PENDAHULUAN
Terapi inhalasi adalah cara pemberian obat dalam bentuk partikel aerosol
melalui saluran nafas, baik saluran nafas atas dan bawah. Saluran nafas atas
dimulai dari rongga hidung dengan sinus disekitarnya, laring, faring, dan
proksimal trakea, sedangkan saluran nafas bawah dimulai dari bronkus,
bronkioli sampai ke alveoli. Target sasaran ini termasuk mukosa dan ujung
reseptor neuron di dalamnya (Pradjnaparamita, 2008).
Obat yang diberikan dengan cara inhalasi ini mengalami absorpsi secara
cepat karena permukaan absorpsinya luas, terhindar dari eliminasi lintas pertama
di hati, dan pada penyakit paru-paru misalnya asma bronkial, obat dapat
diberikan langsung pada bronkus. Keputusan untuk menggunakan terapi inhalasi
mungkin didasarkan pada gejala, temuan fisik, dan hasil dari tes fungsi paru-
paru (Supriyatno, 2010).
Jumlah obat yang perlu diberikan pada terapi inhalasi lebih sedikit
dibanding cara pemberian lainnya. Namun cara pemberian ini diperlukan alat
dan metoda khusus yang agak sulit dikerjakan, sukar mengatur dosis, dan sering
mengiritasi epitel paru. (Pradjnaparamita, 2008).
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difusi) yang sering
disebut dengan unit paru (lung unit), yang terdiri dari bronkiolus respiratorius,
duktus alveolaris, atrium dan sokus alveolaris. Bila ditinjau dari traktus
respiratorius, maka yang berfungsi sebagai konduksi adalah trakea, bronkus
utama, bronkus lobaris, bronkus segmental, bronkus subsegmental, bronkus
terminalis, bronkiolus, dan bronkiolus nonrespiratorius. Organ yang bertindak
sebagai respirasi adalah bronkiolus respiratorius, bronkiolus terminalis, duktus
alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli(Rab, Tabrani, 2013).
2
yang keenam belas sebagai bagian yang berperan sebagai konduksi, sedangkan
bagian percabangan yang ketujuh belas sampai ke sembilan belas yang
merupakan percabangan bronkiolus respiratorius dan percabangan yang kedua
puluh sampai kedua puluh dua yang merupakan percabangan duktus alveolaris
dan sakus alveolaris adalah percabangan terakhir yang seluruhnya merupakan
bagian respirasi (Rab, Tabrani, 2013).
3
Percabangan bronkus
2.3 Bronkodilator
Bronkodilator adalah obat yang memiliki mekanisme kerja dengan
merelaksasi otot pernafasan dan melebarkan jalan nafas (bronkus). Umum
digunakan pada penyakit-penyakit paru seperti Asma dan Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK) (Supriyatno dan Nataprawira, 2002).
4
Procaterol 10 - 0,25-0,5 - - 6-8 J
Agonis ᵝ2 Kerja Lambat/ LABA
Salmeterol 50-100 - - - - 12 J
Formoterol 4,5-12 - - - - 12 J
Xantin
Aminofilin - - 200 240 - 4-6 J
Teofilin - - 200-400 - - 24 J
Anti-Kolinergik
Tiotropium 18 - - - - 24 J
Ipratropium 40-80 0,35-050 - - - 6-8 J
5
mengendap karena gerak Brown. Dengan demikian untuk mendapatkan
manfaat obat yang optimal, obat yang diberikan secara inhalasi harus dapat
mencapai tempat kerjanya di dalam saluran pernapasan. Bentuk aerosol yang
digunakan yaitu suspensi partikel di dalam gas, dan partikel dalam aerosol
yang mempunyai ukuran berkisar 2-10 Ïm7 atau 1-7 Ïm.9 Penelitian lainnya
mendapatkan bahwa partikel berukuran 1-8 Ïm mengalami benturan dan
pengendapan di saluran nafas besar, kecil, dan alveoli (Supriyatno dan
Nataprawira, 2002).
6
pada DPI memerlukan inspirasi yang cukup kuat. Pada anak yang kecil hal
ini sulit dilakukan mengingat inspirasi kuat belum dapat dilakukan,
sehingga deposisi obat pada saluran pernafasan berkurang. Pada anak yang
lebih besar, penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang
memerlukan koordinasi dibandingkan dengan MDI. Dengan cara ini
deposisi obat di dalam paru lebih tinggi dan lebih konstan dibandingkan
MDI sehingga dianjurkan diberikan pada anak di atas 5 tahun. Cara DPI
ini tidak memerlukan spacer sebagai alat bantu sehingga mudah dibawa
dan dimasukkan ke dalam saku. Hal ini yang juga memudahkan pasien dan
lebih praktis. Beberapa jenis inhaler bubuk kering yang umumnya
digunakan di Indonesia yaitu diskus, turbuhaler, dan handihaler.
