Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga uterus,
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun
dengan umur rata-rata 30 tahun, frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan
berkisar antara 0%-14,6%. apabila tidak diatasi atau diberikan penanganan secara tepat
dan benar akan membahayakan bagi si penderita.
Kehamilan ektopik merupakan masalah yang besar bagi wanita yang sedang dalam usia
reproduktif. Hal ini merupakan hasil dari kesalahan dalam fisiologi reproduksi manusia
yang membiarkan hasil konseptus untuk berimplantasi dan matang diluar kavitas
endometrium, yang secara langsung akan berakhir pada kematian fetus. Tanpa diagnosis
dan penatalaksanaan yang tepat, kehamilan ektopik ini dapat menjadi keadaan yang
membahayakan jiwa.
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa
Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar
tempatyang semestinya”. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah,
dalam hal inidapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut
kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi
terjadi diluar rongga uterus,tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya
implantasi kehamilanektopik,sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba,jarang
terjadi implantasi padaovarium,rongga perut,kanalis servikalis uteri,tanduk uterus yang
rudimenter dan divertikel padauterus.Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan
implantasi terjadi di luar rongga uterus.Tuba fallopi merupakan tempat tersering untuk
terjadinya implantasi kehamilan ektopik (lebih besar dari 90 %).Kehamilan ektopik ialah
kehamilan di tempat yang luar biasa. Tempat kehamilan yangnormal ialah di dalam cavum
uteri. Kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnyadalam tuba, ovarium atau
rongga perut, tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yangluar biasa misalnya
dalam cervix, pars interstitialis tuba atau dalam tanduk rudimenter rahim.
Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan
peristiwa ini disebut sebagai Kehamilan Ektopik Terganggu. Sebagian besar kehamilan
ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di ampula dan isthmus. Sangat jarang
terjadi di ovarium, rongga abdomen, maupun uterus. Keadaan-keadaan yang
memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik adalah penyakit radang panggul, pemakaian
antibiotika pada penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim IUD
(Intra Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas, kontrasepsi
yang memakai progestin dan tindakan aborsi. Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik
terganggu tergantung lokasi dari implantasi. Dengan adanya implantasi dapat
meningkatkan vaskularisasi di tempat tersebut dan berpotensial menimbulkan ruptur
organ, terjadi perdarahan masif, infertilitas, dan kematian. Hal ini dapat mengakibatkan
meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas Ibu jika tidak mendapatkan penanganan
secara tepat dan cepat.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui penanganan
perdarahan pada kehamilan muda yang lebih difokuskan pada kehamilan ektopik
terganggu.
C. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalaha ini dapat menambah khazanah ilmu kebidanan yang
dapat dijadikan bekal nanti dalam praktik di masyarakat langsung.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan
tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim
misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim
di tempat yang luar biasa misalnya dalam cervik, pars intertistialis atau dalam tanduk
rudimeter rahim.
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat implantasinya
tidak memberikan kesempatan untuk tumbuh kembang mencapai aterm. Kehamilan
ektopik terganggu (KET) adalah keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan
tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan
umum pasien
B. Klasifikasi
Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan tempat terjadinya implantasi dari kehamilan
ektopik:
1. Kehamilan tuba adalah kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba fallopi.
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba (95%). Konseptus dapat
berimplantasi pada ampulla (55%), isthmus (25%), fimbrial (17%), atau pun pada
interstisial (2%) dari tuba.13 Tuba fallopi mempunyai kemampuan untuk berkembang
yang terbatas, sehingga sebagian besar akan pecah (ruptura) pada umur kehamilan 35-
40 hari.
2. Kehamilan ovarial merupakan bentuk yang jarang (0,5%) dari seluruh kehamilan
ektopik dimana sel telur yang dibuahi bernidasi di ovarium. Meskipun daya akomodasi
ovarium terhadap kehamilan lebih besar daripada daya akomodasi tuba, kehamilan
ovarium umumnya mengalami ruptur pada tahap awal.
3. Kehamilan servikal adalah bentuk dari kehamilan ektopik yang jarang sekali terjadi. 8
Nidasi terjadi dalam selaput lendir serviks. Dengan tumbuhnya telur, serviks
mengembang. Kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu sehingga
umumnya hasil konsepsi masih kecil dan dievakuasi dengan kuretase.
4. Kehamilan interstisial yaitu implantasi telur terjadi dalam pars interstitialis tuba.
Kehamilan ini juga disebut sebagai kehamilan kornual (kahamilan intrauteri, tetapi
implantasi plasentanya di daerah kornu, yang kaya akan pembuluh darah). Karena
lapisan myometrium di sini lebih tebal maka ruptur terjadi lebih lambat kira-kira pada
bulan ke 3 atau ke 4. Kehamilan interstisial merupakan penyebab kematian utama dari
kehamilan ektopik yang pecah.

