Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Judul : Analisis Vegetasi Mangrove

1.1 Latar Belakang

Mangrove merupakan salah satu tumbuhan tingkat tinggi yang mempu


beradaptasi dengan lingkungan laut. Definisi ekosistem mangrove merupakan
vegetasi pohon didaerah tropis yang terdapat didaerah intertidal ( pasang surut )
dan mendapat pasokan air laut dan air tawar ( payau ). Hutan mangrove
merupakan salah satu tipe hutan hujan tropis yang terdapat disepanjang garis
pantai perairan tropis. Hutan ini merupakan peralihan habitat lingkungan darat dan
lingkungan laut, maka sifat-sifat yang dimiliki tidak sama persis sifat-sifat yang
dimiliki hutan hujan tropis didaratan. Karakteristik hutan mangrove diantaranya
yaitu memiliki habitat disubstrat yang berlumpur, lempung, dan berpasir, karena
substrat ini mempengaruhi species yang tinggal ditempat tersebut. Produsen
utama dihutan mangrove ini adalah serasah dari daun atau ranting pohon
mangrove.
Suatu bentang alam memiliki penutupan tumbuhan (plant cover) yang
tumbuh dan hidup di area tersebut. Penutupan tumbuhan pada suatu area geografi
sering ditemui satu atau beberapa komunitas tumbuhan yang secara bersama-sama
membentuk suatu vegetasi. Vegetasi memiliki pengertian yang lebih luas
dibandingkan dengan komunitas tumbuhan, jenis-jenis tumbuhan
berkecenderungan untuk berkelompok membentuk komunitas tumbuhan,
kelompok komunitas tumbuhan ini disebut vegetasi dan pada dasarnya terbentuk
sebagai akibat dari adanya dua fenomena penting, yakni adanya perbedaan dalam
toleransi terhadap lingkungan serta adanya heterogenitas dari lingkungan.
Berdasarkan kedua fenomena ini maka penutupan tumbuhan di muka bumi
didefinisikan sebagai lapisan hijau penutup muka bumi. Keanekaragaman yang
berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya merupakan ciri dari penutupan
vegetasi di muka bumi (Ardhana, 2015).
Vegetasi merupakan suatu kelompok komunitas tumbuhan yang terdiri dari
beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat dan saling
berinteraksi. Komposisi dan struktur vegetasi merupakan fungsi faktor flora,
habitat, waktu dan kesempatan, yakni hasil akhir akibat dari banyak faktor baik
dari masa lampau maupun masa sekarang. Vegetasi di ala mini terbentuk sebagai
hasil interaksi secara total dari berbagai faktor lingkungan, secara garis besar
prinsip interaksi antarkomponen pembentuk vegetasi secara matematis vegetasi
bisa dinyatakan sebagai fungsi dari tanah, iklim, flora dan fauna.
Zona vegetasi dapat dibagi menjadi tiga tipe diantaranya adalah tipe
vegetasi di daerah pantai, tipe vegetasi di daerah lowland dan tipe vegetasi di
daerah upland. Tipe-tipe masyarakat tumbuhan pantai terbagi menjadi dua, yakni
tak tergenang (non hutan dan hutan) dan tergenang (air tawar dan air laut). Tipe-
tipe masyarakat tumbuhan lowland terbagi menjadi dua, yakni tak tergenang air
(hutan dan non hutan) dan tergenang air (rawa dan gambut). Tipe-tipe masyarakat
tumbuhan upland terbagi menjadi dua, yakni darat dan perairan (Odum, 1971).
Analisis vegetasi diperlukan untuk mengetahui komposisi jenis tumbuhan
dan struktur vegetasi yang ada di suatu wilayah. Komposisi dan struktur vegetasi
dapat disajikan secara kualitatif dengan parameter, kerapatan, frekuensi dan
penutupan tajuk atau luas bidang dasar. Teknik-teknik penunjang analisis vegetasi
diantaranya adalah sampling plot, petak ganda, jalur transek dan tanpa plot (cara
kuadran). Pengambilan contoh di lapangan harus representative sehingga hasil
analisis akan menggambarkan seluruh vegetasi.
Salah satu vegetasi yang akan dianalisis kali ini adalah vegetasi mangrove di
kawasan Mangrove Information Centre, Denpasar, Bali.

1.2 Tujuan Praktikum

Untuk mengetahui struktur, komposisi dan penyebaran vegetasi pohon pada


daerah atau habitat hutan mangrove dengan menganalisis parameter-parameter
vegetasi antara lain frequensi (kekerapan), densitas (kerapatan), dominansi,
frequensi relatif, densitas relatif, dominansi relatif, nilai penting (importance
value), indeks diversitas, indeks similaritas dan pola penyebaran jenis.
1.3 Manfaat Praktikum

Memberikan informasi tentang pengaruh lingkungan di kawasan Mangrove


Information Centre (MIC) terhadap keberadaan vegetasi tanaman di hutan
tersebut, terutama dari segi keanekaragaman tanaman yang menyusun zonasi pada
hutan mangrove dan pola penyebaran jenis tanaman-tanaman tersebut dengan
menganalisis parameter-parameter vegetasi antara lain frequensi (kekerapan),
densitas (kerapatan), dominansi, frequensi relatif, densitas relatif, dominansi
relatif, nilai penting (importance value), indeks diversitas, indeks similaritas dan
pola penyebaran jenis.
BAB II
MATERI DAN METODE

2.1 Lokasi Praktikum

Praktikum ini dilakukan pada hari Minggu, 18 November 2018 bertempat di kawasan
hutan Mangrove Information Center (MIC), Denpasar.

