Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

BLOK 21 PRA KO-AS


MODUL 3 PERIODONTIA
PENGISIAN REKAM MEDIK DAN PEMERIKSAAN KLINIS PADA
PASIEN ……..

OLEH :
DZULHIYANA LAILI TOFARISA 1310015098
JUMIATI 1310015097
MARINI ANDRYANA 13100

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2018

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan hidayah-Nya lah, laporan observasi kasus ini dapat terselesaikan tepat
pada waktunya. Laporan ini dibuat berdasarkan hasil observasi penulis yang
dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Mulawarman Samarinda
pada hari Kamis, 22 November 2018.
Penulis menyadari bahwa laporan ini dapat terselesaikan karena bantuan
dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. drg. Sylvia Agustin, selaku pembimbing observasi kasus.
2. Seluruh pengajar dan staf di Rumah Sakit Gigi Mulut Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman Samarinda.
3. Seluruh rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.
Akhir kata, saya sadar bahwa kesempurnaan tidak ada pada manusia oleh
sebab itu penulis mohon kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan di
kemudian hari. Semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca, baik refrensi atau
perkembangan pengetahuan.

Samarinda, November 2018


Hormat saya,

Dzulhiyana Laili Tofarisa

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2


DAFTAR ISI ........................................................................................................ 3

BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 4
1.2 Tujuan ............................................................................................................. 4
1.3 Manfaat ........................................................................................................... 5

BAB II : LAPORAN KASUS


2.1 Identitas Pasien ............................................................................................ 6
2.2 Anamnesa ..................................................................................................... 7
2.3 Pemeriksaan Klinis ...................................................................................... 8
2.4 Pemerikasaan/Interpretasi .......................................................................... 11
2.5 Diagnosis …………....................................................................................... 11
2.6 Rencana Perawatan ..................................................................................... 11

BAB III : PEMBAHASAN ............................................................................... 12

2
BAB IV : PENUTUP
4.1 Kesimpulan ................................................................................................... 25
4.2 Saran .............................................................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 26

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pencabutan gigi adalah tindakan mengambil gigi dari soketnya. Dalam
ilmu Kedokteran Gigi, pencabutan gigi disebut dengan eksodonsia atau
ekstraksi gigi. Pencabutan gigi dikatakan ideal jika tidak menimbulkan rasa
sakit, dengan trauma minimal pada jaringan sekitar, sehingga luka bekas
pencabutan akan sembuh secara normal dan tidak menimbulkan permasalahan
pasca pencabutan (Balaji, 2007).
Berbagai macam tindakan kuratif dilakukan oleh dokter gigi. Salah satu
yang paling dikenal masyarakat adalah pencabutan gigi. Pencabutan gigi
merupakan tindakan yang paling sering dilakukan oleh dokter gigi di klinik
(Inra, 2013).
Oleh karena itu wajib bagi calon-calon dokter gigi untuk mengetahui dasar
teori dan praktik dari tindakan pencabutan gigi. Dalam hal ini, Program Studi
Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman memberikan
kesempatan bagi mahasiswa dalam blok 21 ini untuk belajar tentang
pencabutan gigi, mulai dari pengisian rekam medik, anamnesis, pemeriksaan
klinis, penentuan diagnosa, penatalaksanaan, bahkan sampai ke evaluasi dari
rencana perawatan. Untuk itulah laporan ini dibuat untuk memaparkan salah
satu kasus pencabutan gigi agar dapat dipelajari oleh mahasiswa dan menjadi
bekal untuk kedepannya.

1.2 Tujuan
1. Membuat catatan medik pada rekam medik sesuai dengan kasus.
2. Dapat menegakkan diagnosa yang tepat sesuai dengan kasus.
3. Dapat menentukan rencana perawatan sesuai dengan kasus yang

3
ditemukan pada pasien serta indikasinya.

1.3 Manfaat
Mahasiwa mampu dan mengerti pembuatan rekam medik, menegakkan
diagnosa, dan menentukan rencana perawatan yang akan diambil sesuai
dengan kasus.

