Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

HUMANIORA

“RESISTENSI PERUBAHAN”

Disusun Oleh :
KELOMPOK 2

1. Selpi anike sari 1826040017.P


2. Meite widyawati 1826040258.P
3. Bita Elvia nisca 1826040191.P
4. Zulfah Istiqomah 1826040192.P
5. Thia Ika Mulya 1826040131.P
6. Suci Maryati 1826040042.P
7. Henny Susanti 1826040086.P
8. Desmeta Mirta Sari 1826040074.P
9. Marsedea Rafni Putri 1826040187.P
10. Meti Kurniati 1826040124.P
11. Marsi atriani 1826040125.P
12. Titin Sumarty 1826040126.P
13. Linda ngesti Rahayu 1826040001.P

Dosen Pengampuh : Metha Fahriani, SST, M.Kes

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2018

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur tiada henti-hentinya penyusun hanturkan kehadirat


Allah S.W.T. karena atas berkat, rahmat, serta hidayah-Nya sehingga penyusun
dapat menyelesaikan makalah tentang Humaniora “Resistensi Perubahan”.
Pembuatan makalah Humaniora “Resistensi Perubahan” ini ditujukan
sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan nilai tugas kelompok. Selama
membuat makalah ini penyusun mendapatkan materi untuk dibahas yaitu tentang
Mengelola Perubahan.
Penyusun menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan yang dikarenakan keterbatasan
ilmu pengetahuan serta wawasan yang penyusun miliki. Maka apabila dalam
makalah ini terdapat kesalahan-kesalahan dari segi isi maupun penggunaan kata,
penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran berupa ide atau masukan yang
membangun tentang makalah ini untuk menjadi perhatian penyusun dalam
penyusunan makalah selanjutnya.
Akhir kata, penyusun mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat serta
dapat menambah pengetahuan, khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi
pembaca yang budiman.

Bengkulu, November 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN .............................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................3
C. Tujuan ..........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Perubahan Sosial ........................................................................4
B. Resistensi Terhadap Perubahan....................................................................6
C. Tahap-Tahap Perubahan Sosial ..................................................................11
D. Taktik Mengatasi Penolakan Atas Perubahan ............................................12
E. Pendekatan dalam Manajemen Perubahan .................................................13
BAB III PEMBAHASAN
A. Resistensi Terhadap Perubahan..................................................................15
B. Tahap-Tahap Perubahan Sosial ..................................................................16

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................18
B. Saran ...........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk individu yang tidak dapat melepaskan diri dari
hubungan dengan manusia lain. Sebagai akibat dari hubungan yang terjadi di
antara individu-individu (manusia) kemudian lahirlah kelompok-kelompok
sosial (social group) yang dilandasi oleh kesamaan-kesamaan kepentingan
bersama. Namun bukan berarti semua himpunan manusia dapat dikatakan
kelompok sosial. Untuk dikatakan kelompok sosial terdapat persyaratan-
persyaratan tertentu. Dalam kelompok social yang telah tersusun susunan
masyarakatnya akan terjadinya sebuah perubahan dalam susunan tersebut
merupakan sebuah keniscayaan. Karena perubahan merupakan hal yang
mutlak terjadi dimanapun tempatnya.
Perubahan sosial adalah perubahan dalam hubungan interaksi antar
orang, organisasi atau komunitas, ia dapat menyangkut “struktur sosial” atau
“pola nilai dan norma” serta “pran”. Dengan demikina, istilah yang lebih
lengkap mestinya adalah “perubahan sosial-kebudayaan” karena memang
antara manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dengan
kebudayaan itu sendiri.
Cara yang paling sederhana untuk mengerti perubahan sosial
(masyarakat) dan kebudayaan itu, adalah dengan membuat rekapitulasi dari
semua perubahan yang terjadi di dalam masyarakat itu sendiri, bahkan jika
ingin mendapatkan gambaran yang lebih jelas lagi mengenai perubahan
masyarakat dan kebudayaan itu, maka suatu hal yang paling baik dilakukan
adalah mencoba mengungkap semua kejadian yang sedang berlangsung di
tengah-tengah masyarakat itu sendiri.
Kenyataan mengenai perubahan-perubahan dalam masyarakat dapat
dianalisa dari berbagai segi diantaranya: ke “arah” mana perubahan dalam
masyarakat itu “bergerak” (direction of change)”, yang jelas adalah bahwa
perubahan itu bergerak meninggalkan faktor yang diubah. Akan tetapi setelah

