Anda di halaman 1dari 21

4.

1 Pendahuluan

Kontrol proses adalah suatu istilah yang dipakai untuk menguraikan setiap kondisi, baik bagi alamiah
maupun buatan, dengan mana suatu besaran fisik diatur. Masalah yang paling sering dan mudah kita
rasakan adalah yang ada kaitannya dengan suhu dan fenomena-fenomena thermal lainnya. D
lingkungan alami kita, bisa ditemukan beberapa teknik diatur suhu pada fungsi tubuh kehidupan.
Pada lingkungan buatan, manusia telah berurusan dengan masalah diatur sejak pencarian
kehangatan dalam bentuk nyala api. Diatur suhu di industri merupakan hal yang makin lama makin
dirasakan penting bersama dengan makin lajunya teknologi. Pada bab ini, pertama kita akan
berhubungan dengan pengembangan pemahaman prinsip-prinsip energi thermal dan suhu, serta
selanjutnya mengembangkan suatu pengetahuan kerja tentang berbagai transduser thermal yang
dipakai untuk mengukur suhu.

4.2 Definisi Suhu

Kita mengetahui bahwa material terdiri dari sejumlah atom. Setiap komponen alami yang jumlahnya
92 diwakili oleh tipe atom tertentu. Material yang ada di sekeliling kita biasanya bukan komponen
murni, tetapi merupakan gabungan dari atom-atom sejumlah komponen yang membentuk molekul.

Jadi, helium adalah sebuah komponen alami yang terdiri dari suatu tipe atom tertentu, sedangkan
air terdiri dari molekul-molekul yang setiap molekulnya terdiri dari gabungan antara dua atom
hydrogen dan satu atom oksigen. Pada waktu merepresentasikan hubungan-hubungan fisik atau
interaksi komponen dan molekul di suatu material, baik yang berupa gas, cair maupun padat.

4.2.1 Energi Thermal

Benda Padat

Di setiap bahan padat, atom-atom atau molekulnya tertarik dan terikat dengan kuat satu sama lain,
sehingga tidak ada atom yang bisa bergerak jauh dari lokasinya atau dari posisi kesetimbangannya.
Kita akan memperkenalkan konsep energi thermal dari segi pengurutan molekul. Perhatikan sebuah
bahan padat yang berarti bahan molekul-molekulnya ada dalam kesadaan diam. Bahan seperti ini
disebut mempunyai energy thermal nol 𝑊𝑡ℎ= 0 . jika sekarang kita tambahkan energi pada material
ini dengan cara menempatkannya pada sebuah sekitar posisi kesetimbangan. Kita dapat mengatakan
bahwa sekarang bahan mempunyai energy thermal tertentu, 𝑊𝑡ℎ> 0 .

Benda Cair
Jika kita banyak lagi energi yang ditambahkan kepada bahan tersebut, gabungannya menjadi lebih
besar seiring dengan kenaikan energi thermal. Akhirnya tercapai suatu kondisi dimana tarikan ikatan
yang menjaga molekul-molekul pada posisi kesetimbangannya menjadi teratasi dan molekul-molekul
ini berserakan dan dan bergerak disekitar bahan tersebut. Ketika hal ini terjadi, kita katakan bahwa
bahan mencair dan berubah menjadi cairan. Sekarang, walaupun molekul-molekulnya masih tetap
tertarik satu sama lain, energi thermal cukup besar untuk membuat molekul-molekul untuk bergerak
di sekitar material dan tidak lagi menjaga struktur kaku dari bahan padat. Selain berurutan, orang
juga mempertimbangkan molekul-molekul tersebut untuk saling meluncur satu sama lain, dan
kecepatan rata-ratanya merupakan ukuran dari energi thermal yang diberikan kepada material
tersebut.

Gas

Peningkatan lebih lanjut kepada material akan membuat kecepatan molekul-molekul sampai
akhirnya molekul-molekul mempunyai molekul lain. Kondisi seperti ini diwujudkan oleh mendidihnya
material tersebut. Pada waktu material terdiri dari molekul-molekul tak bersentuhan yang bergerak
secara acak melalui suatu volume kandungan, kita katakan bahwa material tersebut telah berubah
menjadi gas. Molekul-molekul tersebut masih saling bertumbukan satu sama lain dan juga terhadap
dinding-dinding bejana. Disini sekali lagi kecepatan rata-rata molekul merupakan ukuran dari energi
thermal yang diberikan kepada molekul-molekul material tersebut.