5. Kehamilan intraligamenter berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba yang pecah.
Konseptus yang terjatuh ke dalam ruangan ekstra peritoneal ini apabila lapisan
korionnya melekat dengan baik dan memperoleh vaskularisasi di situ fetusnya dapat
hidup dan berkembang dan tumbuh membesar. Dengan demikian proses kehamilan ini
serupa dengan kehmilan abdominal sekunder karena keduanya berasal dari kehamilan
ektopik dalam tuba yang pecah.

Penyebab Kehamilan Ektopik Terganggu


Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Namun
perlu diingat bahwa kehamilan ektopik dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko. Faktor
risiko kehamilan ektopik adalah :
1) Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka kekambuhan sebesar 15% setelah
kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua
2) Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil, masih menggunakan kontrasepsi
spiral (3 – 4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga meningkatkan kehamilan
ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di saluran tuba
yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim
3) Kerusakan dari saluran tuba
Telur yang sudah dibuahi mengalami kesulitan melalui saluran tersebut sehingga
menyebabkan telur melekat dan tumbuh di dalam saluran tuba. Beberapa faktor risiko yang
dapat menyebabkan gangguan saluran tuba diantaranya adalah :
a. Merokok : kehamilan ektopik meningkat sebesar 1,6 – 3,5 kali dibandingkan wanita
yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena merokok menyebabkan penundaan
masa ovulasi (keluarnya telur dari indung telur), gangguan pergerakan sel rambut silia
di saluran tuba, dan penurunan kekebalan tubuh
b. Penyakit Radang Panggul : menyebabkan perlekatan di dalam saluran tuba, gangguan
pergerakan sel rambut silia yang dapat terjadi karena infeksi kuman TBC, klamidia,
gonorea
c. Endometriosis : dapat menyebabkan jaringan parut di sekitar saluran tuba Tindakan
medis : seperti operasi saluran tuba atau operasi daerah panggul, pengobatan
infertilitas seperti bayi tabung --> menyebabkan parut pada rahim dan saluran tuba
2.3 Tanda Dan Gejala
Pada minggu-minggu awal, kehamilan ektopik memiliki tanda-tanda seperti
kehamilan pada umumnya, yaitu terlambat haid, mual dan muntah, mudah lelah, dan
perabaan keras pada payudara.
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya penderita tidak
menyampaikan keluhan yang khas. Pada umumnya penderita menunjukkan gejala-gejala
seperti pada kehamilan muda yakni mual, pembesaran disertai rasa agak sakit pada payudara
yang didahului keterlambatan haid. Disamping gangguan haid, keluhan yang paling sering
ialah nyeri di perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami
ruptur. Kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari perdarahan banyak
yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas, sehingga sukar
membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik
terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehmilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan
keadaan umum penderita sebelum hamil. Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada
kehamilan ektopik. Nyeri dapat unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh
abdomen, atau hanya di bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut
yang sangat menyiksa pada suatu ruptur kehamilan ektopik, disebabkan oleh darah yang
keluar ke dalam kavum peritoneum. Tetapi karena ternyata terdapat nyeri hebat, meskipun
perdarahannya sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada perdarahan yang banyak, jelas bahwa
darah bukan satusatunya sebab timbul nyeri. Darah yang banyak dalam kavum peritoneal
dapat menyebabkan iritasi peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi.
Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada kehamilan
ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi.
Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena kematian janin terjadi sebelum haid
berikutnya. Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda yang
penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal
dari uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan biasanya sedikit, berwarna coklat tua, dan
dapat intermiten atau terus menerus. Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha
menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri dan kavum Doglas teraba menonjol,
berkisar dari diameter 5 sampai 15 cm, dengan konsistensi lunak dan elastis.
Jadi dapat disimpulkan tanda-tanda yang harus diperhatikan pada kehamilan ektopik adalah :
a. Nyeri hebat pada perut bagian bawah, nyeri tersebut dapat terasa tajam awalnya
kemudian perlahanlahan menyebar ke seluruh perut.
b. Nyeri bertambah hebat bila bergerak
c. Perdarahan vagina (bervariasi, dapat berupa bercak atau banyak seperti menstruasi)
Apabila seorang wanita dengan kehamilan ektopik mengalami gejala diatas, maka
dikatakan bahwa wanita tersebut mengalami Kehamilan Ektopik Terganggu. Kehamilan
ektopik dapat mengancam nyawa apabila ruptur (pecah) dan menyebabkan perdarahan di
dalam.
Gambar 2 : Komplikasi pada kehamilan ektopik terganggu yang menyebabkan perdaraha