1
meninggalkan faktor itu mungkin perubahan itu bergerak kepada sesuatu
bentuk yang baru sama sekali, akan tetapi boleh pula bergerak kepada suatu
bentuk yang sudah ada di dalam waktu yang lampau.
Kebanyakan definisi membicarakan perubahan dalam arti yang sangat
luas. Wilbert Moore misalnya, mendefinisikan perubahan sosial sebagai
“perubahan penting dari stuktur sosial” dan yang dimaksud dengan struktur
sosial adalah “pola-pola perilaku dan interaksi sosial”. Dengan demikian dapat
diartikan bahwa perubahan social dalam suatu kajian untuk melihat dan
mempelajari tingkah laku masyarakat dalam kaitannya dengan perubahan.
Resistensi atau penolakan merupakan salah satu penyebab kurang
berhasilnya perubahan yang direncanakan dalam organisasi. Sebagaimana
yang disebutkan olehMaurer, bahwa "perlawanan membunuh perubahan",
sementara Foote menggambarkan warna-warni resistensi sebagai "salah satu
hal yang paling jahat, kanker kerja yang paling melemahkan (dan mengklaim
bahwa) tidak ada seorang pembunuh yang lebih kuat, paradoks atau peluang
yang sama yakni kemauan untuk maju dan niat baik". Perubahan adalah hal
sangat dibutuhkan dalam suatu organisasi untuk menyesuaikan dengan
paradigma yang berkembang di tengah masyarakat. Pola pikir dan tingkat
kepuasan masyarakat akan senantiasa berkembang, untuk itu sebuah
organisasi yang berdiri di tengah-tengah masyarakat harus mengikuti
perkembangan kebutuhan konsumen. Mind-set ataupun paradigma tentang
perubahan seringkali lebih terapresiasi ketika masih dalam tahap formulasi
strategi, dan ketika ide itu diadopsi kemudian diimplementasikan, resistensi
pun muncul bahkan meskipun ketika perubahan tersebut baru saja diusulkan.
Palmer dalam bukunya “Managing Organizational Change”,
mengemukakan sejumlah faktor/alasan yang sering berkaitan dengan
timbulnya resistensi/penolakan terhadap perubahan yang direncanakan dalam
suatu organisasi.
Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-
perubahan. Tidak ada sekelompok masyarakat pun yang tidak berubah.
Perubahan tersebut dapat terjadi dalam berbagai bidang kehidupan, misalnya

2
dalam bidang politik, ekonomi, sosial, maupun perubahan yang berkaitan
dengan kebudayaan. Perubahan yang terjadi dalam bidang sosial pada suatu
masyarakat sering dikenal dengan istilah perubahan sosial.
Perubahan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat ini
dipengaruhi oleh banyak faktor dan juga perubahannya dapat menuju kea rah
yang positif maupun menuju arah yang negatif. Dalam hal ini, berarti
perubahan dapat membuat lebih baik, namun juga sebaliknya. Tentunya
perubahan sosial yang terjadi dipengaruhi oleh berbagai faktor dan
mempunyai berbagai dampak bagi kehidupan masyarakat. Dan para ahli
mempunyai pendapat yang berbeda tentang perubahan sosial tersebut. Oleh
karena itu, melalui makalah ini, kami ingin mengetahui bagaimana perubahan
sosial dan resistensi terhadap perubahan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi perubahan sosial?
2. Apa definisi resistensi perubahan?
3. Apa tahap-tahap perubahan sosial?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi perubahan sosial?
2. Untuk mengetahui definisi resistensi perubahan?
3. Untuk mengetahui tahap-tahap perubahan sosial?

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Perubahan Sosial


Perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem
sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap sikap dan pola perilaku di
antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Banyak para sosiolog dan ahli-ahli lainnya yang mengemukakan tentang
teori-teori perubahan sosial dan kebudayaan:
1. William F. Ogburn
Mengemukakan ruang lingkup perubahan-perubahan sosial meliputi
unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun immaterial, yang
ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material
terhadap unsur-unsur immaterial.
2. Kingsley Davis
Mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang
terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya, timbulnya
pengorganisasian buruh dalam masyarakat kapitalis telah menyebabkan
perubahan-perubahan dalam hubungan antara buruh dengan majikan dan
seterusnya menyebabkan perubahan-perubahan dalam organisasi ekonomi
dan politik.
3. Maclver
Peruabahan-perubahan sosial dikatakannya sebagai perubahan-
perubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau sebagai
perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial.
4. Gillin dan Gillin
Mengatakan perubahan-perubahan sosial sebagai variasi dari cara-
cara hidup yang telah diterima, baik karena peruabahan-perubahan kondisi
geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk, ideologi maupun

