Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian
dari persyaratan menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia di Puskesmas Pasundan
Kota Samarinda
Disusun :
dr. Karolin Anggelina
Pendamping :
dr. Deni Wardani
Penanggung Jawab :
dr. Panuturi Ratih E. T. S
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Seiring dengan semangat otonomi daerah maka puskesmas dituntut untuk mandiri
dalam menentukan kegiatan pelayanannya yang akan dilaksanakan tetapi pembiayaannya
tetap didukung oleh pemerintah. Sebagai organisasi pelayanan mandiri, kewenangan yang
dimiliki puskesmas juga meliputi kewenangan merencanakan kegiatan sesuai masalah
kesehatan diwilayahnya, kewenangan menetukan kegiatan yang termasuk public goods atau
private goods serta kewenangan menentukan target kegiatan sesuai kondisi geografi
puskesmas.
Jumlah kegiatan pokok puskesmas diserahkan pada setiap puskesmas sesuai kebutuhan
masyarakat dan kemampuan sumber daya yang dimiliki namun puskesmas tetap
melaksanakan kegiatan pelayanan dasar yang menjadi kesepakatan nasional.
a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat;
b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu;
b. Hidup dalam lingkungan yang sehat;
c. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
a. Paradigma sehat :
Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam
upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
b. Pertanggungjawaban wilayah :
Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya.
c. Kemandirian masyarakat :
Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat.
d. Pemerataan :
Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau
oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status
sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan.
e. Teknologi tepat guna :
Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan memanfaatkan teknologi
tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak
berdampak buruk bagi lingkungan.
f. Keterpaduan dan Kesinambungan :
Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP
lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem rujukan yang didukung
dengan manajemen Puskesmas.
1. Pembangunan kesehatan yang semula lebih menekankan pada upaya kuratif dan
rehabilitatif menjadi lebih fokus pada upaya preventif dan kuratif tanpa mengabaikan
kuratif-rehabilitatif.
2. Pelaksanaan upaya kesehatan yang semula lebih bersifat terpilah-pilah (fragmented)
berubah menjadi kegiatan yang terpadu (integrated).
3. Sumber pembiayaan kesehatan yang semula lebih banyak dari pemerintah berubah
menjadi pembiayaan kesehatan lebih banyak dari masyarakat.
4. Pergeseran pola pembayaran dalam pelayanan kesehatan yang semula fee for service
menjadi pembayaran secara pra-upaya.
5. Pergeseran pemahaman tentang kesehatan dari pandangan komsutif menjadi investasi.
6. Upaya kesehatan yang semula lebih banyak dilakukan oleh pemerintah akan bergeser
lebih banyak dilakukan oleh masyarakat sebagai mitra pemerintah (partnership).
7. Pembangunan kesehatan yang semula bersifat terpusat (centralization) menjadi otonomi
daerah (decentralization).
8. Pergeseran proses perencanaan dari top down menjadi bottom up seiring dengan era
desentralisasi.
Wilayah kerja puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan.
Faktor kepada kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografik, dan keadaan
infrastruktur lainnya merupakan pertimbangan dalam penentuan wilayah kerja puskesmas.
Puskesmas merupakan perangkat Pemerintah Daerah Tingkat II, sehingga pembagian wilayah
kerja puskesmas ditetapkan oleh Walikota/Bupati, dengan saran teknis dari kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Sasaran penduduk yang dilayani oleh satu puskesmas adalah
sekitar 30.000 penduduk. Untuk jangkauan yang lebih luas, dibantu oleh Puskesmas
Pembantu dan Puskesmas Keliling. Puskesmas di ibukota kecamatan dengan jumlah
penduduk 150.000 jiwa atau lebih, merupakan ”Puskesmas Pembina” yang berfungsi sebagai
pusat rujukan bagi puskesmas kelurahan dan juga mempunyai fungsi koordinasi.
Dalam konteks Otonomi Daerah saat ini, puskesmas mempunyai peran yang vital
sebagai institusi pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan
jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran tersebut ditunjukkan
dalam bentuk ikut serta menentukan kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang
matang, tatalaksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan pemantauan yang
akurat.
