Anda di halaman 1dari 7

PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN WILAYAH

Dikutip dari berbagai macam sumber Internet

1. Pengembangan Wilayah sebagai Upaya Mengurangi Kesenjangan


Wilayah

Perencanaan dan pengembangan wilayah dimaksudkan agar semua daerah dapat


melaksanakan pembangunan secara proporsional dan merata sesuai dengan potensi
yang ada di daerah tersebut. Bila perencanaan dan pengembangan wilayah berjalan
dengan baik, maka diharapkan bahwa kemandirian daerah dapat tumbuh dan
berkembang sendiri atas dasar kekuatan sendiri (Soekartawi, 1990).
Meskipun perencanaan pengembangan wilayah telah dilakukan dengan baik,
akan tetapi dalam pelaksanaannya tetap terjadi kesenjangan antar wilayah. Adapun
faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan antar wilayah antara lain adanya faktor
geografis suatu wilayah, yang mengakibatkan perkembangan ekonominya menjadi lebih
baik dibandingkan dengan wilayah lain yang kurang menguntungkan geografisnya;
faktor sejarah, dimana tergantung pada bentuk organisasi dan kehidupan
perekonomian pada masa yang lalu; faktor politik, dimana politik yang tidak stabil akan
menyebabkan ketidakpastian di berbagai bidang terutama di bidang ekonomi; faktor
administratif, dimana tingkat efisiensi administratif akan lebih mampu mengundang
investasi dibandingkan dengan wilayah dengan birokrasi yang berbelit; dan faktor
sosial, dimana masyarakat yang relatif maju umumnya memiliki institusi dan perilaku
yang kondusif untuk berkembang dibandingkan dengan masyarakat yang tertinggal
P4W FP-IPB (2002).
Selain itu, beberapa faktor ekonomi juga sangat berpengaruh dalam menciptakan
kesenjangan antar daerah. Faktor-faktor tersebut antar lain adalah yang terkait dengan
perbedaan kuantitas dan kualitas dari faktor produksi yang dimiliki, seperti lahan,
infrastruktur, modal, dan lain-lain; yang terkait dengan lingkaran kemiskinan baik yang
disebabkan oleh sumber daya yang terbatas dan ketertinggalan masyarakat serta
disebabkan oleh kondisi masyarakat yang tertinggal, standar hidup rendah, efisiensi
rendah, produktifitas rendah, pendapatan rendah, konsumsi rendah, tabungan rendah,
investasi rendah, dan pengangguran yang meningkat; yang terkait dengan pasar bebas
dan pengaruhnya pada spread effect dan backwash effect; serta yang terkait dengan
distorsi pasar seperti immobilitas, kebijakan harga, keterbatasan spesialisasi,
keterbatasan ketrampilan, tenaga kerja dan sebagainya.
Pengembangan wilayah akan dapat mengurangi kesenjangan antar wilayah
apabila pemerintah melakukan beberapa intervensi, seperti pemerataan investasi,
mendorong permintaan dan mendorong pemerataan tabungan. Pemerataan investasi
khususnya investasi publik difokuskan kepada daerah-daerah yang relatif terbelakang.
Investasi ini bersifat pembukaan akses terhadap pasar, informasi dan peningkatan
kualitas faktor produksi di wilayah tersebut. Selain itu, dengan mendorong permintaan,
maka setiap industri dan kawasan dapat dikembangkan secara terkait sehingga bisa
menciptakan permintaan untuk masingmasing produk. Pemerataan tabungan sangat
dibutuhkan untuk dapat memacu investasi, dimana peningkatan jumlah tabungan di
suatu wilayah akan meningkatkan potensi investasinya.
Penyelesaian masalah kesenjangan antarwilayah akan kembali kepada konsep
dan implementasi dari masing-masing peran sektor/program-program yang
dilaksanakan di daerah tersebut. Hal tersebut didasarkan pada suatu penelitian, yaitu:
(1)diperlukan peningkatan efektifitas program melalui penyesuaian tipologi program
dengan karakteristik kawasan pengembangan. Setiap tipologi wilayah membutuhkan
pendekatan program yang berbeda. Sebagai contoh program pengembangan kawasan
yang berbasis pengembangan infrastruktur sebaiknya dilaksanakan pada daerah yang
kurang berkembang. Sedang daerah yang telah memiliki infrastruktur yang cukup
sebaiknya melaksanakan program yang berbasiskan pengembangan usaha; (2)
Pengelolaan program-program pengembangan kawasan harus berdasarkan kerjasama
antar daerah. Setiap program harus memperhatikan keterkaitan antar daerah, sehingga
setiap pemerintahan daerah re-orientasi keluar (outward looking); (3) Program
pengembangan kawasan juga harus memperhatikan aspek sisi permintaan dan
perdagangan atau aspek pasar dan aspek keunggulan komparatif daerah; (4) Program
pengembangan kawasan harus mengarah pada sinergitas antar program, yang
dilaksanakan di sektor-sektor pembangunan dipusat maupun program didaerah, serta
(5) Efektifitas pengelolaan program harus ditunjang dengan sistem informasi dan
kelengkapan data.

