Anda di halaman 1dari 12

TUGAS TERSTRUKTUR MATA KULIAH EVOLUSI

“Evolusi Pheromon pada Drosophila sp.”

Oleh:

Fakhri

B1J014XX
Sekar Tyas Pertiwi

B1A016080
Eliningsih

B1A016081
RiamaKustianingrum

B1A016082
Enrico Daffa Ulhaq

B1A016084
Kelas : B

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO

2018

LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS TERSTRUKTUR MATA KULIAH EVOLUSI

Oleh :
Fakhri

B1J014XX
Sekar Tyas Pertiwi

B1A016080

2
Eliningsih

B1A016081
RiamaKustianingrum

B1A016082
Enrico Daffa Ulhaq

B1A016084

Tugas terstruktur ini dibuat untuk memenuhi persyaratan mengikuti


ujian akhir Mata kuliah Evolusi di Fakultas Biologi
Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto

Diterima dan disetujui


Purwokerto, Oktober 2018
Dosen

Drs. Slamet Santoso SP, M.S.


NIP:
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan Tugas Terstruktur Mata Kuliah Evolusi. Tugas

3
Terstruktur Mata Kuliah Evolusi ini dibuat guna memenuhi persyaratan mengikuti
ujian akhir mata kuliah Evolusi di Fakultas Biologi Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini tidak lepas dari
bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini
penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Seluruh staf dosen mata kuliah Evolusi Fakultas Biologi Universitas


Jenderal Soedirman.
2. Semua pihak yang telah membantu penyusunan tugas terstruktur ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas terstruktur ini jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk pengembangan penulisan selanjutnya dan
demi penyempurnaan tugas terstruktur ini. Penulis berharap semoga tugas
terstruktur ini bermanfaat bagi semua pihak.

Purwokerto, Oktober 2018

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

4
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ 1
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... 2
KATA PENGANTAR....................................................................................... 3
DAFTAR ISI..................................................................................................... 4
RINGKASAN .................................................................................................. 5
I...................................................................................PENDAHULUAN
.................................................................................................................6
A.................................................................................Latar Belakang
.............................................................................................................6
B...........................................................................Perumusan Masalah
.............................................................................................................7
C................................................................................................Tujuan
.............................................................................................................7
II....................................................................................PEMBAHASAN
.................................................................................................................8
III.....................................................................................KESIMPULAN
...............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 12

RINGKASAN
Hewan menunjukkan sifat untuk menarik pasangan. Asal-usul evolusi
seksual merupakan masalah mendasar dalam biologi evolusioner dan
mekanismenya masih sangat kontroversial. Beberapa spesies betina memilih
pasangan berdasarkan manfaat langsung yang diberikan oleh jantan untuk betina
dan keturunannya.
Sebaliknya, eksploitasi sensorik terjadi ketika ekspresi suatu sifat jantan
mengambil keuntungan dari yang sudah ada sebelumnya pada betina. Objek
penelitian menggunakan Drosophila yang mana sebelumnya belum ditemukan
eksploitasi sensorik dari jantan satu dengan jantan lain melalui penggunaan

5
feromon seks CH503. Penelitian menggunakan spektrometri massa, kinerja tinggi
kromatografi cair, dan analisis perilaku.
Hasil menunjukkan bahwa antiaphrodisiac diproduksi oleh jantan dari
subkelompok Drosophila melanogaster juga efektif dengan kerabat jauh
Drosophila yang tidak mengekspresikan feromon. Spesies yang menghasilkan
feromon telah menjadi kurang sensitif terhadap senyawa, yang menggambarkan
bahwa adaptasi sensorik terjadi setelah eksploitasi sensorik. Hasil penelitian
menyajikan mekanisme asal feromon seks dan menunjukkan bahwa eksploitasi
sensorik perubahan perilaku seksual jantan bevolusi dari waktu ke waktu.

Kata kunci : Evolusi, Drosphila, feromon.

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seleksi seksual secara luas dianggap sebagai mekanisme penting
untuk asal-usul sifat dan spesies baru. Darwin pertama kali mengusulkan
bahwa penjabaran ciri-ciri seksual sekunder jantan didorong oleh preferensi
betina. Konsep ini telah kembali dibantah oleh model yang menunjukkan
bahwa betina memilih jantan yang menunjukkan kualitas genetik atau
memberikan manfaat reproduksi langsung. Sebaliknya, eksploitasi sensorik
terjadi ketika ekspresi suatu sifat jantan mengambil keuntungan dari sensorik

