkan kedaulatan
rakyat, maka pemerintah dalam penyelenggaraan negara harus mengikuti segala
peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa kecuali dan menerima segala resiko
atas pelanggaran terhadap peraturan tersebut. Sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945
bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, sehingga negara Indonesia melaksanakan
kedaulatan rakyat menurut UUD.

5. Penyelenggaraan Pemerintahan sebagai Amanat Kedaulatan Rakyat

Teori kedaulatan rakyat dimaknai bahwa kedaulatan tertinggi berada di tangan


rakyat oleh karena itu segala penyelenggaraan pemerintahan ditunjukan untuk
kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV berbunyi
“…disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang
Dasar Negara Indoneisa, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Rebublik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat…”. Sesuai dengan pokok pikiran dalam Pembukaan UUD
1945 tersebut maka pemerintah Indonesia melaksanakan penyelenggaraan pemerintah
sebagai amanat kedaulatan rakyat. Dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 menerangkan
bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintah menurut Undang-
Undang Dasar”. Selain itu dalam Pasal 9 ayat (1) menjelaskan tentang sumpah presiden
dan wakil presiden yakni “… memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia dan menjalankan segala undang-undang dan peratuirannya dengan selurus-
lurusnya..”. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah wajib menjalankan amanat
kedaulatan rakyat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Penyelenggaraan Proses Peradilan Administrasi yang Bebas dan Mandiri


Sebagai negara hukum, Indonesia selalu berupaya agar kedaulatan hukum dan
kedaulatan rakyat dapat berjalan beriringan dan saling mendukung satu sama lain. Untuk
menghindari jenis-jenis pelanggaran ham dan penyebab terjadinya tindakan
penyalahgunaan wewenang maka diperlukan adanya pengawasan yang baik maupun
dikenai pelanggaran administrasi. Untuk mengadili pelanggaran seperti ini pemerintah
membentu PTUN (Peradilan Tata Usaha Negara). Penyelenggaraan proses peradilan
administrasi harus bebas dan mandiri sehingga terhindar dari KKN (Korupsi, Kolsdi, dan
Nepotisme).

7. Penyelenggaraan Pemilu

Di Indonesia, pemilihan umum dilaksanakan secara langsung sesuai dengan asas-


asas pemilu yaitu Luber (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia) dan Jurdil (Jujur dan
Adil). Pelaksanaan pemilu ini bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat baik di pusat
maupun di daerah. Selain itu, pelaksanaan pemilu merupakan perwujudan dari nilai-nilai
demokrasi yang dijunjung oleh bangsa Indonesia demi tercapainya tujuan pembangunan
nasional. Jenis-jenis pemilu di Indonesia diantaranya adalah:

1.Pemilu untuki memilih bupati/walikota dan gubernur

2.Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD

3.Pemilu untuk memilih wakil presiden dan wakil presiden

Demokrasi yang dijunjung oleh bangsa Indonesia adalah Demokrasi Pancasila yang mana
pelaksanaanya didasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Pelaksanaan demokratisasi melalui
pemilu ini merupakan salah satu contoh perilaku yang ditampilkan pada perwujudan
kedaulatan rakyat.

Contoh nomor 1 sampai 7 merupakan perilaku yang ditampilkan dalam perwujudan


kedaulatan oleh pemerintah. Lalu, bagaimana perilaku kita sebagai warga negara untuk
turut menampilkan sikap dan perilaku sebagai perwujudan kedaulatan rakyat? berikut inilah
beberapa contohnya.

8. Taat Terhadap Peraturan yang Berlaku

Di suatu negara tentunya terdapat norma-norma hukum yang dijunjung yang


berlaku bagi seluruh warga negara. Selain itu juga terdapat norma dalam masyarakat
yang sangat dipatuhi oleh masyarakat di suatu wilayah. Norma-norma tersebut
bermanfaat untuk mengatur segala tingkah laku manusia atau dalam hal ini masyarakat
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai negara yang berkedaulatan rakyat
sudah menjadi kewajiban kita untuk menampilkan perilaku untuk mewujudkan
kedaulatan rakyat yaitu dengan taat terhadap peraturan dan prundang-undangan yang
berlaku di Indonesia.
9. Mendukung Berbagai Kegiatan Pemerintah yang Memberi Dampak Positif Bagi Masyarakat

Pemerintah selalu melaksanakan program-program tertentu untuk mencapai


tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea
IV. Salah satu pelilaku yang dapat kita tampilkan guna mewujudkan kedaulatan rakyat
adalah mendukung berbagai kegiatan pemerintah yang memberi dampak positif bagi
masyarakat. Adapaun yang dapat kita lakukan diantaranya adalah:

1.Mengikuti proses pemilu dengan baik dan selektif dalam memilih pemimpin agar calon
pemimpin bangsa yang kita pilih merupakan kandidat yang memang benar-benar berpotensi
untuk mengatur pemerintahan di Indonesia.

2.Aktif dalam menjaga ketertiban dan kesejahteraan baik di lingkungan keluarga, masyarakat,
maupun pemerintah.

