Anda di halaman 1dari 11

LAPARATOMY

A. Definisi Laparatomy

Laparatomy adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya perlekatan dan
biasanya terjadi pada usus halus, yang mana tujuan prosedur tindakan pembedahan dengan
membuka cavum abdomen adalah untuk eksplorasi (Arif Mansjoer, 2000).

B. Etiologi di lakukan tindakan laparotomy (Smeltzer 2001):


1. Trauma Abdomen
Di bedakan menjadi 2 :
1) Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga pertonium) yang
disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
2) Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi ) : pukulan , benturan.
2. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga abdomen,
yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis primer disebabkan
oleh spontaneous bacterial peritonitis (sbp), akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis
sekunder disebabkan oleh appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale,
perforasi kolon.
3. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)
Didefinisikan sebagai gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus.
Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan
perkembangannya lambat.
a. Obstruksi dapat disebabkan perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada
area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan
abdomen.
b. Intusepsi (salah satu bagian usus menyusup kedalam bagian lain yang ada
dibawahnya akibat penyempitan lumen usus).
c. Volvulus (usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan
demikian menimbulkan penyumbatandengan menutupnya gelungan usus yang
terjadi amat distensi.
d. Hernia (Protursi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding otot
abdomen).
e. Tumor ( tumor yang ada di dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor
diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus).
4. Apendisitis (Penyebabnya adalah obstruksi lumen oleh feses yang akirnya merusak
suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi).
5. Tumor abdomen
6. Pancreasitis
7. Abcesses
8. Adhesion
9. Intestinal perforasi
10. Ectopic Pregnancy
C. Manifestasi Klinik
Manifestasi yang biasanya muncul pada pasien post laparotomy :
1. Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
2. Peningkatan respirasi, tekanan darah, nadi.
3. Kelemahan.
4. Mual, Muntah dan anoreksia
5. Konstipasi.
D. Macam – macam cara pembedahan laparotomy :
1. Midline Epigastric Insision (irisan median atas)
Insisi dilakukan persis pada garis tengah dimulai dari ujung Proc. Xiphoideus hingga
satu sentimeter diatas umbilikus. Membuka peritoneum dari bawah.
2. Midline Sub-umbilical Insision (irisan median bawah)
Irisan dari umbilikus sampai simfisis, membuka peritoneum dari sisi atas. Irisan
median atas dan bawah dapat disambung dengan melingkari umbilikus.
3. Paramedian Insision ”trapp door” (konvensional)
Insisi ini dapat dibuat baik di sebelah kanan atau kiri dari garis tengah. Kira-kira
2,5cm sampai 5cm dari garis tengah. Insisi dilakukan vertikal, diatas sampai bawah
umbilikus, M. Rectus Abdominis didorong ke lateral dan peritoneum dibuka juga 2,5cm
lateral dari garis tengah.
4. Lateral Paramedian Insision
Modifikasi dari paramedian insision yang dikenalkan oleh Guillou. Dimana fascia
diiris lebih lateral dari yang konvensional. Secara teoritis, teknik ini akan memperkecil
kemungkinan terjadinya wound dehiscence dan insisional hernia dan lebih baik dari yang
konvensional.
5. Vertical Muscle Splitting Insision (paramedian transrect)
Insisi ini sama dengan paramedian insision konvensional, hanya otot rectus pada insisi
ini dipisahkan secara tumpul (splitting longitudinally) pada tengahnya, atau jika mungkin
pada tengahnya. Insisi ini berguna untuk membuka scar yang berasal dari insisi
paramedian sebelumnya. Kemungkinan hernia sikatrikalis lebih besar.
6. Kocher Subcostal Insision
Insisi Subcostal kanan yang biasanya digunakan untuk pembedahan empedu dan
saluran empedu.
7. McBurney Gridiron (Irisan oblique)
Dilakukan untuk kasus apendisitis akut dan diperkenalkan oleh Charles McBurney pada
tahun 1894, otot-otot dipisahkan secara tumpul.
8. Rocky Davis
Insisi dilakukan pada titik McBurney secara transverse skin crease, irisan ini lebih