BAB II
LAPORAN KASUS

Pasien datang ke Rumah Sakit Gigi Mulut Fakultas Kedokteran Universitas


Mulawarman Samarinda pada hari Kamis, 22 November 2018.

2.1 Identitas Pasien


2.1.1 Data Pasien
Nama : Tn. A
Tempat, Tanggal Lahir : Samarinda, 11 maret 2002
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 21 tahun

4
Suku/ Ras : Banjar
Alamat : Jl. Serindit III no.56 Samarinda
Pekerjaan : Swasta
Alamat Kantor : Jl.
Telepon Seluler : 082157109xxx

2.1.2 Data Medik Pasien


Golongan Darah :A
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Penyakit Jantung : Tidak Ada
Diabetes Mellitus : Tidak Ada
Haemopilia : Tidak Ada
Hepatitis : Tidak Ada
Gastritis : Tidak Ada
Penyakit lainnya : Tidak Ada
Alergi terhadap obat-obatan : Tidak Ada
Alergi terhadap makanan : Tidak Ada

2.2 Anamnesa
2.2.1 Keluhan Utama
Gigi bawah belakang ada yang pecah.

Gambar 2.1 Tampakan klinis gigi rahang bawah kanan

2.2.2 Riwayat Penyakit


Pasien pernah merasakan sakit terus menerus pada gigi geraham
sebelah kanan bawah dan ketika meminum obat penahan sakit rasa sakit
tersebut hilang. Dulu pernah merasa ada timbul nanah (pus) dekat gigi
yang pecah tersebut, tapi sekarang sudah hilang.

2.2.3 Riwayat Penyakit Gigi & Mulut


Pasien tidak pernah ke dokter gigi dan tidak pernah melakukan
perawatan gigi.

2.2.4 Riwayat Penyakit Sistemik


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik

5
2.2.5 Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit apapun.

2.3 Pemeriksaan Klinis


2.3.1 Pemeriksaan Keadaan Umum
Pemeriksaan keadaan umum pasien adalah compos mentis.

2.3.2 Pemeriksaan Tanda-tanda Vital (Vital Signs)


Pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien Nn. B yang di lakukan
adalah tekanan darah, nadi, pernafasan dan pemeriksaan suhu (temperatur)

Tensi Nadi Pernafasan Temperatur

110/70 mmHg 79x/ menit 20x/ menit 36,5 ºC

Dari hasil pemeriksaan didapatkan hasil yang normal untuk


pemeriksaan nadi pada pasien dengan batas normal pada orang dewasa 60-
80x/menit dan untuk pemeriksaan pernafasan pada pasien juga didapatkan
hasil yang normal dengan batas normal pada orang dewasa 16-24x/menit.
Sedangkan untuk pemeriksaan tekanan darah pasien didapatkan hasil
110/70 mmHg, yang menunjukkan pasien memiliki tekanan darah yang
normal.

2.3.3 Pemeriksaan Ekstra Oral


1. Asimetris Wajah : Tidak ada
2. Mata
Kecepatan kedipan mata : Normal
Pergerakan mata : Normal
Perdarahan subkonyungtiva : Tidak ada
Ulserasi konyungtiva : Tidak ada
Warna konyungtiva : Merah
Warna sclera : Kuning
3. Bibir
Tonus bibir : Normal
Warna bibir : Merah muda
Sudut bibir : Normal
Kemampuan bentuk ‘O’ : Normal

4. Kelenjar getah bening

6
a. Kelenjar linfe submandibula
Palpasi : Teraba dan tidak sakit
Fluktuasi : Tidak teraba
Kriptiasi : Tidak teraba

b. Kel. Limfe submandibular


Palpasi : Teraba dan tidak sakit
Fluktuasi : Tidak teraba
Kriptiasi : Tidak teraba