3.Kristis dan tanggap terhadap kondisi sekitar dan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah
yang dirasa merugikan banyak masyarakat

10. Turut Aktif dalam Pembangunan Nasional

Pembangunan nasional diperlukan demi terwujudnya masyarakat yang adil,


sejahtera, dan makmur. Pembangunan nasional tidak akan berhasil jika hanya dibebankan
kepada pemerintah, kita sebagai warga negara harus turut andil di dalamnya. Apalagi
prinsip kedaulatan rakyat yang menjadikan rakyatlah pemegang kekuasaan tertinggi
membuat rakyat sendiri harus ikut terjun langsung dan turut aktif dalam pembangunan
nasional. Sikap seperti ini merupakan salah satu perilaku yang ditampilkan dalam
perwujudan kedaulatan rakyat.

2.5 Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi terhadap sila ke-4


Pada saat ini,Pancasila sebagai dasar negara Indonesia sudah semakin tergeser dari
fungsi dan kedudukannya dalam era demokrasi ini. Paham ini sebelumnya sudah dianut
oleh Amerika yang notabene adalah sebuah Negara adidaya dan bukan lagi termasuk
negara berkembang, pun di Amerika sendiri yang sudah berabad- abad menganut
demokrasi masih dalam proses demokratisasi. Artinya sistem demokrasi Amerika serikat
sedang dalam proses dan masih memakan waktu yang cukup lama untuk menjadi Negara
yang benar- benar demokratis. Namun jika dibandingkan Indonesia, demokratisasi di
Amerika sudah lebih menghasilkan banyak kemajuan bagi negaranya.
Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran dari bangsa Indonesia terhadap landasan/dasar
Negara dan hukum yang ada di Indonesia ini. Seharusnya jika bangsa Indonesia mampu
melaksanakan apa yang telah diwariskan para pahlawan kita terdahulu.
Adapun penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan terhadap sila ke-4 adalah:

1. Banyak warga Negara/masyarakat belum terpenuhi hak dan kewajibannya didalam hukum.
2. Ketidak transparannya lembaga-lembaga yang ada didalam Negara Indonesia dalam sistem
kelembagaannya yang menyebabkan masyarakat enggan lagi percaya kepada pemerintah.

3. Banyak para wakil rakyat yang merugikan Negara dan rakyat, yang seharusnya mereka
adalah penyalur aspirasi demi kemajuan dan kesejahteraan Negara Indonesia.
4. Banyak keputusan-keputusan lembaga hukum yang tidak sesuai dengan azas untuk
mencapai mufakat,sehingga banyak masyarakat yang merasa dirugikan.
5. Banyak masyarakat yang kurang bisa menghormati adanya peraturan-peraturan yang dibuat
oleh pemerintah.
6. Demonstrasi yang dilakukan tanpa melapor kepada pihak yang berwajib.
7. Kasus kecurangan terhadap pemilu, yang melihat bukan dari sisi kualitas, tetapi dari
kuantitas.
8. Lebih mementingkan kepentingan pribadi atau golongan daripada kepentingan bersama atau
masyarakat.
9. Menciptakan perilaku KKN.
10. Pejabat – pejabat Negara yang diangkat cenderung dimanfaat untuk loyal dan mendukung
kelangsungan kekuasaan presiden.
BAB III
SIKAP POSOTIF DAN NEGATIF YANG BERKAITAN DENGAN SILA KE-4

Dalam praktek pelaksanaannya pengertian kerakyatan bukan hanya sekedar berkaitan


dengan pengertian rakyat secara kongkrit saja, namun mengandung suatu asas kerokhanian,
mengandung cita-cita kefilsafatan. Juga terkandung bagaimana hak dan kewajiban rakyat. Oleh
karena itu, sebagai Warga Negara indonesia (WNI) kita harus bersikap positif tentang hak dan
kewajiban kita sesuai nilai pancasila sila ke-4 yaitu :
3.1 Sikap-sikap positif hak dan kewajiban sesuai sila ke-4
Dalam berbangsa dan bernegara sebagai Warga negara Indonesia (WNI) kita harus
selalu bersikap positif agar tercipta persatuan, kedamaian, dan kesejahteraan rakyat. Sikap-
sikap positif tersebut adalah :
a) Mencintai Tanah Air (nasionalisme).
b) Menciptakan persatuan dan kesatuan.
c) Ikut serta dalam pelaksanaan pembangunan.
d) Mempertahankan dan mengisi kemerdekaan.
e) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah.
f) Mengeluarkan pendapat dan tidak boleh memaksakan kehendak orang lain.
g) Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
h) Memperoleh kesejahteraan yang dipimpin oleh perwalian.