Upaya kesehatan pengembangan puskesmas dapat pula bersifat upaya inovasi yaitu
upaya lain di luar upaya puskesmas tersebut di atas yang sesuai dengan kebutuhan.
Pengembangan dan pelaksanaan upaya inovasi ini adalah dalam rangka mempercepat
tercapainya visi puskesmas.
Pemilihan upaya kesehatan pengembangan ini dilakukan oleh puskesmas bersama dinas
kesehatan kabupaten/kota dengan mempertimbangkan masukan dari Konkes/BPKM/BPP.
Upaya kesehatan pengembangan dilakukan apabila upaya kesehatan wajib puskesmas telah
terlaksana secara optimal dalam arti target cakupan serta peningkatan mutu pelayanan telah
tercapai. Penetapan upaya kesehatan pengembangan pilihan puskesmas ini dilakukan oleh
dinas kesehatan kabupaten/kota. Dalam keadaan tertentu upaya kesehatan pengembangan
puskesmas dapat pula ditetapkan sebagai penugasan oleh dinas kabupaten/kota.
Untuk mengatasi keterbatasan sumber daya serta diperolehnya hasil yang optimal,
penyelenggaraan setiap program puskesmas harus diselenggarakan secara terpadu. Ada dua
macam keterpaduan yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Keterpaduan Lintas Program
Upaya memadukan penyelengaraan berbagai upaya kesehatan yang menjadi
tanggung jawab Puskesmas. Contoh keterpaduan lintas program antara lain :
a. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) : keterpaduan KIA dengan P2M, gizi,
promosi kesehatan & pengobatan.
b. UKS : keterpaduan kesehatan lingkungan dengan promosi kesehatan, pengobatan,
kesehatan gigi, kesehatan reproduksi remaja dan kesehatan jiwa.
c. Puskesmas keliling : keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB, Gizi, promosi
kesehatan, & kesehatan gigi.
d. Posyandu : keterpaduan KIA dengan KB, gizi, P2M, kesehatan jiwa & promosi
kesehatan.
Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang dimiliki oleh
puskesmas terbatas. Pada hal puskesmas berhadapan langsung dengan masyarakat dengan
berbagai permasalahan kesehatan. Untuk membantu puskesmas menyelesaikan berbagai
masalah kesehatan tersebut dan juga untuk meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan
setiap program puskesmas harus ditopang oleh asas rujukan.
Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas penyakit atau masalah
kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal dalam arti dari satu
strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun
secara horizontal dalam arti antar strata sarana pelayanan kesehatan yang sama. Ada dua
macam rujukan yang dikenal yakni :
1. Rujukan Medis
Apabila suatu puskesmas tidak mampu menangani suatu penyakit tertentu, maka
puskesmas tersebut dapat merujuk ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu
(baik vertikal maupun horizontal). Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan
atas:
a. Rujukan Kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan tindakan medis
(contoh : operasi) dan lain-lain.
b. Rujukan Bahan Pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium
yang lebih lengkap.
c. Rujukan Ilmu Pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih
kompeten untuk melakukan bimbingan tenaga puskesmas dan atau
menyelenggarakan pelayanan medis spesialis di puskesmas.
2. Rujukan Kesehatan
Rujukan kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam :
a. Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging, peminjaman
alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat audio visual, bantuan obat, vaksin,
bahan habis pakai dan bahan pakaian.
b. Rujukan tenaga, antara lain tenaga ahli untuk penyidikan kejadian luar biasa,
bantuan penyelesaian masalah hukum kesehatan, gangguan kesehatan karena
bencana alam.
c. Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan dan tanggung
jawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat dan atau penyelenggaraan
kesehatan masyarakat ke periode dinas kesehatan kabupaten/kota. Rujukan
operasional diselenggarakan apabila puskesmas tidak mampu.