5. T.M.J (Temporo Mandibular Joint)


Luas pergerakan : Maksimal
Nyeri tekan : Tidak ada
Suara : Lembut
Locking : Tidak ada
Nyeri tekan otot : Tidak ada
Bruksisme : Tidak ada
Rasa sakit daerah leher : Tidak ada
Oklusi : Normal, Klas 1

2.3.4 Pemeriksaan Intra Oral


a. Gingiva : Normal
b. Kelenjar saliva : Normal
c. Mukusa bukal : Normal
d. Mukosa labial : Normal
e. Lidah : Normal
f. Dasar mulut : Normal
g. Palatum durum : Normal
h. Palatum molle : Normal
i. Uvula dan pilar : Normal

Tabel 2.1 Pemeriksaan odontogram

11 (51) sou sou (61) 21


12 (52) sou sou (62) 22
13 (53) sou sou (63) 23
14 (54) sou sou (64) 24
15 (55) sou sou (65) 25
16 sou D-car 26
17 sou sou 27
18 non non 28

7
48 sou sou 38
47 sou sou 37
46 rrx sou 36
45 (85) sou sou (75) 35
44 (84) sou sou (74) 34
43 (83) sou sou (73) 33
42 (82) sou sou (72) 32
41 (81) sou sou (71) 31

2.3.7 Pemeriksaan Rongga Mulut


1. Oklusal : Normal bite
2. Torus palatinus : Tidak ada
3. Torus mandibularis : Tidak ada
4. Palatum : Sedang
5. Diastema : Tidak ada
6. Gigi abnormal : Tidak ada

2.4 Pemeriksaan/Interpretasi
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan radiologi, pemeriksaan
laboratorium lengkap, pemeriksaan mikrobiologi, pemeriksaan histologi,
pemeriksaan patologi oral, dan pemeriksaan patologi klinik.

2.5 Diagnosis
Tabel 2.2 Diagnosis

Kode Diagnosis Banding


Gigi Diagnosis
ICD 10
46 Nekrosis Pulpa K04.1 Pulpitis irreversible

2.6 Rencana Perawatan

8
1. Dilakukan ekstraksi pada gigi 46

BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Pencabutan Gigi

Pencabutan gigi adalah pengangkatan gigi dari soketnya. Pencabutan

gigi dapat dilakukan dengan lokal anastesi jika gigi terlihat jelas tampak

mudah dicabut. Definisi pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan

tanpa rasa sakit satu gigi utuh, atau akar gigi, dengan trauma minimal

terhadap jaringan pendukung gigi, sehingga bekas pencabutan dapat

sembuh dengan sempurnah dan tidak terdapat masalah prostetik pasca

operasi di masa mendatang.

Dokter gigi harus berusaha untuk melakukan setiap pencabutan gigi

secara ideal, dan untuk memperolehnya ia harus mampu menyesuaikan

teknik pencabutan gigi agar bisa menangani kesulitan-kesulitan selama

pencabutan dan kemungkinan komplikasi dari tiap pencabutan gigi yang

dapat terjadi.

3.1.1 Indikasi dan Kontraindikasi Pencabutan Gigi

Indikasi pencabutan gigi:

9
1. Gigi yang sudah karies dan tidak dapat diselamatkan dengan perawatan
apapun.

2. Pulpitis atau gigi dengan pulpa non-vital yang harus dicabut jika

perawatan endodontik tidak dapat dilakukan.

3. Gigi dengan periodontoclasia (kerusakan jaringan periodontal) berat.

4. Gigi impaksi,supernumerary mengganggu


5. Sisa akar

6. Malposisi ekstrem.

Kontraindikasi pencabutan gigi:

1. Apabila pasien tidak menghendaki giginya dicabut

2. Pendarahan yang tidak diinginkan.

3. Alergi pada anestesi lokal

4. Hipertensi jika pendarahan tidak terkontrol.

5. Diabetes yang tidak terkontrol sangat mempengaruhi penyembuhan


luka.

6. Gigi yang masih dapat dirawat/dipertahankan dengan perawatan

konservasi, endodontik, dan sebagainya.