4
karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam
masyarakat.
5. Emile Durkheim
Perubahan sosial yang terjadi sebagai hasil dari faktor-faktor
ekologis dan demografis, yang mengubah kehidupan masyarakat dari
kondisi tradisional yang diikat solidaritas mekanistik, ke dalam kondisi
masyarakat modern yang diikat oleh solidaritas organistik.
6. Selo Soemardjan
Perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di
dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi system sosialnya, termasuk
di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-
kelompok dalam masyarakat. Tekanan pada definisi tersebut terletak pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan pokok manusia,
yang kemudian memengaruhi segi-segi struktur masyarakat lainnya.

Para ahli filsafat, sejarah, ekonomi dan para sosiolog telah mencoba
untuk merumuskan prinsip-prinsip atau hukum-hukum perubahan-perubahan
sosial. Banyak yang berpendapat bahwa kecenderungan terjadinya perubahan-
perubahan sosial merupakan gejala wajar yang timbul dari pergaulan hidup
manusia.
Yang lain berpendapat bahwa perubahan sosial terjadi karena adanya
perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan
masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur-unsur geografis, biologis,
ekonomis, atau kebudayaan. Kemudian ada pula yang berpendapat bahwa
perubahan-perubahan sosial bersifat periodik dan non periodik. Pokoknya,
pendapat-pendapat tersebut pada umumnya menyatakan bahwa perubahan
merupakan lingkaran kejadian-kejadian. Pitirim A.Sorokin berpendapat bahwa
segenap usaha untuk mengemukakan bahwa ada suatu kecenderungan yang
tertentu dan tetap dalam perubahan-perubahan sosial, tidak akan berhasil baik.
Dia meragukan kebenaran akan adanya lingkaran-lingkaran perubahan sosial
tersebut. Akan tetapi perubahan-perubahan tetap ada, dan yang paling penting

5
adalah bahwa lingkaran terjadinya gejala-gejala sosial harus dipelajari, karena
dengan jalan tersebut barulah akan dapat diperoleh suatu generalisasi.
Beberapa sosiolog berpendapat bahwa ada kondisi-kondisi sosial premier
yang menyebabkan terjadinya perubahan. Misalnya, kondisi-kondisi
ekonomis, teknologis, geografis, atau biologis menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan pada aspek-aspek kehidupan sosial lainnya (William F.
Ogburn menekankan pada kondisi teknologis). Sebaliknya ada pula yang
mengatakan bahwa semua kondisi tersebut sama pentingnya, satu atau semua
akan menghasilkan perubahan-perubahan sosial. Untuk mendapatkan hasil
sebagaimana diharapkan, hubungan antara kondisi dan faktor-faktor tersebut
harus diteliti terlebih dahulu. Penelitian yang obyektif akan dapat memberikan
hukum-hukum umum perubahan sosial dan kebudayaan, disamping itu juga
harus diperhatikan waktu serta tempatnya perubahan-perubahan tersebut
berlangsung.

B. Resistensi Terhadap Perubahan


Resistensi terhadap perubahan menurut Oreg (2003) adalah perilaku
karyawan yang ditandai dengan munculnya reaksi emosi negatif terhadap
perubahan, enggan melakukan suatu perubahan, memiliki fokus jangka
pendek ketika bekerja, dan memiliki pemikiran yang kaku (tidak open mind).
Teknologi, terutama teknologi komunikasi dan informasi, berkembang
sangat pesat. Sebagian orang tertentu galau melihat perkembangan teknologi
yang sangat cepat. Mereka khawatir teknologi akan merubah kehidupan
manusia. Bahkan, dikhawatirkan teknologi tidak sekedar merubah mindset
manusia, tetapi lebih jauh pandangan hidup manusia tentang kehidupan itu
sendiri.
Tetapi kegalauan terhadap perkembangan teknologi tidak akan
ditemukan di dunia sepakbola. Boleh dibilang, teknologi bertekuk lutut dan
tidak berkutik di dunia sepakbola. Para “ayatollah” sepakbola sangat tegas dan
konsisten membatasi peranan teknologi dalam urusan sepakbola, terutama
selama proses pertandingan sepakbola.

