Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN MINI PROJECT

INTERVENSI COGNIVITE BEHAVIOR THERAPY PADA


PENDERITA HIPERTENSI DENGAN DEPRESI CEMAS
DAN STRES DALAM UPAYA MENINGKATKAN
KEPATUHAN PASIEN BEROBAT

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian
dari persyaratan menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia di Puskesmas Pasundan
Kota Samarinda

Disusun :
dr. Karolin Anggelina

Pendamping :
dr. Deni Wardani

Penanggung Jawab :
dr. Panuturi Ratih E. T. S

PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA


KALIMANTAN TIMUR
KOTA SAMARINDA
2018
BAB 1
PEBDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Setiap pelayanan yang diberikan oleh
puskesmas memiliki standar pelayanan minimal yang mengacu pada Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 43 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.
Adapun standar pelayanan minimal yang diatur antara lain pelayanan kesehatan ibu hamil,
pelayanan kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan bayi baru lahir, pelayanan kesehatan
balita, pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar, pelayanan kesehatan pada usia
produktif, pelayanan kesehatan pada usia lanjut, pelayanan kesehatan penderita hipertensi,
pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus, pelayanan kesehatan orang dengan gangguan
jiwa berat, pelayanan kesehatan orang dengan TB, pelayanan kesehatan orang dengan risiko
terinfeksi HIV.
Pernyataan standar pelayanan tersebut masing-masing adalah setiap ibu hamil
mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar, setiap ibu bersalin mendapatkan pelayanan
persalinan sesuai standar, setiap bayi baru lahir mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai
standar, setiap balita mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar, setiap anak pada usia
pendidikan dasar mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar, setiap warga negara
Indonesia usia 15 s.d. 59 tahun mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar, setiap warga
negara Indonesia usia 60 tahun ke atas mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar, setiap
penderita hipertensi mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar, setiap penderita
diabetes melitus mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar, setiap orang dengan
gangguan jiwa (ODGJ) berat mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar, setiap orang
dengan TB mendapatkan pelayanan TB sesuai standar, setiap orang beresiko terinfeksi HIV
(ibu hamil, pasien TB, pasien IMS, waria/transgender, pengguna napza, dan warga binaan
lembaga pemasyarakatan) mendapatkan pemeriksaan HIV sesuai standar.
SPM merupakan hal minimal yang harus dilaksanakan oleh Pemda untuk rakyatnya.
Untuk itu dalam penetapan indikator SPM, Kementerian/Lembaga Pemerintahan Non
Kementerian agar melakukan pentahapan pada jenis pelayanan, mutu pelayanan dan/atau
sasaran/lokus tertentu. SPM merupakan salah satu program strategis nasional. Pada Pasal 68
UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Kepala Daerah
yang tidak melaksanakan program strategis nasional akan dikenai sanksi yaitu sanksi
administratif, diberhentikan sementara selama 3 (tiga) bulan, sampai dengan diberhentikan
sebagai kepala daerah.
Seperti pasien dengan kondisi medis kronis yang lain. Pasien hipertensi juga
mengalami berbagai macam emosi yang akan meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa.
Depresi adalah penyakit berat yang kebanyakan tidak terdiagnosis pada pasien hipertensi.
Jumlah obat yang banyak yang harus dikonsumsi pasien hipertensi berpengaruh terhadap
perkembangan gejala depresi. Stres akibat memiliki kondisi medis kronis akan
mempengaruhi kepatuhan pengobatan pasien. Bukti empiris menunjukkan bahwa stres akan
memperberat gejala hipertensi. Hubungan antara hipertensi dan gejala kecemasan, depresi
dan stres masih tidak sepenuhnya dipahami. Penderita hipertensi merupakan salah satu pasien
yang harus diberikan konseling agar patuh terhadap pengobatan yang dijalani, karena
hipertensi merupakan penyakit yang secara pelan-pelan dapat menimbulkan kematian karena
gagal jantung, infark miokard, stroke atau gagal ginjal.
Terapi yang dapat diterapkan pada depresi adalah terapi keluarga, pelatihan manajemen
emosi, hipnoterapi, psikoedukasi, pendekatan kognitif dan pendekatan perilaku seperti
cognitive behavior therapy. Meskipun banyak terapi yang dapat diberikan pada individu yang
mengalami depresi, namun hendaknya dapat memberikan terapi yang sesuai dengan teori dan
pendekatan yang dilakukan. Depresi disebabkan oleh adanya skema kognitif atau munculnya
distorsi kognitif, rendahnya penilaian terhadap diri sendiri dan tidak adanya keyakinan
mengenai masa depannya. Proses kognisi ini akan menjadi jembatan dari proses belajar
manusia, dimana pikiran, perasaan dan tingkah laku yang saling berhubungan secara kausal.
Dengan demikian pendekatan yang digunakan harus dapat mengatasi kecenderungan yang
dialami penderita depresi yaitu dengan menggunakan pendekatan kognitif dan pendekatan
perilaku seperti cognitive behavior therapy (CBT). CBT digunakan untuk memperbaiki
distorsi kognitif yang lebih mengutamakan kognisi atau pikiran, proses berfikir dan
bagaimana kognisi memengaruhi emosi dan perilaku.
Orang dengan gejala depresi yang awalnya mengalami kesedihan, kehilangan
semangat, cemas, kurang gembira, berpikir negatif terhadap diri, lingkungan dan masa depan,
mempunyai gangguan tidur, menarik diri dari lingkungan, gangguan nafsu makan dan
aktivitas menurun berubah menjadi lebih senang, lebih bersemangat, tenang lebih nyaman,
menilai positif terhadap diri sendiri, lingkungan dan masa depan, tidur lebih nyenyak, lebih
mampu bersosialisasi, nafsu makan dan aktivitas menjadi meningkat. Hal ini juga
mempengaruhi cara individu dalam memandang diri dan masa depan sehingga akan
memunculkan suatu kekuatan dalam dirinya bahwa dirinya mampu untuk mengatasi
permasalahan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan suatu masalah yaitu:
1. Berapa persentase penderita hipertensi yang mengalami depresi, cemas dan stres?
2. Bagaimana hubungan antara depresi, cemas dan stres terhadap kejadian hipertensi?
3. Bagaimana pengaruh intervensi cognivite behavior therapy terhadap peningkatan
kepatuhan pasien hipertensi berobat?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui persentase penderita hipertensi yang mengalami depresi, cemas dan
stres.
2. Untuk mengetahui hubungan antara depresi, cemas dan stres terhadap kejadian
hipertensi.
3. Untuk mengetahui pengaruh intervensi cognivite behavior therapy terhadap
peningkatan kepatuhan pasien hipertensi berobat.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Bagi Puskesmas
a. Membantu Puskesmas meningkatkan jumlah kunjungan penderita hipertensi dalam
rangka memenuhi target SPM.
b. Membantu Puskesmas mengidentifikasi penyebab ketidakpatuhan penderita hipertensi
dalam berobat secara teratur.