3.1.3 Prinsip Pencabutan Gigi

• Asepsis: bebas dari mikroorganisme patogen,baik dari rongga

mulut,operatot,alat dan bahan.

• Atraumatik: kegiatan ekstraksi yang terencana adalah pemilihan

teknik exodonsi yang tepat akan mengurangi resiko.

• Anestesi: bahan anestesi,metode anestesi,dan pemilihan yang tepat.


3.1.4 Pasca Pencabutan Gigi

Tahapan pasca ekstraksi

10
• Kontrol perdarahan

• Intruksi pasca ekstraksi

• Resepkan obat antibiotik (bila perlu) dan analgetik


• Gigitlah kapas selama kurang 30 menit

• Jangan isap-isap

• Jangan minum atau makan yang panas

• Jangan gigit-gigit bibir atau lidah yang terasa tebal atau keanehan yang

terjadi di dalam rongga mulut.

• Jangan merokok, berkumur dengan obat kumur,dan minum alkohol.

• Jangan masukkan es kedalam mulut

• Minumlah obat sesuai aturan

3.1.5 KOMPLIKASI PENCABUTAN GIGI

Meskipun tindakan pencabutan telah dilakukan dengan hati-hati,

komplikasi pencabutan dapat saja terjadi dan tidak tidak dapat dihindari.

Komplikasi pencabutan ini dapat terjadi pada saat pencabutan dan pada

periode pasca pencabutan.

Menurut Archer (1975); Goldman (1977); Morris (11983); Meyer

(1987); Yuwono (1992), komplikasi pada saat melakukan pencabutan:

1. Fraktur akar

2. Pendarahan

3. Tercabutnya gigi tetangga

4. Fraktur gigi tetangga

5. Fraktur segmen labial atau bukal tulang alveolar yang luas dan

melibatkan jaringan mukoperiosteal

11
6. Fraktur rahang

7. Laserasi gingiva
Menurut Archer (1975); Goldman (1977); Morris (1983); Meyer

(1987); Yuwono (1992), komplikasi pasca pencabutan yang sering terjadi:

1. Rasa sakit

2. Dry socket

3. Perdarahan

4. Edema

5. Hematoma

• Rasa Sakit

1. Rasa sakit adalah gejalah yang paling sering ditemukan dalam

gigi
rongga mulut, wajah, dan leher, serta merupakan alasan utama

kunjungan pasien ke dokter .

2. Nilai biologis rasa sakit adalah biasanya menunjukka adanya

kerusakan pada jaringan. Namun, parahnya rasa sakit tidak selalu

seimbang dengan luasnya kerusakan, dan rasa sakit kadang muncul

walaupun tidak ditemukan kerusakan organ.

3. Rasa sakit biasanya timbul di perifer, dengan terjadinya stimulasi

pada reseptor,kemudian akan mengalami modifikasi ke arah pusat.

Dangan demikian, persepsi rasa sakit dapat mengalami komplikasi

oleh faktor budaya, kognitif (misalnya, perhatian, pengalihan

perhatian) dan emosi,juga dapat dimodifikasi oleh pengalaman rasa

sakit sebelumnya.

a. Keparahan rasa sakit

1. Keparahan rasa sakit dapat diketahui melalui nilai rasa sakit yang

12
berkisar dari 0 hingga 10. Angka 0 menunjukkan tidak ada rasa sakit.

Angka 10 menunjukkan rasa sakit yang amat sangat.

2. Bila pasien menggunakan analgesik, rasa sakit tidak terlalu parah.. rasa

sakit yang ditanggulangi dengan analgesik ringan seperti aspirin akan

membuatnya tidak terlalu parah.

