Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi seperti ini, persaingan di dunia bisnis semakin meningkat.


Perusahaan satu dengan yang lainnya kian bersaing untuk menjadi lebih baik dan
lebih berkembang dari sebelumnya. Dengan begitu, memaksimalkan kualitas
perusahaan dengan meningkatkan dan mempertahankan kepercayaan publik adalah
salah satu cara agar reputasi perusahaan menjadi baik. Cara tersebut dapat dilakukan
dengan mempublikasikan laporan keuangan perusahaan yang relevan ke hadapan
publik. Untuk dapat mempublikasikan laporan keuangan, perusahaan perlu melalui
proses audit terlebih dahulu. Pelaksanaan audit ini bertujuan untuk memastikan
apakah laporan keuangan suatu perusahaan telah disusun berdasarkan standar
akuntansi yang tepat atau tidak (Rusmanto, 2016). Tentunya pelaksanaan audit ini
memerlukan jasa profesi akuntan, dalam hal ini yang dimaksud adalah auditor. Opini
audit yang dikeluarkan auditor berpengaruh dalam menyatakan keyakinan yang
memadai atas keandalan laporan keuangan sehingga dengan demikian dapat
meningkatkan kepercayaan publik (Hosseinniakani, 2014).

Peran auditor sangat vital untuk menjadikan laporan keuangan perusahaan


menjadi terpercaya dan memiliki kualitas. Dalam melaksanakan tugasnya auditor
tidak terlepas dari kendala-kendala baik yang berasal dari internal maupun eksternal.
Auditor bukan hanya dituntut untuk bertanggungjawab kepada klien melainkan juga
kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan yang dibuatnya. Untuk itu
auditor harus bisa menghasilkan laporan audit yang berkualitas. Opini auditor akan
dapat merugikan ketika auditor tidak bekerja sesuai standar yang berlaku dan begitu
sebaliknya (Kangarlouei, 2013).

Kualitas audit merupakan hal yang sangat penting,dikarenakan dengan


kualitas audit yang tinggi diharapkan dapat menghasilkan laporan keuangan yang
relevan dan dapat dipercaya sebagai dasar pembuatan keputusan (Desmond et al.,
2012). Hasil dari kualitas audit yang baik berupa laporan keuangan yang transparan,
dapat dipertanggungjawabkan dan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
yang berlaku, mampu meningkatkan kinerja perusahaan dan nantinya hasil laporan
keuangan tersebut dapat dilihat oleh stakeholder yang berkepentingan serta
mencerminkan image perusahaan dimata masyarakat (Halil et al., 2010). De Angelo
(1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai kemungkinan dimana auditor akan
menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi.

Kualitas audit yang baik dipengaruhi oleh banyak faktor. Hasil dari beberapa
penelitian sebelumnya menunjukan bahwa profesionalisme yang dimiliki oleh
seorang auditor memiliki pengaruh positif terhadap kualitas audit yang akan
dihasilkan (Surtikanti, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Sukriah, dkk. (2007),
Tjun, dkk. (2012) dan Agusti dan Nastia (2013) menyatakan bahwa kompetensi
berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Selain kompetensi, penelitian yang
dilakukan oleh Ratha dan Ramantha (2015) dan Cahyono, dkk. (2015) menyimpulkan
bahwa kompleksitas tugas berpengaruh negatif terhadap kualitas audit. Kemudian
hasil penelitian Manullang (2010) dan Suhayati (2012) menyimpulkan bahwa bahwa
time pressure berpengaruh negatif terhadap kualitas audit. Akan tetapi hasil penelitian
tersebut masih menjadi perdebatan di antara peneliti. Sebagaimana Indri dan Sukartha
(2017) menjelaskan dimana sikap profesionalisme seorang auditor tidak sepenuhnya
mempengaruhi kualitas audit. Dewi dan Ketut (2015) menyatakan bahwa kompetensi
tidak berpengaruh terhadap kualitas audit, sedangkan Jamilah, dkk. (2007)
menyimpulkan bahwa kompleksitas tugas tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap audit judgment, kemudian Sososutikno (2013) dan Rustiarini (2013)
menyimpulkan bahwa time pressure tidak memiliki hubungan negatif terhadap
kualitas audit. Adanya ketidakkonsistenan atas hasil penelitian sebelumnya tersebut
mendorong peneliti untuk menguji kembali apakah profesionalisme, kompetensi,
kompleksitas tugas dan time pressure berpengaruh terhadap kualitas audit. Maka, dari
itu judul untuk penelitian ini adalah “Pengaruh Profesionalisme, Kompetensi,
Kompleksitas Tugas, dan Time Pressure terhadap Kualitas Audit”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka secara lebih terperinci