1.4.2 Manfaat Aplikatif dan Ilmiah


a. Meningkatkan pengalaman dan keterampilan penulis dalam menganalisis persoalan
yang ada di masyarakat dan melakukan upaya intervensi.
b. Sebagai sarana pembelajaran dan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang telah diperoleh
selama pendidikan kedokteran khususnya dalam bidang kesehatan masyarakat.
c. Sebagai pemenuhan tugas dalam menjalankan program internsip dokter Indonesia.
1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat
a. Memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pengobatan secara teratur
pada penderita hipertensi.
b. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan derajat kesehatan
masyarakat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Puskesmas

2.1.1 Definisi

Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya


kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

Seiring dengan semangat otonomi daerah maka puskesmas dituntut untuk mandiri
dalam menentukan kegiatan pelayanannya yang akan dilaksanakan tetapi pembiayaannya
tetap didukung oleh pemerintah. Sebagai organisasi pelayanan mandiri, kewenangan yang
dimiliki puskesmas juga meliputi kewenangan merencanakan kegiatan sesuai masalah
kesehatan diwilayahnya, kewenangan menetukan kegiatan yang termasuk public goods atau
private goods serta kewenangan menentukan target kegiatan sesuai kondisi geografi
puskesmas.

Jumlah kegiatan pokok puskesmas diserahkan pada setiap puskesmas sesuai kebutuhan
masyarakat dan kemampuan sumber daya yang dimiliki namun puskesmas tetap
melaksanakan kegiatan pelayanan dasar yang menjadi kesepakatan nasional.