2. Pengembangan Wilayah sebagai Antisipasi Globalisasi dan


Perdagangan Bebas

Dewasa ini, perkembangan suatu negara semakin terkait dengan perubahan yang
terjadi pada negara lainnya. Keterkaitan antar negara inilah yang telah menimbulkan
proses globalisasi yang semakin kuat. Globalisasi adalah peningkatan interaksi dan
integrasi dalam perekonomian di dalam dan antar negara yang meliputi aspek-aspek
perdagangan, investasi, perpindahan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja dan
modal asing, keuangan dan perbankan internasional serta arus devisa. Investasi tidak
lagi dibatasi secara geografi dan sebagian besar investasi dilakukan oleh swasta dan
akan mengalir ke belahan dunia manapun yang memiliki peluang menarik. Industri-
industri memiliki orientasi yang lebih global, dan mereka lebih condong kepada
keinginan dan kebutuhan untuk melayani peluang-peluang pasar yang menarik yang
memanfaatkan sumber daya potensial. Informasi teknologi memungkinkan para
perusahaan multi nasional beroperasi di berbagai belahan dunia tanpa harus
membangun sistem bisnis yang lengkap di setiap lokasi dimana mereka berada. Akses
yang baik terhadap informasi mengenai pola hidup di seluruh dunia telah mendorong
individu untuk membeli berbagai produk tanpa harus dipengaruhi oleh campur tangan
pemerintah. Konsumen semakin menginginkan produk berkualitas sehingga tidak
menjadi masalah dari mana produk tersebut berasal. Dengan kata lain, globalisasi
ekonomi akan semakin memperluas jangkauan kegiatan ekonomi sehingga tidak lagi
terbatas pada suatu negara, daerah atau desa.
Indonesia menghadapi beberapa skema perdagangan bebas. AFTA, yang dimulai
pada tahun 2003, menetapkan negara-negara anggota ASEAN dengan CEPT yaitu
pengurangan secara bertahap hambatan tarif untuk baik produk industri maupun
pertanian dan ditiadakannya hambatan non-tarif. Skema WTO yang akan diimulai pada
tahun 2005 dan APEC pada tahun 2020, juga menetapkan bahwa dunia menuju pasar
bebas dengan bebas keluar masuknya barang dan jasa serta uang dan modal antar
negara dengan tarif bea masuk nol melalui penjadwalan secara bertahap.
Konsekuensi proses globalisasi ekonomi tersebut sangat besar terhadap negara
manapun, termasuk Indonesia. Hal tersebut didasarkan atas beberapa aspek yang
mengikuti perkembangan tersebut di atas (Peter F. Drucker, 1986), yaitu bahwa
ekonomi hasil produk primer telah terpisah dari ekonomi industri, kegiatan produksi
hampir terpisah dari upaya perluasan kesempatan kerja, dan lalu lintas modal
merupakan motor dan penggerak utama perekonomian dunia. Ketiga unsur tersebut
memiliki dampak yang besar terhadap pembangunan negara berkembang seperti
Indonesia. Beberapa konsekuensi yang harus dihadapi antara lain:
1. Negara-negara industri telah mampu meningkatkan tingkat produksinya tanpa
meningkatkan permintaannya terhadap produk primer negara-negara
berkembang, sehingga negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia
tidak lagi dapat mengikuti pola suplai dan negara-negara maju melakukan
permintaan terhadap hasil produksi primer tersebut. Dalam hal ini aspek upaya-
upaya pemasaran dikembangkan lebih maju dan kuat dari pada aspek
peningkatan produksi.
2. Perusahaan yang paling efisien dan mampu menawarkan produk bermutu dan
pelayanan prima yang akan memenangkan kompetisi. Hal tersebut dikarenakan
adanya pengurangan biaya per unit produksi yang didukung dengan dukungan
kemampuan sumber daya manusia, riset, teknologi, dan informasi.
3. Bahkan sebagai akibat kemajuan teknologi dan pengurangan biaya produksi,
output yang meningkat drastis diikuti oleh jumlah pekerjaan yang akan menurun
tajam, mengakibatkan munculnya pesaing-pesaing baru berupa tenaga ahli
terdidik dan akan merupakan ancaman bagi tenaga kerja terdidik di Indonesia.