kosmetik.
9. Pfannenstiel Insision
Insisi yang popular dalam bidang ginekologi dan juga dapat memberikan akses
pada ruang retropubic pada laki-laki untuk melakukan extraperitoneal retropubic
prostatectomy.
10. Insisi Thoracoabdominal
Insisi Thorakoabdominal, baik kanan maupun kiri, akan membuat cavum
pleura dan cavum abdomen menjadi satu. Insisi thorakoabdominal kanan biasanya
dilakukan untuk melakukan emergensi ataupun elektif reseksi hepar. Insisi
thorakoabdominal kiri efektif jika dilakukan untuk melakukan reseksi dari bagian
bawah esophagus dan bagian proximal dari lambung.
E. Jenis Tindakan Operasi Laparatomi Menurut Indikasi
Tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan teknik sayatan
arah laparatomi yaitu:
1. Herniotomi
Tindakan bedah hernia disebut herniotomi. Herniotomi adalah operasi
pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong hernia dibuka dan isi
hernia dibebaskkan kalau ada perlengketan, kemudian direposisi, kantong hernia
dijahit ikat setingggi mungkin lalu dipotong (Sjamsuhidayat dan Jong,2006).
2. Gastrektomi
Suatu tindakan reseksi pada lambung baik keseluruhan lambung maupun
sebagian. Prosedur ini biasanya digunakan untuk mengobati kanker, tetapi juga
digunakan untuk mengobati ulkus lambung yang tidak berespon terhadap terapi
obat.
3. Kolesistoduodenostomi
Pembedahan pada tumor obstruksi duktus koleduktus, kaput pankreas, papilla
vater, duktus pankreas, duodenum, vena mesentrikasuperior, duktus hepatikus,
arteri mesenterika superior dan kandung empedu.
4. Hepatektomi
Hepatektomi adalah operasi bedah untuk mengangkat sebagian atau seluruh
bagian organ hati. Tindakan hepatektomi sering digunakan untuk mengobati
kanker hati. Hepatektomi parsial adalah pembedahan yang hanya mengangkat
tumornya saja (sebagian dari hati). Hepatektomi total adalah operasi yang
kompleks di mana seluruh hati atau liver akan diangkat.
5. Splenorafi atau splenotomi
Splenotomi adalah adalah sebuah metode operasi pengangkatan limpa, yang
mana organ ini merupakan bagian dari sistem getah bening. Splenotomi biasanya
dilakukan pada trauma limpa, penyakit keganasan tertentu pada limpa (hodkin’s
disease dan non-hodkin’s limfoma, limfositis kronik, dan CML), hemolitik jaundice,
idiopatik trombositopenia purpura, atau untuk tumor, kista, dan splenomegali.
6. Apendektomi
Tindakan pembedahan yang dilakukan pada apendiks akibat peradangan baik
bersifat akut maupun kronik. Teknik apendektomi dengan irisan Mc. Burney secara
terbuka.
7. Kolostomi
Kolostomi merupakan kolokytaneostomi yang disebut juga anus preternaturalis
yang dibuat sementara atau menetap.
F. Komplikasi Post Laparatomi
a. Stitch Abscess
Biasanya muncul pada hari ke-10 pasca operasi atau bisa juga sebelumnya,
sebelum jahitan insisi tersebut diangkat. Abses ini dapat superfisial atau lebih
dalam. Jika dalam ia dapat berupa massa yang teraba dibawah luka, dan terasa nyeri
jika diraba.
b. Infeksi Luka Operasi
Biasanya jahitan akan terkubur didalam kulit sebagai hasil dari edema dan
proses inflamasi sekitarnya. Infeksi luka sering muncul pada 36 jam sampai 46 jam
pasca operasi. Penyebabnya dapat berupa Staphylococcus Aureus, E. Colli,
Streptococcus Faecalis, Bacteroides. Pasien biasanya akan mengalami demam,
sakit kepala, anorexia dan malaise.
c. Gas Gangrene
Biasanya berupa rasa nyeri yang sangat pada luka operasi, biasanya 12 jam
sampai 72 jam pasca operasi, peningkatan temperature (39°C sampai 41°C),
takikardia, dan syok yang berat.
d. Hematoma
Kejadian ini kira-kira 2% dari komplikasi operasi. Keadaan ini biasanya
hilang dengan sendirinya.
e. Keloid Scar
Penyebab dari keadaan ini hingga kini tidak diketahui, hanya memang
sebagian orang mempunyai kecenderungan untuk mengalami hal ini lebih dari
orang lain.
f. Abdominal Wound Disruption and Evisceration
Disrupsi ini dapat partial ataupun total. Insidensinya sendiri bervariasi antara
0% sampai 3% dan biasanya lebih umum terjadi pada pasien lebih dari 60 tahun.
Jika dilihat dari jenis kelamin, perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 4: 1.
G. Dalam Potter dan Perry (2006), beberapa tujuan perawatan pasca operatif
adalah :
a. Menunjukkan kembalinya fungsi fisiologis normal