7
Formoterol fumarate (Foradil Aerolizer) 12 mcg/capsule
8
8 putar diskhaler dosis berikut dengan menarik talam keluar dan
masukan kembali.
Turbuhaler
1) Putar dan lepas penutup turbohaler
2) pegang turbohaler dengan tangan kiri dan menghadap atas lalu
dengan tangan kanan putar pegangan (grip) ke arah kanan
sejauh mungkin kemudian putar kembali keposisi semula
sampai terdengar suara klik
3) hembuskan napas maksimal di luar turbohaler
4) letakkan mouth piecedi antara gigi, rapatkan kedua bibir
sehingga tidak ada kebocoran di sekitar mouth piece kemudian
tarik napas dengan tenang sekuat dan sedalam mungkin
5) sebelum menghembuskan napas, keluarkan turbohaler dari
mulut. Jika yang diberikan lebih dari satu dosis ulangi tahapan
2 – 5 (tanda panah) dengan selang waktu 1 – 2 menit – pasang
kembali tutupnya.
9
Gambar Cara Penggunaan Turbuhaler
Rotahaler
1) Pegang bagian mulut rotahaler secara vertikal, tangan lain
memutar badan rotahaler sampai terbuka
2) masukan rotacaps dengan sekali menekan secara tepat ke dalam
lubang empat persegi sehingga puncak rotacaps berada pada
permukaan lubang
3) pegang permukaan rotahaler secara horizontal dengan titik
putih di atas dan putar badan rotahaler berlawanan arah sampai
maksimal untuk membuka rotacaps
4) keluarkan napas semaksimal mungkin di luar rotahaler,
masukan rotahaler dan rapatkan bibir dengan kepala agak
ditinggikan dengan kepala agak ditengadahkan ke belakang
5) hiruplah dengan kuat dan dalam, kemudian tahan napas selama
mungkin.
6) Lalu keluarkan rotahaler dari mulut, sambil keluarkan napas
secara perlahan-lahan.
10
Gambar Cara Penggunaan Rotahaler
11
yang biasa digunakan adalah kloroflurokarbon (chlorofluorocarbon =
CFC) pada tekanan tinggi. Akhir-akhir ini mulai dikembangkan
penggunaan bahan non-CFC yaitu hidrofluroalkana (HFA) yang tidak
merusak lapisan ozon. Propelan mempunyai tekanan uap tinggi sehingga
di dalam tabung (kanister) tetap berbentuk cairan. Bila kanister ditekan,
aerosol disemprotkan keluar dengan kecepatan tinggi yaitu 30 m/detik
dalam bentuk droplet dengan dosis tertentu melalui aktuator (lubang).
Pada ujung aktuator ukuran partikel berkisar 35 Ïm, pada jarak 10 cm dari
kanister besarnya menjadi 14 Ïm, dan setelah propelan mengalami
evaporasi seluruhnya ukuran partikel menjadi 2,8-4,3 Ïm. Dengan teknik
inhalasi yang benar maka 80% aerosol akan mengendap di mulut dan
orofarings karena kecepatan yang tinggi dan ukurannya besar, 10% tetap
berada dalam aktuator, dan hanya sekitar 10% aerosol yang disemprotkan
akan sampai ke dalam paru-paru.
12
Gambar Cara penggunaan MDI
Langkah-langkah di atas harus dilaksanakan sebelum pasien
menggunakan obat asma jenis MDI. Langkah di atas sering tidak
diikuti sehingga pengobatan asma kurang efektif dan timbul efek
samping yang tidak diinginkan. Beberapa ahli mengidentifikasi
beberapa kesalahan yang sering dijumpai antara lain kurangnya
koordinasi pada saat menekan kanister dan saat menghisap, terlalu
cepat inspirasi, tidak berhenti sesaat setelah inspirasi, tidak mengocok
kanister sebelum digunakan, dan terbalik pemakaiannya.
Kesalahankesalahan di atas umumnya dilakukan oleh anak yang lebih
muda, manula, wanita, dan penderita dengan sosial ekonomi dan
pendidikan yang rendah.