3.2 Pelanggaran hak dan kewajiban yang terdapat pada sila ke-4
Setelah bersikap positif yang sesuai nilai Pancasila, masih saja terdapat pelanggaran-
pelanggaran. Sesungguhnya pelaksaanan Pancasia sila ke-4 belum dilaksanakan secara
maksilmal di Indonesia ini. Masih banyak pelanggran-pelanggaran yang terjadi yang
berhubungan dengan sila ke-4, seperti :
a) Demonstrasi atau unjuk rasa yang dilakukan tanpa melapor kepada pihak yang berwajib,
sesugguhnya demonstrasi adalah hal yang sah dan juga hak kita sebagai warga negara untuk
dapat menyampaikan aspirasi kita. Namun bila itu dilakukan sesuai dengan prosedur yang
telah ditentukan dan tertulis dalam UU no. 9 tahun 1998, dimana sebelum melakukan tindak
demonstrasi kita harus melapor terlebih dahulu kepada pihak yang berwajib dan
memberikan laporan secara detail tentang demonstrasi yang akan dilakukan, sehingga tidak
terjadi kerusuhan.
b) Banyaknya orang yang tidak menerima dan menghargai pendapat orang lain, seperti yang
terjadi pada saat sidang paripurna.
c) Terdapat kecurangan dalam penarikan suara PEMILU, seperti lembar pemilu yang telah
dicontreng, kotak pemilu yang tidak disegel, adanya penyuapan serta pemerasan pada
penentuan suara.
d) Adanya sengketa Lahan, baik lahan sawit atau lahan lainnya yang sekarang ini sudah
menjadi hal yang lumrah dilihat dan didengar, hal itu terjadi akibat dari keputusan sepihak
yang diambil oleh para penjual lahan yang tidak bertanggung jawab, karena mengambil dan
mengakui secara paksa lahan milik orang lain.
Dan masih banyak lagi pelanggaran yang dilakukan baik oleh pemerintahan ataupun oleh warga
negara Indonesia, yang disebabkan kurangnya rasa solidaritas dan persatuan hingga sikap
gotong royong, sehingga sebagian kecil masyarakat terutama yang berada di perkotaan
justru lebih mengutamakan kelompoknya, golongannya bahkan negara lain dibandingkan
kepentingan negaranya sendiri
BAB III
PENUTUPAN
4.1 KESIMPULAN
Berikut beberapa kesimpulan dari pembahasan kami tentang sila ke-4 diatas :
Dari keseluruhan penjelasan mengenai sila ke-4 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam
sila ke-4 yang berbunyi ”Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan dan Perwakilan “ memiliki arti.
Manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia
mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. Dalam menggunakan hak-haknya ia
menyadari perlunya selalu memperhatikan dan mengutamakan kepentingan negara dan
kepentingan masyarakat. Karena mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama,
maka pada dasarnya tidak boleh ada suatu kehendak yang dipaksakan kepada pihak lain.
Sila ke-4 ini juga memiliki nilai kerakyatan yang mengandung makna suatu pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui
lembaga-lembaga perwakilan. Oleh sebab itu, Setiap masyarakat Indonesia harus
menghayati dan menjungjung tinggi setiap hasil keputusan musyawarah, karena itu semua
pihak yang bersangkutan harus menerimannya dan melaksanakannya dengan itikad baik dan
penuh rasa tanggung jawab. Disini kepentingan bersamalah yang diutamakan di atas
kepentingan pribadi atau golongan. Pembicaraan dalam musyawarah dilakukan dengan akal
sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. Keputusan-keputusan yang diambil harus
dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
KESIMPULAN
1. Kedaulatan rakyat membawa konsekuensi, rakyat sebagai pemegang otoritas
tertinggi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. UUD 1945 menyatakan,
bahwa Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
Undang Dasar.
2. Dengan ketentuan itu dapat diartikan, bahwa pemilik kedaulatan dalam negara
Indonesia ialah rakyat. Pelaksana kedaulatan negara Indonesia menurut UUD 1945
adalah rakyat dan lem¬baga-lembaga negara yang berfungsi menjalankan tugas-
tugas kenegaraan sebagai representasi kedaulatan rakyat.
3. Pelaksanaan pemerintahan Indone¬sia berdasarkan UUD 1945 tersebut dikenal
dengan sistem pemerintahan Indonesia.
4. Dalam membangun sikap positif terhadap kedaulatan rakyat dan sistem
pemerintahan Indonesia antara lain dapat dilakukan dengan mengenal partai-partai
politik, menghargai hasil pemilihan umum, dan menghormati ke¬beradaan lembaga-
lembaga negara

4.2 DAFTAR PUSTAKA

http://syahri93.blogspot.com/2013/07/makna-sila-ke-4-pancasila.html
http://ukhtiyayuk.blogspot.com/2012/09/penjelasan-sila-ke-4.html
http://enjoycofee16.blogspot.com/2012/11/makalah-sila-ke-4-butir-ke-4.html
http://herirookhie.wordpress.com/2012/10/03/makalah-kewarganegaraan-sila-ke-4/
http://hardidbullier.blogspot.com/2011/11/makalah-pendidikan-pancasila-tinjauan.html
https://www.siswapedia.com/pelaksana-kedaulatan-rakyat-di-
indonesia/https://guruppkn.com/perilaku-perwujudan-kedaulatan-rakyat

Anda mungkin juga menyukai