6
Boleh-boleh saja teknologi membantu semua hal yang berhubungan
dengan tetek bengek sepakbola. Misalkan, teknologi boleh saja membantu
dalam hal penjualan tiket melalui sistem e-ticket. Teknologi boleh juga hadir
di lapangan hijau untuk memudahkan para pengadil berkomunikasi. Sudah
beberapa tahun terakhir ini kita melihat di kepala wasit terpasang teknologi
komunikasi yang memungkinkan wasit “berkicau” (baca : berkomunikasi)
sesama mereka.
Meskipun demikian, teknologi tidak boleh mencampuri urusan
sepakbola terlalu jauh. Usulan untuk menggunakan teknologi kamera yang
merekam semua kejadian di depan gawang ditolak mentah-mentah oleh para
“ayatollah” sepakbola. Alasan penolakan pun sangat sederhana : teknologi
kamera akan menghilangkan “sisi manusiawi” dari sepakbola. Alamak!
Entah sudah berapa timnas sepakbola yang dirugikan dengan keputusan
wasit yang membatalkan atau tidak mengesahkan bola yang telah melewati
garis gawang. Contoh klasik adalah timnas Inggris melawan timnas Jerman
(saat itu masih Jerman Barat) di Piala Dunia 1966. Saat itu timnas Inggris
yang “diuntungkan”. Bola belum melewati garis gawang, tetapi wasit
memutuskan bahwa bola telah melewati garis gawang timnas Jerman. Itulah
“kadeudeuh” terindah bagi negara yang disebut-sebut sebagai tempat
sepakbola dilahirkan. Berkat keputusan wasit Inggris berhasil memboyong
Piala Dunia 1966.
Saat PD 2020, dendam timnas Jerman seakan terbayar lunas saat wasit
tidak mengesahkan tendangan Frank Lampard yang telah melewati garis
gawang timnas Jerman sebagai gol. Melalui rekaman yang diputar berulang-
ulang sangat jelas bola telah melewati garis gawang timnas Jerman yang
dikawal Neuer.
Derai air mata para pendukung timnas Inggris tidak berlangsung lama.
Di Piala Eropa 2012 yang diselenggarakan di Polandia dan Ukrania, kembali
timnas Inggris “diuntungkan” oleh keputusan wasit yang tidak mengesahkan
bola yang telah melewati garis gawang timnas Inggris sebagai gol. Keputusan

7
wasit akan dikenang oleh timnas Ukrania dan para pendukungnya sebagai
pengkhianatan terhadap fair play.
Meskipun sudah banyak contoh-contoh keputusan wasit yang salah dan
derai air mata di dunia sepakbola, FIFA bergeming untuk menolak
penggunaan teknologi kamera. Mungkin dalam logika analisa FIFA, wasit kan
juga manusia. Jadi, kalau wasit salah dalam mengambil keputusan, itu sangat
manusiawi. Mungkin ada yang tersakiti, tetapi itu juga sangat manusiawi.
Penolakan penggunaan teknologi kamera di dunia sepakbola merupakan
salah satu contoh penolakan terhadap perubahan. Penolakan itu sangat
menarik, karena hanya berurusan dengan tendang-menendang bola. Resistensi
terhadap perubahan akan lebih kuat dan sistematis untuk bidang-bidang yang
berkaitan dengan sendi-sendi kehidupan individu, kelompok, masyarakat,
bangsa dan negara.
Secara teoritis dan praktis, manfaat potensial dari kehadiran teknologi
dalam kehidupan manusia dapat dan mudah untuk dibuktikan. Tetapi fokus
resistensi terhadap kehadiran teknologi tidak terletak pada manfaat teknologi
itu sendiri. Kegalauan terhadap teknologi seringkali berkaitan dengan
kepentingan, keamanan, dan kenyamanan yang terusik.
Secara umum, resistensi terhadap perubahan seringkali seperti
mengada-ada. Alasan “teknologi kamera akan menghilangkan sisi manusiawi
sepakbola” kan juga seperti mengada-ada. Tetapi alasan yang sederhana
seperti sudah cukup membuat semua jalan menuju perubahan seolah-olah
buntu.
Karena itu, salah satu kunci untuk mengintroduksi keberhasilan adalah
dengan memahami resistensi terhadap perubahan. Semua pihak yang
bermaksud mengadakan perubahan tidak bisa tergesa-gesa memaksakan
perubahan tanpa memahami “ipoleksosbudhankam” (ideology, politik,
ekonomi, dan sosial budaya) dari individu, kelompok, masyarakat, bangsa,
dan negara yang akan diubah.