b. Tidak memperlihatkan adanya infeksi luka bedah
c. Dapat beristirahat dan memperoleh rasa nyaman
d. Mempertahankan konsep diri
e. Kembali pada status kesehatan fungsional dengan keterbatasan yang ada akibat
pembedahan.
H. Penatalaksanaan Keperawatan :
1) Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
2) Mempercepat penyembuhan.
3) Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
4) Mempertahankan konsep diri pasien.
5) Mempersiapkan pasien pulang.
I. Menurut Majid, Judha, dan Istianah (2011), Perawatan post laparotomy :
1. Memantau keadaan pasien
a. Memantau kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output
b. Observasi dan catat sifat draine (warna jumlah)
c. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati jangan sampai
drain tercabut.
d. Perawatan luka secara steril.
2. Manajemen Luka
3. Mobilisasi dini
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tiduragar keadaanya stabil.
4. Penanganan nyeri
5. Posisi tempat tidur
6. Pemenuhan kebutuhan eliminasi
Sistem perkemihan
- Kontrol volunteer fungsi perkemihan kembali setelah 6-8 jam post anesthesia,
inhalasi,IV, spinal.
- Retensio urine : Anesthesia, infus ivmanipulasi oprasi abdomen (distensi buli-
buli)
- Pencegahan : inspeksi, palpasi, perkusi kaji warna, jumlah urine.
Sistem Gastrointestinal
- 40% pasien dengan GA selama 24 jam dapat terjadi mual, muntah menyebabkan
stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan
leher.
- Kaji gungsi gastrointestinal dengan auskultasi suara usus, distensi abdomen, tidak
flatus.
- Kaji paralistic ileus
- Jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam.
7. Penggantian Cairan
8. Nutrisi
9. Rehabilitasi
10. Discharge Planing.
Definisi Nyeri
Nyeri merupakan perasaan tubuh atau bagian tubuh seseorang yang menimbulkan
respon tidak menyenangkan dan nyeri dapat memberikan suatu pengalaman alam rasa (Judha,
2012). Nyeri bersifat subjektif dan tidak ada individu yang mengalami nyeri yang sama.
Perawat perlu mencari pendekatan yang paling efektif dalam upaya pengontrolan nyeri
(Potter & Perry, 2006).
Klasifikasi Nyeri
Menurut Mubarak dan Chayatin (2008) ada beberapa klasifikasi nyeri yaitu:
a. Nyeri Perifer
Nyeri ini ada tiga macam yaitu:
1) Nyeri superfisial
Nyeri superfisial adalah nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan
mukosa. Nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi. Nyeri biasanya terasa sebagai
sensasi yang tajam. Contoh penyebab nyeri superfisial adalah jarum suntik dan luka
potong kecil/ laserasi (Potter & Perry, 2006).
2) Nyeri viseral
Nyeri viseral adalah nyeri yang muncul akibat stimulus dari reseptor nyeri di
rongga abdomen, cranium dan toraks. Nyeribersifat difus dan dapat menyebar ke
beberapa arah. Durasi bervariasi tetapi biasanya berlangsung lebih lama daripada
nyeri superfisial. Nyeri dapat terasa tajam, tumpul atau unik tergantung organ yang
terlibat (Potter & Perry, 2006).
3) Nyeri Alih(referred)
Nyeri alih adalah nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari penyebab
nyeri. Contoh dari penyebab nyeri alih adalah infark miokard yang menyebabkan
nyeri alih ke rahang, lengan kiri dan bahu kiri (Potter & Perry, 2006).
b. Nyeri Sentral
Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang otak dan
thalamus.
c. Nyeri Psikogenik
1) Nyeri Akut
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau digambarkan
dalam hal kerusakan sedemikian rupa. Gejala yang terjadi tiba – tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi
(NANDA, 2015).
2) Nyeri kronis
Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam
hal kerusakan sedemikian rupa. Gejala yang terjadi yaitu timbul secara tiba – tiba atau
lambat dengan intensitas dari ringan hingga berat, terjadi secara konstan atau berulang
tanpa akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung >3 bulan
(NANDA, 2015).
PENYEBAB NYERI
1. Neuropatik
2. Nosciceptive
3.
C. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri.
Menurut Potter dan Perry (2006) ada beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri seseorang yaitu :
- Nyeri
- Jenis Kelamin
- Kebudayaan
- Makna nyeri
- Ansietas
- Keletihan
- Pengalaman Sebelumnya
- Gaya Koping
- Dukungan Keluarga dan social