permasalahan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah profesionalisme berpengaruh positif terhadap kualitas audit?


2. Apakah kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit?
3. Apakah kompleksitas tugas berpengaruh negatif terhadap kualitas audit?
4. Apakah time pressure berpengaruh negatif terhadap kualitas audit?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
untuk membuktikan bukti secara empiris bahwa:

1. Profesionalisme auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit.


2. Kompetensi auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit.
3. Kompleksitas tugas berpengaruh negatif terhadap kualitas audit.
4. Time pressure berpengaruh negatif terhadap kualitas audit.

1.4 Manfaat Penelitian

Diharapkan nantinya agar penelitian ini dapat memberikan manfaat-manfaat


sebagai berikut:

1. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak auditor
untuk meningkatkan kualitas audit dalam menjalankan tugasnya, selain itu
diharapkan juga penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan
mengenai profesionalisme, kompetensi, kompleksitas tugas, dan time
pressure.
2. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis yaitu untuk
memberikan gambaran dan pemahaman serta memperluas pengetahuan dan
wawasan dilingkungan akademis.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS


PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori Atribusi

Diperkenalkan oleh Fritz Heider pada tahun 1958, teori atribusi merupakan
teori mengenai perilaku seseorang. Teori ini mengemukakan bahwa ketika
mengobservasi perilaku seorang individu,seseorang berupaya untuk menentukan
apakah perilaku tersebut disebabkan secara internal atau eksternal. Perilaku secara
internal adalah perilaku yang diyakini dipengaruhi oleh kendali pribadi individu.
Sedangkan perilaku secara eksternal diangap sebagai akbiat dari sebab-sebab luar
yaitu individu tersebut telah dipaksa berperilaku demikian oleh situasi. Sebagian
besar penentuan tersebut bergantung pada tiga faktor: (1) kekhususan, merujuk pada
apakah seseorang memperlihatkan sesuatu yang berbeda dalam situasi yang berbeda,
(2) konsensus,yakni apabila semua individu menghadapi situasi serupa dan merespon
dengan cara yang sama dan (3) konsistensi, yakni apakah setiap individu akan
merespon tindakan yang sama terhadap situasi yang sama (Robins, 208).

Dalam penelitian ini teori atribusi difokuskan pada penilaian auditor terhadap
faktor internal dan faktor eksternal, dimana faktor internalnya berupa profsioanlisme
dan kompetensi sedangkan faktor eksternalnya berupa kompleksitas tugas dan time
pressure. Sehingga nantinya dapat mengahasilkan kesimpulan mengenai pengaruh
faktor internal dan faktor eksternal tersebut terhadap kualitas audit.

2.1.2 Profesionalisme
Menurut pengertian umum, seseorang dikatakan profesional jika memenuhi
tiga kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan
bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menetapkan standar baku
di bidang profesi yang bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya dengan
mematuhi etika profesi yang telah ditetapkan. Profesi dan profesionalisme dapat
dibedakan secara konseptual. Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi
beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme adalah suatu atribut individual yang
penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau
tidak.Lekatompessy (2003) dalam Novanda Friska Bayu Aji Kusuma (2012:13).