2.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu meteran gulung, tali plastik
dengan simpul sepanjang 20 m, hard board dan alat-alat tulis. Bahan-bahan yang
digunakan atau didapatkan dalam praktikum kali ini adalah tumbuhan yang ada di hutan
Mangrove Information Center (MIC), Denpasar

2.3 Cara Kerja

Areal kajian yang telah ditentukan luasnya, dibuat garis utama dengan arah kompas
yang telah ditentukan yang memotong garis contour yaitu mulai dari zone depan (garis
pantai) menuju zone belakang (kearah daratan). Garis utama yang dibuat dari tali plastik
dibuat simpul-simpul dengan jarak simpul 1 dengan simpul lainnya adalah sama (20 m).
Pada simpul-simpul tersebut untuk menentukan kwadran-kwadran dengan jarak kwadran 1
dengan kwadran 2, 3 dan seterusnya adalah sama (20 m). Setiap titik atau simpul
merupakan titik pusat (K) dari 4 kwadran yang dibuat dan masing-masing kwadran tadi
diukur jarak terdekat dari pohon dan langsung diukur diameter keliling batang pohon
setinggi 135 cm/ setinggi dada. Tumbuhan tergolong pohon jika diameter batang lebih
besar dari 35 cm. Cara pengukuran ini seperti gambar berikut :

4
IV I

d4
d1

II
III
d3
d2

IV
I

III II

Arah kompas

Gambar 12. Tata Letak Metode Kwadran


Keterangan :
a. Ditentukan arah kompas
b. Ditentukan interval
c. Ditentukan kwadran
d. Ditentukan individu pohon yang terdekat

Selanjutnya :
1. Diukur jarak d1, d2, d3, d4
2. Ditentukan nama jenis pohon yang bersangkutan
3. Diukur diameter batang
4. Dicatat diameter batang, dimana pohon memiliki diameter batang lebih besar dari
35 cm
Kemudian dilakukan analisis vegetasi dengan menghitung parameter-parameter
vegetasi, yaitu frekuensi, densitas, dominansi, frekuensi relatif, densitas relatif, dominansi
relatif, nilai penting (importance value), keanekaragaman jenis dan pola penyebaran jenis.

5
Perhitungan dalam analisis parameter tersebut dilakukan sama dengan perhitungan pohon
pada hutan darat.
2.1 Analisis Hasil
Analisis yang dilakukan adalah :
a. Keliling batang
Rumus : 2𝜋r
b. Basal area
Rumus : 𝜋r2
Keterangan : 𝜋 = 3,14
r = jari-jari
Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis dan ditentukan parameter-parameter
vegetasinya sebagai berikut :
Jumlah kuadrat dari jenis yang ditemukan
1. Frekuensi = Jumlah plot yang diambil
Jumlah individu suatu jenis
2. Densitas = Total area kuadrat
Luas bidang dasar (Basal area)suatu jenis
3. Dominansi = Total area kuadrat (luas daerah cuplikan)
Frekuensi suatu jenis
4. Frekuensi relatif = 𝑥 100%
Total frekuensi seluruh jenis
Densitas suatu jenis
5. Densitas relatif = 𝑥 100%
Total densitas seluruh jenis
Dominansi suatu jenis
6. Dominansi relatif = 𝑥 100%
Total dominansi seluruh jenis

7. Nilai penting (NP)= Frekuensi relatif + Densitas relatif + Dominansi relatif


8. Indeks Diversitas (ID) dapat ditentukan dengan rumus :

Keterangan:
H = Indeks Diversitas ( Indeks Keanekaragaman Jenis)
n1 = Nilai penting dari suatu jenis
N = Nilai penting dari seluruh jenis
Penetapan nilai dari Indeks Diversitas vegetasi mangrove dapat ditentukan
dengan 4 kriteria sebagai berikut :
a. Jika H  1,0 termasuk katagori sangat buruk (tidak mantap)

6
b. Jika 1,0  H 1,5 tergolong katagori buruk (kurang mantap)
c. Jika 1,6  H  2,0 tergolong katagori baik (mantap)
d. Jika H > 2,0 tergolong katagori baik sekali (mantap sekali)
9. Pola Penyebaran Individu
Pola penyebaran individu suatu jenis dinyatakan dengan rumus :
Varian (Keragaman Jenis) : Mean (rata-rata) = (V/M)

Keterangan :
X = Jumlah individu dari masing-masing jenis
N = Jumlah seluruh individu
̅ = Jumlah rata-rata dari jenis yang ditemukan
X
Pola penyebaran/distribusi suatu jenis vegetasi dapat ditetapkan dengan 3
ketentuan pokok yaitu:
a. Jika V/M = 1 maka pola penyebaran vegetasinya bersifat acak
b. Jika V/M  1 maka pola penyebaran vegetasinya bersifat seragam
c. Jika V/M > 1 maka pola penyebaran vegetasinya bersifat mengelompok.

7
4.1 Hasil

4.1.1 Hasil Lapangan

Lokasi : Kawasan Hutan Mangrove Information Center (MIC), Denpasar


Stasiun : Terbuka dan ternaung
Tanggal : 18 November 2018
Ukuran Plot : 20m X 20m = 400m2 = 4000000cm2
Jumlah Plot : 30
Luas : 20 x 20 x 24 = 4800m2 = 480000000cm2

Jumlah Jumlah Total


No Nama Indonesia Nama Ilmiah
Terdapat Individu Keliling
1 Pidada Sonneratia alba 18 22 3134
2 Bakau Rhizophora mucronata 25 57 3233
3 Tanjang Bruguiera gymnorrhiza 5 9 282
4 Buta – buta Excoecaria agallocha 9 14 5673
5 Nyirih Xylocarpus granatum 7 9 440
6 Waru laut Thespesia populnea 3 3 118
7 Api – api Avicennia marina 2 2 143
8 Lamtoro Leucaena glauca 1 3 110
9 intaran Azadirachta indica 1 1 155
10 Ketapang Terminalia cattapa 1 1 53
11 Mentigi Ceriops decandra 1 1 44
Σ= 122