6
yang sudah ada sebelumnya pada betina. Dalam hal ini, preferensi betina
tidak co-evolusi dengan sifat jantan melainkan mendahuluinya. Penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa eksploitasi sensorik pada katak betina
Physalaemus coloradorum yang dipakai lebih memilih panggilan jantan yang
berisi frekuensi rendah. Bias sensorik terbukti memiliki dasar mekanistik
dalam sifat pengaturan telinga bagian dan penampilan fisiologisnya. Setiap
individu jantan dari berbagai spesies memiliki sinyal visual yang berbeda.
Feromon adalah rasa dan sinyal penciuman dalam banyak spesies
yang memainkan peran penting dalam pemilihan pasangan. Seperti sinyal
berhubungan terdeteksi oleh modalitas sensorik lainnya. Feromon dibentuk
oleh seleksi seksual, dengan demikian mungkin menunjukkan keragaman
struktural besar dan spesifisitas stereokimia. Dalam serangga, lipid eksogen
disekresikan berdasarkan status kawin, kemampuan, dan kebugaran
reproduksi. Dalam beberapa kasus, feromon jantan memberikan manfaat
reproduksi langsung ke betina dan anakannya dalam bentuk senyawa, baik
nutrisi atau defensif.
Penelitian ini membahas mengenai contoh dari feromon yang telah
berkembang dari eksploitasi sensorik pada Drosophila melanogaster.
Drosophila melanogaster memiliki CH503 telah berkembang dari eksploitasi
sensorik. Di Drosophila melanogaster, CH503 [(3R, 11Z, 19Z)-3-acetoxy-
11,19-octacosadien-1-ol] berfungsi sebagai berfungsi sebagai
antiaphrodisiac. Feromon yang disekresikan di daerah anogenital, ditransfer
ke betina saat kawin, dan menekan hubungan dari jantan. Hasil dari penelitian
ini menunjukkan bahwa CH503 berevolusi dari jantan serta mengeksploitasi
bias sensorik yang sudah ada sebelumnya dari jantan lain untuk mendapatkan
keuntungan kawin dengan membatasi akses ke betina.
Selain itu, penggunaan CH503 telah mengubah perilaku seksual jantan
dari waktu ke waktu evolusi sehingga jantan telah beradaptasi dengan
menjadi kurang sensitif terhadap feromon.

B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dari penelitian ini adalah Apakah penggunaan
feromon seks CH503 berpengaruh terhadap perilaku seksual Drosophila sp. ?
C. Tujuan

7
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
feromon seks CH503 terhadap perilaku seksual Drosophila sp.

II. PEMBAHASAN

Evolusi asal-usul ekspresi CH503 dilakukan untuk menentukan asal-


usul evolusi dari CH503 dengan melakukan delapan spesies Drosophila dan
mengamati respon adaptif terhadap eksploitasi sensorik. Aktivitas biologis
feromon sangat bergantung pada stereo struktur. Untuk menentukan apakah
stereostruktur dari CH503 memiliki fungsi yang penting sebagai
antiaphrodisiac maka dilakukan pengujian efek dari stereoisomer sintetis
CH503, (S, Z, Z)-CH503, stereoisomer ini tidak diketahui secara alami oleh
Drosophila.
Drosophila melanogaster, Drosophila simulans, Drosophila yakuba,
dan Drosophila sechellia menunjukkan penekanan hubungan yang kuat dan
laten lebih lama untuk memulai hubungan pada stereoisomer buatan
dibandingkan dengan feromon alami pada dosis setara. Ketika Drosophila
melanogaster jantan diberi pilihan betina yang diberi wewangian dengan
CH503 atau dengan betina yang tidak diberi wewangian, jantan lebih suka ke
betina yang telah diberi wewangian CH503. Bahkan pada betina yang
wanginya dengan jumlah yang setara dengan tipe liar stereoisomer, jantan
terus menunjukkan penolakan yang kuat ke feromon alami. Perbedaan antara