Terdapat lima dimensi profesionalisme menurut Herawati dan Susanto (2009:


211-220) yaitu:

1. Pengabdian pada profesi


Profesionalisme merupakan komponen kualitas yang benar-benar harus
dipertahankan oleh akuntan publik. Kualitas audit disini berarti akuntan
publik lebih mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan
manajemen atau kepentingan auditor itu sendiri dalam membuat laporan
auditan. Oleh sebab itu, keberpihakan auditor dalam hal ini seharusnya lebih
diutamakan pada kepentingan public (IAI, 2011).
2. Kewajiban sosial
Kewajiban sosial adalah pandangan tentang pentingnya peranan profesi dan
manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun profesional karena adanya
pekerjaan tersebut.
3. Kemandirian
Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seorang yang profesional
harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain.
4. Keyakinan terhadap profesi
Keyakinan terhadap profesi adalah uatu keyakinan bahwa yang paling
berwenang menilai pekerjaan professional adalah rekan sesama profesi dan
bukan orang luar yang tidak memiliki kompetensi dalam bidang ilmu dan
pekerjaan mereka.
5. Hubungan dengan sesama profesi
Hubungan dengan sesama profesi adalah menggunakan ikatan profesi sebagai
acuan, trmasuk di dalamnya organisasi formal dan kelompok kolga informal
sebagai ide utama dalam pekerjaan.

Menurut Alvin A.Arens, Randal J.Elder, Mark S.Beasley dialih bahasakan


oleh Herman Wibowo (2008:105) definisi Profesionalisme Auditor, yaitu :

“Profesionalisme Auditor merupakan tanggungjawab untuk bertindak lebih


dari sekedar memenuhi tanggungjawab diri sendiri maupun ketentuan hukum
dan peraturan masyarakat, akuntan publik sebagai profesional mengakui
adanya tanggungjawab kepada masyarakat, klien serta rekan praktisi termasuk
perilaku yang terhormat meskipun itu berarti pengorbanan diri.”

Adapun persyaratan profesionalisme auditor menurut Standar Profesi Akuntan

Publik (2011:110.2-110.3) bahwa :

“04 Persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah


orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor
independen. Mereka tidak termasuk orang yang terlatih untuk atau
berkelahian dalam profesi atau jabatan lain. Sebagai contoh, dalam hal
pengamatan terhadap perhitungan fisik sediaan, auditor tidak bertindak
sebagai seorang ahli penilai, penaksir atau pengenal barang. Begitu pula,
meskipun auditor mengetahui hukum komersial secara garis besar, ia tidak
dapat bertindakdalam kapasitas sebagai seorang penasihat hukum dan ia
semestinya menggantungkan diri pada nasihat dari penasehat hukum dalam
semua hal yang berkaitan dengan hukum.

05 Dalam mengamati standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan


Indonesia, auditor independen harus menggunakan pertimbangannya dalam
menentukan prosedur audit yang diperlukan sesuai dengan keadaan, sebagai
basis memadai bagi pendapatnya, pertimbangannya harus merupakan
pertimbangan berbasis informasi dari seorang profesional yang ahli.
06 Auditor independen juga bertanggung jawab terhadap profesinya,
tanggung jawab untuk mematuhi standar yang diterima oleh para praktisi
rekan seprofesinya. Dalam mengakui pentingnya kepatuhan tersebut, sebagai
bagian dari Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia yang mencangkup Aturan
Etika Kompertemen Akuntan Publik.”

Jadi, dalam persyaratan profesional seorang auditor harus memiliki


pendidikan dan pengalaman praktik dibidangnya, selain itu seorang yang profesional
harus juga bertanggungjawab terhadap profesinya dan bertanggungjawab untuk
mematuhi semua standar yang tertera.

2.1.3 Kompetensi

Kompetensi menurut UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan: pasal 1 (10) :

“Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek


pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang
ditetapkan”.

