Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA KEPALA

Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Neurobehaviour
Dosen Pengampu: Ns. Widyaningsih, S.Kep. MAN

Oleh :

Nama NIM
Wahyu W. Aditantri 1707176
Moh Irsyad .A 1707170
Fathur Rokhim 1707165
Sri Restiana 1707172
Maria Inoprimawati 1707168
Diyatmika Atmasari 1707162

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah YME karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami selaku
penulis akhirnya dapat menyelesaikan laporan pendahuluan dengan judul “Laporan
Pendahuluan Trauma Kepala” sebagai tugas kelompok dalam semester ini.
Makalah ini disusun dari berbagai sumber reverensi yang relevan, baik buku-buku diktat
kedokteran dan keperawatan, artikel-artikel nasional dan internasional dari internet dan lain
sebagainya. Semoga saja makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri khususnya
maupun bagi para pembaca pada umumnya.
Tujuan dari penulisan makalah ini agar kita sebagai mahasiswa semakin memahami
tentang Trauma kepala dalam keperawatan Neurobehaviour & kita dapat memberikan asuhan
keperawatan pada pasien. Kami berterima kasih dosen mata kuliah Sistem Neurobehavior Ns.
Widyaningsih, S.Kep. MAN yang telah memberi kami tugas ini dan teman-teman kelompok
yang telah membantu menyesaikan makalah ini.
Tentu saja sebagai manusia, penulis tidak dapat terlepas dari kesalahan. Dan penulis
menyadari makalah yang dibuat ini jauh dari sempurna. Karena itu penulis merasa perlu
untuk meminta maaf jika ada sesuatu yang dirasa kurang. Penulis mengharapkan masukan
baik berupa saran maupun kritikan demi perbaikan yang selalu perlu untuk dilakukan agar
kesalahan - kesalahan dapat diperbaiki di masa yang akan datang.

Semarang, Juni 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ ii


DAFTAR ISI........................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................................ 1
B. TUJUAN ..................................................................................................................................... 1
BAB II LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA KEPALA............................................................... 2
A. PENGERTIAN ........................................................................................................................... 2
B. ETIOLOGI .................................................................................................................................. 2
C. PATOFISIOLOGI & PATHWAY.............................................................................................. 2
D. MANIFESTASI KLINIS ............................................................................................................ 5
E. JENIS TRAUMA KEPALA ....................................................................................................... 5
F. KOMPLIKASI ............................................................................................................................ 7
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG ................................................................................................ 9
H. PENATALAKSANAAN ............................................................................................................ 9
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA KEPALA .............. 10
A. PENGKAJIAN .......................................................................................................................... 10
B. DIAGNOSA .............................................................................................................................. 11
C. INTERVENSI ........................................................................................................................... 12
D. IMPLEMENTASI ..................................................................................................................... 18
E. EVALUASI............................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Head injury (Trauma kepala) termasuk kejadian trauma pada kulit kepala, tengkorak
atau otak.
Batasan trauma kepala digunakan terutama untuk mengetahui trauma cranicerebral,
termasuk gangguan kesadaran.
Kematian akibat trauma kepala terjadi pada tiga waktu setelah injury yaitu :
1. Segera setelah injury.
2. Dalam waktu 2 jam setelah injury
3. rata-rata 3 minggu setelah injury.
Pada umumnya kematian terjadi setelah segera setelah injury dimana terjadi trauma
langsung pada kepala, atau perdarahan yang hebat dan syok. Kematian yang terjadi dalam
beberapa jam setelah trauma disebabkan oleh kondisi klien yang memburuk secara
progresif akibat perdarahan internal. Pencatatan segera tentang status neurologis dan
intervensi surgical merupakan tindakan kritis guna pencegahan kematian pada phase ini.
Kematian yang terjadi 3 minggu atau lebih setelah injury disebabkan oleh berbagai
kegagalan sistem tubuh.
Faktor 2 yang diperkirakan memberikan prognosa yang jelek adalah adanya intracranial
hematoma, peningkatan usia klien, abnormal respon motorik, menghilangnya gerakan
bola mata dan refleks pupil terhadap cahaya, hipotensi yang terjadi secara awal,
hipoksemia dan hiperkapnea, peningkatan ICP.
Diperkirakan terdapat 3 juta orang di AS mengalami trauma kepala pada setiap tahun.
Angka kematian di AS akibat trauma kepala sebanyak 19.3/100.000 orang. Pada
umumnya trauma kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas atau terjatuh.