Jenis Obat MDI
Tabel Obat Terapi Inhalasi
MDI Dosis obat
per aktuasi
Albuterol sulfate (Ventolin, Proventil, Ventolin 90 mcg
HFA, Proventil HFA, ProAir HFA)
Beclomethasone dipropionate (QVAR) 40 or 80 mcg
Ciclesonide (Alvesco) 80 or 160 mcg
Cromolyn sodium (Intal) 800 mcg
Flunisolide (AeroBid, AeroBid-M +) 250 mcg
Flunisolide hemihydrate (Aerospan HFA) 80 mcg (78 mcg delivered)
Fluticasone propionate (Flovent HFA) 44, 110, or 220 mcg
Fluticasone propionate/salmeterol xinafoate 45, 115, or 230 mcg/21
(Advair HFA) mcg
Ipratropium bromide (Atrovent HFA) 17 mcg
13
Ipratropium bromide/albuterol sulfate 18 mcg /90 mcg
(Combivent)
Levalbuterol tartrate (Xopenex HFA) 45 mcg
Pirbuterol acetate (Maxair Autohaler) 200 mcg
Mometasone/formoterol (Dulera) 100 or 200 mcg/5 mcg
Triamcinolone acetonide (Azmacort) 75 mcg
14
pengendapan di orofaring. Spacer ini berupa tabung (dapat
bervolume 80 ml) dengan panjang sekitar 10- 20 cm, atau bentuk
lain berupa kerucut dengan volume 700-1000 ml. Untuk bayi
dianjurkan menggunakan spacer volume kecil (babyhaler) agar
aerosol yang dihasilkan lebih mampat sehingga lebih banyak obat
akan terinhalasi pada setiap inspirasi. Beberapa alat dilengkapi
dengan katup satu arah yang akan terbuka saat inhalasi dan akan
menutup pada saat ekshalasi misalnya Nebuhaler (Astra),
Volumatic (A&H). Pengendapan di orofaring akan berkurang yaitu
sekitar 5% dosis yang diberikan bila digunakan spacer dengan
katup satu arah. Pada spacer tanpa katup satu arah, pengendapan di
orofaring sekitar 8-60% dosis. Dengan penggunaan spacer, deposit
pada paru akan meningkat menjadi 20% dibandingkan tanpa
spacer.
Penggunaan spacer ini sangat menguntungkan pada anak
karena pada anak koordinasinya belum baik. Dengan bantuan
spacer, koordinasi pada saat menekan kanister dengan saat
penghisapan dapat dikurangi atau bahkan tidak memerlukan
koordinasi. Apabila spacer ini tidak tersedia maka sebagai
penggantinya bisa digunakan spacer sederhana yang murah dan
mudah dibuat yaitu dari plastic coffee cup yang dilubangi dasarnya
untuk tempat aerosol. Cara ini sudah terbukti bermanfaat hanya
untuk bronkodilator dan belum dibuktikan berguna untuk natrium
kromoglikat dan steroid.
15
Gambar MDI Spacer
b. Easyhaler
Easyhaler adalah inhaler serbuk multidosis yang merupakan
alternatif dari MDI. Komponennya terdiri dari plastik dan cincin
stainless steel dan mengandung serbuk untuk sekurang-kurangnya
200 dosis. Masing-masing dosis obat dihitung secara akurat dengan
cara menekan puncak alat (overcap) yang akan memutari silinder
(metering cylindric) pada bagian bawah alat tersebut. Cekungan
dosis berisi sejumlah obat berhubungan langsung dengan mouth
piece. Saluran udara ke arah mouthpiece berbentuk corong dengan
tujuan untuk mengoptimalkan deposisi obat di saluran napas.
Terdapat takaran dosis yang berguna untuk memberi informasi
kepada pasien mengenai sisa dosis obat. Pelindung penutup
berguna untuk mencegah kelembaban. Partikel obat yang halus
aktif tersebut dicampur dengan sejumlah kecil laktosa yang
berperan sebagai pembawa. Pada easyhaler ukuran partikel laktosa
cukup besar untuk deposit di saluran napas bawah sehingga
diharapkan akan jatuh di orofaring. Keadaan ini mempunyai
16
keuntungan untuk memberitahukan pada penderita bahwa obatnya
benar terhisap dengan rasa manis di mulut.
3. Nebulizer
Alat nebulizer dapat mengubah obat berbentuk larutan menjadi
aerosol secara terus-menerus, dengan tenaga yang berasal dari udara yang
dipadatkan atau gelombang ultrasonik. Aerosol merupakan suspensi
berbentuk padat atau cair dalam bentuk gas dengan tujuan untuk
menghantarkan obat ke target organ dengan efek samping minimal dan
dengan keamanan dan efektifitas yang tinggi. Partikel aerosol yang
dihasilkan nebulizer berukuran antara 2-5 μ, sehingga dapat langsung
dihirup penderita dengan menggunakan mouthpiece atau masker. Berbeda
dengan alat MDI (Metered Dose Inhaler) dan DPI (Dry Powder Inhaler)
dimana alat dan obat merupakan satu kesatuan.
