Anda di halaman 1dari 49

PRESENTASI KASUS

ACUTE SCROTAL SWELLING (PEMBENGKAKAN SKROTUM AKUT)

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Pendidikan


Profesi Dokter
Stase Ilmu Bedah
RSUD Tidar Magelang

Disusun oleh
PRIMA ARGHA WIJAKSANA
20184010003

KSM/SMF BAGIAN ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR KOTA
MAGELANG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
BAB I

PENDAHULUAN

Secara anatomi ,Testis adalah organ genitalia pria yang teletak di skrotum. Ukuran
tetstis pada orang dewasa adalah 4 x 3 x 2.5 cm. dengan volume 15-25 ml berbentuk ovoid.
Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Di luar
tunika albugine terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta
tunika dartos. Otot kremaster yang berada disekitar testis memungkinkan testis untuk dapat
digerakkan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temperature testis agar tetap
stabil.

Akut skrotum merupakan suatu keadaan timbulnya gejala nyeri dan bengkak pada
skrotum beserta isinya yang bersifat mendadak dan disertai gejala lokal dan sistemik. Gejala
nyeri ini dapat semakin menghebat atau dapat sembuh perlahan-lahan seiring dengan
berjalannya waktu. Gejala nyeri pada skrotum yang menetap, semakin menghebat, dan disertai
dengan mual dan muntah merupakan keadaan darurat yang memerlukan penanganan medis
secepatnya.
Timbulnya nyeri pada salah satu ataupun kedua skrotum merupakan hal yang
memerlukan perhatian secara serius serta penanganan medis karena skrotum dan testis
merupakan organ reproduksi dari seorang pria yang menghasilkan sperma sehingga kesalahan
penanganan akan menimbulkan gangguan sistem reproduksi seseorang laki laki. Bila keadaan
ini tidak ditangani akan menimbulkan gangguan-gangguan seperti infertilitas, disfungsi ereksi,
bahkan kematian jaringan testis yang mengakibatkan testis tersebut harus di potong untuk
selamanya.

Beberapa hal yang dapat menimbulkan akut skrotum seperti proses infeksi, non infeksi, trauma,
dan berbagai macam benjolan yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan. Proses infeksi yang
sering menimbulkan keluhan akut skrotum salah satunya adalah epididimitis,
epididimoorchitis, orchitis dll. Proses non infeksi yang sering menimbulkan keluhan nyeri akut
pada skrotum adalah torsio testis. Torsio testis merupakan salah satu kegawatdaruratan di
bidang urologi karena torsio testis menyebabkan strangulasi pada aliran darah testis sehingga
dapat berakhir dengan nekrosis dan atrofi testis. Faktor lain yang dapat menimbulkan keluhan
nyeri akut pada skrotum adalah trauma. Hernia inguinalis inkarserata sebagai salah satu
diagnosa banding dari nyeri akut pada skrotum banyak dikeluhkan oleh laki-laki. Hernia
inguinalis yang sering mengalami inkarserta adalah hernia inguinalis lateralis dan 75% lebih
sering terjadi pada laki-laki.

Berdasarkan penyebab terjadinya akut skrotum, maka perlu diketahui lebih lanjut
mengenai hal-hal yang berbeda dari setiap penyebab sehingga lebih mudah dalam menegakkan
diagnosis. Menentukan diagnosis akut skrotum bukanlah suatu hal yang mudah karena akut
skrotum dapat ditimbulkan oleh berbagai macam sebab dan area pemeriksaan yang lunak
membuat pemeriksaan klinis menjadi lebih sulit.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Akut skrotum merupakan suatu gejala nyeri dan bengkak pada skrotum beserta isinya yang
bersifat mendadak serta menimbulkan gejala lokal dan sistemik.

Etiologi

Penyebab tersering dari timbulnya akut skrotum adalah :

Infeksi, seperti epididimitis, epididimoorchitis, orchitis, dll

Trauma testis, seperti saat berolahraga, terjatuh, terbentur dll

Torsio, seperti torsio testis, torsio appendiks testikularis

Tumor testis

Hernia inguinalis inkarserata

Tindakan Pembedahan, seperti pada post operasi hernia, post operasi vasektomi

Benjolan yang disertai dengan rasa tidak nyaman, berupa hidrokel, varikokel, spermatokel,
dll.

Untuk menentukan diagnosis dari akut skrotum dilakukan melalui :

1. Anamnesa

Hal-hal penting yang perlu diperhatikan adalah :

Usia pasien. Torsio testis lebih banyak terjadi pada bayi dan anak laki-laki post pubertas.
Henoch-scchonlein purpura dan torsio appendiks testis terjadi pada anak laki-laki
prepubertas dan epididimitis dapat dijumpai pada anak laki-laki postpubertas. Henoch-
schonlein purpura sebagai bagian dari proses infeksi sistemik yang menimbulkan
vaskulitis sering menyebabkan epididimitis dimana 38% anak-anak yang menderita
Henoch-scchonlein purpura juga mengalami nyeri pada skrotumnya.

Onset dan durasi nyeri. Torsio testis biasanya dimulai dengan nyeri yang mendadak
seolah-olah ada tombol yang terlempar dimana hal ini disebabkan oleh puntiran pada
funikulus spermatikus yang terjadi tiba-tiba sehingga membuat testis terangkat
mendadak, nyeri semakin memberat dan pasien merasa sangat tidak nyaman. Bila
terdapat nyeri yang tidak terlalu berat dan tidak terlalu ringan (menengah) dan terjadi
dalam beberapa hari cenderung mengarahkan kepada epididimitis ataupun torsio
appendiks testis.

Riwayat trauma

Adanya riwayat trauma tidak mengesampingkan diagnosis torsio testis. Terjadinya


trauma pada skrotum saat berolahraga sering menimbulkan nyeri dalam waktu singkat.
Perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut bila didapatkan adanya nyeri menetap setelah
satu jam dari terjadinya trauma untuk mengesampingkan diagnosis ruptur testis dan
torsio akut.

Adanya riwayat hidrokel saat lahir serta undescensus testis dapat menjadi predisposisi
terjadinya hernia inguinalis ataupun torsio testis.

Adanya gejala pada infeksi pada traktus urinarius lebih mengarahkan diagnosa kepada
epididimitis ataupun orkhitis. Gejala ini juga diikuti oleh gejala sistemik seperti
demam, nyeri perut, mual atau muntah serta adanya riwayat pernah menderita infeksi
pada traktus urinarius, pemasangan alat pada saluran kemih, trauma maupun tindakan
pembedahan. Kebanyakan proses inflamasi yang terjadi pada anak-anak tidak hanya
berhubungan dengan infeksi yang disebabkan oleh bakteri tapi juga disebabkan oleh
virus, trauma, atau adanya refluks urin.

2. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan pemeriksaan terhadap abdomen untuk mencari adanya nyeri pada regio flank
dan distensi vesika urinaria.
Pemeriksaan pada region inguinal dilakukan untuk menentukan secara jelas adanya
hernia inguinalis, bengkak maupun eritema.

Pemeriksaan pada genitalia dimulai dengan melakukan inspeksi pada skrotum. Kedua sisi
diperiksa untuk melihat adanya perbedaan ukuran yang nyata, derajat bengkak, eritema,
perbedaan ketebalan kulit dan posisi testis. Terdapatnya bengkak yang unilateral tanpa
diikuti perubahan warna kulit menandakan adanya hernia atau hidrokel. Bila kulit
skrotum terlihat mengkilat, gambaran blue dot sign dari testis ataupun appendiks
epididimis yang infark akan terlihat. Palpasi dimulai dari daerah inguinal untuk
menyingkirkan hernia inguinalis inkarserata. Kemudian dilanjutkan dengan
mempalpasi di daerah funikulus. Adanya funikulus spermatikus yang menebal dan
teraba lembut mendukung torsio tests, sedangkan bila teraba lembut saja
mengindikasikan epididimitis. Anak laki-laki diperiksa sambil berdiri sehingga dapat
dilihat posisi testis. Adanya peninggian dari salah satu testis menandakan adanya torsio
testis.

Pemeriksaan refleks kremaster.

Refleks kremaster negatif pada torsio testis dan tetap positif pada torsio appendiks
epididimis.

Pemeriksaan transiluminasi untuk membedakan hidrokel dengan hernia.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan urin dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa infeksi traktus urinarius pada
pasien dengan nyeri akut pada skrotum. Pyuria dengan atau tanpa bakteri mengindikasikan
adanya suatu proses infeksi dan mungkin mengarah kepada epididimitis. Selain itu perlu juga
dilakukan pemeriksaan darah dan sediment urin.

Pemeriksaan Radiologis

Sampai saat ini, pemeriksaan radiologis yang dapat digunakan adalah :

1. Color Doppler Ultrasonography


• Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat aliran darah pada arteri testikularis.

• Merupakan Gold Standar untuk pemeriksaan torsio testis dengan sensitivitas 82-90%
dan spesifitas 100%.

• Pemeriksaan ini menyediakan informasi mengenai jaringan di sekitar testis yang


echotexture

• Ultrasonografi dapat menemukan abnormalitas yang terjadi pada skrotum seperti


hematom, torsio appendiks dan hidrokel.

• Pada torsio testis, akan timbul keadaan echotexture selama 24-48 jam dan adanya
perubahan yang semakin heterogen menandakan proses nekrosis sudah mulai terjadi.

2. Nuclear Scintigraphy

• Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan dilakukan untuk melihat aliran
darah testis.

• Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan aliran darah yang
meragukan dengan memakai ultrasonografi.

• Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100% dalam menentukan daerah iskemia akibat
infeksi.

• Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif palsu

• Adanya daerah yang mengandung sedikit proton pada salah satu skrotum merupakan
tanda patognomonik terjadinya torsio.
TORSIO TESTIS

1. Definisi

Torsio testis adalah terpuntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya


gangguan aliran darah pada testis.

2. Etiologi

Etiologi terjadinya torsio testis adalah :

Anomali kongenital

Undesensus Testis

Aktivitas seksual dan aktivitas yang berlebihan

Trauma tumpul yang mengenai skrotum

Perubahan suhu yang mendadak

Ketakutan, batuk

Celana yang terlalu ketat

3. Patofisiologi

Testis merupakan organ yang ditutupi oleh tunika vaginalis pada permukaan
posterolateralnya sehingga testis memiliki sedikit kebebasan bergerak di dalam skrotum.
Secara fisiologis m. cremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan menjauhi rongga
abdomen untuk mempertahankan suhu ideal untuk testis.
Adanya kelainan penyangga testis yang berupa insersi tunika vaginalis yang tinggi di funikulus
spermatikus menyebabkan testis dan funikulus spermatikus dapat mengalami torsi di dalam
tunika vaginalis jika bergerak secara berlebihan (intravaginal torsi), biasanya digambarkan
sebagai lonceng dengan bandulnya (bell clapper deformity).
Terjadinya puntiran pada funikulus spermatikus dan testis di dalam tunika vaginalis
mengakibatkan timbulnya gangguan perdarahan testis mulai dari bendungan vena yang
menimbulkan oklusi arteri sampai iskemia yang dapat menyebabkan nekrosis dan gangrene.