3. Rasa sakit yang sampai mengganggu tidur atau membuat pasien

terbangun di malam hari sering kali parah. Hal yang mengherangkan,

nyeri wajah atipia dan neuralgia trigeminal yang sangat sakit di siang

hari, justru tidak mengganggu penderitanya di malam hari.

b. Lokasi rasa sakit

1. Rasa sakit yang berasal dari suatu kondisi patologis biasanya bersifat
unilateral

2. Rasa sakit bilateral atau rasa sakit yang menyeberangi garis tengah

menandakan: Sinusitis (untuk rahang atas)

Penyakit pada susunan syaraf pusat

Rasa sakit psikosomatik, misalnya nyeri wajah atipia, odontalgia atipia,

dan sindrom mulut terbakar.

c. Lamanya rasa sakit

1. Rasa sakit menusuk biasanya berlangsung Selama beberapa detik atau

beberapa menit.

2. Rasa sakit berdenyut dapat bertahan sampai beberapa jam, beberapa

hari, atau beberapa minggu.

3. Rasa sakit biasanya tidak brlangsung terus-menerus untuk waktu yang


sangat panjang.

Rasa sakit yang terus-menerus menunjukkan adanya kelainan yang

13
bersifat psikomatik.

3.1.6 Dry Socket

Dry socket dapat dikarakteristikan sebagai rasa sakit pasca

pencabutan dan adanya soket yang terbuka selama 2-7 hari pasca

pencabutan. Soket kadang-kadang tertutup oleh jaringan flap yang

menyulitkan pendeteksi masalah yang sebenarnya. Pada tahap awal, soket

dapat terisi oleh jaringan granulasi yang nekrotik.

Nyeri dry socket dapat berakhir selama berapa hari hingga beberapa

minggu dan kadang-kadang memerlukan perawatan ulang. Rasa sakit

pada telinga dan/atau leher pada sisi yang sama tidak jarang terjadi. Hal

tersebut dapat menimbulkan bau yang tidak sedap tetapi umumnya tidak

terdapat suppurasi.

Menurut Goldmen (1977); Koerner (1986), dry socket dapat terjadi karena:

4. Tidak terjadi pembekuan darah.

5. Kurangnya bekuan atau terlepasnya bekuan darah yang sudah terjadi.

6. Awal pembentukan yang merupakan sub bagian.tertinggal di

belakang dari soket yang terbuka. lysis dapat terjadi karena satu atau lebih

dari penyebab berikut:

- Bahan-bahan kimia, obat sistemik atau cairan tubuh yang memacu


aktifitas

fibrinolitik.

- Rangsangan jaringan menghasilkan aktifitas fibrinolisis (seperti

bacterium treponema denticola).

3.2 KARIES GIGI


Defenisi

14
Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies
gigi adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral
email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya
yang disebabkan oleh pembentukan asam microbial dari substrat sehingga timbul
destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas. Dengan
perkataan lain, dimana prosesnya terjadi terus berjalan ke bagian yang lebih dalam
dari gigi sehingga membentuk lubang yang tidak dapat diperbaiki kembali oleh
tubuh melalui proses penyembuhan, pada proses ini terjadi demineralisasi yang
disebabkan oleh adanya interaksi kuman, karbohidrat yang sesuai pada permukaan
gigi dan waktu.
Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi
hingga menjalar ke dentin. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi
pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Proses ini
ditandai timbulnya white spot pada permukaan gigi. White spot merupakan bercak
putih pada permukaan gigi. Penjalaran karies mula-mula terjadi pada email. Bila
tidak segera dibersihkan dan ditambal, karies akan menjalar ke bawah hingga
sampai ke ruang pulpa yang berisi saraf dan pembuluh darah, sehingga
menimbulkan rasa sakit dan akhirnya gigi tersebut bisa mati.

Klasifikasi
Karies memiliki kedalaman yang berbeda. Derajat keparahannya
dikelompokan menjadi:
a. Karies pada email
Biasanya tidak menimbulkan rasa sakit, namun bila ada rangsangan yang
berasal dari makanan atau minuman yang dingin akan terasa linu.
b. Karies pada dentin
Ditandai dengan adanya rasa sakit apabila tertimbun sisa makanan.
Apabila sisa makanan disingkirkan maka rasa sakit akan berkurang.

