Anda di halaman 1dari 15

BAB II

RANGKAIAN TERGANDENG MAGNETIS

Suatu arus tak konstan menghasilkan fluks magnet tak konstan yang
selanjutnya mengimbaskan suatu tegangan pada sebuah kumparan. Sedangkan
pada dua atau lebih kumparan (kumparan berdekatan) akan menghasilkan fluks
bersama sehinggga dapat dikatakan sebagai “tergandeng bersama”. Dalam
rangkaian yang mempunyai gandengan bersama, suatu arus yang berubah
menurut waktu dalam salah satu kumparannya akan menghasilkan tegangan
imbas pada kumparan yang lainnya. Tegangan imbas tersebut dicirikan oleh
suatu induktansi bersama pada kumparan yang berdekatan ini.
Suatu sistem yang terdiri dari susunan gandengan bersama lebih dari satu
kumparan yang digulungkan pada suatu inti disebut “transformator/trafo”. Trafo
ini tersedia dalam berbagai jenis dan ukuran. Dalam pesawat penerima radio,
televisi dan peralatan audio, trafo digunakan untuk menghubungkan berbagai
tingkat penguatan. Trafo juga digunakan untuk menaikkan atau menurunkan
tegangan serta untuk mengatur tingkatan impedansi dalam system daya dan
elektronika.

2.1. Induktansi Diri dan Induktansi Bersama

Hubungan antara induktansi L pada suatu induktor linier dengan fluks gandeng,
 adalah:
 =N  =Li

Gambar 2.1. Induktansi bersama antara dua kumparan

Hal 9
dan menurut Hukum Faraday, tegangan kutub pada induktor tersebut:
di
v=L
dt

Hukum Faraday ini mengatakan bahwa “suatu tegangan dapat mengimbaskan


ke suatu kumparan yang mengandung fluks magnet yang berubah menurut
waktu tanpa memandang sumber fluksnya”.
Gambar2.1., memperlihatkan suatu trafo sederhana dengan dua pasangan kutub
yaitu kumparan pertama A sebagai gulungan primer dan kutub kedua B sebagai
gulungan sekunder.

 Dengan kutub-kutub kumparan sekunder dihubungkan terbuka,

Arus i1 menghasilkan fluks magnet  11 yang diberikan oleh :

 11 = L1  21

dengan  = fluks i1 yang hanya meliputi kumparan A yang disebut “fluks


L1
bocor”
 21 = fluks i1 yang meliputi kumparan A dan B yang disebut “fluks
bersama”

Karena kutub sekundernya dalam keadaan hubungan terbuka, maka tidak


akan ada arus yang mengalir dalam kumparan B, jadi fluks gandeng
kumparan itu adalah:
 2 = N2  21
sehingga tegangan di kutub sekunder:

d 2 d 21
v = dt = N2 dt

Dalam trafo linier, fluks  21 berbanding lurus dengan arus i1 sehingga


dapat dituliskan:

N2  21 = M21 i1
……………………………………………………………….………….(1)

Dengan M21 = induktansi bersama dengan satuan Henry (H)

Dengan induktansi bersama tersebut, tegangan sekunder dengan kutub


sekunder dihubung terbuka:

Hal 10
di1
v2 = M21 dt

Untuk tegangan primer, telah diketahui bahwa


d1
v1 =
dt

dengan 1 = fluks gandeng pada kumparan A
= N1  11
Sehingga
L1 i1 = N1  11 ………………………………………….…..(2)

Dimana L1 sebagai induktansi diri gulungan primer.

Dengan demikian diperoleh:

di1
v1 = L1
dt

 Dengan kutub-kutub primer trafo berupa rangkiaan terbuka, dan arus i 2


mengalir dalam gulungan sekunder.

Arus i2 menghasilkan fluks magnet  22 yang diberikan oleh :

 22 = L2  12

dengan  L2 = fluks bocor i2 yang hanya meliputi kumparan A.


 12 = fluks bersama yang meliputi kumparan A dan B.

Fluks gandeng pada kumparan A:


 1 = N1  12

sehingga tegangan di kutub sekunder:

d1 d12
v1 = dt = N1 dt

Dalam trafo linier, fluks  12 berbanding lurus dengan arus i2 sehingga


dapat dituliskan:

N1  12 = M12 i2………………………………………….……….…(3)

Dengan M12 = induktansi bersama dengan satuan Henry (H)

Hal 11
Dengan induktansi bersama tersebut, tegangan sekunder dengan kutub
primer dihubung terbuka:

di 2
v1 = M12 dt

Untuk tegangan sekunder, telah diketahui bahwa

d 2
v2 =
dt
dengan  2 = N1  11

Sehingga
L2 i2 = N 2  22 …………………………………………….……..(4)

Dimana L2 sebagai induktansi diri gulungan skunder.