Putaran torsi berkisar antara 180o-720o, namun derajat yang menimbulkan oklusi
pembuluh darah dimulai dari 450o-720ohingga terjadinya iskemia pada arteri.

4. Klasifikasi

Berdasarkan anatomi, torsio testis dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

Ekstravaginalis, tipe ini terjadi pada masa neonatus, umumnya karena terjadi sebelum testis
terfiksasi sempurna pada masa prenatal sehingga terjadi puntiran testis pada fiksasi testis
di bagian proksimal tunika vaginalis di masa perkembangannya. Angka kejadiannya adalah
5% dari semua kejadian torsio tertis dan berhubungan dengan berat badan lahir yang lebih.
Torsio tipe ini dapat pula disebabkan oleh undesensus testis.

Intravaginalis, tipe ini terjadi puntiran di dalam tunika vaginalis yang lebih dikenal dengan
fenomena lonceng dan bandulnya (bell and clapper deformity), biasanya terjadi pada anak-
anak yang lebih tua. Tipe ini timbul akibat ketegangan yang berlebihan pada testis. Angka
kejadiannya adalah 16% dari semua kejadian torsio testis

5. Gejala Klinis

Timbul nyeri testis yang hebat dan tiba-tiba yang sering disertai nyeri perut dalam, mual
dan muntah, serta demam. Nyeri perut selalu ada, sebab berdasarkan perdarahan dan
persarafannya, testis tetap merupakan organ perut. Pada 50% pasien, memiliki riwayat nyeri
skrotum yang berulang yang menghilang spontan.

6. Tanda Klinis

Pada permulaan testis teraba agak bengkak dengan nyeri tekan dan terletak agak tinggi
di skrotum, testis letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal dari testis kontra lateral., pada torsi
yang baru terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Kulit
skrotum menjadi udem, berwarna merah sehingga menyulitkan palpasi serta hilangnya refleks
kremaster, dan Phren sign positif.
Torsio testis yang terjadi pada masa prenatal memiliki tanda berupa massa di skrotum
yang berbentuk bulat dan keras dan pemeriksaan transiluminasi bernilai negatif.

7. Pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan urinalisis biasanya normal, namun pada 30% kasus, ditemukan adanya
leukosit pada urin.

Pada pemeriksaan darah, didapatkan hasil yang normal, namun pada 60% kasus torsio
terdapat peningkatan leukosit yang menandakan telah terjadi proses infeksi

Pemeriksaan C-Reactive Protein (protein fase akut) dapat digunakan untuk membantu
membedakan inflamasi yang disebabkan oleh epididimitis dan proses noninflamasi
yang disebabkan oleh torsio testis. Peningkatan nilai CRP menunjukkan adanya suatu
proses peradangan akut.

8. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologist yang dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosa


torsio testis adalah :

Color Doppler Ultrasonography

– Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan untuk melihat aliran darah arteri yang menuju testis
sehingga dapat diketahu kelainan yang terjadi pada testis dan pembuluh darahnya.

– Gambaran dari terganggunya aliran darah testis saat terjadi torsio testis tergantung dari durasi
terjadinya torsio.

– Pada torsio yang terjadi kurang dari 6 jam, testis yang terkena akan menunjukkan gambaran
berupa sedikit pembesaran testis dengan sedikit penurunan echogenicity. Setelah 24 jam,
gambaran echogenicity menjadi lebih heterogen, dan hilangnya tanda-tanda viabilitas dari
testis.

– Kaput epididimis menjadi membesar karena terjadi kekusutan pada arteri yang berbeda serta
terdapat gambaran spiral yang berliku-liku pada funikulus spermatikus.
– Viabilitas dari testis dapat ditentukan dari echogenicity yang normal, tidak adanya penebalan
dinding skrotum dan ada atau tidaknya hidrokel.

– Kekurangan dari pemeriksaan ini adalah sangat sulit dilakukan pada anak-anak walaupun
testis mereka dalam keadaan normal.

 Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 86%, spesifitas 100%, dan ketepatan 97%
dalam mendiagnosis torsio testis.

Nuclear Scintigraphy

– Pemeriksaan ini dilakukan bila terdapat keragu-raguan dalam melihat aliran darah testis
sehingga tidak salah dalam membedakan torsio testis dengan kondisi lainnya.

– Gambaran scan dapat dikatakan abnormal bila terdapat penurunan penangkapan proton pada
testis yang terkena. Gambaran ini menunjukkan tidak adanya aliran darah pada daerah
tersebut.

– Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 90-100% dalam melihat aliran darah testis.

9. Diagnosis

Diagnosis torsio testis dapat ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik saja
namun bila terdapat keragu-raguan dapat dilakukan konfirmasi diagnosis dengan
menggunakan pemeriksaan penunjang lainnya.

10. Diagnosis Banding

Diagnosis banding torsio testis adalah semua keadaan darurat dan akut di dalam
skrotum seperti hernia inguinalis inkarserata, epididimitis akut, hidrokel, torsio hidatid
morgagni, dll.

11. Penatalaksanaan

Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi torsio testis adalah:


Terapi konservatif berupa Detorsi manual yaitu mengembalikan testis ke posisi awalnya
dengan memutar ke arah beralawanan dengan arah torsi. Tindakan ini cukup menyakitkan
dan memerlukan tindakan bedah definitif lanjutan untuk memfiksasi testis.

Tindakan Operasi

Tindakan operasi dilakukan tergantung dari usia pasien dilakukan orchidopeksi bila testis
masih dapat diselamatkan dan orchidektomi bila testis sudah nekrosis.

12. Komplikasi

Torsio testis merupakan salah satu kegawatdaruratan di bidang urologi. Diagnosis


torsio testis harus sudah dapat ditegakkan antara 6-8 jam sejak timbulnya gejala. Komplikasi
yang timbul akibat terjadinya torsio testis yang tidak terdiagnosa lebih awal adalah terjadinya
infark pada testis, infeksi, dan akhirnya harus kehilangan testis untuk selamanya. Akibat dari
kehilangan testis akan menimbulkan gangguan fertilitas dan kosmetik.Hal ini terjadi pada 55-
85% kasus

13. Prognosis

Bila torsio testis dapat didiagnosa secara cepat dan lebih dini, maka 100% testis masih
dapat diselamatkan. Orchiopexy tidak menjamin tidak akan terjadi torsio testis lagi di masa
yang akan datang.

EPIDIDIMITIS

1. Definisi

Epididimitis merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi pada epididimis.


Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk kurva (koil) yang menempel di belakang testis
dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan sperma yang matur.

Berdasarkan timbulnya nyeri, epididimitis dibedakan menjadi epididimitis akut dan


kronik. Epididimitis akut memiliki waktu timbulnya nyeri dan bengkak hanya dalam beberapa
hari sedangkan pada epididimitis kronik, timbulnya nyeri dan peradangan pada epididimis telah
berlangsung sedikitnya selama enam minggu disertai dengan timbulnya indurasi pada skrotum.
2. Etiologi

Bermacam penyebab timbulnya epididimitis tergantung dari usia pasien, sehingga


penyebab dari timbulnya epididimitis dibedakan menjadi :

Infeksi bakteri non spesifik

Bakteri coliforms (misalnya E coli, Pseudomonas, Proteus, Klebsiella) menjadi


penyebab umum terjadinya epididimitis pada anak-anak, dewasa dengan usia lebih dari 35
tahun dan homoseksual. Ureaplasma urealyticum, Corynebacterium, Mycoplasma, and
Mima polymorpha juga dapat ditemukan pada golongan penderita tersebut. Infeksi yang
disebabkan oleh Haemophilus influenzae and N meningitides sangat jarang terjadi.

Penyakit Menular Seksual

Chlamydia merupakan penyebab tersering pada laki-laki berusia kurang dari 35 tahun
dengan aktivitas seksual aktif. Infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae,
Treponema pallidum, Trichomonas dan Gardnerella vaginalis juga sering terjadi pada
populasi ini.

Virus

Virus menjadi penyebab yang cukup dominan pada anak-anak. Pada epididimitis yang
disebabkan oleh virus tidak didapatkan adanya pyuria. Mumps merupakan virus yang
sering menyebabkan epididimitis selain coxsackie virus A dan varicella

Tuberkulosis

Epididimitis yang disebabkan oleh basil tuberkulosis sering terjadi di daerah endemis
TB dan menjadi penyebab utama terjadinya TB urogenitalis.

Penyebab infeksi lain (seperti brucellosis, coccidioidomycosis, blastomycosis,


cytomegalovirus [CMV], candidiasis, CMV pada HIV) dapat menjadi penyebab terjadinya
epididimitis namun biasanya hanya terjadi pada individu dengan sistem imun tubuh yang
rendah atau menurun.

Obstruksi (seperti BPH, malformasi urogenital) memicu terjadinya refluks.


Vaskulitis (seperti Henoch-Schönlein purpura pada anak-anak) sering menyebabkan
epididimitis akibat adanya proses infeksi sistemik.

Penggunaan Amiodarone dosis tinggi

Amiodarone adalah obat yang digunakan pada kasus aritmia jantung dengan dosis awal
600 mg/hari – 800 mg/ hari selama 1 – 3 minggu secara bertahap dan dosis pemeliharaan
400 mg/hari. Penggunaan Amiodarone dosis tinggi ini (lebih dari 200 mg/hari) akan
menimbulkan antibodi amiodarone HCL yang kemudian akan menyerang epidididmis
sehingga timbullah gejala epididimitis. Bagian yang sering terkena adalah bagian cranial
dari epididimis dan kasus ini terjadi pada 3-11 % pasien yang menggunakan obat
amiodarone.

Prostatitis

Prostatitis merupakan reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat disebabkan oleh
bakteri maupun non bakteri dapat menyebar ke skrotum, menyebabkan timbulnya
epididimitis dengan rasa nyeri yang hebat, pembengkakan, kemerahan dan jika disentuh
terasa sangat nyeri. Gejala yang juga sering menyertai adalah nyeri di selangkangan, daerah
antara penis dan anus serta punggung bagian bawah, demam dan menggigil. Pada
pemeriksaan colok dubur didapatkan prostat yang membengkak dan terasa nyeri jika
disentuh.