Perhatikan bahwa semua material bisa tidak menjalani kondisi diatas pada energi thermal yang sama
dan bahkan beberapa material sama sekali tidak mengalami. Jadi, nitrogen dapat berupa cairan,
benda padat atau gas, tetapi kertas harus mengalami pemecahan molekul-molekulnya terlebih
dahulu sebelum keadaan gas atau cairannya bisa tercapai. Subyek keseluruhan dari transduser-
transduser thermal ini berkaitan dengan pengukuran energi thermal suatu material atau suatu
lingkungan yang mengandung sejumlah material yang berlainan.

4.2.2 Suhu

Jika kita akan mengukur energi panas (thermal), kita harus mempunyai satuan untuk dapat
mengelompokan pengukuran. Satuan-satuan ini semula adalah panas dan dingin. Awalnya memang
ini memenuhi, akan tetapi hal ini tidak cukup untuk pemakaian pada jaman modern. Satuan yang
tepat untuk energi thermal adalah joule dari sampel yang ada pada metrik, tetapi hal ini sebenarnya
tergantung pada ukuran bahan karena satuan ini menunjukkan jumlah energi panas yang ada. Jadi
ukuran energi panas rata-rata per molekul dalam joule, dapat digunakan untuk menentukan energi
panas. Sayangnya satuan ini secara tradisional jarang dipakai. Sebagai ganti, sekumpulan satuan
khusus yang asalnya ada dalam sejarah pengukuran energi panas, dipakai untuk menentukan energi
rata-rata per molekul dari satuan bahan. Kita akan membahas empat satuan yang sangat umum.
Dalam setiap kasus, nama yang dipakai untuk menggambarkan energi panas per molekul dari suatu
material dihubungkan dengan suatu pernyataan bahwa bahan mempunyai suatu tingkat suhu
tertentu, dan kumpulan satuan yang berlainan kembali pada suatu skala suhu.

Kalibrasi

Untuk dapat menetapkan skala-skala suhu, dipergunakan suatu perkumpulan titik kalibrasi, dimana
untuk masing-masing kumpulan tersebut energi thermal rata-rata ditetapkan dengan baik melalui
kondisi-kondisi kesetimbangan yang ada antara keadaan padat, cair atau gas dari berbagai material
murni. Jadi sebagai contoh, suatu keadaan keseimbangan terjadi antara fasa padat dan cair suatu zat
murni ketika laju perubahan fasa maka sama besarnya untuk arah-arah lain, cair ke padat, dan dari
padat ke cair.

Beberapa titik kalibrasi baku adalah:

1. Okesigen : keseimbangan cair/gas


2. Air : keseimbangan padat/cair
3. Air : keseimbangan cair/gas
4. Emas : keseimbangan padat/cair

Berbagai skala suhu ditetapkan dengan menetapkan harga-harga angka dari suhu-suhu diatas titik
kalibrasi dan titik kalibrasi tambahan. Pada dasarnya skala-skala tersebut berbeda dalam dua hal:

1. Lokasi titik 0 dari suhu


2. Ukuran dari satuan pengukuran, yaitu energi thermal rata-rata per molekul yang diberikan
oleh satu satuan skala

Skala Suhu Absolut

Suatu skala suhu absolut adalah suatu skala yang menetapkan suatu suhu satuan 0 terhadap bahan
yang tidak mempunyai energi thermal, yaitu tidak mempunyai pengurutan molekul. Ada dua skala
yang umum dipakai yaitu skala kelvin dalam kelvin (K) dan skala rankine dalam derajat rangkine (R) .
Skala-skala suhu ini berbeda hanya dalam jumlah energi yang disajikan dalam satu satuan ukur, yaitu
dengan demikian ada suatu kesebandingan sederhana yang menghubungkan suhu dalam °R ke skala
suhu dalam K. Tabel 4.1 memperlihatkan harga-harga suhu dalam kelvin dan derajat rankine pada
titik-titik kalibrasi yang sudah diperkenalkan sebelumnya. Dari tabel ini kita dapat menentukan
perubahan suhu dalam K ke °R dan sebaliknya. Untuk melakukan hal ini, kita catat bahwa beda suhu
antara titik cair/padat dan titik air dalam bentuk cair/gas adalah 100 K dan 180 °R , karena kedua
bilangan ini mengemukakan selisih energi thermal yang sams, maka jelas 1 K harus lebih besar dari 1
derajat R dengan perbandingan:
180 9
1 K = 100 (1° R) = 5 (1° R)

Jadi perubahan antara skala diberikan oleh:

5
𝑇 (𝐾) = 9 𝑇 (°R) (4-1)

