PENDAHULUAN
Kata sepsis berasal dari bahasa Yunani yang berarti dekomposisi atau
pembusukan. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersamaan dengan
manifestasi infeksi sistemik Sepsis berat didefinisikan sebagai sepsis ditambah
disfungsi organ sepsis dengan hipoperfusi jaringan.Septic shock didefinisikan
sebagai sepsis dengan hipotensi yang menetap meskipun telah diberikan resusitasi
cairan yang adekuat.1
1
kematian pada sepsis berat dan syok sepsis berkisar 61%. Tingginya mortalitas
pada sepsis tidak lepas dari masalah keterlambatan diagnosis dan tata laksana.2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
3
sepsis di populasi berkisar antara 22 hingga 240 per 100.000, sepsis berat 13
hingga 300 per 100.000, dan syok sepsis 11 per 100.000. Dari suatu studi
observasional terhadap pasien sepsis berat dan syok sepsis di RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, pda tahun 2012-2013, diketahui bahwa angka kematian
pada sepsis berat dan syok sepsis berkisar 61%.2
2.3 Etiologi
4
Pendekatan sepsis dikembangkan melalui suatu sistem tingkatan
Predispositionu, Infection, Response,and Organ dysfunction untuk menentukan
pengobatan secara maksimal berdasarkan karakteristik pasien dengan stratifikasi
gejala dan resiko individual.5
Gambar 1. Faktor predisposisi, infeksi, respon klinis, dan disfungsi organ pada
sepsis 8
Tabel 2. Faktor predisposisi, infeksi, respon klinis, dan disfungsi organ pada
sepsis 8
5
2.4 Patogenesis
6
Jika penyebabnya adalah bakteri gram positif, virus atau parasit. Mereka
dapat berperan sebagai superantigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag
yang berperan sebagai antigen processing cell yang kemudian ditampilkan
sebagai APC (Antigen Presenting Cell). Antigen ini membawa muatan polipeptida
spesifik yang berasal dari MHC (Major Histocompatibility Complex). Antigen
yang bermuatan MHC akan berikatan dengan CD 4+ (Limfosit Th1 dan Limfosit
Th2) dengan perantara T-cell Reseptor. 8
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limfosit T akan
mengeluarkan substansi dari Th1 dan Th2. Th1 yang berfungsi sebagai
immodulator akan mengeluarkan IFN-γ, IL2 dan M-CSF (Macrophage Colony
Stimulating Factor), sedangkan Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, IL-
10, IFN-g, IFN 1β dan TNF α yang merupakan sitokin proinflamantori. IL-1β
yang merupakan sebagai imuno regulator utama juga memiliki efek pada sel
endothelial termasuk didalamnya terjadi pembentukkan prostaglandin E2 (PG-E2)
dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang
menyebabkan neutrofil tersensitisasi oleh GM-CSF mudah mengadakan adhesi.10
Neutrofil yang beradhesi akan mengeluarkan lisosim yang menyebabkan dinding
endotel lisis sehingga endotel akan terbuka dan menyebabkan kebocoran kapiler.
Neutrofil juga membawa superoksidan yang termasuk kedalam radikal bebas
(nitrat oksida) sehingga mempengaruhi oksigenisasi pada mitokondria sehingga
endotel menjadi nekrosis dan terjadilah kerusakan endotel pembuluh darah.
Adanya kerusakan endotel pembuluh darah menyebabkan gangguan vaskuler dan
hipoperfusi jaringan sehingga terjadi kerusakan organ multipel.8
Hipoksia sendiri merangsang sel epitel untuk melepaskan TNF-α, IL-8, IL-
6 menimbulkan respon fase akut dan permeabilitas epitel. Setelah terjadi reperfusi
pada jaringan iskemik, terbentuklah ROS (Spesifik Oksigen Reaktif) sebagai hasil
metabolisme xantin dan hipoxantin oleh xantin oksidase, dan hasil metabolisme
asam amino yang turut menyebabkan kerusakan jaringan. ROS penting artinya
bagi kesehatan dan fungsi tubuh yang normal dalam memerangi peradangan,
membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah, Namun
7
bila dihasilkan melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka dia
akan menyerang isi sel itu sendiri sehingga menambah kerusakan jaringan dan
bisa menjadi disfungsi organ multipel yang meliputi disfungsi neurologi,
kardiovaskuler, respirasi, hati, ginjal dan hematologi.