Tindakan pembedahan seperti prostatektomi.

Prostatektomi dapat menimbulkan epididimitis karena terjadinya infeksi preoperasi


pada traktus urinarius. Hal ini terjadi pada 13% kasus yang dilakukan prostatektomi
suprapubik.

Kateterisasi dan instrumentasi

Terjadinya epididimitis akibat tindakan kateterisasi maupun pemasangan instrumentasi


dipicu oleh adanya infeksi pada urethra yang menyebar hingga ke epididimis.

3. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya epididimitis masih belum jelas, dimana diperkirakan terjadinya
epididimitis disebabkan oleh aliran balik dari urin yang mengandung bakteri, dari uretra pars
prostatika menuju epididimis melalui duktus ejakulatorius vesika seminalis, ampula dan vas
deferens. Oleh karena itu, penyumbatan yang terjadi di prostat dan uretra serta adanya anomali
kongenital pada bagian genito-urinaria sering menyebabkan timbulnya epididimitis karena
tekanan tinggi sewaktu miksi. Setiap kateterisasi maupun instrumentasi seperti sistoskopi
merupakan faktor resiko yang sering menimbulkan epididimitis bakterial.

Infeksi berawal di kauda epididimis dan biasanya meluas ke tubuh dan hulu epididimis.
Kemudian mungkin terjadi orkitis melalui radang kolateral. Tidak jarang berkembang abses
yang dapat menembus kulit dorsal skrotum. Jarang sekali epididimitis disebabkan oleh refluks
dari jalan kemih akibat tekanan tinggi intra abdomen karena cedera perut.

4. Gejala Klinis

Gejala yang timbul tidak hanya berasal dari infeksi lokal namun juga berasal dari
sumber infeksi yang asli. Gejala yang sering berasal dari sumber infeksi asli seperti duh uretra
dan nyeri atau itching pada uretra (akibat uretritis), nyeri panggul dan frekuensi miksi yang
meningkat, dan rasa terbakar saat miksi (akibat infeksi pada vesika urinaria yang disebut
Cystitis), demam, nyeri pada daerah perineum, frekuensi miksi yang meningkat, urgensi, dan
rasa perih dan terbakar saat miksi (akibat infeksi pada prostat yang disebut prostatitis), demam
dan nyeri pada regio flank (akibat infeksi pada ginjal yang disebut pielonefritis).

Gejala lokal pada epididimitis berupa nyeri pada skrotum. Nyeri mulai timbul dari
bagian belakang salah satu testis namun dengan cepat akan menyebar ke seluruh testis, skrotum
dan kadangkala ke daerah inguinal disertai peningkatan suhu badan yang tinggi. Biasanya
hanya mengenai salah satu skrotum saja dan tidak disertai dengan mual dan muntah.

5. Tanda Klinis

Tanda klinis pada epididimitis yang didapat saat melakukan pemeriksaan fisik adalah:

Pada pemeriksaan ditemukan testis pada posisi yang normal, ukuran kedua testis sama besar,
dan tidak terdapat peninggian pada salah satu testis dan epididimis membengkak di
permukaan dorsal testis yang sangat nyeri. Setelah beberapa hari, epididimis dan testis tidak
dapat diraba terpisah karena bengkak yang juga meliputi testis. Kulit skrotum teraba panas,
merah dan bengkak karena adanya udem dan infiltrat. Funikulus spermatikus juga turut
meradang menjadi bengkak dan nyeri.

Hasil pemeriksaan refleks kremaster normal

Phren sign bernilai positif dimana nyeri dapat berkurang bila skrotum diangkat ke atas karena
pengangkatan ini akan mengurangi regangan pada testis. Namun pemeriksaan ini kurang
spesifik.

Pembesaran kelanjar getah bening di regio inguinalis.

Pada colok dubur mungkin didapatkan tanda prostatitis kronik yaitu adanya pengeluaran
sekret atau nanah setelah dilakukan masase prostat.

Biasanya didapatkan eritema dan selulitis pada skrotum yang ringan

Pada anak-anak, epididimitis dapat disertai dengan anomali kongenital pada traktus
urogenitalis seperti ureter ektopik, vas deferens ektopik, dll.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya suatu


infeksi adalah:

Pemeriksaan darah dimana ditemukan leukosit meningkat dengan shift to the left (10.000-
30.000/µl)

Kultur urin dan pengecatan gram untuk kuman penyebab infeksi

Analisa urin untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak

Tes penyaringan untuk klamidia dan gonorhoeae.

Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik pada penderita

6. Pemeriksaan Radiologis

Sampai saat ini, pemeriksaan radiologis yang dapat digunakan adalah :


1. Color Doppler Ultrasonography

• Pemeriksaan ini memiliki rentang kegunaan yang luas dimana pemeriksaan ini lebih
banyak digunakan untuk membedakan epididimitis dengan penyebab akut skrotum
lainnya.

• Keefektifan pemeriksaan ini dibatasi oleh nyeri dan ukuran anatomi pasien (seperti
ukuran bayi berbeda dengan dewasa)

• Pemeriksaan menggunakan ultrasonografi dilakukan untuk melihat aliran darah pada


arteri testikularis. Pada epididimitis, aliran darah pada arteri testikularis cenderung
meningkat.

• Ultrasonografi juga dapat dipakai untuk mengetahui adanya abses skrotum sebagai
komplikasi dari epididimitis.

• Kronik epididimitis dapat diketahui melalui pembesaran testis dan epididimis yang
disertai penebalan tunika vaginalis dimana hal ini akan menimbulkan gambaran echo
yang heterogen pada ultrasonografi.

2. Nuclear Scintigraphy

• Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan dilakukan untuk


mengkonfirmasi hasil pemeriksaan aliran darah yang meragukan dengan memakai
ultrasonografi.

• Pada epididimitis akut, akan terlihat gambaran peningkatan penangkapan kontras

• Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100% dalam menentukan daerah iskemia akibat
infeksi.

• Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif palsu

• Keterbatasan dari pemeriksaan ini adalah harga yang mahal dan sulit dalam melakukan
interpretasi

3. Vesicouretrogram (VCUG), cystourethroscopy, dan USG abdomen


Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui suatu anomali kongenital pada pasien
anak-anak dengan bakteriuria dan epididimitis.

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan epididimitis meliputi dua hal yaitu penatalaksanaan medis dan bedah,
berupa :

a. Penatalaksanaan Medis

Antibiotik digunakan bila diduga adanya suatu proses infeksi. Antibiotik yang sering
digunakan adalah :

Fluorokuinolon, namun penggunaannya telah dibatasi karena terbukti resisten terhadap


kuman gonorhoeae

Sefalosforin (Ceftriaxon)

Levofloxacin atau ofloxacin untuk mengatasi infeksi klamidia dan digunakan pada pasien
yang alergi penisilin

Doksisiklin, azithromycin, dan tetrasiklin digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri non
gonokokal lainnya

Penanganan epididimitis lainnya berupa penanganan suportif, seperti :

Pengurangan aktivitas

Skrotum lebih ditinggikan dengan melakukan tirah baring total selama dua sampai tiga
hari untuk mencegah regangan berlebihan pada skrotum.

Kompres es

Pemberian analgesik dan NSAID

Mencegah penggunaan instrumentasi pada urethra

e. Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan di bidang bedah meliputi :

Scrotal exploration

Tindakan ini digunakan bila telah terjadi komplikasi dari epididimitis dan orchitis
seperti abses, pyocele, maupun terjadinya infark pada testis. Diagnosis tentang gangguan
intrascrotal baru dapat ditegakkan saat dilakukan orchiectomy.

Epididymectomy

Tindakan ini dilaporkan telah berhasi mengurangi nyeri yang disebabkan oleh kronik
epididimitis pada 50% kasus.

Epididymotomy

Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan epididimitis akut supurativa.

8. Komplikasi

Komplikasi dari epididimitis adalah :

1. Abses dan pyocele pada skrotum

2. Infark pada testis

3. Epididimitis kronis dan orchalgia

4. Infertilitas sekunder sebagai akibat dari inflamasi maupun obstruksi dari duktus epididimis

5. Atrofi testis yang diikuti hipogonadotropik hipogonadism

6. Fistula kutaneus

9. Prognosis

Epididimitis akan sembuh total bila menggunakan antibiotik yang tepat dan adekuat
serta melakukan hubungan seksual yang aman dan mengobati partner seksualnya.
Kekambuhan epididimitis pada seorang pasien adalah hal yang biasa terjadi.
VARIKOKEL

1. Definisi

Varikokel adalah pelebaran sistem pembuluh darah balik atau vena pada testis atau
kantong buah zakar akibat aliran balik yang terganggu. Pelebaran pembuluh darah ini akan
menyebabkan rasa kemeng atau nyeri pada buah zakar atau testis dan lama – lama pembuluh
yang berkelok – kelok tadi akan nampak atau teraba pada testis seperti kumpulan cacing.

Adanya aliran darah balik yang terganggi menyebabkan perubahan suhu pada testis,
seperti diketahui pembentukan sperma yang layak pakai berada pada testis dalam suasana suhu
tertentu, jika telah terjadi perubahan suhu maka pembentukan sperma akan terganggu (
oligospermia atau berkurangnya jumlah sperma yang dihasilkan atau azoospermia atau tidak
adanya sperma yang dihasilkan ) sehingga proses pembuahan juga terganggu – akibatnya dapat
terjadi kemandulan atau tidak mempunyai anak.

Pada tingkat awal pasien hanya merasakan nyeri saja pada testisnya sehingga susah
untuk mendeteksi sendiri jadi butuh bantuan dokter bedah urologi untuk mendeteksi, pada
stadium lanjut kelokan pembuluh darah balik akan terasa dan terlihat ( seperti kumpulan cacing
) sehingga pasien bisa memeriksanya sendiri. Varikokel sering dijumpai secara tidak sengaja
misalnya pada waktu general check up atau pada waktu konsultasi karena anak tidak kunjung
datang setelah perkawinan yang cukup lama.

Jika penyebabnya varikokel, dokter akan melakukan operasi kecil pada pembuluh darah
yang tersumbat tadi dengan harapan akan memperbaiki suasana suhu testis kembali, sehingga
sperma dapat dihasilkan dalam kualitas dan jumlah yang normal dengan demikian si pasien
dapat mempunyai keturunan. Tentu saja keberhasilan operasi varikokel ditentukan oleh banyak
hal, antara lain seberapa lama dan luasnya kerusakan pada pembuluh darah yang terjadi dan
apakah ada penyulit lain yang ada pada si pasien berhubungan dengan fungsi spermanya.