17
Ultrasonic Nebuliser
Alat ini menghasilkan aerosol melalui osilasi frekuensi
tinggi dari piezo-electric crystal yang berada dekat larutan dan
cairan memecah menjadi aerosol. Keuntungan jenis nebuliser ini
adalah tidak menimbulkan suara bising dan terus menerus dapat
mengubah larutan menjadi aerosol sedangkan kekurangannya alat
ini mahal dan memerlukan biaya perawatan lebih besar.
18
Gambar Alat Jet Nebuliser
19
yang dapat disesuaikan untuk penggunaanya pada anak-anak atau orang
dewasa, sehingga diharapkan jika menggunakan masker atau mouthpiece
dengan ukuran yang tepat, larutan obat yang melalui nebulizer berubah
menjadi gas aerosol tersebut dapat dihirup/dihisap dengan baik dan
keberhasilan terapi yang didapatkan juga dirasakan optimal.
Nebulizer lebih disukai untuk beberapa alasan, antara lain:
- Anak-anak, orang lanjut usia, dan pasien yang lemah mungkin
kesulitan menggunakan MDI dan DPI secara benar.
- Beberapa pasien membutuhkan dosis yang lebih tinggi daripada
yang dapat dihantarkan oleh MDI dan DPI, misalnya pada pasien
asma kronik, serangan akut PPOK dan sistik fibrosis.
- Untuk pengobatan sendiri di rumah, dimana pasien membutuhkan
dosis yang lebih besar daripada yang dapat diberikan menggunakan
MDI.
- Serangan pada asma akut
20
MDI+spacer koordinasi minimal kurang praktis
deposisi orofaringeal minimal lebih mahal daripada MDI
DPI koordinasi sedikit perlu arus inspirasi kuat
tidak ada pelepasan freon (>30L/menit)
aktivasi dengan upaya napas resiko deposisi orofaringeal
tidak perlu penyiapan tidak semua obat ada dalam
resiko kontaminasi minimal bentuk ini
sulit untuk dosis tinggi
Nebulizer koordinasi minimal Mahal
jet dosis tinggi dapat diberikan kemungkinan kontaminasi alat
Ultrasonik tidak ada pelepasan freon resiko, gangguan listrik dan
mekanik
tidak semua obat bisa
dinebulisasi
perlu kompresor, tidak praktis
dibawa
perlu menyiapkan cairan obat
perlu waktu lebih lama
21
lebih. Kortikosteroid inhalasi tunggal juga tidak efektif untuk pertolongan
pertama pada serangan akut yang parah.
Contoh kortikosteroid inhalasi yang tersedia di Indonesia antara lain:
a. Fluticasone Flixotide (flutikason propionate50 μg , 125 μg /dosis) Inhalasi
aerosol Dewasa dan anak > 16 tahun: 100-250 μg, 2 kali sehariAnak 4-16
tahun; 50-100 μg, 2 kali sehari
b. Beclomethasone dipropionate Becloment (beclomethasone dipropionate
200μg/ dosis) Inhalasi aerosol Inhalasi aerosol: 200μg , 2 kali seharianak:
50-100 μg 2 kali sehari.
c. Budesonide Pulmicort (budesonide 100 μg, 200 μg, 400 μg / dosis)
Inhalasi aerosolSerbuk inhalasi Inhalasi aerosol: 200 μg, 2 kali
sehariSerbuk inhalasi: 200-1600 μg / hari dalam dosis terbagianak: 200-
800 μg/ hari dalam dosis terbagi.
d. Dosis untuk masing-masing individu pasien dapat berbeda, sehingga harus
dikonsultasikan lebih lanjut dengan dokter, dan jangan menghentikan
penggunaan kortikosteroid secara langsung, harus secara bertahap dengan
pengurangan dosis.
Berikut adalah contoh dari penggunaan terapi inhalasi :
1. Contoh obat Nebulizer (Ventolin) dan dosis :
22
2.8 Keberhasilan Terapi Inhalasi
Aerosol adalah gas yang dihasil kan melalui proses dispersi (pemecahan)
atau suspensi partiel padat maupun cair. Keberhasilan pengobatan aerosol ini
tergantung pada beberapa faktor, yaitu (Rab, 1996):
1. Ukuran partikel.
Partikel dengan ukuran 8 – 15 mikron dapat sampai ke bronkus dan
bronkiolus, sedangkan partikel dengan ukuran 2 mikron dapat sampai le
alveolus. Akan tetapi partikel dengan ukuran 40 mikron hanya dapat
sampai di bronkus utama. Partikel yang banyak digunakan pada terapi
aerosol adalah partikel yang berukuran antara 8 – 15 mikron.