Oleh karena itu, kegiatan apapun yang dilakukan di suatu daerah tidak dapat lagi
didasarkan atas ukuran lokal, sehingga orientasi kepada daerah lain, negara pesaing,
dan standar internasional harus sudah mulai dilakukan (Brian J. Berry, 1997).
Di lain pihak, globalisasi dan perdagangan bebas membawa beberapa konsekuensi yang
berdampak posisif bagi Indonesia (Mahmud Thoha, 2001) apabila dapat diantisipasi
dengan baik, antara lain:
1. PMA yang masuk ke Indonesia diharapkan dapat membawa serta inovasi dalam
produk, proses, serta kemampuan organisasional, yang dapat mendorong
efisiensi industri domestik dan kesempatan kerja. Dengan kata lain terjadi
transfer teknologi produksi ke mitra lokal yang pada gilirannya berguna bagi
pengembangan ekonomi lokal.
2. Di sisi dalam negeri, kondisi globalisasi akan menuntut peran pemerintah yang
kreatif, inovatif, responsif dan efisien. Pemerintah yang diharapkan tersebut
pada gilirannya akan merangsang timbulnya inisiatif dan peran individu,
masyarakat, dan LSM, serta sektor swasta yang semakin penting dalam ekonomi
dan bisnis.
3. Peran pemerintah akan semakin berkurang di dalam pasar, sehingga pemerintah
akan dapat lebih fokus kepada kebijakan ekonomi dan sosial jangka panjang
seperti pengembangan aspek pendidikan, penelitian, pengembangan,
pengendalian terhadap monopoli, pemberdayaan usaha kecil dan menengah
(UKM), pembangunan infrastruktur ekonomi dan sosial, serta kebijakan fiskal.
4. Kondisi yang demikian memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk
selayaknya mengembangkan kebijakan-kebijakan yang tepat, khususnya dalam
membangun investasi yang baik, antara lain stabilitas ekonomi makro,
kemudahan dalam birokrasi, institusi keuangan yang kuat, kesiapan peraturan
perundangan serta penegakan hukumnya, pemeliharaan kualitas infrastruktur
yang baik, penyediaan jasa publik yang efektif, ketersediaan sumber daya
manusia yang berkualitas dan ahli di bidangnya, dan lainnya.

Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka setiap wilayah harus dapat