Dengan demikian diperoleh:

di 2
v2 = L2
dt

 Dengan arus-arus kutub primer i1 maupun arus-arus kutub sekunder i 2


tidak sama dengan nol.

Fluks-fluks pada kumparan A dan B:


 1 =  L1 +  21 +  12 =  11 + 12
 2 =  L2 +  12 +  21 =  11 +  12

sehingga fluks gandeng dalam kumparan primer dan kumparan


sekundernya adalah:
 1 = N1  11 + N1  12
 2 = N2  21 + N2  22
Dengan memasukkan persamaan (1), (3) dan (4) ke dalam ke dua
persamaan di atas kemudian mendiferensiasikannya, dimana M = M 12 =
M21 maka diperoleh tegangan primer dan sekunder pada transformator;

di1 di
v1 = L1 +M 2
dt dt

di1 di
v2 = M + L2 2 …………..…………………………………..
dt dt
(5)

Hal 12
Jelas bahwa setiap tegangan mengandung tegangan imbas diri karena
induktnasi diri pada kumparannya dan tegangan bersama karena
induktansi bersama M.

2.2. Perjanjian Bintik

Dalam bahasan di atas, gulungan-gulungan kumparannya adalah sedemikian


hingga tanda aljabar suku-suku tegangan bersama yang mengandung M adalah
positif untuk tegangan dan arus yang diberikan. Dalam praktek, tentu saja tidak
perlu ditunjukkan secara terrinci arah gulungan pada transformator. Dalam
analisis diperlukan suatu perjanjian bintik yang menunjukkan polaritas tegangan
bersamanya.
Lambang-lambang rangkaian untuk transformator pada gambar 2.1, ditunjukkan
oleh gambar2.2 dengan bintik-bintik yang sesuai. Tanda –tanda kutubnya
ditetapkan sedemikian hingga arus yang meningkat secara positif yang mengalir
ke kutub yang berbintik (atau yang tidak berbintik) pada salah satu gulungannya
mengimbas suatu tegangan positif pada kutub yang berbintik (atau yang tidak
berbintik) pada gulungan yang lain.

Dalam menuliskan persamaan uraiannya digunakan aturan berikut:


Suatu arus i yang memasuki kutub berbintik (tidak berbintik) dalam salah satu
gulungan pada suatu transformator, mengimbas suatu tegangan M di/dt dengan
polaritas positif pada kutub berbintik (tidak berbintik) pada gulungan yang lain.

Dalam aturan tersebut, tidak penting apakah arus itu meningkat atau tidak
karena tanda untuk arus imbasnya telah diperhitungkan dalam di/dt. Jadi jika I
meningkat maka tegangan imbas M di/dt positif dan jika I nberkurang maka
tegangan imbasnya akan negative. Tentu saja jika I adalah arus searah maka
tegangan imbasnya akan sama dengan nol.

Gambar 2.2. Lambang bintik untuk transformator

Hal 13
Sebagai contoh, tinjau gambar 2.2a. Tampak bahwa i 2 menuju arus yang kutub
berbintik sehingga tegangan bersama M di 2/dt mempunyai polaritas positif pada
kutub yang berbintik di gulungan primernya. Demikian pula, karena i 1 memasuki
kutub berbintik maka tegangan bersama M di 1/dt mempunyai polaritas positif di
kutub yang berbintik pada sekundernya. Penerapan hukum tegangan Kirchoff
sepanjangn rangkian primer dan sekunder untuk rangkaian transformator itu
memberikan persamaan (5).

Gambar2.3. Susunan bintik yang berbeda dan arah arus yanga berbeda
pada suatu transformator

Dengan menerapkan hukum tegangan Kirchoff dan berdasarkan penentuan


aturan bintik, diperoleh:

di1 di
v1 = L1 -M 2
dt dt

di1 di
v2 = -M + L2 2 …………………………………………..…….(6)
dt dt

Pada gambar 2.3b, arah arus i2 diubah, dengan menerapkan hukum tegangan
Kirchoff diperoleh:
di di
v1 = L1 1 + M 2
dt dt

di1 di
v2 = -M - L2 2 …..……………………………………….…..(7)
dt dt

Hasil-hasil di atas juga dapat diperoleh dengan cara lain penentuan tanda
tegangan bersamanya sebagai berikut:

Hal 14
Jika kedua arus dalam suatu transformator memasuki (meninggalkan) kutub
berbintik, suku induktansi bersama dan induktansi diri untuk masing-masing
pasangan kutub tersebut mempunyai tanda yang sama. Jika tidak, keduanya
akan berlawanan tanda.