Setiap upaya atau program yang dilakukan oleh puskesmas memerlukan evaluasi untuk
menilai apakah program yang dilaksanakan berhasil atau tidak. Untuk itu dibuat indikator
keberhasilan sesuai dengan fungsi puskesmas :
2.2.1
Secara umum, JNC 8 memberikan 9 rekomendasi terbaru terkait dengan
2. Jelaskan manfaat rileks tersebut, yaitu agar nilai tekanan darah yang terukur
3. Pasang manset pada lengan dengan ukuran yang sesuai, dengan jarak sisi
manset paling bawah 2,5 cm dari siku dan rekatkan dengan baik
4. Posisikan tangan di atas meja dengan posisi sama tinggi dengan letak jantung.
6. Pengukuran dilakukan dengan tangan di atas meja dan telapak tangan terbuka
ke atas.
7. Rabalah nadi pada lipatan lengan, pompa alat hingga denyutan nadi tidak
teraba lalu dipompa lagi hingga tekanan meningkat sampai 30 mmHg di atas
9. Catat tekanan darah sistolik yaitu nilai tekanan ketika suatu denyut nadi yang
pertama terdengar dan tekanan darah diatolik ketika bunyi keteraturan denyut
11. Jika perbedaan hasil pengukuran ke-1 dan ke-2 adalah 10 mmHg atau lebih
12. Apabila responden tidak bisa duduk, pengukuran dapat dilakukan dengan
posisi berbaring, dan catat kondisi tersebut di lembar catatan.
sedikitnya harus dapat melingkari 2/3 lengan atas dan bagian bawahnya
sekitar 2 jari di atas daerah lipatan lengan atas untuk mencegah kontak
dengan stetoskop.
d. Pada saat denyut nadi mulai terdengar kembali, baca tekanan yang
e. Suara denyutan nadi selanjutnya menjadi agak keras dan tetap terdengar
sekeras itu sampai suatu saat denyutannya melemah atau menghilang sama
sekali. Pada saat suara denyutan yang keras itu melemah, baca lagi
Kuesioner ini terdiri dari berbagai pernyataan yang mungkin sesuai dengan
pengalaman Bapak/Ibu/Saudara dalam menghadapi situasi hidup sehari-hari. Terdapat
empat pilihan jawaban yang disediakan untuk setiap pernyataan yaitu:
2 : Sesuai dengan saya sampai batas yang dapat dipertimbangkan, atau lumayan sering.
No PERNYATAAN 0 1 2 3
No PERNYATAAN 0 1 2 3
Harap diperiksa kembali, jangan sampai ada yang terlewatkan. Terima kasih.
Alat Ukur Stres
Tingkat stres adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stres yang dialami
seseorang. Tingkatan stres ini bisa diukur dengan banyak skala.
1) Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS 42) atau lebih diringkaskan
sebagai Depression Anxiety Stres Scale 21 (DASS 21) oleh Lovibond & Lovibond
(1995).
Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS)
terdiri dari 42 item dan Depression Anxiety Stres Scale 21 terdiri dari 21 item. DASS
adalah seperangkat skala subjektif yang dibentuk untuk mengukur status emosional
negatif dari depresi, kecemasan dan stres. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk
mengukur secara konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang
lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku di manapun
dari status emosional, secara signifikan biasanya digambarkan sebagai stres. DASS
dapat digunakan baik itu oleh kelompok atau individu dengan tujuan penelitian
(Lovibond & Lovibond, 1995).
Tingkatan stres pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang, berat, sangat
berat. Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS)
terdiri dari 42 item, mencakup :
1. Skala depresi terdapat pada pernyataan nomor 3, 5, 10, 13, 16, 17, 21, 24, 26,
31, 34, 37, 38, 42.
2. Skala kecemasan terdapat pada pernyataan nomor 2, 4, 7, 9, 15, 19, 20, 23,
25, 28, 30, 36, 40, 41.
3. Skala stress terdapat pada pernyataan nomor 1, 6, 8, 11, 12, 14, 18, 22, 27,
29, 32, 33, 35, 39.
Depresi
Kecemasan
Stres
Normal
0-9
0-7
0-14
Ringan
10-13
8-9
15-18
Sedang
14-20
10-14
19-25
Berat
21-27
15-19
26-33
Sangat berat
> 28
> 20
> 34
Sumber : lovibond & lovibond (1995)