mengevaluasi daya saing perekonomiannya guna menghadapi dampak globalisasi, sebab
wilayah tersebut pada akhirnya diharapkan sebagai penghela pembangunan ekonomi.
Oleh karena itu, diharapkan masing-masing wilayah memahami daya saing yang
dimilikinya terutama untuk memacu pembangunan ekonomi dan memperluas pasar
pada perekonomian global. Keunggulan bersaing suatu kawasan akan tercipta jika
kawasan tersebut memiliki kompetensi inti yang dapat dibedakan dari kawasan lainnya
(Alkadri et all, 1999).
Kompetensi inti adalah kemampuan wilayah tersebut yang merupakan sumber
keunggulan bersaing wilayah tersebut terhadap wilayah pesaingnya. Dalam konteks
pengembangan kawasan, kompetensi inti lebih terkait dengan upaya untuk
mengkoordinasi dan mengintegrasi sektor-sektor yang berkembang di dalam suatu
kawasan. Kawasan yang telah mencapai tahapan kompetensi inti memiliki empat atribut
yaitu kemampuan untuk memberikan akses pada pasar yang lebih luas dan bervariasi;
kemampuan memberikan pelayanan kepada pelanggan atas manfaat yang diperoleh
dari barang dan jasa yang ditawarkan; kemampuan menghasilkan barang dan jasa
unggulan yang tidak dapat ditiru sehingga menciptakan hambatan masuk bagi
kawasan lain untuk memberikan layanan serupa; serta kemampuan melakukan
koordinasi yang kompleks dari beragam teknologi dan keahlian terapan (Hitt, Ireland,
& Hoskisson, 1999) .
3. Tantangan Pengembangan Wilayah dalam Era Otonomi Daerah
Kesenjangan wilayah selalu menjadi tantangan pengembangan wilayah sejak dari
PJP I hingga saat ini. Kesenjangan yang terjadi baik antarsektor, antardaerah.
antargolongan, maupun antar kelompok pendapatan, menjadi masalah utama
pembangunan nasional. Selain kesenjangan, permasalahan otonomi dan desentralisasi
dalam pengembangan wilayah juga masih merupakan masalah utama yang perlu terus
diupayakan perwujudannya, sesuai dengan semangat untuk lebih mendesentralisasikan
pembangunan kepada pemerintah daerah.
Desentralisasi bertujuan mewujudkan nilai-nilai dari komunitas politik berupa
kesatuan bangsa (national unity) pemerintahan demokrasi, kemandirian, efisiensi
pemerintahan dan pembangunan sosial ekonomi. Otonomi daerah juga dimaksudkan
untuk mendorong dan mempercepat pembangunan wilayah, dan daerah akan lebih
cepat dan mudah mengambil keputusan, serta bertanggung jawab langsung atas
keputusan yang diambil. Pelaksanaan otonomi daerah ini akan lebih meningkatkan
kemandirian daerah baik organisasi, keuangan dan sumberdaya manusia.
Di era otonomi dimana daerah sudah lebih mandiri, dalam rangka perwujudan
pengembangan wilayah atas dasar negara kesatuan Indonesia, hubungan kerja antara
pusat dan daerah yang sinergis dan harmonis sangat diperlukan. Argumentasi tentang
perlunya hubungan antara pusat dan daerah baik horisontal, dan vertikal didasarkan
pada organisasi pemerintah bila ditinjau secara makro adalah satu. Dalam hal ini
penanggung jawab akhir adalah Presiden. Terdapat dua model hubungan pemerintah
pusat dan daerah yaitu agency model dan partnership model .
• Agency Model, pemerintah daerah adalah pelaksana dari pemerintah pusat.
Pemerintah pusatlah yang menetapkan kebijaksanaan, daerah berkewajian
melaksanakannya.
• Partnership model, pemerintah daerah memiliki suatu tingkat kebebasan politik
tertentu dan merupakan partner atau mitra kerja dari pemerintah pusat. Namun
jalinan hubungan kemitraan ini pemerintah daerah tetap merupakan
subordinatif terhadap pemerintah pusat. Antara pusat dan daerah memiliki
hubungan interaksi timbal balik yang saling mempengaruhi (resiprocal).