8
1. Resistensi Individual
Karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka
individu punya potensi sebagai sumber penolakan atas perubahan.
a. Kebiasaan
Kebiasaan merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan
secara berulang-ulang sepanjang hidup kita. Kita lakukan itu, karena
kita merasa nyaman, menyenangkan. Bangun pukul 5 pagi, ke kantor
pukul 7, bekerja, dan pulang pukul 4 sore. Istirahat, nonton TV, dan
tidur pukul 10 malam. Begitu terus kita lakukan sehingga terbentuk
satu pola kehidupan sehari-hari. Jika perubahan berpengaruh besar
terhadap pola kehidupan tadi maka muncul mekanisme diri, yaitu
penolakan.
b. Rasa Aman
Jika kondisi sekarang sudah memberikan rasa aman, dan kita
memiliki kebutuhan akan rasa aman relatif tinggi, maka potensi
menolak perubahan pun besar. Mengubah cara kerja padat karya ke
padat modal memunculkan rasa tidak aman bagi para pegawai.
c. Faktor Ekonomi
Faktor lain sebagai sumber penolakan atas perubahan adalah soal
menurun-nya pendapatan. Pegawai menolak konsep 5 hari kerja karena
akan kehilangan upah lembur.
d. Takut Akan Sesuatu Yang Tidak Diketahui
Sebagian besar perubahan tidak mudah diprediksi hasilnya. Oleh
karena itu muncul ketidak pastian dan keraguraguan. Kalau kondisi
sekarang sudah pasti dan kondisi nanti setelah perubahan belum pasti,
maka orang akan cenderung memilih kondisi sekarang dan menolak
perubahan.
e. Persepsi
Persepsi cara pandang individu terhadap dunia sekitarnya. Cara
pandang ini mempengaruhi sikap. Pada awalnya program keluarga
berencana banyak ditolak oleh masyarakat, karena banyak yang

9
memandang program ini bertentangan dengan ajaran agama, sehingga
menimbulkan sikap negatif.
f. Kebiasaan Rasa Aman Faktor Ekonomi
Ketidakpastian Persepsi
2. Resistensi Organisasional
Organisasi, pada hakekatnya memang konservatif. Secara aktif
mereka menolak perubahan. Misalnya saja, organisasi pendidikan yang
mengenal-kan doktrin keterbukaan dalam menghadapi tantangan ternyata
merupakan lembaga yang paling sulit berubah. Sistem pendidikan yang
sekarang berjalan di sekolah-sekolah hampir dipastikan relatif sama
dengan apa yang terjadi dua puluh lima tahun yang lalu, atau bahkan lebih.
Begitu pula sebagian besar organisasi bisnis. Terdapat enam sumber
penolakan atas perubahan.
a. Inersia Struktural
Artinya penolakan yang terstrukur. Organisasi, lengkap dengan
tujuan, struktur, aturan main, uraian tugas, disiplin, dan lain
sebagainya menghasil- kan stabilitas. Jika perubahan dilakukan, maka
besar kemungkinan stabilitas terganggu.
b. Fokus Perubahan Berdampak Luas
Perubahan dalam organisasi tidak mungkin terjadi hanya
difokuskan pada satu bagian saja karena organisasi merupakan suatu
sistem. Jika satu bagian dubah maka bagian lain pun terpengaruh
olehnya. Jika manajemen mengubah proses kerja dengan teknologi
baru tanpa mengubah struktur organisasinya, maka perubahan sulit
berjalan lancar.
c. Inersia Kelompok Kerja
Walau ketika individu mau mengubah perilakunya, norma
kelompok punya potensi untuk menghalanginya. Sebagai anggota
serikat pekerja, walau sebagai pribadi kita setuju atas suatu perubahan,
namun jika perubahan itu tidak sesuai dengan norma serikat kerja,
maka dukungan individual menjadi lemah.