2.3. Pengukuran Induktansi Bersama

Dalam praktek, biasanya lebih mudah untuk mengukur nilai induktansi bersama
dengan pertolongan alat ukur khusus yang dirancang untuk mengukur
induktansi. Alat ukur semacam ini mempunyai sepasang kutub tempat induktansi
yang akan diukur dipasangkan dan nilai induktansi L dibaca melalui suatu meter
atau dengan penyetelan cakra (dial ) tertentu.

Nilai induktansi kumparan primer dapat diperoleh dengan menyambungkannya


ke kutub alat ukur itu dengan kutub sekundernya dalam hubungan terbuka.
Dengan cara itu, tidak akan ada tegangan imbas dalam kumparan primer kecuali
karena induktansi dirinya. Demikian pula induktansi diri kumparan sekunder
dapat diukur dengan kutub primernya dalam hubungan terbuka.

Untuk mengukur induktansi bersama, mula-mula primer dan sekunder


transformator dihubungkan secara seri seperti gambar 2.4. Arus I yang mengalir
dalam kedua kumparan akan sama besar. Dengan menggunakan hukum
Tegangan Kirchoff, diperoleh tegangan jatuh antra kedua kumparan dalam
hubungan seri tersebut:

di di di di
v = L1 +M + L2 +M
dt dt dt dt
di
= (L1 + L2 + 2M) ………………………………………………..(8)
dt

Jadi induktansi yang terukur antara kutub alat ukur tersebut adalah (L 1 + L2 +
2M). Jika kumparan itu dihubung seri dengan cara yang berbeda seperti gambar
2.5b, atau jika letak bintiknya berbeda dengan yang pertama, tegangan jatuh di
antara kutub-kutub hubungan seri itu adalah:

di di di di
v = L1 -M + L2 -M
dt dt dt dt
di
= (L1 + L2 - 2M) ………………………………………………...(9)
dt

Hal 15
Dengan mengambil selisih pembacaan induktansi untuk kedua kemungkinan
hubungan seri tersebut diperoleh nilai 4M, empat kali impedansi bersama
tranformator.

Gambar 2.4. Rangkaian untuk pengukuran induktansi bersama

2.4. Menentukan Polaritas Transformator

Penentuan tanda polaritas pada suatu transformator diawali dengan memberikan


tanda bintik pada salah satu kutubnya secara sembarang. Misalnya pada kutub a
pada gambar 4. Arus yang masuk melalui kutub tersebut akan menghasilkan
fluks Φ seperti yang ditunjukkan pada gambar tersebut. (Arah Φ ditentukan
menurut aturan tangan kanan, yang menyatakan bahwa jika jari-jari pada tangan
kanan menggenggam kumparan dengan arah seperti arah arus yang mengalir di
dalamnya, ibu-jari akan menunjukkan arah fluksnya). Kutub yang berbintik pada
kumparan lainnya adalah bila ada suatu arus masuk yang menghasilkan suatu
fluks dengan arah yang sama seperti arah Φ. Tampak bahwa suatu arus yang
mengalir masuk melalui kutub b dalam gambar 4 akan menghasilkan fluks
dengan arah yang sama seperti arah Φ. Jadi tanda bintik diberikan pada kutub b.

Bila arah lilitan pada kumparan transformator tidak diketahui dan tidak dapat
ditentukan, maka cara yang lebih sederhana untuk menetapkan tanda-tanda
bintik itu adalah dengan menggunakan rangkaian uji-coba sederhana seperti
yang ditunjukkan gambar 5. Sumber tegangan yang digunakan biasanya berupa
baterai dengan tegangan yang relative rendah dan saklar sesaat berupa dua
potong kawat telanjang. Bila saklar itu ditutup, arus primer akan mengalir dengan
arah seperti yang ditunjukkan pada gambar sehingga dapat diberikan tanda
bintik pertama pada ujung kumparan primer dimana arus masuk. Jika voltmeter
bergerak kearah positif maka bintik kedua harus diletakkan di tempat kutub
positif voltmeter terhubung pada kumparan sekundernya. Jika voltmeter bergerak

Hal 16
kearah negatif, bintik kedua harus diletakkan di ujung kumparan sekunder yang
terhubung ke kutub negatif voltmeter tersebut.