Dimana: T (K) = Suhu dalam K

T (°R) = Suhu dalam derajat R


Tabel 4.1 Titik Kalibrasi Skala Suhu

Titik kalibrasi Suhu


K °R °F °C
Energi Thermal Nol 0 0 -459,6 -273,15
Oksigen = cair/gas 90,18 162,3 -297,3 -182,97
Air = cair/padat 273,15 491,6 32 0
Air = cair/gas 373,15 671,6 212 100
Emas = padat/cair 1336,15 2405 1945,5 1063

Contoh 4.1

Sebuah bahan mempunyai suhu sebesar 335 K. Carilah suhunya dalam °R

Penyelesaian : T (K) = 335


9 9
T (°R) = 5 𝑇 (K) = 5 . 335 = 603 °R

Skala Suhu Relatif

Skala-skala suhu relatif berbeda dari skala suhu absolut hanya dalam pergeseran suhu nolnya. Jadi,
pada waktu skala-skala ini menunjukan suhu nol, energi thermal dari sample tidaklah nol. Kedua
skala suhu ini adalah skala Celsius (yang berkaitan dengan kelvin) dan skala Fahrenheit (yang
berkaitan dengan skala rankine). Kedua skala suhu tersebut masing-masing ditunukan dengan simbol
°C dan °F. Tabel 4.1 memperlihatkan berbagai titik kalibrasi dari skala-skala ini. Perhatikan bahwa
jumlah energi yang diwakili oleh 1 °C adalah sama dengan yang ditandai oleh 1 K, akan tetapi nolnya
bergeser, sehingga:

T (°C) = T(K) – 273,15 (4-2)

Dengan cara yang serupa, ukuran dari 1 °F sama dengan ukuran dari 1°R dengan suatu pergeseran
skala pergeseran skala sebesar 32 memisahkan keduanya, sehingga:

𝑇(℉) = 𝑇 (°𝑅) − 459,6 (4-3)

Untu mengubah dari Celcius ke Fahrenheit, kita cukup mencatat bahwa kedua skala ini berbeda dari
ukuran derajatnya hanya dalam K dan °R , dan suatu pergeseran skala sebesar 32 memisahkan
keduanya, sehingga:
9
𝑇 (℉) = 5 𝑇 (℃) + 32 (4-4)
Hubungan terhadap energi thermal

Kita bisa menghubungkan suhu dengan energi thermal terjadi dengan mempergunakan konstanta
Boltzmann. Walaupun tidak benar untuk semua kasus, hal ini merupakan suatu pendekatan yang
baik untuk menyatakan bahwa energi thermal Wth dari suatu molekul dapat dicari dari suhu absolut
dalam K dari :
3
𝑊𝑇𝐻 = 2 𝑘𝑇 (4-5)

Dimana : 𝑘 = 1,38 𝑥 10¯²³ 𝐽/𝐾

= konstanta Boltzmann

Jadi kita bisa menentukan kecepatan thermal rata-rata, Wth dari suatu molekul gas dengan
menyamakan energi kinetic molekul terhadap energy thermalnya :

1 3
2
𝑚𝑣𝑇𝐻² = 𝑊𝑇𝐻 =
2

VTH = √3𝑘𝑇/𝑚

Dimana: m = massa molekul dalam kg.

Contoh 4.2 Nyatakan suhu sebesar 144,5 °C dalam:

(a). 𝐾

(b). °𝐹

Penyelesaian: (𝑎). 𝑇(𝐾) = 𝑇(℃) + 273,15

= 144,5 + 273,15 = 417,65 𝐾


9
(𝑏). 𝑇 (°𝐾) = 𝑇(℃) + 32
5

9
= 5 (144,5 ℃) + 32 = 292,1 ℉
4.3 RESISTANSI LOGAM DENGAN PERALATAN SUHU

Salah satu cara untuk menyatakan suhu dalam besaran listrik adalah dengan memanfaatkan
perubahan resistansi bahan akibat perubahan suhu. Dalam hal demikian resppon wakttu harus
diperhatikan karena untuk mendapatkan ukuran yang tepat harus ditunggu sampai alat/bahan
menjadi panas yang seimbang dengan lingkungannya.

4.3.1 Resistansi Logam Versus Suhu

Logam adalah komponen atom dalam keadaan padat, atom berada pada posisi seimbang dengan
vibrasi lapisan atas disebabkan oleh energi panas. Setiap atom memberikan satu electron, disebut
electron valensi, yang dapat bergerak bebas, ini menjadi electron konduksi. Kita mengatakan, untuk
materi seluruhnya bahwa pita valensi electron dari pita konduksi elektron dalam materi melebihi
dalam energi yang ditunjukkna gambar 4.1a. kebalikan dengan semi konduktor seperli yang
diperlihatkan gambar 4.1b. dalam skema yang sama, gambar 4.1c menujukkan bahwa isolator
mempunyai perbedaan yang luas antara elektron valensi dan konduksi.