10
d. Ancaman Terhadap Keakhlian
Perubahan dalam pola organisasional bisa mengancam keakhlian
kelompok kerja tertentu. Misalnya, penggunaan komputer untuk
merancang suatu desain, mengancam kedudukan para juru gambar.
e. Ancaman Terhadap Hubungan Kekuasaan Yang Telah Mapan.
Mengintroduksi sistem pengambilan keputusan partisipatif
seringkali bisa dipandang sebagai ancaman kewenangan para penyelia
dan manajer tingkat menengah.
f. Ancaman Terhadap Alokasi Sumberdaya
Kelompok-kelompok dalam organisasi yang mengendalikan
sumber daya dengan jumlah relatif besar sering melihat perubahan
organisasi sebagai ancaman bagi mereka. Apakah perubahan akan
mengurangi anggaran atau pegawai kelompok kerjanya.

C. Tahap-Tahap Perubahan Sosial


Proses perubahan sosial terdiri dari tiga tahap berurutan : (1) invensi
yaitu proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan, (2) difusi,
ialah proses di mans ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam Sistem sosial,
dan (3) konsekwensi yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem
social sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi
jika penggunaan atau penolakan ide baru itu mempunysi akibat. Karena itu
perubahan sosial adalah akibat komunikasi sosial.
Beberapa pengamat terutama ahli anthropologi memerinci dua tahap
tambahan dalam urutan proses di atas. Salah satunya ialah pengembangan
inovasi yang terjadi telah invensi sebelum terjadi difusi. Yang dimaksud ialah
proses terbentuknya ide baru dari suatu bentuk hingga menjadi suatu bentuk
yang memenuhi kebutuhan audiens penerima yang menghendaki. Kami tidak
memaaukkan tahap ini karena ia tidak selalu ada. Misalnya, jika inovasi itu
dalam bentuk yang siap pakai. Tahap terakhir yang terjadi setelah
konsekwensi, adalah menyusutnya inovasi, ini menjadi bagian dari
konsekwensi.

11
Yang memicu terjadinya perubahan dan sebaliknya perubahan sosial
dapat juga terhambat kejadiannya selagi ada faktor yang menghambat
perkembangannya. Faktor pendorong perubahan sosial meliputi kontak
dengan kebudayaan lain, sistem masyarakat yang terbuka, penduduk yang
heterogen serta masyarakat yang berorientasi ke masa depan. Faktor
penghambat antara lain sistem masyarakat yang tertutup, vested interest,
prasangka terhadap hal yang baru serta adat yang berlaku.
Perubahan sosial dalam masyarakat dapat dibedakan dalam perubahan
cepat dan lambat, perubahan kecil dan besar serta perubahan direncanakan dan
tidak direncanakan. Tidak ada satu perubahan yang tidak meninggalkan
dampak pada masyarakat yang sedang mengalami perubahan tersebut. Bahkan
suatu penemuan teknologi baru dapat mempengaruhi unsur-unsur budaya
lainnya. Dampak dari perubahan sosial antara lain meliputi disorganisasi dan
reorganisasi sosial, teknologi serta cultural.

D. Taktik Mengatasi Penolakan Atas Perubahan


Coch dan French Jr. mengusulkan ada enam taktik yang bisa dipakai
untuk mengatasi resistensi perubahan.
1. Pendidikan dan Komunikasi. Berikan penjelasan secara tuntas tentang
latar belakang, tujuan, akibat, dari diadakannya perubahan kepada semua
pihak. Komunikasikan dalam berbagai macam bentuk. Ceramah, diskusi,
laporan, presentasi, dan bentuk-bentuk lainnya.
2. Partisipasi. Ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan
hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan anggota
organisasi yang mengambil keputusan
3. Memberikan kemudahan dan dukungan. Jika pegawai takut atau cemas,
lakukan konsultasi atau bahkan terapi. Beri pelatihan-pelatihan. Memang
memakan waktu, namun akan mengurangi tingkat penolakan.
4. Negosiasi. Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi
dengan pihak-pihak yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan
jika yang menentang mempunyai kekuatan yang tidak kecil. Misalnya

12
dengan serikat pekerja. Tawarkan alternatif yang bisa memenuhi
keinginan mereka
5. Manipulasi dan Kooptasi. Manipulasi adalah menutupi kondisi yang
sesungguhnya. Misalnya memlintir (twisting) fakta agar tampak lebih
menarik, tidak mengutarakan hal yang negatif, sebarkan rumor, dan lain
sebagainya. Kooptasi dilakukan dengan cara memberikan kedudukan
penting kepada pimpinan penentang perubahan dalam mengambil
keputusan.
6. Paksaan. Taktik terakhir adalah paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan
hukuman bagi siapapun yang menentang dilakukannya perubahan.