Tabel 1. Hasil lapangan kawasan Hutan Mangrove

8
4.1.2 Hasil Analisis Data
Lokasi : Kawasan Hutan Mangrove (MIC), Denpasar
Stasiun : Terbuka dan ternaung
Tanggal : 18 November 2018
Ukuran Plot : 20m X 20m = 400m2 = 4000000cm2
Jumlah Plot : 30
Luas : 20x 20 x 24 = 4800m2 = 480000000cm2

Nama Jenis Freq Den


Jml Jml Basal Frequens Domi Dom INP
No Daerah Ilmiah Densitas Rel Rel ID PPI
Tdp Ind (m2) i Nansi Rel (%) (%)
(%) (%)
Sonneratia
1 Pidada 18 22 78,8 0,6 0,0018 0,0065 19,88 18,43% 18,78 57,09% 0,13
alba
Rhizophora
2 Bakau 25 57 82,95 0,83 0,0047 0,0069 27,51 48,11% 19,93 99,55% 0,15
mucronata
Bruguiera
3 Tanjang 5 9 0,60 0,167 0,00075 0,00005 5,50 7,67% 0,14 13,31% 0,05
gymnorrhiza
Excoecaria
4 Buta –buta 9 14 256,03 0,3 0,0011 0,021 9,94 11,25% 60,67 81,86% 0,15
agallocha
Xylocarpus
5 Nyirih 7 9 1,53 0,23 0,00075 0,00012 7,62 7,67% 0,34 15,63% 0,06
granatum
Thespesia
6 Waru laut 3 3 0,10 0,1 0,00025 0,000008 3,00 2,55% 0,02 5,88% 0,03
populnea 9
Avicennia
7 Api –api 2 2 0,15 0,67 0,00017 0,000012 3,31 1,74% 0,03 21,97% 0,08
marina
1,49
Leucaena
8 Lamtoro 1 3 0,09 0,03 0,00025 0,000007 20,20 2,55% 0,021 3,75% 0,02
glauca
Azadirachta
9 Intaran 1 1 0,186 0,03 0,000083 0,000155 0,99 0,85% 0,04 1,88% 0,01
indica
Terminalia
10 Ketapang 1 1 0,02 0,03 0,000083 0,000001 0,99 0,85% 0,004 1,88% 0,01
cattapa
Ceriops
11 Mentigi 1 1 0,02 0,03 0,000083 0,000001 0,99 0,85% 0,004 1,88% 0,01
decandra

∑ - - - - - - - - 99,92 102,25% 99,97 304,68% 0,67

Tabel 2. Hasil data kawasan Hutan Mangrove

10
Berdasarkan hasil analisis diperoleh diagram sebagai berikut:

0.16

0.14 1_ Pidada
2_ Bakau
0.12 3_ Tanjang
0.1 4_ Buta-Buta
5_ Nyirih
0.08 6_ Waru Laut
7_ Api-Api
0.06
8_ Lamtoro
0.04 9_ Intaran
10_ Ketapang
0.02
11_ Mentigi
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Gambar 1. Indeks Diversitas Jenis

120
1_ Pidada
100 2_ Bakau
3_ Tanjang
80 4_ Buta-Buta
5_ Nyirih
60 6_ Waru Laut
7_ Api-Api
40 8_ Lamtoro
9_ Intaran
20 10_ Ketapang
11_ Mentigi
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Gambar 2. Indeks Nilai Penting (%)

11
4.2 Pembahasan

Ekosistem mangrove didefinisikan sebagai mintakat pasut dan mintakat supra-pasut


dari pantai berlumpur dan teluk, goba dan estuary yang didominasi oleh halofita, yakni
tumbuhan yang hidup di air asin, berpokok dan beradaptasi tinggi, yang berkaitan dengan
anak sungai, rawa dan banjiran, bersama-sama dengan populasi tumbuh-tumbuhan dan
hewan. Ekosistem mangrove terdiri dari dua bagian, daratan dan bagian perairan. Bagian
perairan juga terdiri dari dua bagian yakni tawar dan laut. Hampir semua tumbuhan
mangrove mempunyai kutikula yang tebal dan menyimpan air.
Zona vegetasi dapat dibagi menjadi tiga tipe diantaranya adalah tipe vegetasi di
daerah pantai, tipe vegetasi di daerah lowland dan tipe vegetasi di daerah upland.
Berdasarkan hasil praktikum vegetasi mangrove di kawasan Hutan Mangrove MIC,
Denpasar yang dilaksanakan pada tanggal 18 Nopember 2018 ditemukan sebanyak 11 jenis
diantaranya adalah Pidada (Soneratia alba), Bakau (Rhizophora mucronata), Tanjang
(Bruguiera gymnorrhiza), Buta-buta (Exoecaria agallocha), Nyirih (Xylocarpus
granatum), Waru Laut (Thespecia popullnea), Api-api (Avicennia marina), Lamtoro
(Leucaena glauca), Intaran (Azadirachta indica), Ketapang (Terminalia cattapa), Mentigi
(Ceriops decandra).
Berdasarkan hasil data pengamatan zona yang pertama di daerah pantai, yang
dicari yaitu terdapat tiga hal penting dalam analisis vegetasi mangrove yaitu frekuensi
relatif, densitas relatif, dan indeks nilai penting. Frekuensi relatif merupakan perbandingan
antara frekuensi jenis ke 1 dengan jumlah frekuensi seluruh jenis. Densitas relatif menurut
merupakan perbandingan jenis tegakan ke satu dengan total seluruh jenis tegakan. Nilai
penting menyatakan besarnya pengaruh suatu jenis dalam mempengaruhi suatu stabilitas
ekosistem, nilai penting diperoleh dengan menjumlahkan frekuensi relatif, densitas relatif
dan dominansi relatif (Bengen, 2002).
Berdasarkan hasil analisis, frekuensi relatif tertinggi yang ditemukan secara
berturut-turut adalah pidada (Soneratia alba) sebesar 19,88%, Lamtoro (Leucaena
glauca) sebesar 20,20% dan Bakau (Rhizophora mucronata) sebesar 27,51%.
Sedangkan frekuensi relative terrendah adalah Intaran (Azadirachta indica), Ketapang
(Terminalia cattapa) dan Mentigi (Ceriops decandra) sebesar 0,99%; serta Waru laut
(Thespesia populnea) sebesar (3,00%), Api –api (Avicennia marina) sebesar (3,31%), Tanjang
(Bruguiera gymnorrhiza) sebesar (5,50%), Nyirih (Xylocarpus granatum) sebesar (7,62%), Buta