B. TUJUAN
1. Mengetahui tinjauan teoritis dari Trauma Kepala.
2. Mengetahui asuhan keperawatan dari Trauma Kepala.

1
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA KEPALA

A. PENGERTIAN
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa
struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan
fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury Association of
America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital
ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006)
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung
pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)

B. ETIOLOGI
Dikelompokan berdasarkan mekanisme injury :
1. Trauma tumpul
2. Trauma tajam ( penetrasi)

C. PATOFISIOLOGI & PATHWAY


Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan beratringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan(aselerasi) terjadi
jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam,seperti trauma akibat
pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan bendatumpul. Cedera perlambatan
(deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yangsecara relatif tidak bergerak,
seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan inimungkin terjadi secara bersamaan
bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpakontak langsung, seperti yang terjadi bila
posisi badan diubah secara kasar dancepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan
pengubahan posisi rotasi pada kepala,yang menyebabkan trauma regangan dan robekan
pada substansi alba dan batangotak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
padapermukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.
Sebagaiakibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
2
serebraldikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi
hiperemi(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler,
sertavasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan
akhirnyapeningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat
menyebabkancedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan“menyebar”
sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih
khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputikontusio serebral
dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yangdisebabkan oleh
perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otakmenyebar dikaitkan
dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalamempat bentuk yaitu:
cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia,pembengkakan otak menyebar,
hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jeniscedera ini menyebabkan koma bukan
karena kompresi pada batang otak tetapikarena cedera menyebar pada hemisfer serebral,
batang otak, atau dua-duanya.

3
Pathway :

4
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari trauma kepala yaitu :
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebingungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untuk dibangunkan
10. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

E. JENIS TRAUMA KEPALA


1. Robekan Kulit Kepala
Robekan kulit kepala merupakan kondisi agak ringan dari trauma kepala. Oleh
karena kulit kepala banyak mengandung pembuluh darah dengan kurang memiliki
kemampuan konstriksi, sehingga banyak trauma kepala dengan perdarahan hebat.
Komplikasi utama robekan kepala ini adalah infeksi.

2. Fraktur Tulang Tengkorak


Fraktur tulang tengkoran sering terjadi pada trauma kepala. Beberapa cara untuk
menggambarkan fraktur tulang tengkorak :
a. Garis patahan atau tekanan
b. Sederhana, remuk atau compound
c. terbuka atau tertutup
Fraktur yang terbuka atau tertutup bergantung pada keadaan robekan kulit atau
sampai menembus kedalam lapisan otak. Jenis dan kehebatan fraktur tulang tengkorak
bergantung pada kecepatan pukulan, moentum, trauma langsung atau tidak. Pada
fraktur linear dimana fraktur terjadi pada dasar tengkorak biasanya berhubungan
dengan CSF. Rhinorrhea (keluarnya CSF dari hidung) atau otorrhea (CSF keluar dari
mata).