2. Etiologi

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan etiologi varikokel. Adanya katup – katup vena
yang panjang dipercaya sebagai mekanisme yang akan menuntun pembentukan varikokel serta
inkompetensi sistem katup vena juga bertanggung jawab terhadap pembentukan varikokel.
Namun, banyak juga terdapat bukti bahwa pria yang mempunyai inkompetensi sistem katup
vena ternyata tidak mempunyai varikokel, begitu pula sebaliknya.

Dikenal sebagai “ nutcracker effect” yang diperkirakan muncul ketika vena testikuler
tertekan diantara arteri mesenterika superior dan aorta. Peningkatan tekanan hidrostatik dapat
menyebabkan pembentukkan varikokel. Selanjutnya yang paling baru adalah teori tentang
peningkatan aliran darah arterial menuju ke testis pada masa pubertas yang melebihi kapasitas
vena yang menyebabkan dilatasi vena dan sebuah varikokel.

3. Patofisiologi

Patofisiologi varikokel dapat dipelajari pada model binatang yang dilakukan ligasi
parsial vena renalis kirinya. Banyak penampakan yang menyerupai pada manusia, seperti
peningkatan suhu yang dapat mempengaruhi testis, peningkatan aliran darah arterial dan
perubahan histopatologikal.

Beberapa teori dibawah ini dapat menjelaskan efek varikokel pada fungsi testis :

- Hipertermia

Adanya varikokel berkaitan dengan peningkatan suhu skrotum dan testis dan dapat
menurunkan proses spermatogenesis. Penelitian eksperimental menunjukkan bahwa
spermatogenesis akan terjadi secara optimal pada suhu yang lebih rendah daripada suhu
tubuh. Banyak enzim yang bertanggung jawab terhadap sintesis DNA yang optimal dalam
testis sangat bergantung pada suhu. Posisi skrotum dan sistem pendingin yang dilakukan oleh
pleksus pampiniformis yang mengelilingi arteri testikuler memungkinkan terjadinya
pertukaran panas dan bertanggung jawab terhadap pengaturan suhu yang optimal untuk
proses spermatogenesis. Adanya stasis aliran darah pada varikokel akan mengakibatkan
peningkatan suhu sekitarnya, yang berkaitan dengan penurunan jumlah spermatogonia dan
peningkatan apoptosis sel – sel epithelium.

- Hipoksia dan refluk adrenal


Adanya stasis pada pleksus pampiniformis akan dapat mempengaruhi tekanan oksigen
parsial dan perubahan metabolisme aerobik dalam testis. Namun hipoksia tidak dapat
ditunjukkan di dalam contoh darah vena testikuler pada manusia. Refluk aliran darah pada
vena testikuler terjadi pada pasien varikokel. Oleh karena itu paparan testis terhadap metabolit
ginjal atau adrenal belum pernah didokumentasikan. Adrenalektomi yang dilakukan pada
tikus dengan varikokel eksperimental tidak mampu menghilangkan efek pada varikokelnya.

- Aliran darah abnormal

- Ketidakseimbangan endokrin

- Pengaruh regulasi parakrin terhadap testis

Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui beberapa cara, antara
lain:

1. Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami hipoksia karena
kekurangan oksigen.

2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan prostaglandin) melalui
vena spermatika interna ke testis.

3. Peningkatan suhu testis.

4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan, memungkinkan zat-zat
hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke testis kanan sehingga menyebabkan
gangguan spermatogenesis testis kanan dan pada akhirnya terjadi infertilitas.

4. klasifikasi

Varikokel dikelompokkan ke dalam tingkatan – tingkatan berdasarkan ukuran dan


keberadaannya selama posisi valsava, antara lain :

- Tingkat I : hanya teraba selama posisi valsava

- Tingkat II : teraba pada saat berdiri tanpa melakukan manuver valsava

- Tingkat III : terlihat saat inspeksi tanpa melakukan manuver valsava

5. Diagnosis

Varikokel pada dewasa biasanya asimptomatik dan sering ditemukan pada pemeriksaan
fisik rutin. Pasien harus diperiksa dalam posisi berdiri di dalam ruangan yang hangat untuk
mengrelaksasikan skrotum dan mempermudah pemeriksaan. Pertama, skrotum diinspeksi
secara visual dari berbagai jarak pandang, varikokel yang dapat terlihat pada saat inspeksi
dimasukkan ke dalam tingkat III. Kemudian skrotum, testis dan jaringan sekitarnya dipalpasi
secara perlahan – lahan. Varikokel dapat teraba sebagai sebuah kantung cacing hangat atau
sebagai tabung yang dapat diremas. Jika varikokel tidak dapat teraba, maka pasien disuruh
melakukan posisi valsava yang akan meregangkan pleksus pampiniformis.

Selain pada posisi berdiri, pasien juga diperiksa dalam posisi supin atau tengkurap.
Penebalan akibat varikokel akan dapat terlihat pada posisi ini. Sementara penebalan yang
terjadi akibat lipoma tidak akan menunjukkan hasil yang sama.

Varikokel sekunder yang terutama terjadi pada sebelah kanan biasanya selalu
disebabkan oleh keadaan yang serius misalnya tumor retroperitoneal, tumor ginjal atau
limfadenopati. Varikokel idiopatik lebih jelas pada posisi terbalik dan akan menghilang pada
posisi tengkurap. Varikokel sekunder tidak akan berubah ukurannya secara dramatis pada
posisi tengkurap.

Ukuran testis juga perlu diukur untuk menentukan apakah varikokel dapat
mempengaruhi pertumbuhan testis. Volume normal testis kira – kira 1 sampai 2 mililiter pada
laki – laki dalam masa prepubertal. Berkaitan dengan variasi individual yang luas dalam
pertumbuhan normal, ukuran testis berkaitan dengan tahapan Tanner, velositas pertumbuhan,
dan usia tulang.

HERNIA INGUINALIS INKARSERATA

1. Definisi

Hernia inguinalis inkarserata adalah suatu hernia ireponibilis yang sudah mengalami
gangguan vaskularisasi, disertai tanda-tanda ileus obstruktif akibat terjepitnya usus di dalam
anulus inguinalis. Hernia ireponibilis keadaan dimana sebagian usus masuk melalui sebuah
lubang pada dinding perut ke dalam kanalis inguinalis dan tidak dapat kembali ke cavum
abdominalis kecuali dengan bantuan operasi. Kanalis inguinalis adalah saluran yang berbentuk
tabung, yang merupakan jalan tempat turunnya testis dari perut ke dalam skrotum sesaat
sebelum bayi dilahirkan.

2. Anatomi
Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh annulus inguinalis internus yang
merupakan bagian terbuka dari fasia tranversalis dan aponeurisis m.transversus abdominis, di
medial bawah, di atas tuberkulum pubikum, kanal ini dibatasi oleh annulus inguinalis
eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis m.oblikus eksternus, dan didasarnya terdapat
ligamentum inguinale. Kanal berisi funikulus spermatikus pada pria, dan ligamentum
rotundum pada wanita.

Nervus ilioinguinalis dan iliofemoralis mempersarafi otot di regio inguinalis, sekitar


kanalis inguinalis, dan funikulus spermaticus, serta sensibilitas kulit di regio inguinalis,
skrotum dan sebagian kecil kulit tungkai atas bagian proksimomedial.

3. Etiologi

Terjadinya hernia inguinalis inkarserata disebabkan oleh terjepitnya usus pada kanalis
inguinalis sehingga menyebabkan timbulnya gangguan vaskularisasi dan tanda-tanda ileus
obstruktif.

4. Patofisiologi

Terjepitnya isi hernia pada annulus inguinalis akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan
isi hernia. Pada permulaaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau struktur
di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya udem menyebabkan
jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan
terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia berisi transudat berupa cairan
serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri dari usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat
menimbulkan abses lokal, fistel atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut.

5. Manifestasi Klinis

Gambaran klinik hernia inkarserata yang mengandung usus dimulai dengan gambaran
obstruksi usus seperti perut kembung, muntah, obstipasi, dengan gangguan keseimbangan
cairan, elektrolit, dan asam basa. Bila sudah terjadi strangulasi karena gangguan vaskularisasi
terjadi gangguan toksik akibat gangrene, gambaran klinik menjadi komplek dan sangat serius.
Penderita mengeluh nyeri lebih hebat di tempat hernia, nyeri akan menetap karena rangsangan
peritoneum, dan pasien menjadi lebih gelisah disertai demam dan menggigil.
6. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tanda-tanda dehidrasi dan peningkatan suhu
tubuh. Pada inspeksi yang ditemukan adalah benjolan kemerahan yang tidak dapat dimasukkan
lagi, pada palpasi didapatkan nyeri tekan di daerah skrotum dan distensi abdomen, pada perkusi
abdomen didapatkan perut kembung dan hipertimpani, sedangkan pada auskultasi didapatkan
hiperperistaltik usus dan metallic sound. Dapat dijumpai tanda peritonitis atau abses lokal bila
telah terjadi komplikasi.

7. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik.

8. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari hernia inguinalis inkarserata adalah keluhan akut skrotum lainnya dan
ileus obstruktif.

9. Penatalaksanaan

Penanganan Hernia Inkarserata

• Tidak ada terapi konservatif untuk hernia jenis ini. Yang harus dilakukan adalah operasi
secepatnya untuk menghilangkan ileus.

• Jenis operasi :

a. Herniotomi

Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai kelehernya. Kantong dibuka
dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit-
ikat setinggi mungkin lalu dipotong

b. Hernioplasti

Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat
dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting artinya dalam mencegah
terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal berbagai metode hernioplastik
seperti memperkecil anulus inguinalis internus dangan jahitan terputus, menutup dan
memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan pertemuan m. tranversus internus abdominis
dan m. oblikus internus abdominis yang dikenal dengan nama conjoint tendon ke ligamentum
inguinale poupart menurut metode Bassini, atau menjahitkan fasia tranversa m. transversus
abdominis, m.oblikus internus abdominis ke ligamentum cooper pada metode Mc Vay. Bila
defek cukup besar atau terjadi residif berulang diperlukan pemakaian bahan sintesis seperti
mersilene, prolene mesh atau marleks untuk menutup defek.