Gambar 4.1 Pita energi untuk material benda padat

Bahan elektron logam bergerak bebas keseluruh materi ini akan menentukan kondisi pada
suhu nol mutlak.
Gambar 4.2 menunjukkan efek penambahan resistansi dengan suhu untuk beberapa logam.
Grafik menujukkan resistansi relative dengan suhu untuk logam khusus kemurnian tinggi. Contoh
pada suhukonstan (T) menggunakan persamaan

(T= konstan) (4-7)

Dimana : R = resistansi (Ω)

l = panjang (m)

A = luas area (m2)

= Resistivitas (
Gamabar 4.2 penambahan resistansi logam linear dengan suhu

Pada persaman (4-7) prinsip penambahan resistan dengan suhu yaitu dengan mengubah resistansi
logam dengan suhu. Jika resistansi logam diketahui sebagai fungsi temperatur, persamaan (4-7)
dapat digunkan untuk determinan resistan partikel materi pada suhu sama. Dalam kenyataan kurva
yang ditunjukkan oleh gambar 4.2 adalah kurva resistivitas dengan suhu.

(4-8)

4.3.2 Pendekatan Resistansi Versus Suhu

Kurva pada gambar 4.2 menunjukkan kurva sangat mendekati linear. Ini diperlukan untuk
mengembangkan aproksimasi analisa persamaan pada resistansi dengan temperature dan partikel
logam.

Pendekatan Liniar

Aproksimasi linear dapat dikembangkan untuk aproksimasi resistansi dengan suhu (R-T). Pada
gambar 4.3 kita melihat kurva R – T dari beberapa materi. Disini garis lurus digambar antara poit
yang mewakili suhu T1 dan T2 , dan T0 mewakili titik tengah suhu. Persamaan garis lurus merupakan
aproksimasi linear untuk kurva dari T1 ke T2. persamaan garisnya adalah

T1 < T < T2 (4-9)

dimana

R(T) = aproksimasi dari resistan pada suhu T

R(T0) = resistansi pada suhu T0

T = T – T0

= perubahan fraksi dalam resistansi per derajat pada T0


Alasan untuk menggunkan sebagai slop fractional dari kurva R – T adalah karea ini konstan sehingga
dapat digunakan untuk kasus dimensi fisik yang lain ( panjang dan luas) dari beberapa macam kawat.
Catatan tergantung suhu tengah To. Harga dapat ditemukan dari harga resistan dan suhu grafik
lain, sebagaimana diperlihatkan gambar 4.2

Gamabr 4.3 garis l linear aproksimasi dari resistan denan suhu antara T1dan T2

. (slope pada To) (4-10)

atau untuk contoh dari gamabr 4.3


(4-11)

dimana

R2 = resistansi pada T2

R1 = resistansi pada T1

Catatan bahwa mempunyai invers suhu dan tergantunng scala suhu yang digunakan.

Pendekatan Kuadratik

Aproksimasi kuadrat kurva R-T lebih akurat digunakan pada beberapa jenis tingkatan diantara
berapa tingkat suhu. Ini menyangkut keduanya hubungan linear seperti sebelumnya, dan hubungan
suhu yang membentuk kotak. Seperti persaman dibawah 4 - 12 :

(4-12)

dimana

R(T) = aproksimasi kuadrat dari resistan pada T

R(To) = resistan pada T0

= perubahan fractional linear dalam resistan dengansuhu

T = T-To
= perubahan fractional linear dalam resistan dengansuhu

Harga dari dan ditentukan dari tabel atau grafik sebagai indikasi dalam contoh , menggunakan
harga resistan dan suhu pada 3 titik. Seperti sebelumnya, kedua dan tergantung suhu yang
digunakan.

Seperti contoh menunjukkan bagaimanan aproksimasi linear dibentuk

4.3.3 Resistor Detektor Suhu

Sebuah RTD (resistancy-temperature detector) adalah sebuah transduser suhu yang didasarkan pada
prinsip yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu tahanan logam yang naik denagn kenaikan suhu.
Logam yang dipakai adalah bervariasi dari platinum yang mampu dipakai berulang-ulang, sangat
sensitif, dan sabgat mahal sampai nikel yang tidak dapat dipakai berulang-ulang, lebih sensitif dan
lebih murah.]