D. Penatalaksanaan Nyeri
1. Non Farmakologi
Menurut Nursing Intervention and Classification/NIC :
a. Mengkaji nyeri seperti lokasi, karakteristik, durasi nyeri, frekuensi nyeri, kualitas
nyeri, intensitas nyeri dan faktor penyebab nyeri .
b. Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
c. Menanyakan pengetahuan pasien tentang nyeri .
d. Mengkaji pengaruh nyeri yang dialami pasien pada tidur, selera makan, aktivitas,
perasaan, hubungan, peran pada pekerjaan dan pola tanggungjawab.
e. Memberikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri
akan dirasakan dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.
f. Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan.
g. Melakukan penanganan non-farmakologi seperti relaksasi, terapi music, guided
imagery, terapi akupresur, terapi aktivitas dan massage.
h. Mengajarkan prinsip dari manajemen nyeri .
i. Menggunakan teknik pengontrolan nyeri/ antisipasi sebelum nyeri berubah
menjadi berat.
j. Melakukan penanganan farmakologi yaitu pemberian analgesic

2. Farmakologi
a. Analgesic
Ada tiga jenis analgesik menurut Potter dan Perry (2006) yaitu:

1) Non-narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)


Kebanyakan NSAID bekerja pada reseptor saraf perifer untuk mengurangi
tranmisi dan resepsi stimulus nyeri. NSAID non-narkotik umumnya menghilangkan
nyeri ringan dan sedang seperti nyeri yang terkait dengan artritis rheumatoid, prosedur
pengobatan gigi, prosedur bedah minor dan episiotomy.
2) Analgesik narkotik atau opiat
Analgesik narkotik atau opiat umumnya diresepkan untuk nyeri sedang sampai
berat, seperti nyeri pascaoperasi dan nyeri maligna. Obat ini bekerja pada sistem saraf
pusat
3) Obat tambahan (adjuvan) atau koanalgesik
Adjuvan seperti sedatif, anticemas dan relaksan otot meningkatkan control
nyeri atau menghilangkan gejala lain yang terkait dengan nyeri seperti depresi dan
mual. Sedatif seringkali diresepkan untuk penderita nyeri kronik.
b. Analgesik Dikontrol Pasien (ADP)
Sistem pemberian obat yang disebut ADP merupakan metode yang aman
untuk penatalaksanaan nyeri kanker, nyeri post operasi dan nyeri traumatik.
Klien/pasien menerima keuntungan apabila ia mampu mengontrol nyeri (Potter &
Perry, 2006).
Assesment Nyeri