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk


mewujudkan masyarakat yang :

a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat;
b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu;
b. Hidup dalam lingkungan yang sehat;
c. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas mendukung terwujudnya


Kecamatan sehat. Puskesmas memiliki 6 prinsip penyelenggaraan, yaitu :

a. Paradigma sehat :
Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam
upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
b. Pertanggungjawaban wilayah :
Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya.
c. Kemandirian masyarakat :
Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat.
d. Pemerataan :
Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau
oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status
sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan.
e. Teknologi tepat guna :
Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan memanfaatkan teknologi
tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak
berdampak buruk bagi lingkungan.
f. Keterpaduan dan Kesinambungan :
Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP
lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem rujukan yang didukung
dengan manajemen Puskesmas.

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai


tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya
kecamatan sehat.

Dalam melaksanakan tugasnya, Puskesmas menyelenggarakan fungsi :

A. Penyelenggaraan UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) tingkat pertama di wilayah


kerjanya. Dalam menyelenggarakan fungsi UKM tingkat pertama, Puskesmas
berwenang untuk :
a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan
analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan.
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.
c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat
dalam bidang kesehatan.
d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah
kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan
sektor lain terkait.
e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan
berbasis masyarakat.
f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas.
g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.
h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan
cakupan Pelayanan Kesehatan.
i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk
dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit.

B. Penyelenggaraan UKP (Upaya Kesehatan Perseorangan) tingkat pertama di wilayah


kerjanya. Dalam menyelenggarakan fungsi sebagai UKP, Puskesmas berwenang untuk :
a. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan, dan bermutu.
b. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan
preventif.
c. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat.
d. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan keamanan dan
keselamatan pasien, petugas, dan pengunjung.
e. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja sama
inter dan antar profesi.
f. Melaksanakan rekam medis.
g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses
Pelayanan Kesehatan.
h. Melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan.
i. Mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama di wilayah kerjanya.
j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem rujukan.
Selain menyelenggarakan fungsi yang telah disebutkan di atas, Puskesmas juga
berfungsi sebagai wahana pendidikan Tenaga Kesehatan. Peran puskesmas adalah sebagai
ujung tombak dalam mewujudkan kesehatan nasional secara komphrensif. Tidak sebatas pada
aspek kuratif dan rehabilatatif saja seperti rumah sakit. Puskesmas merupakan salah satu jenis
organisasi yang sangat dirasakan oleh masyarakat umum. Seiring dengan semangat reformasi
dan otonomi daerah maka banyak terjadi perubahan yang mendasar dalam sektor kesehatan
yaitu terjadinya perubahan paradigma pembangunan kesehatan menjadi paradigma sehat.
Dengan paradigma baru ini, mendorong terjadi perubahan konsep yang sangat mendasar
dalam pembangunan kesehatan, antara lain:

1. Pembangunan kesehatan yang semula lebih menekankan pada upaya kuratif dan
rehabilitatif menjadi lebih fokus pada upaya preventif dan kuratif tanpa mengabaikan
kuratif-rehabilitatif.
2. Pelaksanaan upaya kesehatan yang semula lebih bersifat terpilah-pilah (fragmented)
berubah menjadi kegiatan yang terpadu (integrated).
3. Sumber pembiayaan kesehatan yang semula lebih banyak dari pemerintah berubah
menjadi pembiayaan kesehatan lebih banyak dari masyarakat.
4. Pergeseran pola pembayaran dalam pelayanan kesehatan yang semula fee for service
menjadi pembayaran secara pra-upaya.
5. Pergeseran pemahaman tentang kesehatan dari pandangan komsutif menjadi investasi.
6. Upaya kesehatan yang semula lebih banyak dilakukan oleh pemerintah akan bergeser
lebih banyak dilakukan oleh masyarakat sebagai mitra pemerintah (partnership).
7. Pembangunan kesehatan yang semula bersifat terpusat (centralization) menjadi otonomi
daerah (decentralization).
8. Pergeseran proses perencanaan dari top down menjadi bottom up seiring dengan era
desentralisasi.

2.1.2 Wilayah Kerja

Wilayah kerja puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan.
Faktor kepada kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografik, dan keadaan
infrastruktur lainnya merupakan pertimbangan dalam penentuan wilayah kerja puskesmas.
Puskesmas merupakan perangkat Pemerintah Daerah Tingkat II, sehingga pembagian wilayah
kerja puskesmas ditetapkan oleh Walikota/Bupati, dengan saran teknis dari kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Sasaran penduduk yang dilayani oleh satu puskesmas adalah
sekitar 30.000 penduduk. Untuk jangkauan yang lebih luas, dibantu oleh Puskesmas
Pembantu dan Puskesmas Keliling. Puskesmas di ibukota kecamatan dengan jumlah
penduduk 150.000 jiwa atau lebih, merupakan ”Puskesmas Pembina” yang berfungsi sebagai
pusat rujukan bagi puskesmas kelurahan dan juga mempunyai fungsi koordinasi.