12
–buta (Excoecaria agallocha) sebesar 9,94%. Frekuensi suatu jenis menunjukan
penyebaran suatu jenis-jenis dalam suatu areal. Jenis yang menyebar secara merata
mempunyai nilai frekuensi yang besar, sebaliknya jenis-jenis yang mempunyai nilai
frekuensi yang kecil mempunyai daerah sebaran yang kurang luas (Lover, 2009). Hal
ini menunjukkan bahwa jenis pohon tersebut keberadaannya paling melimpah dalam hutan
mangrove dan terdistribusi merata di setiap plot. Kondisi tersebut terjadi karena spesies ini
menyukai daerah pasir berlumpur seperti kawasan Mangrove Information Center
(Nyabakken, 1998). Hal ini sesuai dengan Noor (1999) yang mengatakan bahwa
Sonneratia alba merupakan jenis pioneer menyukai tanah yang bercampur lumpur dan
pasir, serta pidada merupakan mangrove sejati.
Densitas menunjukkan jumlah individu per unit luas atau per unit volume (Sundra,
2006). Densitas relative merupakan perbandingan antara densitas suatu jenis dengan
densitas seluruh jenis dikalikan 100% (Ardhana, 2015). Berdasarkan data analisis, densitas
relatif tertinggi secara berturut-turut adalah Bakau (Rhizophora mucronata) sebesar 48,11%,
Pidada (Soneratia alba) sebesar 18,43%, dan Buta –buta (Excoecaria agallocha) sebesar
11,25%. Sedangkan densitas relatif terkecil adalah Intaran (Azadirachta indica), Ketapang
(Terminalia cattapa) dan Mentigi (Ceriops decandra) sebesar 0,85%; serta Api –api
(Avicennia marina) sebesar (1,74%), Waru laut (Thespesia populnea) dan Lamtoro (Leucaena
glauca) sebesar (2,55%), Tanjang (Bruguiera gymnorrhiza) dan Nyirih (Xylocarpus granatum)
sebesar (7,67%). Densitas tertinggi dimiliki oleh tumbuhan Bakau Rhizophora mucronata) ,
karena tumbuhan bakau memiliki perakaran yang kuat yaitu Hal ini dapat disebabkan
karena adanya sampah-sampah anorganik misalnya plastik yang dapat menutupi akar.
Mandura dalam Kusmana (2010), yang menemukan pembuangan sampah ke habitat
mangrove telah mematikan banyak akar pasak dari Thaspesia populnea yang tumbuh di
laut merah. Hilangnya banyak akar pasak tersebut akan menurunkan luasan permukaan
respirasi dan pengambilan nutrient oleh tanaman yang pada akhirnya menurunkan
pertumbuhan tanaman (Ardhana, 2015).
Berdasarkan data analisis, dominasi relatif tertinggi secara berturut-turut adalah
Pidada Putih (Soneratia alba) sebesar 93,83%, Bakau (Rhizophora mucronata) dan Bakau
Putih (Rhizopora apiculata) sebesar 2,0% sedangkan dominasi relatif terendah adalah
Mentigi (Ceriops decandra) sebesar 0,001%. Sonneratia alba tumbuh pada substrat
lumpur berpasir di muara sungai pasang surut dan banyak ditemukan pada daerah tepian
yang menjorok ke laut, dengan salinitas yang lebih tinggi. Noor et al., (1999) menyatakan

13
bahwa, Sonneratia alba merupakan jenis pioner yang tidak toleran terhadap air tawar
dalam periode lama. Menyukai tanah yang bercampur lumpur dan pasir, kadang-kadang
pada batuan dan karang. Rhizophora mucronata banyak dijumpai di daerah sungai atau
muara yang memiliki lumpur, dan mudah beradaptasi pada kemiringan yang bervariasi.
Rhizophora mucronata juga toleran terhadap substrat yang lebih keras dan pasir, jarang
hidup di area jauh dari pasang surut air laut. Menurut Noor et al., (1999), tingkat
dominansi dapat mencapai 99 % dari vegetasi yang tumbuh di suatu lokasi yang sama
dalam satu areal. Dominasi menunjukkan proporsi antara luas tempet yang ditutupi oleh
spesies tumbuhan dengan luas total habitat..
Indeks nilai penting adalah parameter kuantitatif yang dipakai untuk menyatakan
tingkat dominasi (tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam suatu vegetasi (Soegianto,
1994). Berdasarkan hasil analisis, spesies dengan indeks nilai penting tertinggi adalah
Pidada Putih (Soneratia alba) sebesar 172,541% sedangkan indeks nilai penting terendah
adalah Mentigi (Ceriops decandra) sebesar 3,632%. Hal ini dikarenakan karakteristik
morfologi yang dimiliki mendukung dalam kompetisi dengan mangrove yang minor
maupun mangrove asosiasi. Seperti sistem perakaran dan mekanisme khusus untuk
mengeluarkan garam agar dapat menyesuaikan diri dengan baik dan mampu membentuk
tegakan murni yang sesuai dengan pernyataan JICA dalam Basic Understanding of
Mangrove (2006). Ceriops decandra tidak memiliki sistem perakaran khusus layaknya
Soneratia alba sehingga sulit untuk dapat bertahan pada kondisi salinitas yang tinggi.
Namun, kulit batang jenis ini merupakan penyesuaian untuk pertukaran gas (MacKinnon et
al., 1996).
Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan indeks keanekaragaman dari vegetasi
mangrove di kawasan MIC sebesar 0,15 yang menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis
di vegetasi tersebut sangat buruk. Dahuri (2003), meyatakan bahwa kelangsungan hidup
dan pertumbuhan mangrove ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu suplai air tawar dan
salinitas, pasokan nutrien dan stabilitas substrat. Sesuai dengan pernyataan Kusmana dan
Istomo (1995), bahwa pada penyebaran beraturan atau uniform mencerminkan adanya
interaksi negatif antara individu seperti persaingan untuk ruang dan unsur hara serta cahaya
matahari. Karena sifat lingkungannya keras, misalnya genangan pasang-surut air laut,
perubahan salinitas yang besar, perairan yang berlumpur dan anaerobik, maka pohon-
pohon mangrove telah beradaptasi untuk itu baik secara morfologi maupun fisiologi.
Adaptasi tersebut antara lain dapat terlihat dalam sistem perakaran yang khas mangrove

14
(Odum, 1994). Pola penyebaran jenis pada vegetasi mangrove di kawasan MIC sebesar
1,49 yang menunjukkan bahwa pola penyebaran jenisnya adalah berkelompok, dimana ada
3 vegetasi dari tipe perairan sampai daratan. Pertumbuhan mangrove secara berkelompok
akibat ombak laut yag tenang tertahan menyebabkan mangrove dapat tumbuh dengan baik
dan bersifat mengelompok (Sundra, 2018).

15
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Struktur vegetasi mangrove di kawasan MIC terbagi menjadi beberapa zona dari zona
depan (zona tergenang) hingga zona belakang (dekat daratan) dengan komposisi spesies yang
ditemukan adalah 10 jenis, yakni Pidada (Soneratia alba), Api-api (Avicennia marina),
Bakau (Rhizophora mucronata), Teruntum (Lumnitzera racemosa), Kayu Santen (Lannea
coromandelica), Tanjang (Bruguiera gymnorrhiza), Waru Laut (Thespecia popullnea),
Mentigi (Ceriops decandra), Banang-banang (Xylocarpus granatum) dan Bakau putih
(Rhizophora apiculata). Spesies yang mendominasi pada kawasan ini adalah Pidada Putih
(Soneratia alba) dengan pola penyebaran jenis pada vegetasi mangrove di kawasan MIC
sebesar 0,935 yang menunjukkan bahwa pola penyebaran jenisnya adalah seragam.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2006. The Mangrove Information Centre. Final Report for Mangrove Information
Centre Project. Technical Cooperation Project between. The Ministry of Forestry The
Republic of Indonesia and Japan International Cooperation Agency.

Ardhana, I. P. G. 2015. Ekologi Tumbuhan. Udayana University Press. Universitas Udayana,


Denpasar.

Arief, A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Kanisius. Yogyakarta.

Bengen, D.G. 2002. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Berkelanjutan


Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Davis, Claridge dan Natarina. 2009. Sains & Teknologi 2: Berbagai Ide Untuk Menjawab
Tantangan dan Kebutuhan oleh Ristek Tahun 2009. Jakarta: Gramedia dalam [FPPB]
Fakultas Pertanian Perikanan dan Biologi. 2009. Fungsi dan Peranan Hutan Bakau
(Mangrove) dalam Ekosistem, Jaga Kelestarian Ekosistem Hutan Bakau Bangka
Belitung. Universitas Negeri Bangka Belitung.

Ghufran. M. H. Kordi K, 2012. Ekosistem Mangrove: Potensi, Fungsi dan Pengelolaan. PT


Rineka Cipta. Jakarta.

JICA (Japan International Corporation Agency). 2006. Basic Understanding of Mangrove.


Makalah Pelatihan Pengelolaan Hutan Mangrove Lestari. Denpasar.

Junaidi, W. 2009. Fungsi Hutan Mangrove. [Online]. Tersedia dalam http://wawan-


junaidi.com/2009/11/fungsi-hutan-mangrove.html. Diakses pada tanggal 13 Desember
2016.

Kesemat. 2011. Fungsi dan Manfaat Mangrove. [Online]. Tersedia dalam


http://kesematpedia. blogspot.com/2011/05/fungsi-dan- manfaat-mangrove.html.
Diakses pada tanggal 13 Desember 2016.

Kitamura, S., C. Anwar, A. Chaniago, S. Baba. 1997. Buku Panduan Mangrove di Indonesia
- Bali dan Lombok. JICA. Okinawa, Jepang.

Kusmana, C. dan Istomo. 1995. Ekologi Hutan. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lover, Nature. 2009. Analisis Vegetasi. [Online]. Tersedia dalam


http://smadapala999.blogspot.com/2009/10/analisis-vegetasi-anveg.html. Diakses pada
tanggal 13 Desember 2016.

Mackinnon, K.G. Hatta, H. Halim.& A. Mangalik. 1996. Ekologi Kalimantan. Buku III.
Prenhalindo. Jakarta.
Niti, Mustofa. 2007. Identifikasi Vegetasi Mangrove di Segoro Anak Selatan, Taman
Nasional alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur. Universitas Diponegoro. Semarang.

Noor Y.S, M. Khazali dan I.N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di
Indonesia. Edisi Bahasa Indonesia. PKA/WI-IPB, Bogor.

Nyabakken, J.W. 1998. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia : Jakarta.

Odum, P.E. 1971. Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan Ir. Tjahyono Samingan, M.Sc Cet. 2.
Yogjakarta: Gajah Mada University Press.

Odum. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.


Pramudji & L. H. Purnomo. 2003. Mangrove Sebagai Tanaman Penghijauan Pantai. Pusat
Penelitian Oseanografi LIPI. Jakarta : 1 – 6.

Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif: Metode Analisis Populasi dan Komunitas. Usaha
Nasional. Jakarta.

Suin, N.M. 2002. Metode Ekologi. Universitas Andalas. Padang.

Sukardjo, S. 1985. Hutan Berair Melimpah di Indonesia. Pewarta Oseana. Volume X (2)
dalam Ghufran. M. H. Kordi K, 2012. Ekosistem Mangrove: Potensi, Fungsi dan
Pengelolaan. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Sundra, I.K. 2006. Penuntun Praktikum Ekologi Tumbuhan. Jurusan Biologi FMIPA.
Denpasar.
Sundra, I.K. 2018. Pengelolaan Ekosistem Hutan Bakau (Mangrove) di Nusa Lembongan.
Universitas Udayana, Denpasar.

Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir
Tropis. Jakarta: Gramedia dalam Ghufran. M. H. Kordi K, 2012. Ekosistem Mangrove:
Potensi, Fungsi dan Pengelolaan. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Tarumingkeng, R. C., 1994. Dinamika Populasi: Kajian Ekologi Kuantitatif. Pustaka Sinar
Harapan dan Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta.

Tomlinson, P.B., 1986. The Botany of Mangroves. Cambridge University Press, London
dalam Ghufran. M. H. Kordi K, 2012. Ekosistem Mangrove: Potensi, Fungsi dan
Pengelolaan. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
LAMPIRAN PERHITUNGAN
1. PERHITUNGAN
Perhitungan Pohon Pada Hutan Mangrove
Basal area
1. Pidada putih (Sonneratia alba)
Keliling = 2 π r Basal area = π r²
3134 = 2 x 3.14 x r = 3.14 x (4,99 m)²
3134 = 6.28 r = 78,18 m2
r = 4,99 m
2. Bakau (Rhizophora mucronata)
Keliling = 2 π r Basal area = π r²
3233 = 2 x 3.14 x r = 3.14 x (5,14 m)²
3233 = 6.28 r = 82,95m2
r = 5,14 m
3. Tanjang (Bruguiera gymnorrhiza)
Keliling = 2 π r Basal area = π r²
282 = 2 x 3.14 x r = 3.14 x (0,44 m)²
282 = 6.28 r = 0,60 m2
r = 0,44 m
4. Buta – buta (Excoecaria agallocha)
Keliling = 2 π r Basal area = π r²
5673 = 2 x 3.14 x r = 3.14 x (9,03 m)²
5673= 6.28 r = 256,03 m2
r = 9,03 m
5. Nyirih (Xylocarpus granatum)
Keliling = 2 π r Basal area = π r²
440 = 2 x 3.14 x r = 3.14 x (0,70 m)²
440 = 6.28 r = 1,53 m2
r = 0,70 m
6. Waru (Thespesia populnea)
Keliling = 2 π r Basal area = π r²
118 = 2 x 3.14 x r = 3.14 x (0,18m)²
118 = 6.28 r = 0.10 m2
r = 0,18 m
7. Api – api (Avicennia marina)
Keliling = 2 π r Basal area = π r²
143 = 2 x 3.14 x r = 3.14 x (0,22m)²
143 = 6.28 r = 0.15 m2
r = 0,22 m
8. Lamtoro (Leucaena glauca)
Keliling = 2 π r Basal area = π r²
110 = 2 x 3.14 x r = 3.14 x (0,17m)²
110 = 6.28 r = 0,09 m2
r = 0,17 m
9. Intaran (Azadirachta indica)
Keliling = 2 π r Basal area = π r²
155 = 2 x 3.14 x r = 3.14 x (0,24 m)²
155 = 6.28 r = 0,186 m2
r = 0,24 m
10. Ketapang (Terminalia cattapa)
Keliling = 2 π r Basal area = π r²
53 = 2 x 3.14 x r = 3.14 x (0,08m)²
53 = 6.28 r = 0,02 m2
r = 0,08 m
11. Mentigi (Ceriops decandra)
Keliling = 2 π r Basal area = π r²
53 = 2 x 3.14 x r = 3.14 x (0,08m)²
53 = 6.28 r = 0,02 m2
r = 0,08 m
Frekuensi
Jumlah kuadrat dari jenis yang ditemukan
F
Jumlah tit ik yang diambil
18
1. Pidada (Sonneratia alba) F = 30 = 0,6
25
2. Bakau (Rhizophora mucronata) F = 30 = 0,83
5
3. Tanjang (Bruguiera gymnorrhiza) F = 30 = 0,167
9
4. Buta – buta (Excoecaria agallocha) F = 30 = 0,3
7
5. Nyirih (Xylocarpus granatum) F = = 0,23
30
3
6. Waru (Thespesia populnea) F = 30 = 0,1
2
7. Api – api (Avicennia marina) F = 30 = 0,67
1
8. Lamtoro (Leucaena glauca) F = 30 = 0,03
1
9. Intaran (Azadirachta indica) F = 30 = 0,03
1
10. Ketapang (Terminalia cattapa) F = 30 = 0,03
1
11. Mentigi (Ceriops decandra) F = 30 = 0,03