8
terjadi suatu koagulasi. APC juga menghambat kerja plasminogen activator
inhibitor-1 yang menghambat pembentukkan plasminogen menjadi plasmin yang
sangat penting dalam mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Semua proses ini
menyebabkan kelainan faktor koagulasi yang bermanisfestasi perdarahan yang
dikenal dengan koagulasi intravaskular diseminata yang merupakan salah satu
kegawatan dari sepsis yang mengancam jiwa. 9
9
Disfungsi organ
multipel dapat Hipovolemia
berkembang menjadi
MOF
Kebocoran
Edema interstisial
compliance
jantung
Mediator
inflamasi
Penurunan cardiac Apoptosis/
output, hipoperfusi jejas pada sel
Hipoksia
Aktivasi sitem
imun
Disregulasi simpatis atau
aktivasi sistemneuro
endokrin, Aktivasi dan
fungsi endotel
Fibrinolisis/
reperfusi
Statis atau
Kerusakan sel trombosis
mikrovaskular
Koagulopati
konsumtif
10
2.5 Gejala klinis
Gejala klinis sepsis tidak spesifik dan biasanya didahului oleh tanda-tanda
non spesifik seperti demam, menggigil dan gejala konstitutif seperti lelah,
malaise, gelisah dan tampak kebingungan. Tempat infeksi yang paling sering
adalah paru-paru, traktus digestifus, traktur urinarius, kulit, jaringan lunak dan
sistem saraf pusat. Gejala sepsis tersebut akan semakin berat pada penderita usia
lanjut, diabetes, kanker, gagal organ utama yang diikuti dengan syok.8
2.6 Diagnosis
Gambaran umum
Demam (>38,3 C)
Hipotermia (suhu <36 C)
Nadi > 90x/menit
Takipneu
Perubahan status mental
Hipeglikemia (glukosa plasma > 140 mg/dl) tanpa riwayat diabetes
Edema
Gambaran inflamasi
Leukositosis (leukosit > 12,000 uL)
Leukopenia (leukosit < 4,000 uL)
Leukosit normal dengan > 10% sel imatur
Peningkatan C- reaktive protein
Peningkatan prokalsitonin plasma
Hemodinamik
Hipotensi arterial ( TD <90 mmHg, MAP < 70 mmHg, atau penurunan TD > 40
mmHg pada dewasa)
11
Disgungsi organ
Hipoksemia (PaO2/FiO2 <300)
Oliguria akut ( urin output <0,5 mL/kgBB/jam setelah 2 jam resusitasi cairan yang
adekuat)
Peningkatan kreatinin > 0,5 mg/dl
Abnormalitas faktor koagulasi (INR > 1,5 atau aPTT > 60 detik)
Ileus
Trombositopenia ( trombosit < 100,000 ul )
Hiprbilirubinemia ( bilirubin total > 4mg/dL )
Perfusi jaringan
Hiperlactatemia (>1 mmol/L)
Penurunan CRT atau mottling
Sepsis berat
Sepsis yang menyebabkan hipotensi
Peningkatan laktat diatas nilai normal
Urine output < 0,5 mg/KgBB/jam setelah 2 jam pemberian cairan yang adekuat
Acute lung injury dengan PaO2/FiO2 <250 pada pasien yang tidak pneumonia
sebagai sumber infeksinya
Acute lung injury dengan PaO2/FiO2 <250 pada pasien pneumonia sebagai
sumber infeksinya
Kreatinin >2,0 mg/dl
Bilirubin >2 mg/dl
Platelet <100,000 Ul
Koagulopati (INR >1,5)
Data laboratorium meliputi Complete Blood Count, hitung diferensial,
urinalisis, faktor koagulasi, glukosa, urea darah, nitrogen, kreatinin, elektrolit,
fungsi hati, asam laktat, analisa gas darah. Lalu dapat dilakukan biakan kultur dari
12
darah, urin, sputum dan tempat lain yang terinfeksi. Lakukan Gram stain pada
daerah steril seperti darah, CSF, dan ruang pleura.10
13
Tabel 6. SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome)3
Terdapat dua atau lebih kriteria berikut:
Suhu >380C atau < 360C
Nadi > 90x/menit
Pernapasan > 20x/menit atau
PaCO2< 32mmHg (4,3 kPa)
Leukosit >12.000/mm3 atau < 4000/mm3
14
literatur, dan setiap fungsi diberi nilai dari 0 (fungsi normal) hingga 4 (sangat
abnormal), yang memberikan.11
Kemungkinan nilai dari 0 sampai 24. Skoring SOFA tidak hanya dinilai
pada hari pertama saja, namun dapat dinilai harian dengan mengambil nilai yang
terburuk pada hari tersebut. Variabel paremeter penilaian dikatakan ideal untuk
menggambarkan disfungsi atau kegagalan organ.11