8
kekuatan feromon buatan dengan feromon alami sangat mencolok pada
Drosophila simulans, di mana diperlukan hampir 15 kali lebih banyak jumlah
feromon alami untuk mencapai tingkat yang sama dalam penghambatan
hubungan yang dihasilkan oleh stereoisomer buatan. Sebaliknya, pejantan
Drosophila ananassae, Drosophila willistoni, Drosophila virilis, dan
Drosophila mojavensis menunjukkan respon yang setara atau lebih besar pada
tipe bentuk liar CH503 dibandingkan dengan stereoisomer buatan. Dengan
demikian, spesies yang menghasilkan feromon menunjukkan respon perilaku
yang lebih lemah terhadap senyawa alami, sedangkan yang belum
memproduksi feromon lebih sensitif terhadap feromon buatan CH503.
Kepekaan yang lebih rendah ditunjukkan oleh spesies penghasil
CH503 untuk feromon alami yang mungkin disebabkan oleh hasil adaptasi
sensorik atau habituasi oleh paparan feromon dari individu sejenis. Namun,
adaptasi mungkin bukan faktor yang berkontribusi karena pejantan secara
individual ditempatkan selama akhir tahap pupa dan tetap terisolasi sampai
pengujian pada usia 4–5 hari. Selanjutnya, respon dari Drosophila
melanogaster jantan ditingkatkan secara kolektif pada kelompok yang tidak
berbeda secara signifikan dari individu lalat rumah. Dengan demikian, ada
pra-paparan tinggi untuk CH503, perbedaan sensitivitas yang ditunjukkan
oleh Drosophila melanogaster terhadap feromon alami dan buatan tetap tidak
berubah.
Penekanan hubungan pada kehadiran CH503 mungkin hanya
merupakan hasil dari penolakan terhadap bahan kimia asing atau menutup
feromon endogen pada betina. Untuk mengatasi kemungkinan ini, pejantan
dari semua spesies diuji dengan aroma betina dengan dosis setara yang
dimodifikasi oleh CH503 atau CH503 analog baik ikatan rangkap tiga atau
ikatan rangkap tunggal saja. Hasil ini menunjukkan bahwa subkelompok
jantan Drosophila melanogaster sebagian telah berevolusi resisten terhadap
efek antiaphrodisiac dari feromon alami dan respon perilaku khusus untuk
stereostruktur dari CH503.
Hasil penelitian mendukung hipotesis bahwa pada Drosophila,
feromon antiaphrodisiac berkembang sebagai hasil dari eksploitasi sensorik.
Semua spesies yang diuji, terlepas dari ekspresi feromon endogen mereka,

9
ditekan hubungan dalam menanggapi feromon alami yaitu CH503 karena
CH503 hanya berasal dari subkelompok Drosophila melanogaster, dan
menutupi ekspresi dari feromon. Berbeda dengan temuan sebelumnya yang
diidentifikasi dengan superstimulan penarik, hasil ini menunjukkan bahwa
sebelumnya sudah ada sistem sensorik untuk sinyal yang sangat tidak
menyenangkan yang juga dapat dimanfaatkan dan bahwa eksploitasi sensorik
juga terjadi antara pejantan. Beberapa feromon dari Drosophila melanogaster,
seperti cVA dan (7 Z) - tricosene, dan kelenjar aksesori protein digunakan
untuk menekan frekuensi kawin betina.
Kami berspekulasi bahwa awal penggunaan CH503 membantu
memperkuat penghambatan hubungan dari pejantan saingan, karena berbeda
dengan sinyal yang dikirim pejantan lainnya, CH503 tetap ada pada kutikula
betina selama setidaknya 10 hari. Feromon dengan tekanan uap yang rendah
dan potensi perilaku akan mengubah tekanan selektif yang kuat pada jantan
sehingga menjadi kurang sensitif terhadap feromon untuk mendapatkan
keuntungan dari peningkatan kesempatan kawin. Hasil menunjukkan anggota
CH503 yang diekspresikan oleh subkelompok melanogaster telah berevolusi
secara adaptif menjadi kurang sensitif terhadap feromon alami. Dengan cara
ini, suatu sifat yang berasal dari eksploitasi sensorik mendorong evolusi jalur
sensorik.
Respon kuat perilaku subkelompok spesies melanogaster terhadap
CH503 menunjukkan peluang masa depan untuk eksploitasi sensorik.
Perubahan stereokimia karena variasi alel dalam gen yang mendasari
produksi feromon terhadap ekspresi dari varian stereoisomer yang akan
menghambat adaptasi pejantan.

10
III. KESIMPULAN

Subkelompok Drosophila melanogaster yang memproduksi feromon


CH503 merespon lebih lemah terhadap proses hubungan dibandingkan yang tidak
mereproduksi CH503. Spesies yang menghasilkan feromon menunjukkan respon
perilaku yang lebih lemah terhadap senyawa alami, sedangkan yang belum
memproduksi feromon lebih sensitif terhadap feromon buatan CH503.

11
DAFTAR PUSTAKA
Ng, S. H., Shankar, S., Shikichi, Y., Akasaka, A., Mori, K. & Yew, J. Y., 2014.
Pheromone Evolution And Sexual Behavior In Drosophilaare Shaped By
Male Sensory Exploitation Of Other Males. PNAS, 111(8), pp: 3056–3061.

12

Anda mungkin juga menyukai