2. Gravitasi (gaya berat).
Semakin besar suatu partikel, maka akan semakin cepat pula partikel
tersebut menempel pada saluran pernapasan. Akan tetapi keadaan ini juga
tergantung pada viskositas dari bahan pelarut yang dipakai.
3. Inersia
Inersia menyebabkan partikel didepositkan. Molekul air mempunyai massa
yang lebih besar daripada molekul gas di dalam saluran pernapasan.
Partikel yang ada di bronkus lebih mudah bertabrakan daripada parti.kel
yang ada di saluran pernapasan yang besar. Semakin kecil diameter
saluran pernapasan, maka akan semakin besar pula pengaruh dari inersia
gas.
4. Aktivitas kinetic
Keadaan ini dialami oleh partikel yang lebih kecil dari 0,5 mikron.
Semakin besar energi kinetik yang digunakan, maka akan semakin besar
kemungkinan terjadinya tabrakan di antara aerosol dan akan semakin
mudah terjadinya kolisi dan selain itu juga akan semakin mudah partikel
tersebut bergabung.
5. Sifat-sifat alamiah dari partikel.
Sifat-sifat alamiah dari partikel ditentukan oleh tonik (osmotik). Larutan
yang hipotonik akan mudah kehilangan air akibat dari penguapan. Aerosol
elektrik yang dihasilkan oleh ultrasonik nebulizer bermuatan lebih besar
23
daripada mekanikal nebulizer. Pada temperatur yang panas molekul-
molekul akan mempunyai ukuran yang lebih besar dan akan mudah jatuh.
6. Sifat-sifat dari pernapasan.
Pada prinsifnya jumlah dari aerosol yang berubah menjadi cairan
ditentukan pula oleh volume tidal, frekuensi pernapasan, kecepatan aliran
inspirasi, dan apakah bernapas melalui mulut atau hidung, dan juga
memeriksa faal pernapasan pada umumnya.
1. Perubahan anatomi
Bagaimana efek perubahan anatomi pada awaltahun kehidupan tidak jelas.
Saluran pernapasan anak relatif lebih kecil dibandingkan dewasa sehingga
aliran udara inspirasi lebih rendah yang menyebabkan deposit obat
terutama pada saluran pernapasan sentral.
2. Kompetensi
Kompetensi atau kemampuan anak merupakan faktor sangat penting
dalam delivery obat. Anak kecil tidak mempunyai kompetensi untuk
melakukan manuver inhalasi yang kompleks. Alat/ jenis inhalasi yang
tersedia dan dipasarkan saat ini dibuat untuk orang yang bisa melakukan
inhalasi melalui mulut waktu melakukan manuver inhalasi yang kompleks,
misalnya pressured metered dosed inhalers (pMDIs). Anak sekolah sudah
dapat melakukan usaha inspirasi maksimal yang diperlukan untuk
menggunakan alat inhalasi jenis dry powder inhaler (DPI) dan hanya
sedikit yang bisa menggunakan pMDI
3. Pola pernapasan bayi
Pola pernapasan bayi dan anak akan mempengaruhi seberapa banyak
aerosol yang diinhalasi ke dalam paru-paru. Pernapasan pada bayi dan
anak menunjukkan volume pernapasan tidal yang kecil sehingga
mengurangi delivery obat, pola pernapasan bervariasi luas dengan aliran
udara inspirasi (inspiratory flow rates=IFR) bervariasi antara 0 sampai 40
24
L/menit. Aliran udara yang cepat akan menyebabkan deposit pada saluran
napas yang lebih proksimal.
4. Anak yang menangis mempunyai IFR tinggi dan terjadi pernapasan mulut
sehingga seharusnya akan meningkatkan delivery obat ke paru-paru.
Namun, kenyataannya jumlah obat yang diinhalasi ke paruparu berkurang
karena kurang baiknya masker muka menempel dan pada waktu menangis
pernapasan pendek dan cepat.
25
BAB III
KESIMPULAN
26
DAFTAR PUSTAKA
Bia FJ, Brady JP, Brady LW, et al. Kamus Kedokteran Dorlan. Alih Bahasa:
Harjono RM, Hartono A, Japaries W, et al. Harjono RM, Oswari J,
Ronardy DH, et al, Ed. EGC. Jakarta. 1994; 1910.
Rab T. Ilmu Penyakit Paru. Qlintang S, Ed. Hipokrates. Jakarta. 2013; 674-81.
27