SENSITIVITAS

Perhitungan sensitivitas RTD dapat dicatat dari nilai tipical dari perubahan kecil yang linier dalam
tahanan dengan suhu. Untuk platinum, nilai ini secara tipical adalah berkisar 0.004/0C dan untuk
nikel adalah 0.005/0C. Sehingga, dengan platinum, sebagai contoh sebuah perubahan hanya 0.4W
akan mengubah 100W pada RTD dengan perubahan suhu 10C. Biasanya spesifikasi akan disediakan
dalam bentuk informasi kalibrasi dan grafik tahanan versus suhu atau berbentuk tabel harga-harga
dari mana sensitivitas dapat ditentukan.untuk material yang sama tetapi nilainya relativ konstan
karena merupakan fungsi dari tahanan.

TANGGAPAN WAKTU

Secara umum, RTD mempunyai tanggapan waktu dari 0.5 sampai 5 datik atau lebih. Lambatnya
respon disebabkan lambatnya konduktivitas panas yang membawa perangkat ke keseimbangan
panas dengan lingkungannya. Umumya, kontanta waktu ditentukan oleh kondisi “free air” atau
kondisi “oil bath”. Dalam kasus pembentukan, ada kontak panas dan karenanya, respon lambat, dan
akhirnya kontak panas yang baik dan respon cepat. Nilai ini memberikan range dari tanggapan waktu
sampai yang diharapkan sesuai dengan aplikasi.

KONSTRUKSI
Sebuah RTD, tentunya denagn mudah digambarkan sebagai sebuah kawat yang resistansinya
dimonitor sebagai fungsi suhu. Konstruksi ini serupa dengan gulungan kawat atau potongan kawat
untuk mencapai ukuran kecil dan meningkatkan konduktivitas panas untuk mengurangi tanggapan
waktu. Dalam beberapa kasus, gulungan terlindungi dari lingkungan oleh lapisan atau kaleng
pelindung yang meningkatkan tanggapan waktu tetapi memerlukan perlawanan terhadap
lingkungan.

PENGKONDISIAN SINYAL.

Dengan perubahan fraksional yang sangat kecil dari resistansi dengan suhu (0.4%), RTD pada
umumnya digunakan pada rangkaian jembatan dengan semua kondisi yang dideteksi secara akurat.
Untuk aplikasi proses kontrol, jembatan memerlukan “self-nulling”. Output dari rangkaian “nulling”
menghasilkan keluaran kontroller dari 4 sampai 20 mA atau 10 sampai 50 mA. Gambar 4.4
mengilustrasikan ciri-ciri penting dari sistem demikian. Baris kompensasi pada kaki R3 jembatan
diperlukan ketika panjang timah adlah sangat panjang sehingga gradien panas pada kaki RTD
menyebabkan perubahan pada baris resistansi. Perubahan ini akan menyebabkan keterlambatan
informasi kesalahan, sebagai akibat perubahan resistansi RTD. Dengan menggunakan garis
kompensasi, perubahan resistansi yang sama juga muncul pada R3.

Umpan balik dari kontroller dapat terjadi dalam beberapa bentuk, tergantung dari perubahan
penyetingan R2 menuju sumber arus yang menyediakan arus nol sebagaimana pada rangkaian
jembatan seimbang. Karena RTD adalah resistansi, maka ada daya terdissipasi I2R oleh peralatan itu
sendiri yang menyebabkan sedikit efek panas, atau pemanasan sendiri. Hal ini juga dapat
menyebabkan pembacaan yang salah. Jadi, arus yang menuju RTD harus dijaga cukup rendah dan
konstan untuk menghindari pemanasan sendiri. Secara mendasar, konstanta dissipasi biasanya
disediakan pada spesifikasi RTD. Angka ini berhubungan dengan kebutuhan daya untuk
meningkatkan suhu RTD per satu derajat. Jadi, konstanta dissipasi 25mW/0C menunjukkan bahwa
jika rugi daya I2R pada RTD sama dengan 25 mW, kemudian RTD akan terpanaskan dengan 10C.

Konstanta dissipasi biasanya ditentukan oleh dua kondisi, udara bebas dan “well-stirred oil
bath”. Hal ini disebabkan perbedaan dalam kapasitas media untuk membawa panas keluar dari
perangkat. Kenaikan Suhu pemanasan sendiri dapat ditemukan dari daya dissipasi oleh RTD dan
konstanta dissipasi.

(4-13)

dimana = kenaikan suhu karena pemanasan sendiri dalam 0C

P = dissipasi daya pada RTD dalam W


= konstanta dissipasi dari RTD dalam

Gambar 4.4 garis kompensasi pada rangkaian pengkondisi sinyal RTD


4.4 Thermistor

Thermistor merupakan kelas lain dari tranducer yang melakukan pemgukuran suhu berdasarkan
perubahan resistansi bahan.