15
c. Karies pada ke pulpa
Gigi terasa sakit terus menerus sifatnya tiba tiba atau muncul dengan
sendirinya. Rasa sakit akan hilang sejenak apabila diberi obat pengurang
rasa sakit

Etiologi
Teori Multifaktorial Keyes menyatakan penyebab karies gigi mempunyai
banyak faktor seperti: host atau tuan rumah yang rentan, agen atau
mikroorganisme yang kariogenik, substrat atau diet yang cocok, dan waktu yang
cukup lama.2 Faktor-faktor tersebut digambarkan sebagai tiga lingkaran yang
bertumpang tindih (Gambar 1). Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap
faktor tersebut harus saling mendukung.14

Gambar 4. Menunjukkan karies sebagai penyakit multifaktorial


yang disebabkan faktor host, agen, substrat dan waktu.14

Proses Karies Gigi


Proses terjadinya karies gigi diawali oleh proses pembentukan plak secara
fisiologis pada permukaan gigi. Plak terdiri atas komunitas mikroorganisme atau
bakteri yang dapat bekerja sama serta memiliki sifat fisiologi kolektif. Beberapa
bakteri mampu melakukan fermentasi terhadap substrat karbohidrat (seperti

16
sukrosa dan glukosa), untuk memproduksi asam, menyebabkan pH plak akan
menurun sampai di bawah 5 dalam 1-3 menit. Penurunan pH plak secara
berulang-ulang akan mengakibatkan demineralisasi pada permukaan gigi. Namun,
asam yang diproduksi dapat dinetralkan oleh saliva, sehingga pH saliva
meningkat dan berlangsungnya pengambilan mineral. Keadaan ini disebut dengan
remineralisasi. Hasil kumulatif dari proses demineralisasi dan mineralisasi dapat
menyebabkan kehilangan mineral sehingga lesi karies terbentuk.
Proses karies dapat terjadi di seluruh permukaan gigi dan merupakan
proses alami. Pembentukan biofilm dan aktifitas metabolik oleh mikroorganisme
tidak dapat dicegah. Perkembangan lesi ke dalam dentin bisa mengakibatkan
invasi bakteri dan mengakibatkan kematian pulpa dan penyebaran infeksi ke
dalam jaringan periapikal sehingga menyebabkan rasa sakit.
Proses terjadinya karies gigi ditandai dengan adanya perubahan warna
putih mengkilat pada email menjadi putih buram yang disebut white spot. Faktor
yang harus ada dalam proses karies gigi adalah makanan, plak, email dan waktu.
Makanan yang mengandung gula (sukrosa) dengan adanya kuman dalam plak
(coccus) maka berbentuk asam (H+) dan jika berlangsung terus menerus, maka
lama kelamaan pH plak menjadi ± 5. Asam (H+) dengan pH ini akan masuk
kedalam sub surface dan akan melarutkan kristal-kristal hidroxyapatit yang ada,
lama kelamaan kalsium akan keluar dari email, proses ini disebut sub surface
decalsifikasi ( Nio, 1987).

Akibat Karies yang Tidak Dirawat


Terjadinya demineralisasi lapisan email, menyebabkan email menjadi
rapuh. Jika karies gigi dibiarkan tidak dirawat, proses karies akan terus berlanjut
sampai ke lapisan dentin dan pulpa gigi, apabila sudah mencapai pulpa gigi
biasanya penderita mengeluh giginya terasa sakit. Jika tidak dilakukan perawatan,
akan menyababkan kematian pulpa, serta proses radang berlanjut sampai ke tulang
alveolar.5 Beberapa masalah akan timbul pada karies yang tidak terawat apabila
dibiarkan seperti pulpitis, ulserasi, fistula dan abses.