5
Ada dua metoda yang digunakan untuk menentukan keluarnya CSF dari mata
atau hidung, yaitu melakukan test glukosa pada cairan yang keluar yang biasanya
positif. Tetapi bila cairan bercampur dengan darah ada kecenderungan akan positif
karena darah juga mengadung gula. Metoda kedua dilakukan yaitu cairan ditampung
dan diperhatikan gumpalan yang ada. Bila ada CSF maka akan terlihat darah berada
dibagian tengah dari cairan dan dibagian luarnya nampak berwarna kuning
mengelilingi darah (Holo/Ring Sign).
Komplikasi yang cenderung terjadi pada fraktur tengkorak adalah infeksi
intracranial dan hematoma sebagai akibat adanya kerusakan menigen dan jaringan
otak. Apabila terjadi fraktur frontal atau orbital dimana cairan CSF disekitar
periorbital (periorbital ecchymosis. Fraktur dasar tengkorak dapat meyebabkan
ecchymosis pada tonjolan mastoid pada tulang temporal (Battle’s Sign), perdarahan
konjunctiva atau edema periorbital

3. Commotion Serebral
Concussion/commotio serebral adalah keadaan dimana berhentinya sementara
fungsi otak, dengan atau tanpa kehilangan kesadaran, sehubungan dengan aliran darah
keotak. Kondisi ini biasanya tidak terjadi kerusakan dari struktur otak dan merupakan
keadaan ringan oleh karena itu disebut Minor Head Trauma. Keadaan phatofisiologi
secara nyata tidak diketahui. Diyakini bahwa kehilangan kesadaran sebagai akibat
saat adanya stres/tekanan/rangsang pada reticular activating system pada midbrain
menyebabkan disfungsi elektrofisiologi sementara. Gangguan kesadaran terjadi hanya
beberapa detik atau beberapa jam.
Pada concussion yang berat akan terjadi kejang-kejang dan henti nafas, pucat,
bradikardia, dan hipotensi yang mengikuti keadaan penurunan tingkat kesadaran.
Amnesia segera akan terjadi. Manifestasi lain yaitu nyeri kepala, mengantuk,bingung,
pusing, dan gangguan penglihatan seperti diplopia atau kekaburan penglihatan.

4. Contusion Serebral
Contusio didefinisikan sebagai kerusakan dari jaringan otak. Terjadi perdarahan
vena, kedua whitw matter dan gray matter mengalami kerusakan. Terjadi penurunan
pH, dengan berkumpulnya asam laktat dan menurunnya konsumsi oksigen yang
dapat menggangu fungsi sel.

6
Kontusio sering terjadi pada tulang tengkorak yang menonjol. Edema serebral
dapat terjadi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan ICP. Edema serebral
puncaknya dapat terjadi pada 12 – 24 jam setelah injury. Manifestasi contusio
bergantung pada lokasi luasnya kerusakan otak. Akan terjadi penurunan kesadaran.
Apabila kondisi berangsur kembali, maka tingat kesadaranpun akan berangsur
kembali tetapi akan memberikan gejala sisa, tetapi banyak juga yang mengalami
kesadaran kembali seperti biasanya. Dapat pula terjadi hemiparese. Peningkatan ICP
terjadi bila terjadi edema serebral.

5. Diffuse Axonal Injury


Adalah injury pada otak dimana akselerasi-deselerasi injury dengan kecepatan
tinggi, biasanya berhubungan dengan kecelakaan kendaraan bermotor sehingga terjadi
terputusnya axon dalam white matter secara meluas. Kehilangan kesadaran
berlangsung segera. Prognosis jelek, dan banyak klien meninggal dunia, dan bila
hidup dengan keadaan persistent vegetative.

6. Injury Batang Otak


Walaupun perdarahan tidak dapat dideteksi, pembuluh darah pada sekitar
midbrain akan mengalami perdarahan yang hebat pada midbrain. Klien dengan injury
batang otak akan mengalami coma yang dalam, tidak ada reaksi pupil, gangguan
respon okulomotorik, dan abnormal pola nafas.