4.4.1 Resistansi Semikonduktor Versus Suhu

Berbeda dengan logam.Pada bahan semikonduktor elektron-elektron yang ada di dalamnya masing²
terikat dengan kekuatan yang cukup.Kesenjangan energi sebesar ∆Wg.Material seperti itu adalah
sebagai isolator,dikarenakan tidak ada elektron konduksi yang membawa arus melewati
material.Pada saat suhu material dinaikkan molekul- molekul bervibrasi.Dalam kasus semi konduktor
vibrasi seperti ini memberikan energi tambahan bagi elektron- elektron valensi.Pada waktu energi ini
sama atau melampaui kesenjangan energi ∆Wg elektron-elektron ini menjadi bebas dari molekul-
molekulnya.Semikonduktor akan menjadi konduktor arus yang lebih baik jika suhu dinaikkan,yaitu
jika resistansinya di turunkan.

Energi thermal yang dapat memberikan energi yang mampu mengetahui energi kesenjangan pita
∆Wg secara umum suatu material di klasifikasikan sebgai semikonduktor jika energi kesenjangan
berkisar antara 0.01 sampai 4 ev (1 eV 1,6 × 10^–¹9 j)

4.4.2 Thermistor

Thermistor adalah suatu tranducer suhu yaby telah dikembangkan dari prinsip-prinsip di atas dengan
memperhatikan perubahan resistansi semi konduktor terhadao suhu.Material semi konduktor
dipergunakan sesuai dengan daerah suhu,sensitivitas daerah resistansi,seta faktor-faktor laiinnya

Sensitivitas.

Sensivitas sebuah thermistor adalah faktor yang penting dalam aplikasinya.Perubahan resistansi
sebesar 10% per derajat celcius merupakan hal yang umum.Jadi sebuah thermistor dengan
resistansi nominal sebesar 10 kilo ohm dan juga bisa berubah sebesar 1 kilo ohm untuk perubahan
suhu sebesar1°c

Kontruksi

Bentuk- bentuk umumnya adalah bentuk cakram, batang,dan manik-manik laiinya

Ukurunnya bervariasi daeri bentuk manik-manik berdiameter 1 mm sampai bentuk cakram


berdiameter cm ataupun ketebalan cm

Waktu Tanggap

Waktu tanggap sebuah thermistor prinsipnya tergantung pada kuantitas material yang ada dan
lingkungannya untuk thermistor manik-manik terkecil yang ada dalamn minyak (oli) waktu
tanggapnya 0,5 detik.

Pengkondisian Sinyal

Karena sebuah thermistor menyajikan perubahan resistansi yang besar terhadap suhu,banyak
aplikasi rangkaian yang dimungkinkan.Dalam sebuah kasus, sebuah rangkaian jembatan dengan
deteksi nol (gunanya untuk menjaga suatu suhu tertentu) dipakai karena gambaran non linier dari
thermistor menyulitkan pemakaiaanya sebagai sebuah alat pengukur yang aktual.Karena peralatan
ini berupa resistansi- resistansi dan harus berhati-hati dalam memastikan bahwa disipasi daya pada
thermistor tidak melebihi batas yang di bolehkan atau bahkan mengganggu lingkungan suhunya
yang sedang di ukur
Termokopel

Termokopel (Thermocouple) adalah jenis sensor suhu yang digunakan untuk mendeteksi atau
mengukur suhu melalui dua jenis logam konduktor berbeda yang digabung pada ujungnya
sehingga menimbulkan efek “Thermo-electric”. Efek Thermo-electric pada Termokopel ini
ditemukan oleh seorang fisikawan Estonia bernama Thomas Johann Seebeck pada Tahun 1821,
dimana sebuah logam konduktor yang diberi perbedaan panas secara gradient akan
menghasilkan tegangan listrik. Perbedaan Tegangan listrik diantara dua persimpangan (junction)
ini dinamakan dengan Efek “Seeback”.

Termokopel merupakan salah satu jenis sensor suhu yang paling populer dan sering digunakan
dalam berbagai rangkaian ataupun peralatan listrik dan Elektronika yang berkaitan dengan Suhu
(Temperature). Beberapa kelebihan Termokopel yang membuatnya menjadi populer adalah
responnya yang cepat terhadap perubahaan suhu dan juga rentang suhu operasionalnya yang
luas yaitu berkisar diantara -200˚C hingga 2000˚C. Selain respon yang cepat dan rentang suhu
yang luas, Termokopel juga tahan terhadap goncangan/getaran dan mudah digunakan.