Menurut Wibowo (2007:86) menjelaskan bahwa kompetensi adalah sebagai berikut:

“Suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau


tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta dukungan oleh
sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan itu tersebut”.

Menurut H. R Daeng Naja (2004:101) kompetensi yaitu :

“Kompeten yaitu tingkat keyakinan sejauh mana suatu data dan fakta dapat
dipercaya dan dapat diandalkan serta memiliki relevansi dengan tujuan
pemeriksaan dan secara objektif dapat di uji kebenarannya”.

Menurut Siti Kurnia dan Ely Suhayati (2009:13-14) auditor terbagi menjadi tiga
yaitu:
“(1) Auditor Independen berasal dari dari Kantor Akuntan Publik,
bertanggungjawab atas audit laporan keuangan historis auditee-nya. (2)
Auditor Pemerintah adaah auditor yang berasal dari lembaga pemeriksaan
pemerintah, berfungsi untuk melakukan audit atas keuangan negara pada
instansi-instansi atau perusahaan-perusahaan yang sahamnya di miliki
pemerintah. (3) Auditor Internal adalah pegawai dari suatu
organisasi/perusahaan yang bekerja di organisasi tersebut untuk melakukan
audit bagi kepentingan manajemen perusahaan bersangkutan, dengan tujuan
untuk membantu manajemen organisasi untuk mengetahui kepatuhan para
pelaksana operasioanal organisasi terhadap kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan oleh perusahaan”.

Menurut I Gusti A. R (2008:63) menyatakan :

“Kompetensi auditor adalah kualifikasi yang dibutuhkan oleh auditor untuk


melaksanakan audit kinerja dengan benar, kompetensi yang dibutuhkan oleh
seorang auditor kinerja, yaitu mutu profesional, pengetahuan umum, dan
keahlian khusus dan untuk memperoleh kompetensi tersebut dibutuhkan
pendidikan dan pelatihan bagi auditor kinerja”

Menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2009:2) menjelaskan kompetensi
adalah sebagai berikut :

“Kompetensi artinya auditor harus mempunyai kemampuan, ahli dan


berpengalaman dalam memahami kriteria dan dalam menentukan jumlah
bahan bukti yang dibutuhkan untuk dapat mendukung kesimpulan yang akan
diambil”.

Sedangkan standar umum pertama (SA seksi 210 dalam SPAP 2001)
menyebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Sukriah, dkk. (2009)
mendefinisikan kompetensi sebagai suatu kualifikasi yang dibutuhkan oleh auditor
untuk melaksanakan audit dengan benar, yang diukur dengan indikatormutu personal,
pengetahuan umum dan keahlian khusus. Kompetensi merupakan unsur penting
dalam mencapai keberhasilan audit, indikator yang digunakan untuk mengukur
kompetensi auditor antara lain pengalaman dan pengetahuan (Tjun, dkk. 2012).

Berdasarkan konstruk yang dikemukakan oleh De Angelo (1981), kompetensi


diproksikan dalam dua hal yaitu pengetahuan dan pengalaman. Menurut Boyton J. K
(2003:61) Kompetensi auditor di tentukan oleh tiga faktor, yaitu :

1. Pendidikan universitas formal untuk memasuki profesi

2. Mengikuti profesi berkelanjutan selama karir profesional auditor

3. Pelatihan praktik dan pengalaman dalam auditing

Berdasarkan definisi-definisi tersebut diatas mengenai kompetensi auditor,


dapat disimpulkan bahwa akuntan publik dituntut untuk mempunyai keahlian dalam
melakukan audit dan terampil yang di dukung dengan pengetahuan dan pengalaman
audit.