2.1 Patogenesis
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan
halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Nidasi
secara kolumner telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan
telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini
dan diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping.
Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan
yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di
tuba tidak sempurna, dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk dalam
lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat
implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi
trofoblast. Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum
graviditatum dan trofoblast, uterus menjadi besar dan lembek, dan endometrium dapat pula
berubah menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada endometrium
yang disebut fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik,
hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang
atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan ini hanya terjadi pada
sebagian kehamilan ektopik.
Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik dalam
tuba. Karena tuba bukan merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan hasil konsepsi,
tidak mungkin janin dapat tumbuh secara utuh seperti di uterus. Sebagian besar kehamilan
tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 minggu sampai 10 minggu. Kemungkinan itu
antara lain:13
1) Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya saja yang terlambat untuk beberapa
hari.
2) Abortus tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh
villi korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
koriales pada dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis.
Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung dari derajat
perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya
dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah kearah ostium tuba
abdominale. Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi telur yang
dibuahi.
Abortus tuba lebih umum terjadi pada kehamilan tuba pars ampullaris,
sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi korialis kearah peritoneum biasanya
terjadi pada kehamilan pars isthmika. Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars
ampullaris lebih luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil
konsepsi dibandingkan dengan bagian isthmus dengan lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan
akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sampai berubah menjadi mola
kruenta. Perdarahan akan keluar melalui fimbriae dan masuk rongga abdomen dan
terkumpul secara khas di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel
retrouterina. Bila fimbriae tertutup, tuba fallopii dapat membesar karena darah dan
membentuk hematosalping.10