Sedangkan dalam hubungan keuangan antara pusat dan daerah terdapat 4 jenis
pendekatan :
• Pendekatan permodalan, pemerintah daerah memperoleh modal dari pusat
yang dapat berupa grant yang juga tidak harus berbentuk uang. Modal ini
diharapkan dapat diinvestasikan dan menghasilkan pendapatan untuk menutupi
pengeluaran rutin. Pemerintah daerah diharapkan mandiri untuk mencukupi
kebutuhannya sendiri.
• Pendekatan pendapatan, pemerintah daerah diberikan sejumlah sumber
pendapatan yang dipandang potensial didaerah. Daerah diberi otonomi untuk
mengelola sejumlah urusan yang menjadi sumber pembiayaan daerah. Melalui
ini daerah diajak untuk bersaing satu dengan yang lain dan diharapkan akan
memacu percepatan pembangunan yang berkelanjutan.
• Pendekatan pengeluaran, pemerintah daerah diberikan sejumlah pinjaman,
bantuan atau bagi hasil dari pemerintah pusat untuk membiayai pengeluaran
tertentu.
• Pendekatan komprehensif, sumber-sumber pendapatan diberikan dan tanggung
jawab diberikan kepada daerah dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan
dan biaya yang ada. Dengan pendekatan ini pemerintah daerah tidak akan diberi
tanggungjawab tanpa disertai dengan pemberian sumber dana yang memadai.
Pemerintah pusat didorong untuk bertanggung jawab menjamin agar daerah
mendapatkan sumber–sumber dana yang cukup dan memperhatikan kapasitas
peningkatan pendapatan pemerintah daerah.

Selain itu, dengan berbagai kewenangan yang dimiliki oleh daerah, maka daerah
diharapkan akan sangat berperan didalam menciptakan iklim yang menunjang
tumbuhkembangnya kegiatan perekonomian daerah. Prakarsa dan kreatifitas
penyelenggara pemerintahan didaerah diharapkan akan segera meningkat. Lebih jauh
lagi penyelenggara pemerintah daerah karakternya akan berubah, dari penyedia
(provider) menjadi fasilitator dan katalisator segenap kegiatan perekonomian
didaerah. Berbagai kegiatan perekonomian yang tidak perlu dilakukan oleh pemerintah
akan diserahkan kepada swasta dan masyarakat. Prakarsa dan peran aktif swasta dan
masyarakat didalam menggantikan peran pemerintah akan sangat didukung.
Pemerintah daerah juga akan menciptakan suasana yang mendukung tumbuhnya
jiwa wirausaha warganya. Iklim kompetisi yang sehat juga harus senantiasa dijaga dan
dikembangkan melalui berbagai kebijaksanaan dan peraturan yang berkaitan dengan
kegiatan perekonomian. Kesempatan yang sama dan setara juga akan dibuka seluas-
luasnya bagi masyarakat yang akan terjun dalam kegiatan perekonomian.
Otonomi daerah juga akan meletakkan dasar bagi terciptanya iklim yang
kondusif didalam pengembangan ekonomi daerah, sehingga jiwa kewiraswastaan yang
alami dan handal, persaingan yang sehat, dan kesempatan yang sama bagi segenap
pelaku perekonomian di daerah diharapkan akan terwujud dimasa yang akan datang.
Pemodal senantiasa ingin mendapatkan kepastian dan ketepatan waktu dari berbagai
proses yang berhubungan dengan Kewenangan.
penyelenggara pemerintahan di daerah. Untuk itu keterbukaan, kepastian, ketepatan
tindak, ketepatan waktu, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintah, juga akan
menjadi prasyarat utama akan datangnya pemodal ke daerah.

4. Tantangan Pengembangan Wilayah Di Masa Depan

Dalam rangka menjawab tantangan pengembangan wilayah, baik antisipasi


terhadap globalisasi dan perdagangan bebas, kesenjangan wilayah, namun tetap sesuai
dengan prinsip desentralisasi, maka seyogyanya prinsip-prinsip pengembangan wilayah
adalah dalam ruang lingkup sebagai berikut :