3.3 Nekrosis Pulpa


Nekrosis pulpa adalah kematian pulpa gigi, bisa sebagian ( parsial ) atau
keseluruhan. Patofisiologi dari gangren pulpa adalah terbentuknya eksudat

17
inflamasi menyebabkan peningkatan tekanan intra pulpa sehingga sistem limfe
dan venule terputus, mengakibatkan kematian jaringan pulpa. Jika eksudat
tersebut masih dapat diabsorbsi atau terdrainase melalui karies, nekrosis terjadi
bertahap.Pada gigi yang mengalami benturan keras, nekrosis juga dapat terjadi
bila aliran darah di dalam pulpa terputus.

3.3.1 Etiologi
1. Microbakterial
2. Trauma fisik (benturan, radiasi)
3. Bahan-bahan kimia (tumpatan gigi, bahan korosif)
4. Reaksi hipersensitivitas

3.3.2 Gejala Umum Nekrosis Pulpa


a. Simptomnya sering kali hampir sama dengan pulpitis irreversible
b. Nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri tapi pernah nyeri spontan.
c. Sangat sedikit/ tidak ada perubahan radiografik

d. Mungkin memiliki perubahan-perubahan radiografik defenitif seperti


pelebaran jaringa periodontal yang sangat nyata adalah kehilangan
lamina dura

e. Perubahan-perubahan radiografik mungkin jelas terlihat

f. Lesi radiolusen yang berukuran kecil hingga besar disekitar apeks dari
salah satu atau beberapa gigi, tergantung pada kelompok gigi.

Diagnosis

Nekrosis Partial Nekrosis Total

 Menyerupai pulpitis irreversibel-  Tidak memberikan gejala


 Tes termal bereaksi lambat  tes termal negatif
 Perkusi/ tekanan bereaksi negatif  Perkusi/ tekanan bereaksi negatif
 Vitalitester bereaksi dalam skala  Vitalitester bereaksi negatif
 Terlihat penebalan ligamentum
besar
 Gambaran radiologi tidak ada periodontal

18
kelainan

a. Keluhan subjektif :
 Gigi berlubang, kadang-kadang sakit bila kena rangsangan panas
 Bau mulut (halitosis)
 Gigi berubah warna.

b. Pemeriksaan objektif :
 Gigi berubah warna, menjadi abu-abu kehitam-hitaman
 Terdapat lubang gigi yang dalam
 Sondenasi,perkusi dan palpasi tidak sakit
 Biasanya tidak bereaksi terhadap tes elektrik dan termal. Kecuali
pada nekrosis tipe liquifaktif.
 Bila sudah ada peradangan jaringan periodontium, perkusi,palpasi
dan sondenasi sakit.
3.3.3 Klasifikasi

Nekrosis pulpa ada 2 :


1. Nekrosis Koagulasi
Nekrosis Koagulasi adalah kematian jaringan pulpa dalam
keadaan kering/padat.Jumlah kuman, virulensi dan patogenitasnya
kecil.Sehingga tidak memberi respon terhadap tes dingin, panas, tes
vitalitas ataupun tes kavitas.Tes membau tidak jelas.

Penyebab :
a. Trauma : benturan, jatuh, kena pukul
b. Termis : panas yang berlebihan waktu mengebor gigi.
c. Listrik : timbulnya aliran galvanis akibat dua tumpatanlogam yang
berbeda pada gigi yang berdekatan
d. Chemis/kimia : asam dari tambalan silikat.

Gejala-gejala :
Tidak ada keluhan, kecuali dari segi estetis (terutama gigi depan) dan
gigi berubah warna menjadi lebih suram
Tanda-Tanda Klinis :
Inspeksi
 Gigi berubah warnaà bewarna suram
 Gigi fraktur atau dengan tambalan

19
Sondasi : tidak memberi keluhan
Perkusi : tidak memberi keluhan
Termis : tidak memberi keluhan
Tes vitalitas : tidak bereaksi

2. Nekrosis likuifaksi

Likuifaksi = pencairan, menjadi cair


Nekrosis = kematian
Jadi nekrosis likuifaksi adalah kematian jaringan pulpa dalam keadaan
basah.Tes membau positif.Jumlah kuman terutama bakteri anaerob cukup
banyak.Memberi respon (+) terhadap tes panas atau tes vitalitas karena
terjadi konduksi melalui cairan dalam pulpa menuju jaringan vital
didekatnya.Pada gigi utuh yang mengalami nekrosis perubahan warna
biasanya merupakan petunjuk pertama bagi kematian pulpa.