3) Ruptur tuba
Penyusupan, dan perluasan hasil konsepsi dapat mengakibatkan ruptur pada
saluran lahir pada beberapa tempat. Sebelum metode pengukuran kadar chorionic
gonadotropin tersedia, banyak kasus kehamilan tuba berakhir pada trimester pertama
oleh ruptur intraperitoneal. Pada kejadian ini lebih sering terjadi bila ovum
berimplantasi pada isthmus dan biasanya muncul pada kehamilan muda, sedangkan
bila berimplantasi di pars intersisialis, maka muncul pada kehamilan yang lebih lanjut.
Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus atau
pemeriksaan vagina.13 Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba
dan ostium tuba tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena
invasi dari trofoblas, akan pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang
ruptur terjadi diarah ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter. Jika
janin hidup terus, terdapat kehamilan intraligamenter.
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila
robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Bila
pasien tidak meninggal karena perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan
yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi
kembali, namun bila besar dapat diubah menjadi litopedion. Bila janin yang
dikeluarkan tidak mati dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan
plasenta yang utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga abdomen sehingga
terjadi kehamilan abdominal sekunder.14
2.2 Pemeriksaan penunjang
1) Ultrasonography
Perkembangan alat dengan transduser transvaginal dengan frekuensi 5.0 sampai 7.0
MHz, lebih mampu melihat lebih tepat organ pelvis pada awal kehamilan dibandingkan
transabdominal. Dengan alat ini biasanya mungkin bisa untuk mengidentifikasi kantong
gestasi intrauterine saat kadar hCG mencapai 1500 mIU/ml dan selalu bila kadar hCG sudah
mencapai 2000 mIU/ml pada sekitar 5 atau 6 minggu setelah haid terakhir. Karena kombinasi
kehamilan intrauterine dan ekstrauterin hampir merupakan kejadian yang jarang, maka
penemuan kantong gestasi intrauterine hampir selalu dapat menyingkirkan adanya kehamilan
ektopik. Bila kantong gestasi tidak ditemukan dan kadar hCG lebih Dari 1500 mIU/ml, lebih
mungkin terjadi kehamilan patologis, apakah itu kehamilan ektopik, atau suatu gestasi
intrauterine tidak viable, dan harus dipikirkan kemungkinannya. Biasanya massa adneksa
dan/atau struktur yang menyerupai kantong gestasi dapat dikenali pada saluran telur saat
kehamilan ektopik muncul yang menghasilkan kadar hCG diatas 2500 mIU/ml.13
Jadi kriteria diagnosis USG dengan menggunakan transduser transvagina untuk
kehamilan ektopik termasuk adanya komplek atau massa kistik adneksa atau terlihatnya
embrio di adneksa dapat dideteksi, dan/atau tidak adanya kantong gestasi dimana diketahui
bahwa usia gestasi sudah lebih dari 38 hari, dan/atau kadar hCG diatas ambang tertentu,
biasanya antara 1500 dan 2500 mIU/ml.14

2) Human Chorionic Gonadotrophin


Wanita dengan kehamilan ektopik menunjukan adanya kadar hCG dalam serum,
walaupun 85% diantaranya lebih rendah dibandingkan dengan kadar hCG pada kehamilan
normal. Uji hCG tunggal kuantitatif tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis kehamilan
ektopik karena tanggal pasti dari ovulasi dan konsepsi terjadi tidak diketahui pada banyak
wanita. Pada kehamilan yang abnormal seperti kehamilan ektopik ini, kadar hCG biasanya
tidak meningkat seperti seharusnya. Jika persentase kenaikan kadar hCG tidak lebih dari
66%, maka kemungkinan seseorang untuk mempunyai kehamilan abnormal tinggi.

3) Progesteron
Karena pemeriksaan kadar hCG secara tunggal tidak dapat memberikan informasi
untuk mendiagnosis kehamilan ektopik, sehingga membutuhkan beberapa hari untuk
melakukan serial tes, maka pengukuran kadar progesterone serum tunggal oleh beberapa
kelompok dapat dipakai untuk membedakan kehamilan ektopik dengan kehamilan normal
intrauterin. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa jumlah progesterone yang dihasilkan
korpus luteum pada kehamilan ektopik lebih sedikit dibandingkan dengan korpus luteum
pada kehamilan normal. Mengukur sampel kadar progesterone pada beberapa wanita hamil di
minggu gestasi ke 4, 5, dan 6. Mereka melaporkan bahwa pada minggu ke-4 dengan kadar
kurang dari 5 ng/ml, sensitifitas yang didapat 100% dan spesifitasnya 97% dan menurun
seiring meningkatnya umur gestasi. Bila kadar progesterone lebih dari 25 ng/ml
menyingkirkan kehamilan ektopik dengan kepastian 97,4%.