Terapi non komplementer Fish oil pada inflamasi rheumatoid arthritis


Akupressure untuk nyeri punggung, nyeri kepala, osteoarthritis, pre operasi dan post operasi
Aromaterapi lavender untuk menurunkan nyeri perineum post pastum
Relaksasi Efflurage untuk menurunkan nyeri insersi arterivenosa fistula
Kompres hangat untuk menurunkan nyeri dismenore
Hipnoterapi untuk menurunkan perawatan luka diabetic (Wibowo,2014).
Outcome
kontrol nyeri (1605)
Tingkat Nyeri
Tingkat Kenyamanan, kriteria hasil :
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab, mampu menggunakan teknik non farmakologi untuk
mengurangi nyeri
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
- Secara konsisten menggunaan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesic.
- Klien dapat mengenali kapan nyeri terjadi.
- Menyatakan rasa nyamansetelah nyeri berkurang (Moorhead,2013)
Intervensi Manajemen nyeri (1400)
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
- Kontrol lingkungan yang mempengaruhi nyeri
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi (nafas dalam).
- Kolaborasikan pemberian terapi farmakologi untuk menurunkan nyeri.
- Lakukan pengkajian nyeri setelah pemberian intervensi.

- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,


frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
- Kontrol lingkungan yang mempengaruhi nyeri
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi (nafas dalam).
- Kolaborasikan pemberian terapi farmakologi untuk menurunkan nyeri.
- Lakukan pengkajian nyeri setelah pemberian intervensi.

A. Analgesic
Ada tiga jenis analgesik menurut Potter dan Perry (2006) yaitu:
1. Non-narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
2. Analgesik narkotik atau opiat
3. Obat tambahan (adjuvan) atau koanalgesik
B. Analgesik Dikontrol Pasien (ADP)

Ekspresi wajah nyeri (mata kurang bercahaya, meringis)


Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri
Mengekspresikan prilaku gelisah, merengek, waspada atau menangis.
Perilaku Distraksi
Diaforesis (Berkeringat)
Dilatasi Pupil
Sikap Melindungi Bagian Nyeri
Pengaturan Posisi (0840)
Berikan posisi Nyaman
Berikan posisi semifowler
Alih baring /2jam
Gunakan hand roll, trochanter roll.

Monitor Tanda-tanda Vital (6680)


Cek tekanan darah, nadi, suhu ,RR dan Saturasi Oksigen.
Monitor suara paru
Monitor adanya sianosis.

Perawatan Selang Dada (1872)


Lakukan cuci tangan dengan benar sebelum dan setelah perawatan water seal drainase.
Monitor terhadap kebocoran udara yang terdengar setelah pemasangan WSD.
Pastikan bahwa semua selang penghubung terpasang dengan kencang.
Gunakan selang yang panjang untuk memudahkan pergerakan.
Sangkutkan selang dengan aman.
Posisikan WSD lebih rendah dari tubuh pasien.
Observasi Volume, kekeruhan, warna dan konsistensi drainase dan catat.
Perhatikan adanya undulasi dalam selang WSD.
Bantu pasien untuk batuk dan tirah baring setiap 2 jam sekali.
Ganti balutan di sekitar selang dada setiap 24 jam.

Evaluasi :
S (Subjektif) : Data subjektif berisi data dari pasien melalui anamnesis (wawancara) yang merupakan
ungkapan langsung.
O (Objektif) : Data dari hasil observasi melalui pemeriksaan fisik.
A (Asessment) : Analisis dan interpretasi berdasarkan data yang terkumpulkemudain dibuat
kesimpulan yang meliputi diagnosis antisipasi diagnosis atau masalah potensial, serta perlu tidaknya
dilakukan tindakan segera.
P (Plan) : Perencanaan merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan termasuk asuhan
mandiri, kolaborasi, diagnosis atau laboratorium serta konseling untuk tindak lanjut .

Anda mungkin juga menyukai