Gambar 2.5. Model suatu transformator untuk menentukan tanda polaritas

Gambar 2.6. Rangkaian untuk menetapkan letak bintik

2.5. Penyimpanan Tenaga


Li 2
Tenaga yang tersimpan dalam suatu induktor adalah w = .
2
Jadi untuk suatu induktansi tertentu, banyaknya tenaga yang tersimpan
sepenuhnya ditentukan oleh besarnya arus i.
Pernyataan umum untuk tenaga yang tersimpan dalam sepasang induktor yang
tergandeng untuk setiap waktu t diberikan oleh:

1 1
w(t )  L1i12  Mi1i 2  L2 i 22 ……..………………………………………....(10)
2 2

Hal 17
Tanda untuk suku induktansi bersamanya positif jika kedua arusnya memasuki
kutub-kutub yang berbintik (atau yang tidak berbintik); bila tidak, maka tandanya
negatif.

2.6. Koefisien Gandengan

Koefisien gandengan antra induktor menunjukkan besarnya gandengan dan


didefinisikan oleh:

M
k ………………………………………………….………………(11)
L1 L2

Dimana batas-batas nilai k adalah : 0 ≤ k ≤ 1


Jika k = 0, maka tidak akan terdapat gandengan antara kumparan karena M = 0.
Jika k =1, maka semua fluks itu akan meliputi lilitan pada kedua gulungannya
dan merupakan suatu transformator eka gandengan.

Nilai k (dan juga M) tergantung pada dimensi fisik dan banyaknya lilitan pada
masing-masing kumparannya, kedudukan relative antara kumparan yang satu
terhadap yang lain serta sifat magnet inti dimana semua kumparan dibelitkan.
Kumparan itu dikatakan tergandeng renggang jika k≤0,5 dan jika k>0.5 dikatakan
tergandeng erat.
Umumnya transformator dengan inti udara tergandeng renggangdan
transformator dengan inti besi koefisien gandengannya dapat mencapai satu.

2.7. Impedansi Terpantul

Tinjau rangkaian seperti pada gambar 2.7., yang mempunyai suatu sumber
tegangan Vg dengan impedansi sebesar Z 2 yang terpasang pada kutub-kutub
sekunder transformatornya.
Dengan menerapkan hukum tegangan Kirchoff pada rangkian tersebut,
diperoleh:

V1 = jωL1 I1 – jωM I2
0= -jωL1 I1 +(Z+ jωL2 ) I2 .........................................................(12)

Dengan menghilangkan I2 dari kedua persamaan di atas, menghasilkan:

 jM  jM  
V1   jL1   I 1 ..........................................................(13)
 Z 2  j L 2 

Hal 18
sehingga impedansi masukan rangkian dilihat dari kutub-kutub primer
transformator tersebut adalah:

V1  2M 2
Z1   jL  ...........................................................(14)
I1 Z 2  jL2
Suku pertama pada persamaan di atas yaitu jL1 sepenuhnya tergantung pada
reaktansi primer transformator tersebut. Sedangkan suku kedua tergantung pada
gandengan bersama yang kemudian disebut sebagai impedansi terpantul
diberikan oleh:

 2M 2
ZR  .........................................................................(15)
Z 2  jL2
Impedansi terpantul dapat dibayangkan sebagai suatu impedansi yang disisipkan
atau dipantulkan ke bagian primer oleh sekunder transformator tersebut.

Jadi impedansi masukan bila dilihat oleh sumber Vg adalah:


Z i  Z g  Z1

2.8. Transformator Sempurna

Suatu transformator sempurna (ideal transformer) adalah suatu transformator


eka-gandengan tanpa rugi dengan induktansi diri kumparan primer dan
sekundernya tak berhingga tetapi perbandingan keduanya terhingga.
Transformator fisis yang mendekati keadaan sempurna tersebut adalah
transformator dengan inti besi. Kumparan primer dan sekunder transformator itu
dililitkan pada suatu susunan inti besi berlapis-lapis sedemikian hingga hampir
semua fluksnya meliputi semua lilitan pada kedua kumparan tersebut. Reaktansi
induktansi diri kumparan primer dan sekundernya sangat besar dibandingkan
terhadap impedansi beban yang umumnya terpasang dan koefisien
gandengannya sangat mendekati satu dalam kawasan frekuensi di mana
transformator itu dirancang. Jadi, transformator sempurna merupakan suatu
model pendekatan untuk transformator dengan inti desi.