4) Dilatasi kuretase
Saat serum kadar hCG lebih dari 1500 mIU/ml, usia gestasi lebih dari 38 hari, atau
serum kadar progesterone kurang dari 5 ng/ml dan tidak ada kantong gestasi interauterin yang
terlihat denga transvaginal USG, kuretase kavum endometrial dengan pemeriksaan histologi
pada jaringan yang dikerok, dengan potong beku bila mau, dapat dikerjakan untuk
menentukan apakah ada jaringan gestasi. Spandorfer dkk. melaporkan bahwa potong beku
93% akurat dalam mengenali villi koriales. Jika tidak ada jaringan villi koriales yang terlihat
pada jaringan yang diangkat, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat dibuat dan dilakukan
tindakan.

5) Kuldosentesis
Sebelum adanya perkembangan dari sonografi pelvis, terutama transvaginal,
kuldosentesis merupakan salah satu alat bantu diagnosis yang penting untuk mengenali
kehamilan ektopik. Penemuan hasil darah yang tidak membeku pada kuldosentesis dan
terutama bila hematokrit lebih dari 15 % adalah bantuan yang amat berguna.14

6) Laparaskopi
Diagnosis definitif dari kehamilan ektopik dapat hampir selalu ditegakkan dengan
melihat organ pelvis secara langsung melalui laparaskopi. Namun, dengan adanya
hemoperitoneum, adhesi, atau kegemukan dapat menjadi penyulit dari laparaskopi. Dalam
penelitian ini didapatkan ada 4 dari 166 kehamilan ektopik yang tidak dapat dilihat oleh
laparaskopis karena hal diatas, sehingga ada kemungkinan 2-5 % terjadi false-positif atau
false-negatif.

2.3 Penatalaksanaan
1) Terapi Bedah
Sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan tindakan bedah.
Tindakan bedah ini dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif (biasanya salpingotomi)
dan tindakan itu dilakukan dengan jalan laparaskopi atau laparatomi. Laparatomi merupakan
teknik yang lebih dipilih bila pasien secara hemodinamik tidak stabil, operator yang tidak
terlatih dengan laparaskopi, fasilitas dan persediaan untuk melakukan laparaskopi kurang,
atau ada hambatan teknik untuk melakukan laparaskopi. Pada banyak kasus, pasien-pasien ini
membutuhkan salpingektomi karena kerusakan tuba yang banyak, hanya beberapa kasus saja
salpingotomi dapat dilakukan. Pada pasien kehamilan ektopik yang hemodinamiknya stabil
dan dikerjakan salpingotomi dapat dilakukan dengan teknik laparaskopi.16
Salpingotomi laparaskopik diindikasikan pada pasien hamil ektopik yang belum
ruptur dan besarnya tidak lebih dari 5 cm pada diameter transversa yang terlihat komplit
melalui laparaskopi. Linier salpingektomi pada laparaskopi atau laparatomi dikerjakan pada
pasien hamil ektopik yang belum rupture dengan menginsisi permukaan antimesenterik dari
tuba dengan kauter kecil, gunting, atau laser. Kemudian diinjeksikan pitressin dilute untuk
memperbaiki hemostasis. Gestasi ektopik dikeluarkan secara perlahan melalui insisi dan
tempat yang berdarah di kauter. Pengkauteran yang banyak didalaam lumen tuba dapat
mengakibatkan terjadinya sumbatan, dan untuk itu dihindari. Penyembuhan secara sekunder
atau dengan menggunakan benang menghasilkan hasil yang sama. Tindakan ini baik untuk
pasien dengan tempat implantasi di ampulla tuba.16