2.1.3 Pelayanan Kesehatan Menyeluruh

Pelayanan kesehatan menyeluruh yang diberikan puskesmas meliputi:

1. Promotif (peningkatan kesehatan)


2. Preventif (upaya pencegahan)
3. Kuratif (pengobatan)
4. Rehabilitatif (pemulihan kesehatan)

Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk, tidak membedakan jenis


kelamin, umur, sejak pembuahan dalam kandungan sampai meninggal.

2.1.4 Peran Puskesmas

Dalam konteks Otonomi Daerah saat ini, puskesmas mempunyai peran yang vital
sebagai institusi pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan
jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran tersebut ditunjukkan
dalam bentuk ikut serta menentukan kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang
matang, tatalaksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan pemantauan yang
akurat.

2.1.5 Upaya Kesehatan Wajib Puskesmas

Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan


komitmen nasional, regional dan global serta mempunyai daya ungkit tinggi untuk
peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini diselenggarakan oleh
setiap puskesmas yang ada di seluruh wilayah Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut
adalah:

1) Promosi kesehatan masyarakat


2) Kesehatan lingkungan
3) KIA (Kesejahteraan Ibu dan Anak)
4) KB (Keluarga Berencana)
5) Perbaikan gizi masyarakat
6) P2M (Pengendalian Penyakit Menular)

2.1.6 Upaya Kesehatan Pengembangan Puskesmas

Upaya Kesehatan Pengembangan Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan


permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan
kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan
pokok puskesmas yang telah ada, yaitu:

1) Upaya Kesehatan Sekolah


2) Upaya Kesehatan Olahraga
3) Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
4) Upaya Kesehatan Kerja
5) Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
6) Upaya Kesehatan Jiwa
7) Upaya Kesehatan Mata
8) Upaya Kesehatan Usia Lanjut
9) Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional

Upaya kesehatan pengembangan puskesmas dapat pula bersifat upaya inovasi yaitu
upaya lain di luar upaya puskesmas tersebut di atas yang sesuai dengan kebutuhan.
Pengembangan dan pelaksanaan upaya inovasi ini adalah dalam rangka mempercepat
tercapainya visi puskesmas.

Pemilihan upaya kesehatan pengembangan ini dilakukan oleh puskesmas bersama dinas
kesehatan kabupaten/kota dengan mempertimbangkan masukan dari Konkes/BPKM/BPP.
Upaya kesehatan pengembangan dilakukan apabila upaya kesehatan wajib puskesmas telah
terlaksana secara optimal dalam arti target cakupan serta peningkatan mutu pelayanan telah
tercapai. Penetapan upaya kesehatan pengembangan pilihan puskesmas ini dilakukan oleh
dinas kesehatan kabupaten/kota. Dalam keadaan tertentu upaya kesehatan pengembangan
puskesmas dapat pula ditetapkan sebagai penugasan oleh dinas kabupaten/kota.

Apabila puskesmas belum mampu menyelenggarakan upaya kesehatan pengembangan,


padahal telah menjadi kebutuhan masyarakat, maka dinas kesehatan kabupaten/kota
bertanggung jawab dan wajib menyelenggarakannya. Untuk itu dinas kesehatan
kabupaten/kota perlu dilengkapi dengan berbagai unit fungsional lainnya.

Kegiatan upaya kesehatan dasar dan upaya kesehatan pengembangan di Puskesmas


adalah :

A. Upaya Kesehatan Dasar


a) Pelayanan promosi kesehatan
b) Pelayanan kesehatan lingkungan
c) Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana
d) Pelayanan gizi
e) Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit
B. Upaya Kesehatan Pengembangan
a) Upaya Kesehatan Sekolah
b) Upaya Kesehatan Olah Raga
c) Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
d) Upaya Kesehatan Usia Lanjut
e) Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
f) Upaya Kesehatan Jiwa
g) Upaya Kesehatan Mata

Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya pengembangan harus menerapkan


asas penyelenggaraan puskesmas secara terpadu. Asas penyelenggaraan tersebut
dikembangkan dari ketiga fungsi puskesmas. Dasar pemikirannya adalah pentingnya
menerapkan prinsip dasar dari setiap fungsi puskesmas dalam menyelenggarakan setiap
upaya puskesmas, baik upaya kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan. Asas
penyelenggaran puskesmas yang dimaksud adalah :

2.1.7 Asas Pertanggungjawaban Wilayah

Puskesmas bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang


bertempat tinggal di wilayah kerjanya. Untuk ini Puskesmas harus melaksanakan berbagai
kegiatan, antara lain sebagai berikut :

a. Menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan sehingga berwawasan


kesehatan.
b. Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan masyarakat di
wilayah kerjanya.
c. Membina setiap upaya kesehatan strata pertama yang diselenggarakan oleh masyarakat
dan dunia usaha di wilayah kerjanya.
d. Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara merata dan
terjangkau di wilayah kerjanya.

2.1.8 Asas Pemberdayaan Masyarakat

Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat, agar berperan


aktif dalam penyelenggaraan setiap program puskesmas. Untuk ini, berbagai potensi
masyarakat perlu dihimpun melalui pembentukan Badan Penyantun Puskesmas (BPP).
Beberapa kegiatan yang harus dilaksanakan oleh puskesmas dalam rangka pemberdayaan
masyarakat antara lain :

1. KIA : Posyandu, Polindes, Bina Keluarga Balita (BKB).


2. Pengobatan : Posyandu, Pos Obat Desa (POD).
3. Perbaikan Gizi : Panti Pemulihan Gizi, Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi).
4. Kesehatan Lingkungan : Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa Percontohan
Kesehatan Lingkungan (DPKL).
5. UKS : Dokter Kecil, Saka Bakti Husada (SBH), Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren).
6. Kesehatan Usia Lanjut : Posyandu Usila, Panti Wreda.
7. Kesehatan Kerja : Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK).
8. Kesehatan Jiwa : Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM).
9. Pembinaan Pengobatan Tradisional : Tanaman Obat Keluarga (TOGA), Pembinaan
Pengobatan Tradisional (Battra).

2.1.9 Asas Keterpaduan

Untuk mengatasi keterbatasan sumber daya serta diperolehnya hasil yang optimal,
penyelenggaraan setiap program puskesmas harus diselenggarakan secara terpadu. Ada dua
macam keterpaduan yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Keterpaduan Lintas Program
Upaya memadukan penyelengaraan berbagai upaya kesehatan yang menjadi
tanggung jawab Puskesmas. Contoh keterpaduan lintas program antara lain :
a. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) : keterpaduan KIA dengan P2M, gizi,
promosi kesehatan & pengobatan.
b. UKS : keterpaduan kesehatan lingkungan dengan promosi kesehatan, pengobatan,
kesehatan gigi, kesehatan reproduksi remaja dan kesehatan jiwa.
c. Puskesmas keliling : keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB, Gizi, promosi
kesehatan, & kesehatan gigi.
d. Posyandu : keterpaduan KIA dengan KB, gizi, P2M, kesehatan jiwa & promosi
kesehatan.

Upaya memadukan penyelenggaraan program puskesmas dengan program dari


sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha.
Contoh keterpaduan lintas Sektoral antara lain :
a. UKS : keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, pendidikan
& agama.
b. Promosi Kesehatan : keterpaduan sektor kesehatan dengan dengan camat,
lurah/kepala desa, pendidikan, agama dan pertanian.
c. KIA : keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, organisasi
profesi, organisasi kemasyarakatan, PKK dan PLKB.
d. Perbaikan Gizi : keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa,
pendidikan, agama, pertanian, koperasi, dunia usaha dan organisasi
kemasyarakatan.
e. Kesehatan Kerja : keterpaduan sektor kesehatan dengan dengan camat, lurah,
kepala desa, tenaga kerja dan dunia usaha.

2.1.10 Asas Rujukan

Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang dimiliki oleh
puskesmas terbatas. Pada hal puskesmas berhadapan langsung dengan masyarakat dengan
berbagai permasalahan kesehatan. Untuk membantu puskesmas menyelesaikan berbagai
masalah kesehatan tersebut dan juga untuk meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan
setiap program puskesmas harus ditopang oleh asas rujukan.

Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas penyakit atau masalah
kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal dalam arti dari satu
strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun
secara horizontal dalam arti antar strata sarana pelayanan kesehatan yang sama. Ada dua
macam rujukan yang dikenal yakni :

1. Rujukan Medis
Apabila suatu puskesmas tidak mampu menangani suatu penyakit tertentu, maka
puskesmas tersebut dapat merujuk ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu
(baik vertikal maupun horizontal). Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan
atas:
a. Rujukan Kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan tindakan medis
(contoh : operasi) dan lain-lain.
b. Rujukan Bahan Pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium
yang lebih lengkap.
c. Rujukan Ilmu Pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih
kompeten untuk melakukan bimbingan tenaga puskesmas dan atau
menyelenggarakan pelayanan medis spesialis di puskesmas.
2. Rujukan Kesehatan
Rujukan kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam :
a. Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging, peminjaman
alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat audio visual, bantuan obat, vaksin,
bahan habis pakai dan bahan pakaian.
b. Rujukan tenaga, antara lain tenaga ahli untuk penyidikan kejadian luar biasa,
bantuan penyelesaian masalah hukum kesehatan, gangguan kesehatan karena
bencana alam.
c. Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan dan tanggung
jawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat dan atau penyelenggaraan
kesehatan masyarakat ke periode dinas kesehatan kabupaten/kota. Rujukan
operasional diselenggarakan apabila puskesmas tidak mampu.

Setiap upaya atau program yang dilakukan oleh puskesmas memerlukan evaluasi untuk
menilai apakah program yang dilaksanakan berhasil atau tidak. Untuk itu dibuat indikator
keberhasilan sesuai dengan fungsi puskesmas :

1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan


Fungsi pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan dapat dinilai dari
seberapa jauh institusi jajaran non-kesehatan memperhatikan kesehatan bagi institusi
dan warganya. Keberhasilan fungsi ini bisa diukur melalui Indeks Potensi Tatanan
Sehat (IPTS).
Ada tiga tatanan yang bisa diukur yaitu :
a. Tatanan sekolah
b. Tatanan tempat kerja
c. Tatanan tempat-tempat umum
2. Pusat pemberdayaan masyarakat
Segala upaya fasilitasi yang bersifat non-instruktif guna meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah,
merencanakan & melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat
dan fasilitas yang ada, baik instansi lintas sektoral maupun LSM dan tokoh mayarakat.
Fungsi ini dapat diukur dengan beberapa indikator:
a. Tumbuh kembang, Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM)
b. Tumbuh dan kembangnya LSM di bidang kesehatan
c. Tumbuh dan berfungsinya konsil kesehatan kecamatan atau BPKM (Badan
Peduli Kesehatan Masyarakat) atau BPP (Badan Penyantun Puskesmas).
3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama
Indikator keberhasilan fungsi ini dapat dikelompokkan ke dalam IPMS (Indikator
Potensi Masyarakat Sehat), yang terdiri dari cakupan dan kualitas program puskesmas.
IPMS minimal mencakup seluruh indikator cakupan upaya kesehatan wajib dan
kualitas atau mutu pelayanan kesehatan.

2.2 Pedoman Pelayanan Hipertensi di Puskesmas

2.2.1
Secara umum, JNC 8 memberikan 9 rekomendasi terbaru terkait dengan

target tekanan darah dan golongan obat hipertensi yang direkomendasikan.

Kekuatan rekomendasi sesuai dengan berikut:

2.2.1.1 Pengukuran Tekanan Darah dengan Tensimeter Manual10

1. Duduk dengan tenang dan rileks sekitar 5 (lima) menit

2. Jelaskan manfaat rileks tersebut, yaitu agar nilai tekanan darah yang terukur

adalah nilai yang stabil.

3. Pasang manset pada lengan dengan ukuran yang sesuai, dengan jarak sisi

manset paling bawah 2,5 cm dari siku dan rekatkan dengan baik

4. Posisikan tangan di atas meja dengan posisi sama tinggi dengan letak jantung.

5. Bagian yang terpasang manset harus terbebas dari lapisan apapun.

6. Pengukuran dilakukan dengan tangan di atas meja dan telapak tangan terbuka

ke atas.

7. Rabalah nadi pada lipatan lengan, pompa alat hingga denyutan nadi tidak

teraba lalu dipompa lagi hingga tekanan meningkat sampai 30 mmHg di atas

nilai tekanan nadi ketika denyutan nadi tidak teraba.

8. Tempelkan steteskop pada perabaan denyut nadi, lepaskan pemompa

perlahan-lahan dan dengarkan suara bunyi denyut nadi.