Parameter penting yang diperlukan untuk mencirikan karakteristik suatu


transformator sempurna adalah perbandingan lilitan n yang didefinisikan oleh:
N
n 2 ……………………………………………………………………..(16)
N1

dengan N1 dan N2 adalah banyaknya lilitan pada kumparan primer dan sekunder
transformator tersebut.
Tegangan dan arus dalam suatu transformator sempurna dihubungkan oleh
perbandingan lilitannya sebagai

Hal 19
V2
n
V1
…………………………………….……………………………..(17)
I2
n
I1
Dan dengan menggantikan n dengan N2/N1 didapat:
V2 N
 2
V1 N1 ………………………………………………………..…………(18)
N1 I1  N 2 I 2

Oleh karena itu, tegangan pada suatu transformator sempurna mempunyai


perbandingan yang sama dengan perbandingan lilitannya dan lilit-ampere (NI)
bernilai sama baik untuk gulungan primer maupun untuk gulungan sekundernya.

Lambang untuk suatu transformator sempurna ditunjukkan pada gambar 2.8


dimana sekundernya dihubungkan dengan suatu beban Z 2 dan primernya
berhubungan dengan Vg dan impedansi Zg. Garis tegak melambangkan inti besi
dan 1:n menunjukkan perbandingan lilitannya. Jika kedua bintik diletakkan pada
kutub yang berlawanan maka perbandingan pada persamaan (17) menjadi
negatif.

Impedansi primer Z1 pada persamaan (14) untuk transformator sempurna


diberikan oleh:

V1 V2 / n V2 / I 2
Z1   
V2 I2 n2

atau
Z2 Z2
Z1  atau  n 2 ………………………………..………………..(19)
n 2 Z1

Gambar 2.8. Rangkaian yang mengandung suatu transformator sempurna

Hal 20
2.9. Rangkaian Setara

Rangkaian setara untuk transformator linear dapat dengan mudah disusun


dengan meninjau persamaan untuk arus dan tegangan pada primer dan
sekunder transformator. Pada gambar 9a, tampak bahwa

di1 di
v1 = L1 +M 2
dt dt

di1 di
v2 = M + L2 2 ………………………………………….……………..
dt dt
(20)

Dapat dibuktikan bahwa rangkaian pada gambar 9b juga memenuhi persamaan


di atas. Sumber tegangan bergantung waktu yang diatur oleh turunan terhadap
waktu dari arus primer dan sekunder transformator tersebut. Dalam kawasan
frekuensi sumber tersebut dapat dipandang sebagai sumber tegangan yang
diatur oleh arus.

Jika persamaan (20) diubah bentuknya sehingga menjadi:


v1  L1  M  didt
1  di di 
M 1  2
 dt dt 

 di di  di
v 2  M  1  2    L2  M  2 …………………………..…………….(21)
 dt dt  dt

(a) (b)

Gambar 2.9.Transformator linear dengan rangkaian setaranya

maka persamaan di atas dapat dipenuhi oleh suatu jala-jala T seperti yang
diperlihatkan pada gambar 2.10b. Karena rangkaian tersebut merupakan suatu

Hal 21
jala-jala kutub tiga maka rangkaian gambar 2.10b setara dengan suatu
transformator yang dihubungkan seperti gambar 2.10a. Jika letak bintik pada
gambar tersebut berlawanan maka M harus digantikan dengan –M dalam
rangkian setara.

(a) (b)

Gambar 2.10. Transformator linear dengan kutub bersama


dengan rangkaian T setaranya

Gambar 11. Transformator sempurna dengan rangkaian setaranya

Hal 22
Untuk transformator sempurna seperti pada gambar 2.11a, arus dan
tegangannya diberikan menurut:

 i1
i2
n ……………………………………………………………………..(22)
v 2  nv1

Jelas bahwa rangakaian pada gamabr 2.10b dan 2.10c memenuhi persamaan
(21). Jika letak bintiknya berbeda dengan gambar maka n harus digantikan oleh
–n dalam persamaan (22).

Hal 23

Anda mungkin juga menyukai