E. Pendekatan dalam Manajemen Perubahan


Pendekatan klasik yang dikemukaan oleh Kurt Lewin mencakup tiga
langkah.
1. UNFREEZING the status quo,
2. CHANGING to the new state,
3. REFREEZING the new change to make it pemanent.

Selama proses perubahan terjadi terdapat kekuatan-kekuatan yang


mendukung dan yang menolak . Melalui strategi yang dikemukakan oleh Kurt
Lewin, kekuatan pendukung akan semakin banyak dan kekuatan penolak akan
semakin sedikit.
Unfreezing : Upaya-upaya untuk mengatasi tekanan-tekanan dari
kelompok penentang dan pendukung perubahan. Status quo dicairkan,
biasanya kondisi yang sekarang berlangsung (status quo) diguncang sehingga
orang merasa kurang nyaman.
Changing : Menemukan dan mengadopsi sikap, nilai, dan tingkah laku
baru dengan bantuan agen perubahan terlatih, yang memimpin individu,
kelompok, atau seluruh organisasi melewati proses tersebut. Anggota
organisasi akan menyesuaikan diri dengan nilai, sikap dan tingkah laku dari

13
agen perubahan, menyerapnya setelah mereka menyadari keefektifan dalam
prestasi kerja.
Refreezing : Jika kondisi yang diinginkan telah tercapai, stabilkan
melalui aturan-aturan baru, sistem kompensasi baru, dan cara pengelolaan
organisasi yang baru lainnya. Jika berhasil maka jumlah penentang akan
sangat berkurang, sedangkan jumlah pendudung makin bertambah.

14
BAB III
PEMBAHASAN

A. Resistensi Terhadap Perubahan


Menurut pendapat kelompok kami resistensi terhadap perubahan adalah
perilaku karyawan yang ditandai dengan munculnya reaksi emosi negatif
terhadap perubahan, enggan melakukan suatu perubahan, memiliki fokus
jangka pendek ketika bekerja, dan memiliki pemikiran yang kaku (tidak open
mind).
1. Resistensi Individual
Karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka
individu punya potensi sebagai sumber penolakan atas perubahan.
a. Kebiasaan
Kebiasaan merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan
secara berulang-ulang sepanjang hidup kita. Kita lakukan itu, karena
kita merasa nyaman, menyenangkan.
b. Rasa Aman
Jika kondisi sekarang sudah memberikan rasa aman, dan kita
memiliki kebutuhan akan rasa aman relatif tinggi, maka potensi
menolak perubahan pun besar.
c. Faktor Ekonomi
Faktor lain sebagai sumber penolakan atas perubahan adalah soal
menurun-nya pendapatan.
d. Takut Akan Sesuatu Yang Tidak Diketahui
Sebagian besar perubahan tidak mudah diprediksi hasilnya. Oleh
karena itu muncul ketidak pastian dan keraguraguan.
g. Persepsi
Persepsi cara pandang individu terhadap dunia sekitarnya. Cara
pandang ini mempengaruhi sikap.
h. Kebiasaan Rasa Aman Faktor Ekonomi
Ketidakpastian Persepsi

15
2. Resistensi Organisasional
Organisasi, pada hakekatnya memang konservatif. Secara aktif
mereka menolak perubahan. Terdapat enam sumber penolakan atas
perubahan.
a. Inersia Struktural
Artinya penolakan yang terstrukur. Organisasi, lengkap dengan
tujuan, struktur, aturan main, uraian tugas, disiplin, dan lain
sebagainya menghasil- kan stabilitas.
b. Fokus Perubahan Berdampak Luas
Perubahan dalam organisasi tidak mungkin terjadi hanya
difokuskan pada satu bagian saja karena organisasi merupakan suatu
sistem.
c. Inersia Kelompok Kerja
Walau ketika individu mau mengubah perilakunya, norma
kelompok punya potensi untuk menghalanginya.
d. Ancaman Terhadap Keakhlian
Perubahan dalam pola organisasional bisa mengancam keakhlian
kelompok kerja tertentu.
e. Ancaman Terhadap Hubungan Kekuasaan Yang Telah Mapan.
Mengintroduksi sistem pengambilan keputusan partisipatif
seringkali bisa dipandang sebagai ancaman kewenangan para penyelia
dan manajer tingkat menengah.
f. Ancaman Terhadap Alokasi Sumberdaya
Kelompok-kelompok dalam organisasi yang mengendalikan
sumber daya dengan jumlah relatif besar sering melihat perubahan
organisasi sebagai ancaman bagi mereka.