1. Pengembangan wilayah harus berbasis pada sektor unggulan. Prioritas pada


sektor unggulan akan mengarahkan sumber-sumber daya kepada sektor yang
diunggulkan melalui pemetaan antara sektor unggulan dengan sektor-sektor yang
menjadi pendukungnya.
2. Pengembangan wilayah dilakukan atas dasar karakteristik daerah yang
bersangkutan, baik aspek ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Suatu program
hanya dapat tepat dilakukan pada suatu daerah tertentu dan tidak pada daerah
dengan karakteristik berbeda lainnya. Dalam hal ini pengenalan terhadap
karakter daerah mutlak dilakukan, sehingga perencanaan dan implementasi
program sesuai dengan kelompok sasaran daerah yang bersangkutan.
3. Pengembangan wilayah harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu.
Dalam hal ini pengembangan wilayah tidak dapat didasarkan pada satu sektor
saja, atau pengembangan masing-masing sektor tidak dapat dilakukan secara
terpisah.
4. Pengembangan wilayah mutlak harus mempunyai keterkaitan ke depan dan
ke belakang (forward and backward linkage) secara kuat. Atau pengembangan
kawasan produktif di hinterland harus dikaitkan dengan pengembangan kawasan
industri pengolahan di perkotaan, untuk memberikan nilai tambah yang lebih
tinggi terhadap pertumbuhan perekonomian suatu wilayah.
5. Pengembangan wilayah dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip
otonomi dan desentralisasi. Dengan demikian, pemerintah daerah mempunyai
wewenang penuh dalam mengembangkan kelembagaan pengelolaan
pengembangan ekonomi di daerah, mengembangkan sumber daya manusianya,
menciptakan iklim usaha yang dapat menarik modal dan investasi, mendorong
peran aktif swasta dan masyarakat, melakukan koordinasi terus-menerus dengan
seluruh stakeholders pembangunan baik di daerah dan pusat, atas dasar perannya
sebagai fasilitator dan katalisator bagi tumbuhnya minat investasi di wilayahnya.