Σ F = 3,017
Densitas
Jumlah individu suatu jenis
D
Total area kuadrat

Total area kuadrat = 20 x 20 x 30 = 12.000 m2


22
1. Pidada (Sonneratia alba) D = 12.000 = 0,0018
57
2. Bakau (Rhizophora mucronata) D = 12.000 = 0,0047
9
3. Tanjang (Bruguiera gymnorrhiza) D = = 0,00075
12.000
14
4. Buta – buta (Excoecaria agallocha) D = 12.000 = 0,0011
9
5. Nyirih (Xylocarpus granatum) D = 12.000 = 0,00075
3
6. Waru (Thespesia populnea) D = 12.000 = 0,00025
2
7. Api – api (Avicennia marina) D = 12.000 = 0,00017
3
8. Lamtoro (Leucaena glauca) D = 12.000 = 0,00025
1
9. Intaran (Azadirachta indica) D = 12.000 = 0,000083
1
10. Ketapang (Terminalia cattapa) D = 12.000 = 0,000083
1
11. Mentigi (Ceriops decandra) D = 12.000 = 0,000083

Σ D = 0,00977

Dominansi
Basal area
Do 
Total area kuadrat
78,18
1. Pidada (Sonneratia alba) Do = 12.000 = 0,0065
82,95
2. Bakau (Rhizophora mucronata) Do = 12.000 = 0,0069
0,60
3. Tanjang (Bruguiera gymnorrhiza) Do = 12.000 = 0,00005
256,03
4. Buta – buta (Excoecaria agallocha) Do = 12.000 = 0,021
1,53
5. Nyirih (Xylocarpus granatum) Do = 12.000 = 0,00012
0,10
6. Waru (Thespesia populnea) Do = 12.000 = 0,0000083
0,15
7. Api – api (Avicennia marina) Do = 12.000 = 0,0000125
0,09
8. Lamtoro (Leucaena glauca) Do = 12.000 = 0,0000075
0,186
9. Intaran (Azadirachta indica) Do = 12.000 = 0,0000155
0,02
10. Ketapang (Terminalia cattapa) Do = 12.000 = 0,00000167
0,02
11. Mentigi (Ceriops decandra) Do = 12.000 = 0,00000167

Σ Do = 0,03461

Frekuensi Relatif
Frekuensi suatu jenis
FR  X 100%
Total frekuensi seluruh jenis
0,6
1. Pidada (Sonneratia alba) FR = 3,017 X 100% = 19,88%
0,83
2. Bakau (Rhizophora mucronata) FR = 3,017 X 100%= 27,51%
0,167
3. Tanjang (Bruguiera gymnorrhiza) FR = 3,017 X 100%= 5,5%
0,3
4. Buta – buta (Excoecaria agallocha) FR = 3,017 X 100%= 9,94%
0,23
5. Nyirih (Xylocarpus granatum) FR = 3,017 X 100%= 7,62 %
0,1
6. Waru (Thespesia populnea) FR = 3,017 X 100%= 3,31%
0,67
7. Api – api (Avicennia marina) FR = 3,017 X 100%= 22,20%
0,03
8. Lamtoro (Leucaena glauca) FR = 3,017 X 100%= 0,99%
0,03
9. Intaran (Azadirachta indica) FR = 3,017 X 100%= 0,99%
0,03
10. Ketapang (Terminalia cattapa) FR = 3,017 X 100%= 0,99%
0,03
11. Mentigi (Ceriops decandra) FR = 3,017 X 100%= 0,99%

Σ FR = 99,92%

Densitas Relatif
Densitas suatu jenis
DR  X 100%
Total densitas seluruh jenis
𝑂,𝑂𝑂18
1. Pidada (Sonneratia alba) DR = 0,00977 X 100% = 18,43%
0,0047
2. Bakau (Rhizophora mucronata) DR = 0,00977 X 100% = 48,11%
0,00075
3. Tanjang (Bruguiera gymnorrhiza) DR = 0,00977 X 100% = 7,67%
0,0011
4. Buta – buta (Excoecaria agallocha) DR = 0,00977 X 100% = 11,25%
0,00075
5. Nyirih (Xylocarpus granatum) DR = 0,00977 X 100% = 7,67%
0,00025
6. Waru (Thespesia populnea) DR = 0,00977 X 100% = 2,55%
0,00017
7. Api – api (Avicennia marina) DR = 0,00977 X 100% = 1,74%
0,00025
8. Lamtoro (Leucaena glauca) DR = 0,00977 X 100% = 2,55%
0,000083
9. Intaran (Azadirachta indica) DR = X 100% = 0,85%
0,00977
0,000083
10. Ketapang (Terminalia cattapa) DR = X 100% = 0,85%
0,00977
0,000083
11. Mentigi (Ceriops decandra) DR = X 100% = 0,85%
0,00977

Σ DR = 102,25%
Dominansi Relatif
Dominansi suatu jenis
DoR  X 100%
Total dominansi seluruh jenis

0,0065
1. Pidada (Sonneratia alba) DoR = 0,03461 X100% = 18,78%
0,0069
2. Bakau (Rhizophora mucronata) DoR= 0,03461 X100%= 19,93%
0,00005
3. Tanjang (Bruguiera gymnorrhiza) DoR = 0,03461 X100%= 0,14%
0,021
4. Buta – buta (Excoecaria agallocha) DoR = 0,03461 X100%= 60,67%
0,00012
5. Nyirih (Xylocarpus granatum) DoR = 0,03461 X100%= 0,34%
0,0000083
6. Waru (Thespesia populnea) DoR = X100%= 0,02%
0,03461
0,0000125
7. Api – api (Avicennia marina) DoR = X100%= 0,03%
0,03461
0,0000075
8. Lamtoro (Leucaena glauca) DoR = X100%= 0,021%
0,03461
0000155
9. Intaran (Azadirachta indica) DoR = X100%= 0,04%
0,03461
0,00000167
10. Ketapang (Terminalia cattapa) DoR = X100%= 0,004%
0,03461
0,00000167
11. Mentigi (Ceriops decandra) DoR = X100%= 0,004%
0,03461