2) Terapi Obat
Diagnosis dini yang telah dapat ditegakkan membuat pilihan pengobatan dengan obat-
obatan memungkinkan. Keuntungannya adalah dapat menghindari tindakan bedah beserta
segala resiko yang mengikutinya, mempertahankan patensi dan fungsi tuba, dan biaya yang
lebih murah. Zat-zat kimia yang telah diteliti termasuk glukosa hiperosmolar, urea, zat
sitotoksik (misal: methotrexate dan actinomycin ), prostaglandin, dan mifeproston (RU486).16

 Methotrexate
Penggunaan methotrexate untuk kehamilan pada intersisial. Kemudian yang
menggunakannya sebagai terapi lini pertama pada kehamilan ektopik. Sejak itu banyak
dilaporkan pemakaian methotrexate pada berbagai jenis kehamilan ektopik yang berhasil.
Lalu, dengan semakin banyaknya keberhasilan memakai obat, maka mulai diperbandingkan
pemakaian methotrexate dengan terapi utama salpingostomi. Perdarahan intra-abdominal
aktif merupakan kontraindikasi bagi pemakaian methotrexate. Ukuran dari massa ektopik
juga penting dan methotrexate tidak digunakan pada massa kehamilan lebih dari 4 cm.
Keberhasilannya baik bila usia gestasi kurang dari 6 minggu, massa tuba kurang dari 3,5 cm
diameter, janin sudah mati, dan β-hCG kurang dari 15.00 mIU. Kontraindikasi lainnya
termasuk menyusui, imunodefisiensi, alkoholisme, penyakit hati atau ginjal, penyakit paru
aktif, dan ulkus peptik.16
Methotrexate merupakan suatu obat anti neoplastik yang bekerja sebagai antagonis
asam folat dan poten apoptosis induser pada jaringan trofoblas. Pasien yang akan diberikan
methotrexate harus dalam keadaan hemodinamika yang stabil dengan hasil laboratorium
darah yang normal dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati. Methotrexate diberikan
dalam dosis tunggal (50 mg/m2 IM) atau dengan menggunakan dosis variasi 1 mg/kgBB IM
pada hari ke 1,3,5,7 ditambah Leukoverin 0,1 mg/kgBB IM pada hari ke 2,4,6,8. Setelah
pemakaian methotrexate yang berhasil, β-hCG biasanya menghilang dari plasma dalam rata-
rata antara 14 dan 21 hari. Kegagalan terapi bila tidak ada penurunan β-hCG, kemungkinan
ada massa ektopik persisten atau ada perdarahan intraperitoneal.16

2.6 Penanganan Bidan


Bidan adalah salah satu pemberi pelayanan kesehatan secara langsung kepada
masyarakat, dituntut peran serta, fungsi dan aplikasinya didalam menilai serta menentukan
langkah awal dan kapan melakukan rujukan kefasilitas kesehatan yang paling tinggi.
Dalam mengobservasi kehamilan ektopik terganggu, bidan berperan untuk melakukan:
1. Melakukan anamnesa
2. Melakukan pemeriksaan fisik secara umum dengan mengobservasi keadaan umum,
tanda-tanda vital
3. Melakukan pemeriksaan obstetri
4. Melakukan pengkajian perdarahan pervaginam, seperti: mengkaji riwayat haid dan
mengukur jumlah dan tipe perdarahan
5. Amati adanya tanda-tanda syok
6. Melakuakan rujukan dengan melakukan penanganan awal sebelumnya seperti
memberikan infus.

2.4 Prognosis
Kematian ibu karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun dengan diagnosis dini
dan persediaan darah yang cukup. Namun bila pertolongan terlambat, maka angka kematian
akan meningkat. Sedangkan janin pada kehamilan ektopik biasanya akan mati dan tidak dapat
dipertahankan karena tidak berada pada tempat dimana ia seharusnya tumbuh. Pada
umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita
dapat menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan
ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara
0-14,6%. Dengan kemajuan terapi yang ada sekarang, kemungkinan besar ibu dapat hamil
kembali, namun ini harus didukung kemampuan untuk menegakkan diagnosis dini sehingga
dapat diintervensi secepatnya

Anda mungkin juga menyukai