B. Tahap-Tahap Perubahan Sosial


Dalam proses perubahan sosial terdiri dari tiga tahap berurutan : (1)
invensi yaitu proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan, (2)
difusi, ialah proses di mans ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam Sistem

16
sosial, dan (3) konsekwensi yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam
sistem social sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan
terjadi jika penggunaan atau penolakan ide baru itu mempunysi akibat. Karena
itu perubahan sosial adalah akibat komunikasi sosial.
Beberapa pengamat terutama ahli anthropologi memerinci dua tahap
tambahan dalam urutan proses di atas. Salah satunya ialah pengembangan
inovasi yang terjadi telah invensi sebelum terjadi difusi. Yang dimaksud ialah
proses terbentuknya ide baru dari suatu bentuk hingga menjadi suatu bentuk
yang memenuhi kebutuhan audiens penerima yang menghendaki. Kami tidak
memaaukkan tahap ini karena ia tidak selalu ada. Misalnya, jika inovasi itu
dalam bentuk yang siap pakai. Tahap terakhir yang terjadi setelah
konsekwensi, adalah menyusutnya inovasi, ini menjadi bagian dari
konsekwensi.
Yang memicu terjadinya perubahan dan sebaliknya perubahan sosial
dapat juga terhambat kejadiannya selagi ada faktor yang menghambat
perkembangannya. Faktor pendorong perubahan sosial meliputi kontak
dengan kebudayaan lain, sistem masyarakat yang terbuka, penduduk yang
heterogen serta masyarakat yang berorientasi ke masa depan. Faktor
penghambat antara lain sistem masyarakat yang tertutup, vested interest,
prasangka terhadap hal yang baru serta adat yang berlaku.
Perubahan sosial dalam masyarakat dapat dibedakan dalam perubahan
cepat dan lambat, perubahan kecil dan besar serta perubahan direncanakan dan
tidak direncanakan. Tidak ada satu perubahan yang tidak meninggalkan
dampak pada masyarakat yang sedang mengalami perubahan tersebut. Bahkan
suatu penemuan teknologi baru dapat mempengaruhi unsur-unsur budaya
lainnya. Dampak dari perubahan sosial antara lain meliputi disorganisasi dan
reorganisasi sosial, teknologi serta cultural.

17
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perubahan organisasi dan pengelolaan perubahan (Organizational
Change and Change Management) merupakan kajian yang menarik dalam
masa-masa sekarang ini. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi,
terutama tehnologi informasi, mengharuskan organisasi untuk terus menerus
melakukan perubahan. Pernyataan yang menyatakan, “the only constant is
change”, mendapatkan makna yang sesungguhnya.
Organisasi harus berubah untuk bisa tetap survive, dan melakukan
perubahan organisasi bukanlah merupakan pilihan tetapi sudah merupakan
keharusan. Perubahan yang dilakukan organisasi tidak selamanya berhasil
sesuai dengan apa yang diinginkan organisasi, yaitu peningkatan
produktivitas, peningkatan motivasi, moral anggota dan sebagainya.
Sudah menjadi kodrat manusia untuk menolak perubahan, apalagi ketika
berada pada posisi yang aman dan mapan. Akan tetapi jika hal ini tidak diubah
maka yang terjadi adalah kerugian bagi organisasi secara luas.

B. Saran
Makalah yang kami buat masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
kami berharap pembaca terutama Bapak Dosen dapat memberikan kritik dan
saran konstruktif kepada kami untuk perbaikan makalah agar lebih bagus lagi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, M. Nur. 2010. Manajemen Perubahan. Jakarta : Ghalia Indonesia

Cheng, Yin Cheong. 1996. School Effectiveness & School-based Management: A


Mechanism for Development. London: The Falmer Press.

Kurt Lewin, Field Theory in Social Science, 1951


Michael Hammer dan James Champy, Reengineering the Corporation : A
Manifesto for Business Revolution, 1994
Stephen P. Robbins, Organizational Behavior, Concepts, Controversies, and
Application, 1991
Wilbert E, Maore, Order an Change, Essay in Comparative Sosiology. New York,
John Willey & Sons, 1967, halm 3
Judistira K. Garna. Teori- Teori Perubahan Sosial. Program Pascasarjana. Unpad
Bandung 19992 ,hlm 80

19

Anda mungkin juga menyukai