• Pada hernia inkarserata dapat diperkirakan hal-hal yang akan terjadi pada isi hernia
berdasarkan perhitungan waktu, yaitu :

– kurang dari 24 jam setelah diagnosis, dapat dianggap isi hernia baru saja terjepit

– 24-48 jam : isi hernia mulai mengalami iskemik

– 48-72 jam : mulai terjadi ganggren

– 3 hari : isi hernia nekrosis

• Selain dengan perhitungan waktu, keadaan isi hernia juga dapat dilihat dari :

– warna usus (membiru, iskemik atau nekrosis)

– penilaian vaskularisasi : Untuk penilaian vaskularisasi berikan NaCl hangat selama 5 menit
pada usus, bila terjadi perubahan warna dari kebiruan menjadi kemerahan berarti usus
masih baik (viable)
bila setelah pemberian NaCl hangat warna usus tetap biru berarti usus telah mengalami
nekrosis (non-viable), harus direseksi secara end to end

– kemampuan peristaltik usus : bila setelah pemberian NaCl hangat terjadi peristaltik berarti
keadaan usus masih baik (viable)

• Bila keadaan umum pasien baik tetapi ususnya non-viable, maka setelah herniotomi
dilakukan reseksi usus non-viable tadi lalu lubang hernia ditutup dengan hernioraphy dan
hernioplasty.
• Bila keadaan umum pasien jelek, usus non-viable, maka untuk tahap awal tetap dilakukan
herniotomy kemudian usus yang non-viable tadi dikeluarkan dan diletakkan di atas paha yang
dikenal dengan istilah VORLAGERUNG (letakkan di muka/ di luar). Dibuat lubang pada usus
untuk keluarnya feses. Setelah keadaan umum pasien membaik baru operasi dapat dilanjutkan.

• Indikasi Vorlagerung :

– usus non-viable

– KU pasien jelek

– Narcose (pembiusan) yang lama

Penatalaksanaan hernia inguinalis inkarserata pada anak dilakukan dengan pasien dipuasakan,
dipasang sonde lambung, infus rumatan dan disuntikkan sedatif sampai pasien tertidur dalam
posisi Tredelenberg. Dengan tertidur, diharapkan tekanan intraperitoneal akan normal kembali
dan diharapkan isi kantong hernia akan masuk kembali ke rongga peritoneal. Bila dalam waktu
6 jam setelah pasien tertidur, hernia tidak berhasil direduksi, herniotomi harus dilakukan
dengan segera.

Pada bayi dan anak yang mempunyai anatomi inguinal yang normal, tindakan herniotomi
hanya terbatas pada ligasi tinggi, memisahkan sakus, dan mengecilkan annulus inguinalis ke
ukuran yang semestinya.

10. Komplikasi

Komplikasi hernia inguinalis inkarserata adalah infeksi, hematom skrotalis, hidrokel, hernia
inguinalis rekurens, dan bila isi hernia terdiri dari usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya
dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga
perut.

11. Prognosis

Prognosis hernia inguinalis inkarserata tergantung dari lamanya isi hernia terjepit dan
penanganan yang diberikan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Perbaikan klasik
memberikan angka kekambuhan sekitar 1% -3% dalam jarak waktu 10 tahun kemudian.
Kekambuhan disebabkan oleh tegangan yang berlebihan pada saat perbaikan, jaringan yang
kurang, hernioplasti yang tidak adekuat, dan hernia yang terabaikan. Kekambuhan yang sudah
diperkirakan, lebih umum dalam pasien dengan hernia direk, khususnya hernia direk bilateral.
Kekambuhan tidak langsung biasanya akibat eksisi yang tidak adekuat dari ujung proksimal
kantung. Kebanyakan kekambuhan adalah langsung dan biasanya dalam regio tuberkulum
pubikum, dimana tegangan garis jahitan adalah yang terbesar.

TRAUMA TESTIS

1. Definisi

Trauma testis didefinisikan sebagai trauma (dapat berupa tumpul dan tajam) yang
menimbulkan pembengkakan pada skrotum disertai hematom pada skrotum dan intratestikular
dan berbagai macam derajat ekimosis pada dinding skrotum.

2. Etiologi

Berbagai macam jenis trauma yang terjadi pada skrotum berupa :

Avulsi, dapat disebabkan oleh :

– Serangan binatang dan orang lain

– Kecelakaan kendaraan bermotor

– Mutilasi diri sendiri

Trauma tumpul, dapat disebabkan oleh :

– Aktivitas berolahraga

– Kecelakaan kendaraan bermotor

– Diserang oleh orang lain.

Trauma tajam (tembus), dapat disebabkan oleh :

– Diserang oleh orang lain dan binatang

– Kecelakaan kendaraan bermotor

– Memutilasi diri sendiri

3. Patofisiologi
Adanya trauma tumpul maupun trauma tajam pada daerah skrotum menimbulkan
cedera pada skrotum.

4. Gejala Klinis

Pada ananmnesis didapatkan riwayat terjadinya trauma, tidak ada demam, dan segera
setelah terjadinya trauma timbul rasa nyeri hebat, disertai mual, muntah dan kadang sinkop.

5. Tanda Klinis

Pada inspeksi tampak ekimosis, hematom, pembesaran skrotum, luka, dan hilangnya
sebagian kulit (skin avulsi). Pada palpasi, testis dapat tidak teraba atau testis membesar dan
nyeri, didapatkan adanya cairan atau darah di dalam skrotum.

6. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan urin penting untuk membedakan dengan penyebab pembesaran


intraskrotal lainnya, dan membantu mengetahui ada atau tidaknya hematuria sehingga dapat
diketahui adanya trauma pada urethra dan traktus urinarius. Kultur urin dan cairan luka
dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya infeksi dan kuman penyebab infeksi.
Pemeriksaan ini penting terutama pada luka tusuk.

7. Pemeriksaan Radiologis

Color Doppler Ultrasonografi dengan atau tanpa kontras

– Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui organ-organ yang terkena saat trauma
tumpul terjadi, dilihat dari anatomi organ intraskrotum yang abnormal dan aliran darah
testis.

– Pemeriksaan ini sangat perlu dilakukan bila didapatkan adanya hematom intratestikular
dan ekstratestikular dengan tunika albuginea yang masih utuh.

– Tidak adanya aliran darah menuju testis mengindikasikan adanya torsio testis, vascular
avulsion, trombosis pada funiculus spermaticus sehingga perlu dilakukan penanganan
segera.
Retrograde urethrography

Pemeriksaan ini dilakukan bila dicurigai adanya suatu trauma pada urethra yang dari
pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda trauma pada urethra seperti hematuria dan prostat
yang melayang pada pemeriksaan colok dubur.

CT Scan

Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat lokasi testis yang abnormal, struktur anatomi
intratestikular, dan perfusi pada setiap organ. CT scan yang dilakukan adalah CT scan
abdominopelvik.

8. Diagnosis

Diagnosis definitif trauma testis ditentukan dengan melakukan eksplorasi.


Ultrasonografi skrotum dapat memberi gambaran akurat kerusakan testis sehingga dapat
dihindari eksplorasi yang tidak perlu.

9. Diagnosis Banding

Dengan ananmnesis yang baik mengenai riwayat trauma, pemeriksaan fisik,


laboratorium dan ultrasonografi, trauma testis dapat dibedakan dengan torsio testis, tumor
testis, epididimitis, maupun hidrokel.

10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan trauma testis dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

Konservatif

Terapi konservatif dilakukan bila hanya terjadi pembengkakan dan nyeri tekan
minimal, atau pada ultrasonografi tidak terbukti terdapat ruptur testis. Terapi konservatif terdiri
dari elevasi skrotum, aplikasi kantong es, dan pemberian antibiotik. Antibiotik diberikan
terutama pada kasus skin avulsion dan luka tusuk pada daerah skrotum.

Tindakan Bedah
Tindakan bedah yang dilakukan tergantung dari jenis trauma, seperti :

– Trauma tumpul pada skrotum

Eksplorasi skrotum dilakukan untuk menyelamatkan testis, mencegah infeksi,


mengontrol perdarahan, dan mempercepat pemulihan. Bila terjadi ruptur epididimis, maka
tindakan yang dilakukan adalah epididimektomi sedangkan bila terjadi torsio testis maka
tindakan yang dilakukan adalah orchidopexy.

– Trauma tusuk (tembus) pada skrotum

Bila terjadi ruptur total pada pembuluh darah, dapat dilakukan reanastomosis
mikrovaskular, sedangkan bila terjadi trombosis pada funikulus spermatikus, maka perlu
dilakukan mikroreimplantasi.

– Skin avulsion

Pada keadaan ini yang perlu dilakukan pertama kali adalah debridement. Bila hanya
kehilangan sebagian besar, maka tindakan yang perlu dilakukan adalah melakukan penutupan
dengan menjahitkan antar bagian luka dengan benang yang diserap dan menggunakan jarum
yang atraumatik. Bila kulit yang hilang hampir seluruhnya maka perlu dilakukan skin grafting.

11. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin timbul akibat terjadinya trauma pada skrotum adalah :