2.1.4 Kompleksitas Tugas

Kompleksitas tugas telah diakui sebagai karakteristik tugas penting


yangmempengaruhi dan memprediksi kinerja manusia dan perilaku (Liu, 2012).
Sanusi dan Iskandar (2007) mengartikan kompleksitas audit yaitu tugas yang
membingungkan dan sulit diukur secara objektif karena persepsi individu tentang
kesulitan suatu tugas audit berbeda, tergantung dari individu tersebut merespon
sulitnya tugas tersebut. Sedangkan Jamilah, dkk. (2007) mendefinisikannya sebagai
persepsi individu atas suatu tugas yang disebabkan terbatasnya kapabilitas dan daya
ingat, serta kemampuan untuk mengintegrasikan masalah. Tugas-tugas yang
kompleks memiliki risiko kegagalan yang lebih tinggi, sehingga tidak jarang auditor
cenderung akan menghindari atau menarik diri dari tugas-tugas semacam itu, dan
lebih memilih untuk melibatkan diri pada tugas-tugas yang kurang kompleks (Sanusi
dan Iskandar, 2007). Menurut Liu (2012) terdapat tiga sudut pandang dalam
kompleksitas tugas yaitu (1) sudut pandang strukturalis menjelaskan bagaimana
struktur dari suatu tugas, (2) sudut pandang persyaratan sumber daya diartikan
sebagai kebutuhan sumber daya yang diperlukan dalam sebuah tugas dan (3) sudut
pandang interaksi bahwa kompleksitas tugas adalah produk atau penciptaan dalam
interaksi tugas dengan manusia.

2.1.5 Time Pressure

Tekanan waktu (Time Presseure) audit merupakan gambaran normal dari


sistem pengendalian auditor. Tekanan yang dihasilkan oleh waktu audit yang ketat
secara konsisten berhubungan dengan perilaku disfungsional (Sososutikno, 2003).
Tekanan waktu audit mengacu pada kendala waktu yang timbul atau mungkin timbul,
dalam pertempuran dari keterbatasan sumber daya (waktu) dialokasikan untuk
melakukan tugas (Liyanarachchi dan McNamara, 2007). Tekanan waktu audit akan
mengurangi kinerja auditor karena adanya alokasi waktu yang terbatas menyebabkan
auditor tidak menguji beberapa transaksi yang seharusnya diuji dan mengumpulkan
bukti transaksi yang lebih sedikit. Adanya pengurangan beberapa aktifitas justru
mengurangi kualitas audit yang dihasilkan dan menurunkan kinerja auditor
(Rustiarini, 2013). Sebagaimana Willet (1996) menyatakan bahwa bila terdapat
tekanan waktu audit maka auditor akan menggunakan waktu tambahan (jam lembur)
diluar waktu audit atau mengambil jalan pintas yang tidak disetujui.

Bagaimanapun juga auditor cenderung akan mengurangi kualitas pekerjaan


audit ketika dihadapkan dengan anggaran waktu yang ketat (Liyanarachchi dan
McNamara, 2007). Dengan demikian auditor perlu menyusun rencana kegiatan audit
dengan baik. Alokasi waktu yang baik akan mengarahkan pada suatu kinerja yang
lebih baik dan hasil yang lebih baik pula, begitu juga sebaliknya (Agusti dan Nastia,
2013).
2.1.6 Kualitas Audit

De Angelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai kemungkinan dimana


auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem
akuntansi. Sukriah, dkk. (2009) mendefinisikan kualitas hasil pemeriksaan adalah
probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya
suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Lebih lanjut Ilmiyati dan
Suhardjo (2012) menyatakan bahwa kualitas audit dapat dipengaruhi oleh rasa
kebertanggungjawaban (akuntabilitas), dan kompetensi yang dimiliki oleh seorang
auditor dalam menyelesaikan proses audit tersebut. Agusti dan Nastia (2013)
menyimpulkan bahwa kualitas audit merupakan segala kemungkinan dimana auditor
pada saat mengaudit laporan keuangan klien dapat menemukan pelanggaran yang
terjadi dalam sistem akuntansi klien dan melaporkannya dalam bentuk laporan
keuangan auditan, dimana dalam melaksanakan tugasnya tersebut auditor
berpedoman pada standar auditing dan kode etik akuntan publik yang relevan.

2.2 Kerangka Konseptual

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh profesionalisme, kompetensi,


kompleksitas tugas, dan time pressure terhadap kualitas audit. Dimana
profesionalisme (X1), kompetensi (X2), kompleksitas tugas (X3), dan time pressure
(X4) merupakan variabel independen dan kualitas audit (Y) merupakan variabel
dependen. Hubungan variabel-variabel tersebut jika digambarkan melalui kerangka
konseptual maka akan nampak sebagai berikut:
Variabel Independen Variabel Dependen

Profesionalisme

(X1)

Kompetensi

(X2)
Kualitas Audit

(Y)
Kompleksitas Tugas

(X3)

Time Pressure

(X4)

2.3 Hipotesis Penelitian

2.3.1 Profesionalisme Auditor terhadap Kualitas Audit

Menurut hasil penelitian (Surtikanti, 2015), sebelumnya menunjukan bahwa


profesionalisme yang dimiliki oleh seorang auditor memiliki pengaruh positif
terhadap kualitas audit yang akan dihasilkan. Hal ini memiliki arti bahwa kualitas
audit dapat dicapai jika auditor memiliki profesionalisme yang baik. Rumusan
hipotesis penelitian jika dilihat dari uraian tersebut adalah sebagai berikut:

H1 : Profesionalisme auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit


2.3.2 Kompetensi Auditor terhadap Kualitas Audit

Kompetensi auditor terhadap kualitas audit sudah sering diteliti. Hal itu
disbabkan karena kompetensi merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi kualitas audit. Seperti penelitian dari Alim (2007), Sukriah, dkk.
(2009), Tjun dkk. (2012) dan Ningsih dan Dyan (2013) yang mengungkapkan bahwa
kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Hal tersebut menunjukkan
bahwa kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki kompetensi yang baik. Dari
uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H2 : Kompetensi auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit

2.3.3 Kompleksitas Tugas terhadap Kualitas Audit

Dalam kondisi pekerjaan yang kompleks, auditor tidak hanya harus bekerja
lebih keras, namun auditor juga memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam
menyelesaikan penugasan audit yang diberikan (Rustiarini, 2013). Penggunaan teori
atribusi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan kompleksitas tugas
sebagai faktor eksternal seorang auditor dalam melaksanakan kegiatan audit.
Penelitian yang dilakukan oleh Ratha dan Ramantha (2015) dan Cahyono (2015)
menyimpulkan bahwa kompleksitas tugas berpengaruh negatif terhadap kualitas
audit. Dari uraian tersebut, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut:

H3 : Kompleksitas tugas berpengaruh negatif terhadap kualitas audit

2.4.4 Time Pressure terhadap Kualitas Audit

Semakin tinggi Time Pressure Audit maka semakin rendah kualitas audit.
Tingginya tekanan waktu audit sering menyebabkan auditor meninggalkan bagian
program audit dan akibatnya menyebabkan penurunan kualitas audit. Penggunaan
teori atribusi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan Time Pressure
(tekanan waktu) audit sebagai faktor eksternal seorang auditor dalam melaksanakan
kegiatan audit. Hasil penelitian Hutabarat (2012), Ratha dan Ramantha (2015)
menyatakan bahwa time pressure audit berpengaruh negatif terhadap kualitas audit.
Ini berarti bahwa terdapat hubungan yang tidak searah antara kompleksitas audit
dengan kualitas audit tersebut. Semakin tinggi time preesure audit yang dihadapi
seorang auditor, maka kualitas audit yang dihasilkan semakin menurun. Dari uraian
tersebut, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut:

H4 : Time Pressure berpengaruh negatif terhadap kualitas audit

Anda mungkin juga menyukai