Prinsip kerja Termokopel cukup mudah dan sederhana. Pada dasarnya Termokopel hanya terdiri
dari dua kawat logam konduktor yang berbeda jenis dan digabungkan ujungnya. Satu jenis
logam konduktor yang terdapat pada Termokopel akan berfungsi sebagai referensi dengan suhu
konstan (tetap) sedangkan yang satunya lagi sebagai logam konduktor yang mendeteksi suhu
panas.

Berdasarkan Gambar diatas, ketika kedua persimpangan atau Junction memiliki suhu yang
sama, maka beda potensial atau tegangan listrik yang melalui dua persimpangan tersebut
adalah “NOL” atau V1 = V2. Akan tetapi, ketika persimpangan yang terhubung dalam rangkaian
diberikan suhu panas atau dihubungkan ke obyek pengukuran, maka akan terjadi perbedaan
suhu diantara dua persimpangan tersebut yang kemudian menghasilkan tegangan listrik yang
nilainya sebanding dengan suhu panas yang diterimanya atau V1 – V2. Tegangan Listrik yang
ditimbulkan ini pada umumnya sekitar 1 µV – 70µV pada tiap derajat Celcius. Tegangan tersebut
kemudian dikonversikan sesuai dengan Tabel referensi yang telah ditetapkan sehingga
menghasilkan pengukuran yang dapat dimengerti oleh kita.

Termokopel Tipe E
Bahan Logam Konduktor Positif : Nickel-Chromium
Bahan Logam Konduktor Negatif : Constantan
Rentang Suhu : -200˚C – 900˚C

Termokopel Tipe J
Bahan Logam Konduktor Positif : Iron (Besi)
Bahan Logam Konduktor Negatif : Constantan
Rentang Suhu : 0˚C – 750˚C

Termokopel Tipe K
Bahan Logam Konduktor Positif : Nickel-Chromium
Bahan Logam Konduktor Negatif : Nickel-Aluminium
Rentang Suhu : -200˚C – 1250˚C

Termokopel Tipe N
Bahan Logam Konduktor Positif : Nicrosil
Bahan Logam Konduktor Negatif : Nisil
Rentang Suhu : 0˚C – 1250˚C

Termokopel Tipe T
Bahan Logam Konduktor Positif : Copper (Tembaga)
Bahan Logam Konduktor Negatif : Constantan
Rentang Suhu : -200˚C – 350˚C

Termokopel Tipe U (kompensasi Tipe S dan Tipe R)


Bahan Logam Konduktor Positif : Copper (Tembaga)
Bahan Logam Konduktor Negatif : Copper-Nickel
Rentang Suhu : 0˚C – 1450˚C

Termoelektrik (thermoelectric) adalah suatu fenomena konversi dari perbedaan temperatur menjadi
energi listrik atau sebaliknya. Fenomena ini telah dikembangkan menjadi menjadi suatu modul
sehingga dapat digunakan sebagai pembangkit listrik atau perangkat pendingin/pemanas.

Jika terdapat perbedaan temperatur antara sisi yang satu dengan yang lainnya, maka akan timbul
tegangan listrik searah yang keluar dari modul tersebut. Sebaliknya, jika tegangan listrik
searah diberikan ke modul termoelektrik, maka akan terjadi perbedaan temperatur antara kedua sisi
modul tersebut. Sisi yang dingin dapat digunakan sebagai pendingin dan sisi yang panas dapat
digunakan sebagai pemanas.
Dibandingkan dengan teknologi pendingin konvensional (berbasis refrigeran), termoelektrik memiliki
banyak kelebihan seperti: pemanas atau pendingin dapat diatur dengan mengubah arah arus listrik,
sangat ringkas, tidak ada getaran, handal, tidak ada perawatan khusus, dan tidak membutuhkan
refrigeran. Namun, kekurangan dari pendingin termoelektrik adalah koefisien kinerjanya relatif sangat
rendah.