Infeksi dan timbulnya jaringan nekrotik

Fourniers’s gangren

Atrofi testis

Orkhitis

1. Definisi
Orkhitis merupakan suatu inflamasi testis (kongesti testikular), yang biasanya dapat
disebabkan oleh factor-faktor pyogenik, virus, spiroseta, parasit, traumatis, kimia, atau
factor yang tidak dapat diketahui. Orchitis merupakan reaksi inflamasi akut dari testis
terhadap infeksi. Sebagian besar kasus berhubungan dengan infeksi virus gondong, namun
virus lain dan bakteri juga dapat menyebabkan orchitis.
2. Etiologi
- Virus : orchitis gondong (mumps) paling umum. Infeksi coksakievirus tipe A, varicella,
dan echoviral jarang terjadi.
- Infeksi bakteri dan pyogenik E. coli, Klebsiella, pseudomonas, Stafilokokkus, dan
Sterptokokkus.
- Granulomatous : T. pallidum, Mycobakterium tuberculosis, Mycobakterium leprae,
Actinomycetes
- Trauma sekitar testis
- Virus lain, meliputi coksakievirus tipe A, varicella, dan echoviral - Beberapa kasus telah
dijelaskan imunisasi gondong, campak, dan rubella (MMR) dapat menyebabkan orchitis
- Bakteri penyebab biasanya menyebar dari epididimitis terkait dalam seksual pria aktif atau
laki-laki dengan BPH; bakteri termasuk Neisseria gonorhoeae, Clamidya trachomatis,
Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, Stafilococccus,
Streptococcus
- Idiopatik
3. Faktor Resiko
- Instrumentasi dan pemasangan kateter merupakan factor resiko yang umum untuk
epididimis akut. Uretritis atau prostatitis juga bisa menjadi factor resiko
- Refluks urin terinfeksi dari uretra prostatic ke epididimis melalui saluran sperma dan vas
deferens bisa dipicu melalui valsava atau pendesakan kuat
Factor resiko untuk orchitis yang tidak berhubungan dengan penyakit menular seksual
adalah :
- Imunisasi gondongan yang tidak adekuat - Usia lanjut (lebih dari 45 tahun) - Infeksi saluran
berkemih berulang
- Kelainan saluran kemih
Factor resiko untuk orkitis yang berhubungan dengan penyakit menular seksual adalah:
- Berganti-ganti pasangan
- Riwayat penyakit menular seksual pada pasangan
- Riwayat gonore atau penyakit menular seksual lainnya
4. Manifestasi Klinis
 Orchitis ditandai dengan nyeri testis dan pembengkakan.
 Nyeri berkisar dari ketidaknyamanan ringan sampai nyeri yang hebat.
 Kelelahan / mialgia
 Kadang-kadang pasien sebelumnya mengeluh gondongan
 Demam dan menggigil
 Mual
 Sakit kepala
 Pembesaran testis dan skrotum
 Erythematous kulit skrotum dan lebih hangat.
 Pembengkakan KGB inguinal
 Pembesaran epididimis yang terkait dengan epididymo-orchitis
4. Komplikasi
 Sampai dengan 60% dari testis yang terkena menunjukkan beberapa derajat atrofi testis.
 Gangguan kesuburan dilaporkan 7-13%.
 Kemandulan jarang dalam kasus-kasus orchitis unilateral.
 Hidrokel communican atau pyocele mungkin memerlukan drainase bedah untuk
mengurangi tekanan dari tunika.
 Abscess scrotalis
 Infark testis
 Rekurensi
 Epididymitis kronis
 Impotensi tidak umum setelah epididymitis akut, walaupun kejadian sebenarnya yang
didokumentsikan tidak diketahui. Gangguan dalam kualitas sperma biasanya hanya
sementara.
 Yang lebih penting adalah azoospermia yang jauh lebih tidak umum, yang disebabkan
oleh gangguan saluran epididymal yang diamati pada laki-laki penderita epididymitis
yang tidak diobati dan yang diobati tidak tepat. Kejadian kondisi ini masih belum
diketahui.
5. Pemeriksaan fisik dan Penunjang
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis yang menunjukkan gejala dan tanda-
tanda epididimo orkitis, yaitu nyeri hebat dan pembengkakan di daerah belakang testis
hingga testis disertai skrotum yang bengkak dan berwarna merah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada sisi yang sakit, teraba
epididimis yang edema dari ekor hingga kepala epididimis. Salah satu pemeriksaan
yang penting adalah Prehn Sign untuk menyingkirkan diagnosis banding torsio testis.
Meskipun Prehn Sign bukan patokan pasti untuk diagnosis torsio testis, namun dalam
praktek klinik dimana tidak terdapat alat Doppler, pemeriksaan ini dapat membantu
untuk menetapkan dilakukan eksplorasi testis dengan segera atau tidak. Menurut 2010
United Kingdom national guideline for the management of epididymo-orchitis, ada
beberapa lamgkah yang dilakukan untuk diagnosis:
a. Apusan Gram dari uretra. Pemeriksaan ini dilakukan meskipun gejala uretritis
tidak ada. Pemeriksaan mikroskopis untuk diagnosis uretritis (> 5 PMNLs perlapang
pandang besar x 1000) dan diagnosis untuk gonorrhea (Gram negative intracellular
diplococci). Apabila pemeriksaan mikroskopik apusan uretra dari seorang pria
memperlihatkan diplokokus intraseluler gram negative, pasien menderita uretritis
gonokokus. Jika organisme ini tidak terlihat, maka terdapat bukti presumtif yang kuat
akan adanya uretritis non gonokokus (NGU), sering disebabkan oleh klamidia.
Meskipun demikian secret harus diperiksa untuk kultur gonore dan klamidia.
b. Pemeriksaan mikroskopis dan kultur mid-stream urin. Urin tengah
merupakan cara pengambilan spesiman untuk pemeriksaan kultur urin yaitu untuk
mengetahui mikroorganisme yang menyebabkan infeksi saluran kemih karena adanya
bakteri.
c. Jika memungkinkan, colour Doppler ultrasound dapat digunakan untuk
memeriksa aliran darah arteri (edema akut). Pemeriksaan ini berguna untuk
membedakan antara epididimo-orkitis dan torsio spermatic cord. Pemeriksaan tersebut
berfungsi untuk membedakan torsio testis dengan keadaan skrotum yang lain dengan
menilai adanya aliran darah ke testis. Pada torsio testis tidak didapatkan adanya aliran
darah ketestis sedangkan pada keradangan akut testis, terjadi peningkatan aliran darah
ke testis. Color Doppler ultrasound scanning memiliki kegunaan besar dalam
membedakan antara diagnosa di atas dengan pengesampingan torsio testis. Tidak
adanya aliran darah ke testikel yang terpengaruh dicatat dalam torsio testis, sedangkan
aliran darah yang meningkat dicatat dalam epididymitis/orchitis.

6. Penatalaksanaan

Pengobatan suportif: Bed rest, analgetik, elevasi skrotum. Yang paling penting adalah
membedakan orchitis dengan torsio testis karena gejala klinisnya hampir mirip. Tidak ada obat
yang diindikasikan untuk pengobatan orchitis karena virus. Pada pasien dengan kecurigaan
bakteri, dimana penderita aktif secara seksual, dapat diberikan antibiotik untuk menular seksual
(terutama gonore dan klamidia) dengan ceftriaxone, doksisiklin, atau azitromisin. Antibiotik
golongan Fluoroquinolon tidak lagi direkomendasikan oleh Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit (CDC) untuk pengobatan gonorrhea karena sudah resisten. Contoh
antibiotik:

1.Ceftriaxone Sefalosporin generasi ketiga dengan spektrum luas, aktivitas gram-negatif;


efikasi lebih rendah terhadap organisme gram-positif. Menghambat pertumbuhan bakteri
dengan cara mengikat satu atau lebih penicillin-binding proteins. Dewasa: IM 125-250 mg
sekali, anak: 25-50 mg / kg / hari IV; tidak melebihi 125 mg / d

2. Doxycycline Menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat
30S dan kemungkinan 50S subunit ribosom bakteri. Digunakan dalam kombinasi dengan
ceftriaxone untuk pengobatan gonore. Dewasa cap 100 mg selama 7 hari, Anak: 2-5 mg / kg /
hari PO dalam 1-2 dosis terbagi, tidak melebihi 200 mg / hari

3.Azitromisin Mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan oleh strain rentan
mikroorganisme. Diindikasikan untuk klamidia dan infeksi gonorrheal pada saluran kelamin.
Dewasa 1 g sekali untuk infeksi klamidia, 2 g sekali untuk infeksi klamidia dan gonokokus.
Anak: 10 mg / kg PO sekali, tidak melebihi 250 mg / hari

4.Trimetoprim-sulfametoksazol Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat


sintesis asam dihydrofolic. Umumnya digunakan pada pasien > 35 tahun dengan orchitis.
Dewasa 960 mg q12h untuk 14 hari. Anak 15-20 mg / kg / hari, berdasarkan TMP, PO tid / qid
selama 14 hari

5.Ciprofloxacin Fluorokuinolon dengan aktivitas terhadap pseudomonas, streptococci, MRSA,


S epidermidis, dan gram negatif sebagian besar organisme, namun tidak ada aktivitas terhadap
anaerob. Menghambat sintesis DNA bakteri dan akibatnya pertumbuhan bakteri terhambat.
Dewasa tab 500 mg PO selama 14 hari. Anak tidak dianjurkan PROGNOSIS · Sebagian besar
kasus orchitis karena mumps menghilang secara spontan dalam 3-10 hari. · Dengan pemberian
antibiotik yang sesuai, sebagian besar kasus orchitis bakteri dapat sembuh tanpa komplikasi.
HIDROKEL

A. Definisi
Hidrokel adalah penumpukan cairan berbatas tegas yang berlebihan di antara
lapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang
berada di dalam rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan antara
produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.
B. Epidemiologi
Mayoritas pada bayi atau sangat umum di jumpai pada neonatus. Biasanya
berkembang selama 5 minggu kehamilan. Di Amerika Serikat Hidrokel diperkirakan
mempengaruhi 1% dari pria dewasa. Lebih dari 80% dari anak laki-laki yang baru lahir
memiliki prosesus vaginalis paten, tapi yang paling dekat secara spontan dalam waktu
18 bulan. Insiden hidrokel meningkat dengan tingkat peningkatan survival bayi
prematur dan dengan meningkatnya penggunaan rongga peritoneal untuk
ventriculoperitoneal (VP) shunts, dialisis, dan transplantasi ginjal. Hydroceles
Kebanyakan kongenital dan dicatat pada anak usia 1-2 tahun. Kronis atau hydroceles
sekunder biasanya terjadi pada pria yang lebih tua dari 40 tahun.
C. Etiologi
Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena belum
sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan peritoneum
ke prosesus vaginalis atau belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam
melakukan reabsorbsi cairan hidrokel. Pada bayi laki-laki hidrokel dapat terjadi mulai
dari dalam rahim. Pada usia kehamilan 28 minggu ,testis turun dari rongga perut bayi
ke dalam skrotum, dimana setiap testis ada kantong yang mengikutinya sehingga terisi
cairan yang mengelilingi testis tersebut.
Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan
sekunder. Penyebab sekunder dapat terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau
epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan di
kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma
pada testis atau epididimis. Kemudian hal ini dapat menyebabkan produksi cairan yang
berlebihan oleh testis, maupun obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus
spermatikus.
D. Klasifikasi

1. Berdasarkan kapan terjadinya, yaitu :

a. Hidrokel primer Hidrokel primer terlihat pada anak akibat kegagalan penutupan
prosesus vaginalis. Prosesusvaginalis adalah suatu divertikulum peritoneum embrionik
yang melintasi kanalis inguinalisdan membentuk tunika vaginalis. Hidrokel jenis ini
tidak diperlukan terapi karena dengansendirinya rongga ini akan menutup dan cairan
dalam tunika akan diabsorpsi.

b. Hidrokel sekunder Pada orang dewasa, hidrokel sekunder cenderung berkembang


lambat dalam suatu masa dandianggap sekunder terhadap obstruksi aliran keluar limfe.
Dapat disebabkan oleh kelainantestis atau epididimis. Keadaan ini dapat karena radang
atau karena suatu proses neoplastik.Radang lapisan mesotel dan tunika vaginalis
menyebabkan terjadinya produksi cairanberlebihan yang tidak dapat dibuang keluar
dalam jumlah yang cukup oleh saluran limfedalam lapisan luar tunika.