Perubahan pada skor SOFA memberikan nilai prediktif yang tinggi. Pada
studi prospektif dari 352 pasien ICU, peningkatan skor SOFA selama 48 jam
pertama perawatan memberikan mortalitas paling sedikit 50%, sementara
penurunan skor SOFA memberikan mortalitas hanya 27%.Tujuan utama dari
skoring kegagalan fungsi organ adalah untuk menggambarkan urutan dari
komplikasi, bukan untuk memprediksi mortalitas. Meskipun demikian, ada
hubungan antara kegagalan fungsi organ dan kematian.11
Disfungsi organ dapat diidentifikasi sebagai perubahan akut pada skor
total SOFA (Sequential (Sepsis-related) Organ Filure Assessment) ≥2 sebagai
konsekuensi dari adanya infeksi. Skor SOFA meliputi 6 fungsi organ yaitu
respirasi, koagulasi, liver, kardiovaskular, central nervous system, dan ginjal yang
masing-masing memiliki gradasi nilai 0 sampai 4. Dasar penentuan skor SOFA
dasar nilai nol diasumsikan bahwa pada pasien yang tidak diketahui memiliki
disfungsi organ sebelumnya. Skor SOFA ≥2 mencerminkan risiko kematian 10%
pada populasi rumah sakit umum yang dicurigai terkena infeksi.11
15
Tabel 8. Skor Sequential (sepsis-related) Organ Failure Assesment
16
Gambar 6. Kriteria Klinis untuk Mengidentifikasi Syok Septik11
2.6 Penatalaksanaan
1. Resusitasi awal
Langkah 1: Skrining dan manajemen infeksi
Manajemen dimulai dengan pengambilan kultur darah dan kultur lain sesuai
indikasi, kemudian berikan antibiotik yang sesuai dengan peta kuman yang ada
dan secara simultan dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengevaluasi
adanya disfungsi organ.
Langkah 2: Skrining adanya disfungsi organ dan manajemen sepsis (dahulu sepsis
berat) Pasien diidentifikasi adanya disfungsi organ dengan kriteria yang sama
dengan sebelumnya (table 2). Disfungsi organ juga dapat diprediksi akan terjadi
17
dengan menggunakan kriteria Quick SOFA (qSOFA).Bila disfungsi organ
teridentifikasi, pastikan bundle 3 jam dilakukan sebagai prioritas utama tindakan.
Langkah 3: Identifikasi dan manajemen hipotensi awal
Pada pasien dengan infeksi ditambah hipotensi atau kadar laktat > 4 mmol/L
berikan 30 ml/kgBB cairan kristaloid dan dilakukan penilaian ulang respon cairan
yang diberikan serta penilaian perfusijaringan. Kemudian bundle 6 jam harus
dilengkapi. Pada bundle 6 jam, jangan lupa menilai ulang nilai laktat bila laktat
awal nilainya > 2 mmol/L.
Sepsis Bundles12
HARUS DILENGKAPI DALAM 3 JAM KEDATANGAN
1. Hitung nilai awal laktat
2. Ambil kultur darah sebelum pemberian antibioik
3. Berikan antibiotik spektrum luas
4. Berikan kristaloid 30 ml/kgBB pada hipotensi atau nilai awal laktat > 4 mmol/L
18
2. Hitung ScvO2
3. Ultrasound kardiovaskular bedside
4. Penilaian respon cairan secara dinamik yaitu dengan passive leg raising atau
fluid challenge
2. Terapi antimikroba3
Berikan antibiotik empirik dengan konsentrasi adekuat pada 1 jam pertama
terdiagnosis sepsis. Pemberian antibiotik harus dinilai setiap hari untuk
kemungkinan deeskalasi.Gunakan kombinasi antibiotik untuk pasien syok sepsis,
pasien netropeni, dan pasien dengan infeksi bakteri patogen MDR (multi drug
resistant). Durasi terapi berkisar 7-10 hari, penggunaan lebih lama pada pasien
dengan respon klinis lambat, bacteremia S.aureus, infeksi jamur dan infeksi virus
atau defisiensi imunologis. Kadar prokalsitonin yang rendah dapat digunakan
sebagai petunjuk untuk menghentikan terapi antibiotik pada pasien yang awalnya
sepsis.
4. Terapi cairan3
Cairan inisial untuk resusitasi pasien sepsis dan syok sepsis adalah cairan
kristaloid. Hindari penggunaan HES. Apabila pasien memerlukan cairan resusitasi
dalam jumlah besar, dapat digunakan albumin. Resusitasi awal pasien sepsis dan
syok sepsis yaitu dengan pemberian kristaloid sebanyak 30 ml/kgBB.