Σ DoR = 99,979%

Nilai Penting
NP = FR + DR + Do R
1. Pidada (Sonneratia alba)
NP = 19,88 % + 18,43% + 18,78% = 57,09%
2. Bakau (Rhizophora mucronata)
NP = 27,51%+ 48,11% + 19,93% = 99,55%
3. Tanjang (Bruguiera gymnorrhiza)
NP = 5,5% + 7,67%+ 0,14%= 13,31%
4. Buta – buta (Excoecaria agallocha)
NP = 9,94% + 11,25% + 60,67% = 81,86%
5. Nyirih (Xylocarpus granatum)
NP = 7,62% + 7,67% + 0,34% = 15,63%
6. Waru (Thespesia populnea)
NP = 3,31% + 2,55% + 0,02% = 5,88%
7. Api – api (Avicennia marina)
NP = 20,20% + 1,74% + 0,03% = 21,97%
8. Lamtoro (Leucaena glauca)
NP = 0,99% + 2,55%+ 0,021% = 3,75
9. Intaran (Azadirachta indica)
NP = 0,99% + 0,85% + 0,04% = 1,88%
10. Ketapang (Terminalia cattapa)
NP = 0,99% + 0,85% + 0,004% = 1,88%
11. Mentigi (Ceriops decandra)
NP = 0,99% + 0,85% + 0,004%= 1,88%
ΣNP = 304,68 %

Indeks Diversitas

n1 n1
ID = -∑ Log
N N

1. Pidada putih (Sonneratia alba)

57,09% 57,09%
ID = -∑ Log = 0,13
304,68 304,68
% %%
2. Bakau (Rhizophora mucronata)

99,55% 99,55%
ID = -∑ Log = 0,15
304,68 304,68
%% %%
3.Tanjang (Bruguiera gymnorrhiza)

13,31% 13,31%
ID = -∑ Log = 0,05
304,68 304,68
%% %%

4. Buta – buta (Excoecaria agallocha)

81,86% 81,86%
ID = -∑ Log = 0,15
304,68 304,68
%% %%
5. Nyirih (Xylocarpus granatum)

15,63% 15,63%
ID = -∑ Log = 0,06
304,68 304,68
%% %%
6.Waru (Thespesia populnea)

5,88% 5,88%
ID = -∑ Log = 0,03
304,68 304,68
%% %%
7.Api – api (Avicennia marina)

21,97% 21,97%
ID = -∑ Log = 0,06
304,68 304,68
%% %%
8.Lamtoro (Leucaena glauca)

3,75% 3,75%
ID = -∑ Log = 0,08
304,68 304,68
%% %%

9.Intaran (Azadirachta indica)

1,88% 1,88%
ID = -∑ Log = 0,02
304,68 304,68
%% %%
10. Ketapang (Terminalia cattapa)

1,88% 1,88%
ID = -∑ Log = 0,01
304,68 304,68
%% %%

11.Tengar(Ceriops decandra)

1,88% 1,88%
ID = -∑ Log = 0,01
298,82% 298,82%

Σ ID = 0,67
Pola Penyebaran Individu
Diketahui :
X1 =22, X2 = 57, X3 = 9, X4 = 14, X5= 9, X6= 3, X7 = 2, X8 = 3, X9 = 1, X10 = 1, X11 =
1
ΣX2 = X1 = 222 + ............+ X11 = 12
= 4116
(ΣX)2 = (22 + 57 + 9 + 14 + 9 + 3 + 2 + 3+1+1+1)2
= 14.884
N (Jumlah Spesies ) = 11
X = 122 = 11,09
11

 X  2

X 2

N
=
N 1
X

14.884
 4116  11
=
10
11,09
16,62
= 11,09

= 1,49
Lampiran Gambar
Gambar
No. Nama Lokal
I II

Pidada
1. (Soneratia
alba)

(a) (b)
Gambar 6. Pohon Pidada Putih (Soneratia alba) (a); Bunga Pidada Putih
(Soneratia alba) (b)
(Sumber: Kitamura dkk, 1997)

Api-api
2. (Avicennia
marina)
Gambar 7. Daun dan Buah Avicennia marina
(Sumber: Kitamura dkk, 1997)

Bakau
3. (Rhizophora
mucronata)
(a) (b)
Gambar 8. Daun Bakau (Rhizopora mucronata) (a); Bunga Bakau
(Rhizopora mucronata) (b)
(Sumber: Kitamura dkk, 1997)

Teruntum
4. (Lumnitzera
racemosa)

Gambar 9. Daun dan Bunga Teruntum (Lumnitzera racemosa)


(Sumber: Kitamura dkk, 1997)
Kayu Santen
5. (Lannea
coromandelica)

Gambar 10. Daun dan Buah Kayu Santen (Lannea coromandelica)


(Sumber: Kitamura dkk, 1997)

Tanjang
6. (Bruguiera
gymnorrhiza)

Gambar 11. Daun, Bunga dan Buah Tanjang (Bruguiera gymnorrhiza)


(Sumber: Kitamura dkk, 1997)

Waru Laut
7. (Thespecia
popullnea)
Gambar 12. Daun dan Bunga Waru Laut (Thespecia phopullnea)
(Sumber: Noor dkk, 2012)

Mentigi
8. (Ceriops
decandra)
Gambar 13. Daun dan Buah Mentigi (Ceriops decandra)
(Sumber: Kitamura dkk, 1997)

Banang-banang
9. (Xylocarpus
granatum)

Gambar 14. Daun dan Buah Banang-Banang (Xylocarpus granatum)


(Sumber: Kitamura dkk, 1997)
Bakau putih
10. (Rhizophora
apiculata)

(b)
(a)
Gambar 15. Daun Bakau Putih (Rhizophora apiculata) (a); Buah Bakau
Putih (Rhizophora apiculata) (b)
(Sumber: Kitamura dkk, 1997)

Anda mungkin juga menyukai