2. Menurut letak kantong hidrokel dari testis, yaitu :

a. Hidrokel testis: Kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak
dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari.

b. Hidrokel funikulus:Kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak disebelah cranial


dari testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada diluar kantong hidrokel.
Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.

c. Hidrokel Komunikan Terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga


peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis
kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah pada saat anak
menangis. Pada palpasi kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan
kedalam rongga abdomen.

3. Menurut onset :

a. Hidrokel akut: Biasanya berlangsung dengan cepat dan dapat menyebabkan nyeri. Cairan
berrwarna kemerahan mengandung protein, fibrin, eritrosit dan sel polimorf.
b. Hidrokel kronis: Hidrokel jenis ini hanya menyebabkan peregangan tunika secara
perlahan dan walaupun akan menjadi besar dan memberikan rasa berat, jarang
menyebabkan nyeri.

E. Patofisiologi

Hidrokel adalah pengumpulan cairan pada sebagian prosesus vaginalis yang


masih terbuka. Kantong hidrokel dapat berhubungan melalui saluran mikroskopis
dengan rongga peritoneum dan berbentuk katup. Dengan demikian cairan dari rongga
peritoneum dapat masuk ke dalam kantong hidrokel dan sukar kembali ke rongga
peritoneum. Pada kehidupan fetal, prosesus vaginalis dapat berbentuk kantong yang
mencapai scrotum. Hidrokel disebabkan oleh kelainan kongenital (bawaan sejak lahir)
ataupun ketidaksempurnaan dari prosesus vaginalis tersebut menyebabkan tidak
menutupnya rongga peritoneum dengan prosessus vaginalis. Sehingga terbentuklah
rongga antara tunika vaginalis dengan cavum peritoneal dan menyebabkan
terakumulasinya cairan yang berasal dari sistem limfatik disekitar. Cairan yang
seharusnya seimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di
sekitarnya. Tetapi pada penyakit ini, telah terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi
cairan limfa. Dan terjadilah penimbunan di tunika vaginalis tersebut.Akibat dari
tekanan yang terus-menerus, mengakibatkan Obstruksi aliran limfe atau vena di dalam
funikulus spermatikus. Dan terjadilah atrofi testis dikarenakan akibat dari tekanan
pembuluh darah yang ada di daerah sekitar testis tersebut.

Hidrokel dapat ditemukan dimana saja sepanjang funikulus spermatikus, juga


dapat ditemukan di sekitar testis yang terdapat dalam rongga perut pada undensensus
testis. Hidrokel infantilis biasanya akan menghilang dalam tahun pertama, umumnya
tidak memerlukan pengobatan, jika secara klinis tidak disertai hernia inguinalis.
Hidrokel testis dapat meluas ke atas atau berupa beberapa kantong yang saling
berhubungan sepanjang processus vaginalis peritonei. Hidrokel akan tampak lebih
besar dan kencang pada sore hari karena banyak cairan yang masuk dalam kantong
sewaktu anak dalam posisi tegak, tapi kemudian akan mengecil pada esok paginya
setelah anak tidur semalaman.

Pada orang dewasa hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan
sekunder. Penyebab sekunder terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau
epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorpsi cairan di
kantong hidrokel. Kelainan tersebut mungkin suatu tumor, infeksi atau trauma pada
testis atau epididimis. Dalam keadaan normal cairan yang berada di dalam rongga
tunika vaginalis berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi dalam
sistem limfatik.

F. Diagnosa

Gambaran klinis hidrokel kongenital tergantung pada jumlah cairan yang


tertimbun. Bila timbunan cairan hanya sedikit, maka testis terlihat seakan – akan sedikit
membesar dan teraba lunak. Bila timbunan cairan banyak terlihat skrotum membesar
dan agak tegang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan dikantong
skrotum dengan konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan
adanya transiluminasi. Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis
dibedakan beberapa macam hidrokel, yaitu hidrokel testis. Pada hidrokel testis, kantong
hidrokel seolah – olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat diraba. Pada
anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari. Pada hidrokel
funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak disebelah kranial testis,
sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada diluar kantong hidrokel.

1. Anamnesis

Pada anamnesis keluhan utama pasien adalah adanya benjolan di kantong


skortum yang tidak nyeri. Pada hidrokel testis dan hidrokel funikulus besarnya kantong
hidrokel tidak berubah sepanjang hari. Pada hidrokel komunikan, kantong hidrokel
besarnya dapat berubah-ubah yang bertambah besar pada saat anak menangis. Pada
riwayat penyakit dahulu, hidrokel testis biasa disebabkan oleh penyakit seperti infeksi
atau riwayat trauma pada testis.

2. Pemeriksaan Fisik

Pada inspeksi Skrotum akan tampak lebih besar dari yang lain. Palpasi pada
skrotum yang hidrokel terasa ada fluktuasi, dan relatif kenyal atau lunak tergantung
pada tegangan di dalam hidrokel, permukaan biasanya halus. Palpasi hidrokel seperti
balon yang berisi air. Juga penting dilakukan palpasi korda spermatikus di atas insersi
tunika vaginalis. Pembengkakan kistik karena hernia atau hidrokel serta padat karena
tumor. Normalnya korda spermatikus tidak terdapat penonjolan, yang membedakannya
dengan hernia skrotalis yang kadang-kadang transiluminasinya juga positif. Pada
Auskultasi dilakukan untuk mengetahui adanya bising usus untuk menyingkirkan
adanya hernia.

Langkah diagnostik yang paling penting adalah transiluminasi massa hidrokel


dengan cahaya di dalam ruang gelap. Sumber cahaya diletakkan pada sisi pembesaran
skrotum.Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia, penebalan tunika vaginalis dan testis
normal tidak dapat ditembusi sinar. Trasmisi cahaya sebagai bayangan merah
menunjukkan rongga yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel. Hidrokel berisi
cairan jernih, straw-colored dan mentransiluminasi (meneruskan) berkas cahaya.

Hidrokel biasanya menutupi seluruh bagian dari testis.Jika hidrokel muncul


antar 18 – 35 tahun harus dilakukan aspirasi. Massa kistik yang terpisah dan berada di
pool atas testis dicurigai spermatokel. Pada aspirasi akan didapatkan cairan kuning dari
massa skortum. Berbeda dengan spermatokel, akan didapatkan cairan berwarna putih,
opalescent dan mengandung spermatozoa.

3. Pemeriksaan Penunjang

Ultrasonografi dapat mengirimkan gelombang suara melewati skrotum dan membantu


melihat adanya hernia, kumpulan cairan (hidrokel atau spermatokel), vena abnormal
(varikokel), dan kemungkinan adanya tumor.

G. Terapi

Hidrokel biasanya tidak berbahaya dan pengobatan biasanya baru dilakukan


jika penderita sudah merasa terganggu atau merasa tidak nyaman atau jika hidrokelnya
sedemikian besar sehingga mengancam aliran darah ke testis. Hidrokel pada bayi
biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan harapan setelah prosesus
vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri, tetapi jika hidrokel masih tetap ada
atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk dilakukan koreksi.

Pengobatannya bisa berupa aspirasi (pengisapan cairan) dengan bantuan sebuah jarum
atau pembedahan. Tetapi jika dilakukan aspirasi, kemungkinan besar hidrokel akan
berulang dan bisa terjadi infeksi. Setelah dilakukan aspirasi, bisa disuntikkan zat
sklerotik tetrasiklin, natrium tetra desil sulfat atau urea untuk menyumbat/menutup
lubang di kantung skrotum sehingga cairan tidak akan tertimbun kembali. Hidrokel
yang berhubungan dengan hernia inguinalis harus diatasi dengan pembedahan sesegera
mungkin. Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun
dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri,
tetapi jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk
dilakukan koreksi.

Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah :

(1) Hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah

(2) Indikasi kosmetik

(3) Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien

dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari.

Tindakan pembedahan berupa hidrokelektomi. Pengangkatan hidrokel bisa dilakukan anestesi


umum ataupun regional (spinal).

 Hidrokelektomi

Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali


hidrokel ini disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel,
sekaligus melakukanherniografi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan pendekatan
scrotal dengan melakukan eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara
Winkelman atau plikasi kantonghidrokel sesuai cara Lord. Pada hidrokel funikulus
dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in toto. Pada hidrokel tidak ada terapi khusus yang
diperlukan karena cairan lambat laun akan diserap, biasanya menghilang sebelum umur
1 tahun.
SPERMATOKEL