F. KOMPLIKASI
1. Epidural Hematoma
Sebagai akibat perdarahan pada lapisan otak yang terdapat pada permukaan
bagian dalam dari tengkorak. Hematoma epidural sebagai keadaan neurologis yang
bersifat emergensi dan biasanya berhubungan dengan linear fracture yang
memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous
epidural hematoma berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung
perlahan-lahan. Arterial hematoma terjadi pada middle meningeal artery yang terletak
di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk kedalam ruang epidural. Bila terjadi
perdarahan arteri maka hematoma akan cepat terjadi. Gejalanya adalah penurunan

7
kesadaran, nyeri kepala, mual dan muntah. Klien diatas usia 65 tahun dengan
peningkatan ICP berisiko lebih tinggi meninggal dibanding usia lebih mudah.

2. Subdural Hematoma
Terjadi perdarahan antara dura mater dan lapisan arachnoid pada lapisan
meningen yang membungkus otak. Subdural hematoma biasanya sebagai akibat
adanya injury pada otak dan pada pembuluh darah. Vena yang mengalir pada
permukaan otak masuk kedalam sinus sagital merupakan sumber terjadinya subdural
hematoma. Oleh karena subdural hematoma berhubungan dengan kerusakan vena,
sehingga hematoma terjadi secara perlahan-lahan. Tetapi bila disebabkan oleh
kerusakan arteri maka kejadiannya secara cepat. Subdural hematoma dapat terjadi
secara akut, subakut, atau kronik.
Setelah terjadi perdarahan vena, subdural hematoma nampak membesar.
Hematoma menunjukkan tanda2 dalam waktu 48 jam setelah injury. Tanda lain yaitu
bila terjadi konpressi jaringan otak maka akan terjadi peningkatan ICP menyebabkan
penurunan tingkat kesadaran dan nyeri kepala. Pupil dilatasi. Subakut biasanya
terjadi dalam waktu 2 – 14 hari setelah injury. Kronik subdural hematoma terjadi
beberapa minggu atau bulan setelah injury. Somnolence, confusio, lethargy,
kehilangan memory merupakan masalah kesehatan yang berhubungan dengan
subdural hematoma.

3. Intracerebral Hematoma
Terjadinya pendarahan dalamn parenkim yang terjadi rata-rata 16 % dari head
injury. Biasanya terjadi pada lobus frontal dan temporal yang mengakibatkan ruptur
pembuluh darah intraserebral pada saat terjadi injury. Akibat robekan intaserebral
hematoma atau intrasebellar hematoma akan terjadi subarachnoid hemorrhage.

8
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk memonitor hemodinamik dan mendeteksi
edema serebral. Pemeriksaan gas darah guna mengetahui kondisi oksigen dan CO2.
Oksigen yang adekuat sangat diperlukan untuk mempertahankan metabolisma
serebral. CO2 sangat beepengaruh untuk mengakibatkan vasodilator yang dapat
mengakibatkan edema serebral dan peningkatan ICP. Jumlah sel darah, glukosa serum
dan elektrolit diperlukan untuk memonitor kemungkinan adanya infeksi atau kondisi
yang berhubungan dengan lairan darah serebral dan metabolism.

2. CT -Scan
CT Scan diperlukan untuk mendeteksi adanya contusio atau adanya diffuse axonal
injury

3. Rontgen foto Kepala


Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak.

4. Pemeriksaan lain yang mungkin di lakukan adalah MRI, EEG, dan Lumbal Functie
untuk mengkaji kemungkinan adanya perdarahan.

H. PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan therapeutik pasien dengan trauma kepala adalah
sebagai berikut :
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi
4. Pasien diistirahatkan atau tirah baring
5. Profilaksis diberikan apabila ada indikasi
6. Pemberian obat-obatan untuk vaskularisasi
7. Pemberian obat-obat analgetik
8. Pembedahan bila ada indikasi

9
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA KEPALA

A. PENGKAJIAN
1. Riwayat kesehatan : waktu kejadian, penyebeb trauma, posisi saat kejadian, status
kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera
setelah kejadian.
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, ataksia)
b. kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. sistem saraf :
1) kesadaran (GCS)
2) fungsi saraf cranial (trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan
melibatkan penurunan fungsi saraf cranial.
3) Fungsi sensori-motorik (kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi
suhu, anestesi, hipertesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
d. Sistem pencernaan :
1) Bagaimana sensori dengan adanya makanan di mulut, reflek menelan,
kemampuan mengunyah, adanya reflek batuk, mudah tersedak. Jika pasien
sadar tanyakan pola makan
2) Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan
3) Retensi urine, konstipasi, inkontinensia
e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik (hemiparesis/plegia, gangguan
gerak volunteer, ROM, kekuatan otot.
f. Kemampuan berkomunikasi : kerusakan di daerah hemisfer dominan (disfagia
atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
g. Psikososial : data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien
dari keluarga.

10
B. DIAGNOSA
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan Trauma Kepala
diantaranya :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas bd akumulasi secret (sisa muntahan)
2. Ketidakefektifan pola napas bd spinal cord injury, trauma kepala
3. Nyeri akut bd trauma jaringan dan reflex spasme otot sekunder
4. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak bd edema cerebral, peningkatan TIK
5. Resiko kekurangan volume cairan bd mual muntah dan perdarahan
6. Resiko infeksi bd tempat masuknya organism sekunder akibat trauma

11
C. INTERVENSI
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas NOC NIC :
(00031)  Respiratory status : Airway suction
Kelas 2: cedera fisik Ventilation  Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
Domain 11: keamanan/perlindungan  Respiratory status : Airway  Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
Definisi : patency suctioning.
Ketidakmampuan untuk membersihkan  Aspiration Control  Informasikan pada klien dan keluarga tentang
sekresi atau obstruksi dari saluran suctioning
pernafasan untuk mempertahankan
Kriteria Hasil :  Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan
kebersihan jalan nafas.
 Mendemonstrasikan batuk  Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
Batasan Karakteristik : efektif dan suara nafas yang memfasilitasi suksion nasotrakeal
 Dispneu, Penurunan suara nafas bersih, tidak ada sianosis  Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
 Orthopneu dan dyspneu (mampu  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
mengeluarkan sputum,
 Cyanosis setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
mampu bernafas dengan
 Kelainan suara nafas (rales, mudah, tidak ada pursed  Monitor status oksigen pasien
wheezing) lips)  Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
 Kesulitan berbicara  Menunjukkan jalan nafas suksion
 Batuk, tidak efekotif atau tidak ada yang paten (klien tidak  Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila
merasa tercekik, irama
 Mata melebar pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan
nafas, frekuensi pernafasan saturasi O2, dll.
 Produksi sputum
dalam rentang normal, tidak
 Gelisah ada suara nafas abnormal)
Airway management
 Perubahan frekuensi dan irama nafas  Mampu mengidentifikasikan
dan mencegah factor yang  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
dapat menghambat jalan jaw thrust bila perlu
Faktor yang berhubungan :
nafas  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 Lingkungan : merokok. Menghisap
 Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
asap rokok, peroko pasif-POK, infeksi
nafas buatan

12
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
 Fisiologis : disfungsi neuromuskular,  Pasang mayo bila perlu
hiperplasia dinding bronkus, alergi  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
jalan nafas, asma.
 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Obstruksi jalan nafas : spasme jalan
nafas, sekresi tertahan, banyaknya  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
mukus, adanya jalan nafas buatan, tambahan
sekresi bronkus, adanya eksudat di  Lakukan suction pada mayo
alveolus, adanya benda asing di jalan  Berikan bronkodilator bila perlu
nafas.
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan
 Monitor respirasi dan status O2