Teknologi pendingin termoelektrik telah diterapkan di berbagai aplikasi seperti pendingin minuman dan
pendingin elektronik. Selain itu juga termoelektrik diterapkan sebagai alat pengontrol temperatur pada
sistem tertentu.
Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh ilmuwan Jerman, Thomas
Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara
kedua logam tersebut lalu diletakkan jarum kompas. Ketika sisi logam tersebut dipanaskan,
jarum kompas ternyata bergerak. Belakangan diketahui, hal ini terjadi karena aliran listrik yang
terjadi pada logam menimbulkan medan magnet. Medan magnet inilah yang menggerakkan
jarum kompas. Fenomena tersebut kemudian dikenal dengan efek Seebeck.
Penemuan Seebeck ini memberikan inspirasi pada Jean Charles Peltier untuk melihat kebalikan
dari fenomena tersebut. Dia mengalirkan listrik pada dua buah logam yang direkatkan dalam
sebuah rangkaian. Ketika arus listrik dialirkan, terjadi penyerapan panas pada sambungan kedua
logam tersebut dan pelepasan panas pada sambungan yang lainnya. Pelepasan dan
penyerapan panas ini saling berbalik begitu arah arus dibalik. Penemuan yang terjadi pada tahun
1934 ini kemudian dikenal dengan efek Peltier. Efek Seebeck dan Peltier inilah yang kemudian
menjadi dasar pengembangan teknologi termoelektrik.
Pada dunia elektronika, termokopel adalah sensor suhu yang banyak digunakan untuk
mengubah perbedaan suhu dalam benda menjadi perubahan tegangan listrik (voltase).
Termokopel yang sederhana dapat dipasang, dan memiliki jenis konektor standar yang sama,
serta dapat mengukur temperatur dalam jangkauan suhu yang cukup besar dengan batas
kesalahan pengukuran kurang dari 1 °C.

Termokopel paling cocok digunakan untuk mengukur rentangan suhu yang luas, hingga 2300 °C.
Sebaliknya, kurang cocok untuk pengukuran dimana perbedaan suhu yang kecil harus diukur
dengan akurasi tingkat tinggi, contohnya rentang suhu 0--100 °C dengan keakuratan 0.1 °C.
Untuk aplikasi ini, Termistor dan RTD lebih cocok. Contoh Penggunaan Termokopel yang umum
antara lain :

 Industri besi dan baja


 Pengaman pada alat-alat pemanas
 Untuk termopile sensor radiasi
 Pembangkit listrik tenaga panas radioisotop, salah satu aplikasi termopile.
4.6 Transduser Thermal Lainnya

Berikut ini diuraikan sejumlah peralatan lain atau metode-metode lain dari pengukuran suhu yang
juga sering dipakai. Salah satunya metode pirometrik yaitu pengukuran suhu memakai radiasi
elektromagnetik yang dipancarkan sebanding dengan suhu. Teknik ini didiskusikan secara rinci
nantinya pada bab 6. Sedangkan teknik yang lainnya akan diuraikan pada bab ini.

4.6.1 Keping Bimetal

Tipe transduser suhu ini mempunyai sifat ketepatan yang relative kurang , mempunyai (histerisis)
sifat yang yang dimana sebuah system tersebut gagal untuk kembali ke keadaan semula atau
sebelumnya, setelah penyebab dari perubahan-perubahan tersebut dihilangkan. Mempunyai umpan
balik waktu yang relative rendah, dan biayanya yang murah.

Ekspansi thermal

Ekspansi termal adalah perubahan dimensi yang terjadi akibat adanya perubahan temperature.
Perhitungan untuk mendapatkan koefisien ekspansi termal dilakukan dengan mengamati perubahan
panjang sampel akibat kenaikan temperature yang terjadi. Besarnya koefisien ekspansi termal
dipengaruhi oleh molekul pada suatu material. Walaupun kita bisa berbicara tentang ekspansi
volume, tetapi kita akan membicarakan ekspansi panjang jika kita berurusan dengan benda padat.
Jadi, sebagai contoh kita memiliki batang sepanjang l0 sebagaimana diperlihatkan pada gambar 4.10,
dan kemudian suhunya menjadi T, maka batang tersebut akan mempunyai panjang L :

L = l0 ( l + r ∆T ) (4-16)

Dimana :

∆T = T – T0

r = koefisiensi ekspansi termal linear

Koefisiensi ekspansi ini diberikan pada table 4.3


Tabel 4.3 Koefisien ekspansi termal

Material Koefisiensi ekspansi


Aluminium 25 × 10-6/°c
Tembaga 16,6 × 10-6/°c
Baja 6,6 × 10-6/°c
Beryllium/tembaga 9,3 × 10-6/°c

Transduser bimetal

Transduser termal yang memanfaatkan efek yang dibahas diatas terjadi pada waktu dua buah
material dengan koefisien-koefisien ekspansi termal yang berbeda yang dilekatkan secara bersama-
sama. Jadi, ketika dipanasi, laju ekspansi yang berbeda ini akan mengakibatkan pembengkekokan
sebagaimana pada gambar 4.11. efek ini dapat dipakai untuk menutup kontak kontak saklar, atau
untuk mengaktifkan suatu mekanisme pada waktu suhu dinaikkan ke suatu nilai yang diinginkan.
Efek ini juga dipakai untuk indicator suhu. Dengan memakai rakitan ini, guna merubah suatu gerakan
ke suatu nilai.
4.6.2 Termometer gas

Prinsip kerja dari thermometer gas didasarkan

Anda mungkin juga menyukai