A. DEFINISI
Spermatokel, yang juga dikenal sebagai kista spermatik, adalah kondisi medis yang ditandai
dengan terbentuknya kantung abnormal (kista) yang terisi dengan cairan dan sperma mati di
dalam epididimis, suatu saluran bergulung padat yang terletak di belakang testis dimana
sprema disimpan dan matang. Ketika kista ini tidak terisi dengan sperma, kondisi ini dikenal
sebagai kista epdidimal
B. ETIOLOGI
Penyebab spermatokel belum diketahui secara pasti. Tetapi, Banyak ahli percaya hasil dari
penyumbatan di salah satu tabung yang mengalirkan sperma dari testis ke epididimis.
Trauma dan peradangan juga dapat menyebabkan spermatokels. Beberapa hipotesis
termasuk bahwa spermatokel mungkin timbul dari ductules eferen, mungkin dilations
aneurisma dari epididimis, atau mungkin dilatasi sekunder untuk obstruksi distal
C. MANIFESTASI KLINIS
Nyeri di testis juga bisa disebabkan oleh kista yang tumbuh di epididimis (tabung
melingkar yang terletak di belakang setiap testis). Kista ini jinak dan mulai keluar sebagai
akumulasi sel-sel sperma. Sering kali, kista sangat kecil dan tidak menimbulkan masalah.
Namun kadang-kadang, kista tumbuh dengan ukuran beberapa sentimeter. Pada titik ini, pria
mungkin merasa berat di testis, tidak nyaman atau bahkan rasa sakit.
D. PATOFISIOLOGI
Spermatokel dapat berasal dari divertikulum rongga yang ditemukan pada caput
epididimid. Sperma yang menumpuk disitu lama kelamaan akan menumpuk dan membuat
suatu divertikulum pada caput epididimis. Spermatokel ini diduga pula berasal dari
epididimitis atau trauma fisik. Timbulnya scar pada bagian manapun di epididmis, akan
menyebabkan obstruksi dan mungkin mengakibatkan timbulnya spermatokel.
E. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksan fisik
menunjukkan adanya massa di dalam skrotum yang:
 Unilateral (hanya ditemukan pada salah satu testis)
 Lunak
 Licin, berkelok-kelok atau bentuknya tidak beraturan
 Berfluktuasi, berbatas tegas atau padat.
Pemeriksaan lainnya yang mungkin perlu dilakukan adalah:
1. Transluminasi
Spermatokel menunjukkan bahwa massa berupa cairan yang agak padat.
Adanya hidrokel bisa diketahui dengan menyinari skrotum dengan lampu senter.
Skrotum yang terisi cairan jernih akan tembus cahaya (transiluminasi). Varikokel
teraba sebagai massa yang berkelok-kelok di sepanjang korda spermatika
2. USG skrotum
USG Skrotum Pada pemeriksaan sonografi, spermatokel yang didefinisikan
dengan baik lesi hypoechoic epididimis biasanya berukuran 1-2 cm dan
menunjukkan posterior peningkatan akustik. Mereka biasanya tidak teratur, dengan
baik gema internal yang tingkat rendah dan kadang-kadang septations.
Spermatocoeles adalah jenis umum dari kista ekstra testis, dan merupakan dilatasi
kistik tubulus dari ductules eferen di kepala epididimis. Spermatocoeles biasanya
unilocular tetapi dapat multilocular dan mungkin terkait dengan vasektomi
sebelumnya. Mereka lebih umum daripada kista epididimis, tetapi dapat muncul
sangat mirip.
F. PENATALAKSANAAN

Tidak ada terapi medis spesifik yang diindikasikan dalam penatalaksanaan untuk

simple spermatokel. Analgesik oral dapat diberikan untuk mengobati gejala. Jika

penyebab yang mendasarinya berupa epididimitis yang menyebabkan rasa tidak

nyaman, maka dapat ditambahkan antibiotik sebagai indikasinya. Observasi biasanya

dilakukan untuk kasus-kasus spermatokel yang simple, ringan ataupun tanpa gejala.

Pendekatan terapi dengan spermatoselektomi transskrotal merupakan intervensi

operatif yang utama untuk kasus-kasus spermatokel. Antikoagulasi sistemik dan

permintaan dari ayah pasien merupakan kontraindikasi relatif . Skleroterapi merupakan

pilihan alternatif penanganan, namun hasilnya menunjukkan kurang efektif.

Skleroterapi ditujukan untuk laki-laki yang sudah tidak memiliki keinginan untuk

memiliki garis keturunan, sebagai resiko dari bahan kimia yang membahayakan

epididimis dan sebagai dampak kerusakan epididimis yang dapat mengganggu

kesuburan. Oleh karena aspirasi dari spermatokel itu sendiri dikaitkan dengan tingkat
kekambuhan yang tinggi, maka agen sklerotik yang digunakan bertujuan untuk

menghancurkan dinding kista. Beberapa agen sklerotik yang telah digunakan, termasuk

diantaranya tetrasiklin, fibrin glue, fenol, sodium tetradecyl sulfate, kuinin, talk

powder, polidokanol, dan etanolamin oleate, semuanya dengan berbagai derajat

keberhasilan yang bervariasi antara 30%-100%

TUMOR TESTIS

A. Patogenesis

Sebagian besar (± 95%) tumor testis primer, berasal dari sel germinal,

sedangkan isinya berasal dari non germinal. Tumor germinal testis terdiri atas

seminoma dan non seminoma. Seminoma berbeda sifatnya dengan non-seminoma,

antara lain sifat keganasannya, respon terhadap radioterapi dan prognosis tumor.

Tumor-tumor sel embrional testis merupakan satu golongan tumor yang heterogen.

Dari berbagai klasifikasi tumor testis ganas, klasifikasi organisasi kesehatan dunia

(WHO) paling sering dipakai. Disamping seminoma yang memang berasal dari sel

germinal terdapat karsinoma embrional, teratoma dan koriokarsinoma yang

digolongkan non seminoma, yang dianggap berasal dari sel germinal pada tahap

perkembangan lain histogenesis. Seminoma meliputi sekitar 40% dari tumor ganas

testis. Koriokarsinoma jarang sekali ditemukan (1%). Metastasis tumor testis kadang

berbeda sekali dari tumor induk, yang berarti tumor primer terdiri dari berbagai jenis

jaringan embrional dengan daya invasi yang berbeda.


Klasifikasi tumor ganas testis

Seminoma - khas

- spermatositik

- anaplastik

Non seminoma - karsinoma embrional

- teratokarsinoma

- teratom matur dan imatur

Koriokarsinoma

B. Pertumbuhan dan Penyebaran

Penentuan stadium klinis yang sederhana dikemukakan oleh Boden dan Gibb :

Stadium A atau I : tumor testis terbaas pada testis, tidak ada bukti penyebaran baik

secara klinis maupun radiologis.

Stadium B atau II : tumor telah mengadakan penyebaran ke kelenjar regional (para

aorta) atau nodus limfatikus iliaka. Stadium II A untuk pembesaran limfonodi para aorta

yang belum teraba, stadium II B untuk pembesaran limfonodi yang telah teraba (>10

cm).

Stadium C atau III : tumor telah menyebar keluar dari kelenjar retroperitoneum atau

telah mengadakan metastasis supradiafragma.

Tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe. Kelenjar limfe terletak para aortal kiri

setinggi L2 tepat dibawah hilus ginjal dan di sebelah kanan antara aorta dan v.kava

setinggi L3 dan prakava setinggi L2. Metastasis di kelenjar inguinal hanya terjadi

setelah penyusupan tumor ke dalam kulit skrotum atau setelah dilakukan pembedahan
pada funikulus spermatikus. Penyebaran hematogen luas pada tahap dini merupakan

tanda koriokarsinoma.

C. Gambaran Klinis

Pasien biasanya mengeluh adanya pembesaran testis yang seringkali tidak nyeri,

namun 30% mengeluh nyeri dan terasa berat pada kantung skrotum, sedang 10%

mengeluh nyeri akut pada skrotum. Tidak jarang pasien mengeluh karena merasa ada

massa di perut sebelah atas (10%) karena pembesaran kelenjar para aorta, benjolan

pada kelenjar leher dan 5% pasien mengeluh adanya ginekomastia.

Pada pemeriksaan fisis testis terdapat benjolan padat keras, tidak nyeri pada palpasi

dan tidak menunjukkan tanda transiluminasi. Diperhatikan adanya infiltrasi tumor

pada funikulus atau epididimis. Perlu dicari kemungkinan adanya massa di abdomen,

benjolan kelenjar supraklavikuler, ataupun ginekomasti.

Simtomatologi dari tumor primer :

 Permulaan akut ( gambaran seperti orkitis, epididimitis, torsio testis ).

 Permulaan yang diskret seperti pembengkakan tanpa nyeri testikal atau

pengerasan lokal atau deformasi testikel.

 Hidrokel simtomatik ( sesudah pungsi palpasi testis ).

 Nyeri lokal, sering menyebar di sisi yang sama ke krista iliaka.

 Kadang-kadang sama sekali tanpa keluhan atau kelainan ; metastasis

merupakan manifestasi pertama penyakitnya.

Simtomatologi mengenai metastasis :

 Nyeri punggung yang samar akibat metastasis kelenjar retroperitoneal.


 Kolik ginjal sebagai akibat bendungan atau penutupan ureter oleh metastasis

kelenjar retroperitoneal.

 Nyeri yang menyebar ke tungkai.

 Tumor yang palpabel di perut sebagai akibat metastasis kelenjar limfe.

 Pembengkakan subklavikular, terutama kiri.

 Dispnoe, hemoptoe, iritasi pleura oleh metastasis paru.

 Malaise umum dengan anemia dan laju enap darah yang tinggi.

Pada dasarnya, diagnosis karsinoma testis mudah karena merupakan benjolan di

dalam testis yang tidak nyeri dan yang tidak diafan pada uji transiluminasi. Biasanya

tumor terbatas di dalam testis sehingga mudah dibedakan dari epididimis pada palpasi

yang dilakukan dengan telunjuk dan ibu jari. Kadang keadaan umum merosost cepat

dengan penurunan berat badan.

D. Diagnosis

Transiluminasi, ultrasonografi dan pemeriksaan endapan kemih sangat

berguna untuk membedakan tumor dari kelainan lain. kadang tumor testis disertai

hidrokel, karena itu ultrasonografi sangat berguna. Diagnosis ditentukan dengan

pemeriksaan histologik sediaan biopsi. Setiap benjolan testis yang tidak menyurut dan

hilang setelah pengobatan adekuat dalam waktu dua minggu harus dicurigai dan

dibiopsi.

HEMATOKEL

A. Definisi
Adalah penumpukan darah di dalam tunika vaginalis, biasanya didahului oleh

trauma. Jika hanya sedikit, biasanya darah akan kembali diserap, tetapi jika banyak

perlu dilakukan pembedahan untuk membuangnya.

B. Gambaran klinik : benjolan pada testis

C. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik :

Anamnesis pada kasus-kasus hematokel biasanya ditanyakan apakah

mempunyai riwayat trauma pada bagian skrotum atau tidak, karena penyebab

hematokel biasanya adalah trauma. Pada anamnesis juga dapat ditanyakan riwayat

operasi, penyakit-penyakit generative karena bisa juga merupakan fase lanjutan dari

diabetes atau penyakit aterosklerotik.

Pemeriksaan fisik:

- Masa kistik

- Konsistensi keras

- Tidak nyeri

-Transiluminasi (-)

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Akut skrotum merupakan suatu keadaan timbulnya gejala nyeri dan bengkak pada skrotum
beserta isinya yang bersifat mendadak dan disertai gejala lokal dan sistemik yang memerlukan
penanganan yang segera tepat, dan adekuat. Menentukan diagnosis akut skrotum bukanlah
suatu hal yang mudah karena akut skrotum dapat ditimbulkan oleh berbagai macam sebab dan
area pemeriksaan yang lunak membuat pemeriksaan klinis menjadi lebih sulit sehingga perlu
diketahui lebih banyak tentang ciri-ciri yang membedakan dari tiap faktor penyebab.

Anda mungkin juga menyukai