9. Catat tekanan darah sistolik yaitu nilai tekanan ketika suatu denyut nadi yang

pertama terdengar dan tekanan darah diatolik ketika bunyi keteraturan denyut

nadi tidak terdengar.

10. Sebaiknya pengukuran dilakukan 2 kali. Pengukuran ke-2 setelah selang

waktu 2 (dua) menit.

11. Jika perbedaan hasil pengukuran ke-1 dan ke-2 adalah 10 mmHg atau lebih

harus dilakukan pengukuran ke-3.

12. Apabila responden tidak bisa duduk, pengukuran dapat dilakukan dengan
posisi berbaring, dan catat kondisi tersebut di lembar catatan.

a. Manset tensimeter dipasang (diikatkan) pada lengan atas. Manset

sedikitnya harus dapat melingkari 2/3 lengan atas dan bagian bawahnya

sekitar 2 jari di atas daerah lipatan lengan atas untuk mencegah kontak

dengan stetoskop.

b. Stetoskop ditempatkan pada lipatan lengan atas (pada arteri brakhialis

pada permukaan ventral/depan siku agak ke bawah manset tensimeter).

c. Sambil mendengarkan denyut nadi, tekanan dalam tensimeter dinaikkan

dengan memompa sampai tidak terdengar lagi. Kemudian tekanan di

dalam tensimeter diturunkan pelan-pelan.

d. Pada saat denyut nadi mulai terdengar kembali, baca tekanan yang

tercantum dalam tensimeter, tekanan ini adalah tekanan atas (sistolik).

e. Suara denyutan nadi selanjutnya menjadi agak keras dan tetap terdengar

sekeras itu sampai suatu saat denyutannya melemah atau menghilang sama

sekali. Pada saat suara denyutan yang keras itu melemah, baca lagi

tekanan dalam tensimeter, tekanan itu adalah tekanan bawah (diastolik).

f. Tekanan darah orang yang diperiksa adalah rata-rata pengukuran yang

dilakukan sebanyak 2 kali.


TES DASS
Petunjuk Pengisian

Kuesioner ini terdiri dari berbagai pernyataan yang mungkin sesuai dengan
pengalaman Bapak/Ibu/Saudara dalam menghadapi situasi hidup sehari-hari. Terdapat
empat pilihan jawaban yang disediakan untuk setiap pernyataan yaitu:

0 : Tidak sesuai dengan saya sama sekali, atau tidak pernah.

1 : Sesuai dengan saya sampai tingkat tertentu, atau kadang kadang.

2 : Sesuai dengan saya sampai batas yang dapat dipertimbangkan, atau lumayan sering.

3 : Sangat sesuai dengan saya, atau sering sekali.

Selanjutnya, Bapak/Ibu/Saudara diminta untuk menjawab dengan cara memberi


tanda silang (X) pada salah satu kolom yang paling sesuai dengan pengalaman
Bapak/Ibu/Saudara selama satu minggu belakangan ini. Tidak ada jawaban yang benar
ataupun salah, karena itu isilah sesuai dengan keadaan diri Bapak/Ibu/Saudara yang
sesungguhnya, yaitu berdasarkan jawaban pertama yang terlintas dalam pikiran Bapak/Ibu/
Saudara.

No PERNYATAAN 0 1 2 3

Saya merasa bahwa diri saya menjadi marah karena hal-hal


1
sepele.

2 Saya merasa bibir saya sering kering.

3 Saya sama sekali tidak dapat merasakan perasaan positif.

Saya mengalami kesulitan bernafas (misalnya: seringkali


4 terengah-engah atau tidak dapat bernafas padahal tidak
melakukan aktivitas fisik sebelumnya).

Saya sepertinya tidak kuat lagi untuk melakukan suatu


5
kegiatan.

6 Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap suatu situasi.

7 Saya merasa goyah (misalnya, kaki terasa mau ’copot’).

8 Saya merasa sulit untuk bersantai.


Saya menemukan diri saya berada dalam situasi yang
9 membuat saya merasa sangat cemas dan saya akan merasa
sangat lega jika semua ini berakhir.

Saya merasa tidak ada hal yang dapat diharapkan di masa


10
depan.

11 Saya menemukan diri saya mudah merasa kesal.

Saya merasa telah menghabiskan banyak energi untuk


12
merasa cemas.

13 Saya merasa sedih dan tertekan.

Saya menemukan diri saya menjadi tidak sabar ketika


14 mengalami penundaan (misalnya: kemacetan lalu lintas,
menunggu sesuatu).

15 Saya merasa lemas seperti mau pingsan.

No PERNYATAAN 0 1 2 3

16 Saya merasa saya kehilangan minat akan segala hal.

Saya merasa bahwa saya tidak berharga sebagai seorang


17
manusia.

18 Saya merasa bahwa saya mudah tersinggung.

Saya berkeringat secara berlebihan (misalnya: tangan


19 berkeringat), padahal temperatur tidak panas atau tidak
melakukan aktivitas fisik sebelumnya.

20 Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas.

21 Saya merasa bahwa hidup tidak bermanfaat.

22 Saya merasa sulit untuk beristirahat.

23 Saya mengalami kesulitan dalam menelan.

Saya tidak dapat merasakan kenikmatan dari berbagai hal


24
yang saya lakukan.

Saya menyadari kegiatan jantung, walaupun saya tidak


25 sehabis melakukan aktivitas fisik (misalnya: merasa detak
jantung meningkat atau melemah).

26 Saya merasa putus asa dan sedih.


27 Saya merasa bahwa saya sangat mudah marah.

28 Saya merasa saya hampir panik.

Saya merasa sulit untuk tenang setelah sesuatu membuat


29
saya kesal.

Saya takut bahwa saya akan ‘terhambat’ oleh tugas-tugas


30
sepele yang tidak biasa saya lakukan.

31 Saya tidak merasa antusias dalam hal apapun.

Saya sulit untuk sabar dalam menghadapi gangguan


32
terhadap hal yang sedang saya lakukan.

33 Saya sedang merasa gelisah.

34 Saya merasa bahwa saya tidak berharga.

Saya tidak dapat memaklumi hal apapun yang menghalangi


35
saya untuk menyelesaikan hal yang sedang saya lakukan.

36 Saya merasa sangat ketakutan.

37 Saya melihat tidak ada harapan untuk masa depan.

38 Saya merasa bahwa hidup tidak berarti.

39 Saya menemukan diri saya mudah gelisah.

Saya merasa khawatir dengan situasi dimana saya mungkin


40
menjadi panik dan mempermalukan diri sendiri.

41 Saya merasa gemetar (misalnya: pada tangan).

Saya merasa sulit untuk meningkatkan inisiatif dalam


42
melakukan sesuatu.

Harap diperiksa kembali, jangan sampai ada yang terlewatkan. Terima kasih.
Alat Ukur Stres
Tingkat stres adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stres yang dialami
seseorang. Tingkatan stres ini bisa diukur dengan banyak skala.
1) Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS 42) atau lebih diringkaskan
sebagai Depression Anxiety Stres Scale 21 (DASS 21) oleh Lovibond & Lovibond
(1995).
Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS)
terdiri dari 42 item dan Depression Anxiety Stres Scale 21 terdiri dari 21 item. DASS
adalah seperangkat skala subjektif yang dibentuk untuk mengukur status emosional
negatif dari depresi, kecemasan dan stres. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk
mengukur secara konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang
lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku di manapun
dari status emosional, secara signifikan biasanya digambarkan sebagai stres. DASS
dapat digunakan baik itu oleh kelompok atau individu dengan tujuan penelitian
(Lovibond & Lovibond, 1995).
Tingkatan stres pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang, berat, sangat
berat. Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS)
terdiri dari 42 item, mencakup :
1. Skala depresi terdapat pada pernyataan nomor 3, 5, 10, 13, 16, 17, 21, 24, 26,
31, 34, 37, 38, 42.
2. Skala kecemasan terdapat pada pernyataan nomor 2, 4, 7, 9, 15, 19, 20, 23,
25, 28, 30, 36, 40, 41.
3. Skala stress terdapat pada pernyataan nomor 1, 6, 8, 11, 12, 14, 18, 22, 27,
29, 32, 33, 35, 39.

Stelah responden menjawab pernyataan maka skor dijumlahkan dan


pengkategoriannya adalah :

Depresi
Kecemasan
Stres
Normal
0-9
0-7
0-14
Ringan
10-13
8-9
15-18
Sedang
14-20
10-14
19-25
Berat
21-27
15-19
26-33
Sangat berat
> 28
> 20
> 34
Sumber : lovibond & lovibond (1995)

Anda mungkin juga menyukai