Penyebab :
a. Kelanjutan dari pulpitis
b. Nekrosis Koagulasi yang telah terinfeksi

Gejala-gejala :

a. bau yang tidak enak


b. kadang-kadang sakit bila dipakai mengunyah
c. bila makan panas kadang-kadang terasa sakit
d. warna berubah

Tanda Klinis/pemeriksaan objektif :


Inspeksi
 Karies profunda dengan pulpa terbuka/tumpatan terbuka
 Gigi berubah warna menjadi lebih suram (keabu-abuan)
Sondasi : tidak beraksi
Perkusi : tidak beraksi
Termis panas : terasa sakit
Tekanan : tidak beraksi
Tes Vitalitas : tidak beraksi

20
Tes Membau : bau busuk (gas indol & skatol/H2S)

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pengumpulan informasi yang lengkap tentang data pasien pada
rekam medik merupakan suatu hal yang penting, yang dapat mempengaruhi
diagnosa dan rencana perawatan yang akan di ambil. Seorang dokter gigi
harus memiliki kemampuan untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya
tentang keluhan utama pasien serta menggunakan bahasa yang mudah
dipahami pasien. Selain itu, dokter gigi juga harus bersikap ramah dan
menciptakan suasana nyaman untuk pasien, agar pasien dapat menceritakan
segala keluhan utama yang dia rasakan berhubungan dengan rongga mulut.
Diagnosa dapat ditegakkan dengan mengacu pada anamnesa,
pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang (jika diperlukan). Prognosis

21
dari perawatan yang diambil dikatakan baik dengan melihat sikap kooperatif
dari pasien dan pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.
Tindakan perawatan yang dapat dilakukan pada pasien ini (Nn. B)
adalah pencabutan gigi pada gigi 46 sisa akar.

4.2 Saran
Diharapkan mahasiswa lebih memperdalam pembelajaran tentang
pengisian rekam medik, penegakkan diagnosa, dan rencana perawatan yang
akan dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Balaji, S. (2007). Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. NewDelhi:


Elsevier.
Eznek, B., Arslan, A., Delilbasi, C., & Sencift, K. (2010). Comparison of effect
hemodynamic lidocaine, prilocaine, mepivicaine, without vasokontriktor
hipersensitive patient. J Appl Oral Sci, 354.
Haghighat, A., Kaviani, N., & Panahi, R. (2006). Hemodynamic effects of 2%
lidocaine with 1:80000 epinephrine in inferior alveolar nerve block.
Dental Research Journal, 4.
Inra, A. (2013). Faktor-faktor Penyebab Penundaan Pencabutan Gigi di RSGMP
drg. Hj. Halimah Daeng Sikati FKG UNHAS. Makassar: FKG UNHAS
(Skripsi).
Loekman, M. (2006). Teknik dasar pencabutan gigi. Jurnal Ilmiah dan Teknologi
Kedokteran Gigi, 213.
Pedlar, J., & Frame, J. (2007). Oral and Maxillofacial surgery. China: Churchill
Living Stone Elsevier.
Rahajoe, P. (2008). Pengelolaan pasien hipertensi untuk perawatan di bidang
kedokteran gigi. Maj Ked Gi, 7-75.
Sanghai, S., & Chatterjee, P. (2009). A concise textbook of oral and maxillofacial
surgery. New Delhi: Jaypee Publisher.

22
Suherly, M., Ismonah, & Meikawati, W. (2012). Perbedaan tekanan darah pada
pasien hipertensi sebelum dan sesudah pemberian terapi musik klasik di
RSUD Tugurejo Semarang. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan, 2.

23

Anda mungkin juga menyukai