5. Vasopresor3
Terapi vasopresor inisial ditargetkan untuk tercapainya nilai minimal MAP > 65
mmHg. Pilihan pertamanya adalah norepinefrin. Epinefrin dapat ditambahkan
19
atau bahkan menggantikan NE (bila tidak ada), untuk mencapai target minimal
MAP. Penambahan vasopressin pada NE diberikan bila MAP belum tercapai atau
dengan tujuan untuk mengurangi dosis NE. Sementara dopamin digunakan
sebagai alternative NE hanya untuk pasien dengan resiko rendah terjadi
takiaritmia. Dan untuk semua pasien yang akan direncanakan menggunakan
vasopresor jangan lupa untuk dipasang kateter vena sentral terlebih dahulu.
6. Inotropik3
Pada pasien dengan disfungsi miokard dapat digunakan dobutamin sebagai
inotropik,
7. Kortikosteroid3
Jangan menggunakan hidrokortison intravena untuk terapi syok sepsis apalagi bila
MAP sudah tercapai dengan penggunaan vasopresor dan/atau inotropik.
Kortikosteroid tidak diberikan.
9. Pemberian imunoglobulin3
Tidak memberikan imunoglobulin intravena untuk pasien sepsis dan syok sepsis.
20
10. Terapi selenium3
Tidak menggunakan selenium untuk terapi sepsis.
21
16. Terapi Bikarbonat3
Tidak menggunakan terapi Natrium bikarbonat untuk tujuan memperbaiki
hemodinamik atau menurunkan dosis vasopresor pada pasien hipoperfusi akibat
asidosis laktat dengan pH > 7,15.
22
Tabel 10. Perbandingan Rekomendasi Dari Pedoman SSC 2012-20163,12
Rekomendasi 2012 Rekomendasi 2016
Definisi Sepsis 1. Sepsis: adanya 1. Sepsis: disfungsi
infeksi + manifestasi organ yang
sistemik dari infeksi. mengancam jiwa
2. Sepsis berat : sepsis disebabkan oleh
+ disfungsi organ disregulasi respon
diinduksi sepsis atau pejamu terhadap
hipoperfusi jaringan. infeksi.
2. Syok sepsis: bagian
dari sepsis dengan
disfungsi sirkulasi
dan metabolik/sel
yang berkaitan
dengan risiko
kematian yang lebih
tinggi.
Resusitasi inisial Sedikitnya 30 ml/kgBB pada 3 jam pertama
Cairan kristaloid (tidak ada rekomendasi untuk
NaCl 0.9% ataupun balanced crystalloid lainnya)13
1.Protokol perawatan 1. Menggunakan
meliputi CVP, ScVO2 petanda resusitasi
2. Normalisasi asam yang dinamis
laktat (meninggikan
tungkai secara
pasif)
2. Target MAP 65
mmHg
3. Periksa ulang status
23
hemodinamik
sebagai panduan
resusitasi
4. Normalisasi asam
laktat
Diagnosis 1.Penggunaan uji 1,3-D- 1.Tidak ada
beta glucan mannan dan rekomendasi khusus
tes antibodi anti- untuk diagnosis
mannan dan kandidiasis penyebab penyakit
invasif adalah diagnosis jamur dan studi
banding dari penyebab pencitraan.
infeksi.
2.Pencitraan untuk
mencari penyebab
infeksi.
Terapi antimikroba 1.Satu atau lebih 1.Antibiotik spektrum
antibiotik yang aktif luas untuk terapi inisial.
melawan patogen yang 2.Tidak
diduga. merekomendasikan
2.Terapi kombinasi terapi kombinasi untuk
(cakupan ganda) untuk sepsis neutropenia.
pasien neutropenia dan 3.Procalcitonin dapat
pseudomonas. digunakan untuk de-
eskalasi antibiotik.
24
intermiten atau infus an
kontinu dengan meminimalkan
monitoring train-of- sedasi kontinyu
four (TOF). atau intermiten
pada pasien
sepsis dengan
ventilasi
mekanik, dengan
titrasi hingga
titik tertentu.
Profilaksis stress ulcer 1. Proton Pump 1. Disarankan PPI atau
Inhibitor (PPI) lebih histamin-2 reseptor
disukai daripada H2RB antagonis.
(Histamine-2 Receptor
Blocker).
2.7 Komplikasi
Komplikasi:
25
- Gagal hati
- Disfungsi sistem saraf pusat
- Gagal jantung
- Kematian10
2.8 Pencegahan
26
BAB III
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
28