Dengan demikian, pengembangan suatu wilayah atau kawasan harus didekati


berdasarkan pengamatan terhadap kondisi internal dan sekaligus mengantisipasi
perkembangan eksternal. Faktor-faktor kunci yang menjadi syarat perkembangan
kawasan dari sisi internal adalah pada pola-pola pengembangan sumber daya
manusia, informasi, sumber-sumber daya modal dan investasi, kebijakan dalam
investasi, pengembangan infrastruktur, pengembangan kemampuan kelembagaan lokal
dan kepemerintahan, serta berbagai kerjasama dan kemitraan yang harus digalang
untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Di lain pihak, faktor-faktor kunci yang
menjadi syarat perkembangan kawasan dari sisi eksternal adalah perhatian pada
masalah kesenjangan wilayah dan pengembangan kapasitas otonomi daerah;
perdagangan bebas terutama masalah pengembangan produk dalam pasar bebas untuk
meningkatkan daya saing seperti peningkatan kualitas unsur-unsur sumber daya
manusia, pengembangan riset dan teknologi termasuk teknologi informasi,
pengembangan sumber-sumber daya modal untuk membiayai investasi berbagai inovasi
pengembangan produk; serta otonomi daerah dengan fokus berbagai kebijakan yang
mendukung iklim usaha investasi, kerjasama dan kemitraan dalam pengembangan
produk antar berbagai pelaku, daerah, secara vertikal dan horisontal, serta
pengembangan kemampuan kelembagaan pengelolaan ekonomi di daerah secara
profesional.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka suatu wilayah dapat dianggap
sebagai sebuah organisasi bisnis. Wilayah tersebut menjaga kelestariannya, bersaing
dengan wilayah lainnya untuk merebut investasi maupun pangsa pasar produk
unggulannya, dan berupaya dengan sungguh-sungguh untuk tumbuh, dan
meningkatkan kesejahteraan rakyatnya; dan wilayah tersebut mempunyai berbagai
kepentingan yang dinyatakan dalam tujuan, namun tetap memperhatikan batasan dan
pengaruh-pengaruh berbagai kepentingan di luar kepentingan wilayahnya. Orientasinya
kepada lingkungan eksternal dan internal ditunjukkan melalui kemampuan atau
ketidakmampuannya untuk menjadi wilayah yang diandalkan dan menghasilkan produk
unggulan, daya saing dan produktivitas dari semua sumberdaya yang dimiliki, dan unit
dasar sektor industri yang dapat didorong untuk bersaing (Porter, Michael, 1993).
Sebuah wilayah yang berdaya-saing adalah wilayah yang mampu mengalahkan dan
memimpin pasar setelah melakukan penyesuaian strategis yang tergantung kepada
kekuatan pendorong, kapabilitas, serta kompetensi inti kawasan dan produk yang
diunggulkan (Boar, Bernhard H., 1993). Untuk mewujudkan sebuah wilayah sebagai
sebuah organisasi bisnis maka diperlukan adanya suatu manajemen strategis.
Dalam manajemen atau pengelolaan strategis suatu wilayah, seyogyanya
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Sektor industri menjadi pendorong utama pengembangan wilayah.
Konsekuensinya, pemilihan sektor unggulan pada suatu kawasan produktif dikaitkan
dengan sektor industri dalam artian keterkaitan ke depan dan ke belakang, dari
hulu ke hilir, dalam satu kesatuan yang komprehensif, yang didasarkan atas
keunggulan komparatif dan kompetitif, kompetensi inti, dan kemampuan
produksinya dalam menunjang sektor industri.
2. Pengelolaan pengembangan baik dalam perencanaan maupun implementasi
program-program sektor selalu berorientasi pada aspek pasar dan permintaan
(demand) lokal, regional, nasional, dan global.
3. Pengelolaan secara strategis harus didukung faktor-faktor kunci
pengembangan suatu wilayah, termasuk faktor pendorongnya, yaitu SDM dan
tenaga ahli, infrastruktur, riset dan teknologi, serta data dan teknologi informasi.
4. Peran pemerintah cukup besar dan dituntut kreatif dan berinovasi dalam
lingkup perannya sebagai :
a) Sumber investasi publik di bidang infrastruktur, pendidikan dan
pelatihan dalam rangka meningkatkan SDM dan menciptakan tenaga-tenaga ahli
berkompeten, penelitian dan pengembangan, informasi, jasa pelayanan, serta
pemberdayaan masyarakat lokal (UKM).
b) Fasilitator sekaligus Koordinator antarsektor, antardaerah, dan
antarstakeholders, untuk mencapai sinergitas di antara seluruh pelaku
pembangunan di daerah.
c) Pencipta suasana iklim usaha yang menarik minat investasi, baik dalam
bentuk berbagai kemudahan perijinan dan insentif, penyediaan dan penjaminan
modal dan investasi, keuangan, peraturan perundangan, keamanan, serta
penegakan hukumnya.
5. Koordinasi dalam proses perencanaan, implementasi, sampai kepada
pengendalian, dalam lingkungan internal selalu melibatkan keterkaitan antarsektor/
program/institusi, dan dalam lingkungan eksternal melibatkan kerjasama antar
daerah/wilayah, antar subregion, atau antarnegara. Tujuannya adalah terbentuknya
jaringan kerjasama dalam pengembangan produk dan pasarnya, serta tergalangnya
kemitraan antar berbagai komponen pelaku pembangunan.
Dengan demikian, pengembangan ekonomi daerah dengan pendekatan
pengembangan wilayah, seyogyanya memerlukan prakondisi, untuk dapat dilaksanakan
dalam sebuah manajemen yang strategis.

SUMBER BACAAN :

Alkadri et all, 1999. Manajemen Teknologi Untuk Pengembangan Wilayah, BPPT.


Jakarta
Bappenas dan P4W FP-IPB, 2002. Kajian Penyusunan Arahan Strategi
Pengembangan Inter-Regional Berimbang, Jakarta.
Boar, Bernhard H., 1993, The Art of Strategic Planning for Information Technology,
Crafting Strategy for The 90s, John Wiley & Sons, Inc., New York.
Brian J. Berry et all, 1997. The Global Economy in Transition
Hitt, Ireland, & Hoskisson, 1999. Manajemen Strategis Menyongsong Era Persaingan
dan Globalisasi.
Mahmud Thoha, 2001. Globalisasi: Antara Harapan dan Kecemasan, suntingan
tulisan dalam Globalisasi Krisis Ekonomi, dan Kebangkitan Ekonomi Kerakyatan,
Pustaka Quantum, Jakarta.
Peter F. Drucker, 1986. The Changed World Economy, dalam the Frontiers of
Management.
Porter, Michael, 1993, Keunggulan Bersaing : Menciptakan dan Mempertahankan
Kinerja Unggul, Binarupa Aksara, Jakarta.
Soekartawi. 1990. Prinsip Dasar Perencanaan Pembangunan. Rajawali Press. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai