Anda di halaman 1dari 9

TUGAS KULIAH

MATA KULIAH KEBIJAKAN LINGKUNGAN

TOPIK PENELITIAN :
Koefesian Dasar Bangunan Sebagai Salah Satu Kebijakan Untuk
Mendukung Konservasi Air di Kawasan Perkotaan

Dosen Pengampu:
DR.Ardi, SP,M.si

Disusun Oleh:

DONY PATRIA (P2F116021)

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LUNGKUNGAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2017

0
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Lingkungan hidup adalah satu kesatuan ruang berikut benda, daya, keadaan,
dan mahluk hidup termasuk manusia dan interaksinya terhadap alam yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan
manusia serta mahluk hidup lain. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
PPLH mengamanatkan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah
upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
yang meliputi tahap perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan, dan penegakan hukum. Bentuk perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup tersebut diantaranya adalah melakukan konservasi terhadap
sumberdaya alam agar tercipta suatu pemanfaatan secara bijaksana serta
berkesinambungan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta
keanekaragamannya.
Salah satu bentuk konservasi lingkungan hidup adalah konservasi terhadap tanah dan
air. Konservasi tanah diartiakan sebagai penempatan sebidang tanah pada cara
penggunaan yang sesuai dengan kemampuan lahan tersebut, dan memperlakukannya
sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah
(Arsyad, 1989).Konservasi tanah merupakan cara menjaga struktur tanah tidak
terdispersi dan mengatur kegiatan gerakdan jumlah aliran permukaan.
Konservasi tanah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan konservasi air.
Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air
pada tempat itu dan tempat-tempat di hilirnya. Oleh karena itu konservasi tanah dan
konservasi air merupakan dua hal yang berhuibungan erat sekali. Berbagai tindakan
konservasi tanah adalah juga tindakan konservasi air. Konservasi air pada prinsipnya
adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin,
dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup
air pada waktu musim kemarau.
Banyak pembicaraan tentang Konservasi Tanah dan Air yang berlangsung lebih
kepada wilayah-wilayah non terbangun, seperti wilayah perkebunan, pertanian,
ataupun wilayah DAS secara lebih luas, padahal jika melihat kata kunci yang berkaitan
dengan “ mengatur aliran agar tidak terjadi banjir dan menjaga ketersediaan air saat
kemarau”, konservasi tanah dan air ini juga perlu menjadi perhatian serius di Kawasan
Perkotaan. Pertumbuhan penduduk kawasan perkotaan yang cenderung tinggi

1
berimplikasi terhadap peningkatan kawasan permukiman yang juga berarti semakin
meningkat kondisi penutupan lahan yang secara eksisting adalah merupakan media
resapan.

2. TUJUAN
Tujuan dari penulisan ini adalah mempelajari atau mengkaji ketersediaan
kebijakan Pemerintah Kota Jambi terhadap aspek lingkungan dalam hal ini upaya
konservasi air melalu pengendalian pemanfaatan ruang untuk fungsi bangunan fisik.

3. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang dapat diperoleh dari tulisan ini adalah gambaran kaitan antara
upaya pengendalian tutupan lahan terhadap konservasi air dikawasan perkotaan,
dengan studi kasus Kota Jambi.

2
PEMBAHASAN

Salah satu permasalahan pesatnya pembangunan fisik dikawasan perkotaan adalah


semakin tingginya tutupan lahan. Semakin meningkatnya tutupan lahan memberi
dampak terhadap peningkatan debit air yang dialirkan pada saluran-saluran dan
kerentanan genangan terhadap lahan pada elevasi yang lebih rendah. Selain itu,
tutupan lahan tentu menyebabkan semakin menurunnya resapan air kedalam tanah
dan mengganggu ketersediaan air tanah, sementara masih banyak penduduk yang
memenuhi kebutuhan air minumnya bersumberkan air tanah. Untuk mengendalikan
tutupan lahan ini, dilakukan pembatasan tutupan lahan maksimal setiap persil
bangunan melalui Koefisien Dasar Bangunan (KDB).

1) PENGERTIAN SECARA UMUM


Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah angka
persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas
lahan/tanahperpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai. Jadi KDB menyatakan
perbandingan total maksimal dari luas lantai struktur bangunan yang akan Anda dirikan
terhadap luas tanah yang dimiliki.
Penentuan KDB ditinjau dari aspek lingkungan dengan tujuan untuk
mengendalikan luas bangunan di suatu lahan pada batas-batas tertentu sehingga
tidak mengganggu penyerapan air hujan ke tanah.

Gambar 1 : Ilustrasi
KDB

3
2) ARAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TERHADAP KDB
Sejauh ini, pengaturan terhadap Koefisien Dasar Bangunan (KDB) di Kota Jambi
didasarkan kepada ketentuan intensitas pemanfaatan ruang yang tertuang didalam
Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 9 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Jambi (RTRW) 2013-2033. Ketentuan KDB terutama terhadap
perumahan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1
Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang Perumahan Kota Jambi
KDB Maksimum KLB Maksimum KDH
Minimu Tata Bangunan
Fungsi Jalan Fungsi Jalan
Kawasan m
Lokal, Lokal,
Arteri Kolektor Arteri Kolektor
Lingk Lingk
A. Perumahan
1) Bangunan tinggi 50% 50% 40% 6,0 3,6 1,2 35% GSB minimum = (1/2 x rumija) + 1 m
2) Bangunan sedang 50% 60% 65% 3,2 1,6 1,0 25% GSB minimum = (1/2 x rumija) + 1 m
3) Bangunan
GSB minimum = (1/2 x rumija) + 1 m
rendah:
a) Kepadatan
50% 60% 70% 1,6 1,4 1,2 20% Luas kavling minimal 84 m²
tinggi
b) Kepadatan
45% 55% 65% 1,6 1,4 1,2 25% Luas kavling minimal 96 m²
sedang
c) Kepadatan
45% 55% 55% 1,6 1,4 1,2 25% Luas kavling minimal 120 m²
rendah

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk
fungsi perumahan di Kota Jambi didasarkan kepada arahan kepadatan penduduk dan
orientasi lokasi perumahan terhadap fungsi ruas jalan yang mempengaruhi. Dari tabel
diatas juga dapat terlihat bahwa Koefisien Dasar Bangunan (KDB) paling tinggi adalah
70%, yang artinya dari setiap luas persil lahan yang akan dibangun perunit bangunan
rumah, perkenanan lahan yang tertutup maksimal 70% dari luas kavling tersebut.

3) PRAKTEK PENYELENGGARAAN KETENTUAN KDB

Perkembangan pembangunan rumah penduduk terutama dikawasan Perkotaan


termasuk di Kota Jambi dilakukan secara swadaya dan secara berkelompok atau
dalam bentuk pembangunan perumahan. Proses penyelenggaraan perumahan
dimulai dari tahap perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, pemeliharaan, dan
tahap perbaikan. Penerapan terhadap ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sudah
dilakukan dari tahap perencanaan, yang dikendalikan melalui proses verifikasi gambar
rencana sebagai salah satu syarat terbitnya izin pembangunan. Pada gambar rencana
tersebut sudah terlihat KDB pada site yang direncanakan tersebut .

4
Pada tahap rencana dan tahap pembangunan cenderung lebih taat terhadap
ketentuan KDB yang telah ditetapkan berdasarkan lokasi rencana pembangunan
perumahan tersebut, namun yang sering jadi permasalahan adalah pada tahap
pemanfaatan dan pemeliharaan. Banyak unit-unit rumah terutama didalam lingkungan
perumahan yang mengalami updating bangunan rumah atau penambahan luas lantai
bangunan, sehingga KDB atau tutupan lahan menjadi tidak ideal lagi. Contoh praktek
pemanfaatan rumah dilingkungan perumahan dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 2. Contoh rumah eksisting KDB

Gambar 3. Contoh rumah setelah


upgrade (KDB hampir 100%)

5
Berdasarkan wawancara dan pengamatan dilapangan, ada beberapa hal yang
mempengaruhi kondisi ini, diantaranya adalah :
a. Pemahaman masyarakat terhadap regulasi pemanfaatan ruang terutama yang
berkaitan dengan Koefesien Dasar Bangunan yang masih rendah ;
b. Kecenderungan memilih perumahan sebagai hunian adalah akses kepemilikan
rumah yang lebih cepat dibandingkan dengan membangun secara swadaya, dan
memang sudah merencanakan sedari awal akan melakukan peningkatan
bangunan, sementara dari sisi biaya dan kontruksi bangunan eksisting kurang
mendukung untuk dilakukan pembangunan secara vertikal sehingga peningkatan
dilakukan secara horizontal;
c. Untuk rumah swadaya, banyak terjadi dimana pembangunan lebih dahulu
dilakukan walaupun belum memiliki Izin Mendirikan Bangunan. Kondisi ini
menyebabkan verifikasi gambar rencana tidak dapat dilakukan. Saat rumah
sudah terbangun dan bahkan dimanfaatkan, terjadi dilema terhadap proses
perizinan tersebut, sehingga regulasi sulit diterapkan.

6
PENUTUP

Tutupan lahan telah menjadi salah satu issue utama ditengah pesatnya pembangunan
perkotaan. Dampak terhadap menurunnya ketersediaan air tanah dan meningkatnya
air limbasan yang beresiko terhadap genangan dan banjir merupakan kondisi yang
menjadi perhatian dalam pembangunan perkotaan. Untuk menjawab pertanyaan
apakah sudah ada kebijakan yang berkaitan dengan permasalahan tersebut,
jawabannya adalah sudah. Pemerintah Kota Jambi pada dasarnya telah menetapkan
kebijakan terhadap kondisi ini melalui ketentuan intensitas pemanfaatan ruang.
Tutupan setiap lahan yang akan difungsikan sebagai bangunan dibatasi dengan tujuan
untuk menjaga eksistensi ruang terbuka pada lahan-lahan privat. Ketentuan ini belum
berjalan efektif karena kecenderungannya baru berjalan pada tahap perencanaan dan
pembangunan, sementara pada tahap pemanfaatan bangunan sering sekali terjadi
pelanggaran terhadap ketentuan ini.
Lemahnya pengawasan pada tahap pemanfaatan dan rendahnya pemahaman
masyarakat terhadap ketentuan ini menjadi faktor utama terjadinya pelanggaran ini,
sehingga tidak heran ketika banyak keluhan terjadi diruang kota seperti keluhan
ketersediaan air tanah yang semakin terbatas. Keluhan ini muncul terutama pada saat
kemarau yang relatif panjang, karena pelayanan perpipaan Kota Jambi saat ini tidak
lebih dari 60%, dan sisanya sebagian besar menggantungkan sumber air minum ke air
tanah. Keluhan lainnya adalah semakin meningkatnya air limpasan yang
menyebabkan semakin menurunya kinerja jaringan drainase, sehingga terjadi
kerentanan genangan bahkan banjir dibeberapa bagian wilayah. Pada dasarnya,
kedua keluhan atau permasalahan tersebut tidak terlepas dari pola-pola yang terjadi di
masyarakat sendiri. Diperlukan visi yang sama antara pemerintah, masyarakat, dan
juga swasta untuk meminimalisir permasalahan ini. Karena walaupun sudah ada
regulasi tapi kalau tidak dipahami apalagi dijalankan bersama, maka regulasi tersebut
tidak akan efektif dalam menyelesaikan beberapa permasalahan perkotaan yang ada.

7
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 9 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Jambi Tahun 2013-2033

Anda mungkin juga menyukai