2. Ketidakefektifan pola napas (00032) NOC : NIC :


Kelas 4: Respon kardiovaskuler/Pulmonal  Respiratory status : Airway Managemenet
Domain 4: Aktivitas/Istirarhat ventilation  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
Definisi :  Respiratoru status : airway jaw thrust bila perlu
Pertukaran udara inspirasi dan/atau  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
patency
ekspirasi tidak adekuat  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
 Vital sign Status
jalan nafas buatan
Batasan Karakteristik :  Pasang mayo bila perlu
Kriteria Hasil :
Renal  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Mendemonstrasikan batuk
 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Penurunan tekanan efektif dan suara nafas yang
inspirasi/ekspirasi bersih, tidak ada sianosis dan
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
 Penurunan pertukaran udara per dyspneu (mampu
tambahan
menit mengeluarkan sputum,  Lakukan suction pada mayo
 Menggunakan otot pernafasan mampu bernafas dengan  Berikan bronkodilator bila perlu

13
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
tambahan mudah, tidak ada pursed lips)  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
 Nasal flaring  Menunjukkan jalan nafas Lembab
 Dyspnea yang paten (klien tidak  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
 Orthopnea merasa tercekik, irama nafas, keseimbangan
frekuensi pernafasan dalam 
 Perubahan penyimpangan dada Monitor respirasi dan status O2
rentang normal, tidak ada
 Nafas pendek
suara nafas abnormal)
 Assumption of 3-point position Terapi Oksigen
 Tanda Tanda vital dalam
 Pernafasan pursed-lip  Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
rentang normal (tekanan
 Tahap ekspirasi berlangsung sangat  Pertahankan jalan nafas yang paten
darah, nadi, pernafasan)
lama  Atur peralatan oksigenasi
 Peningkatan diameter anterior-  Monitor aliran oksigen
posterior  Pertahankan posisi pasien
 Pernafasan rata-rata/minimal  Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
 Bayi : < 25 atau > 60  Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
 Usia 1-4 : < 20 atau > 30 oksigenasi
 Usia 5-14 : < 14 atau > 25
 Usia > 14 : < 11 atau > 24 Vital Sign Monitoring
 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Kedalaman pernafasan
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
 Timing rasio
berdiri
 Penurunan kapasitas vital
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
Factor yang berhubungan :
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
 Hiperventilasi
setelah aktivitas
 Kelainan bentuk dinding dada
 Monitor kualitas dari nadi
 Penurunan energi/kelelahan
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Perusakan/pelemahan muskulo-

14
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
skeletal  Monitor suara paru
 Obesitas  Monitor pola pernapasan abnormal
 Posisi tubuh  Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Kelelahan otot pernafasan  Monitor sianosis perifer
 Hipoventilasi sindrom  Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
 Nyeri melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
 Kecemasan  Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
 Disfungsi Neuromuskuler
 Kerusakan persepsi/kognitif
 Perlukaan pada jaringan syaraf
tulang belakang
 Imaturitas Neurologis
Nyeri Akut ( 00132) NOC NIC :
3. Kelas 1: kenyamanan fisik  Paint level Paint Management
Domain 12: kenyamanan  Paint control  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Definisi :  Comfort level termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Sensori yang tidak menyenangkan dan Kriteria Hasil : kualitas dan faktor presipitasi
pengalaman emosional yang muncul  Mampu mengontrol nyeri  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
secara aktual atau potensial kerusakan (tahu penyebab nyeri,  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
jaringan atau menggambarkan adanya mampu menggunakan mengetahui pengalaman nyeri pasien
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri tehnik nonfarmakologi untuk  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Internasional): serangan mendadak atau mengurangi nyeri, mencari  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
pelan intensitasnya dari ringan sampai bantuan)  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
berat yang dapat diantisipasi dengan  Melaporkan bahwa nyeri tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
akhir yang dapat diprediksi dan dengan berkurang dengan lampau
durasi kurang dari 6 bulan. menggunakan manajemen  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan

15
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Batasan Karakteristik : nyeri menemukan dukungan
 Laporan secara verbal atau non  Mampu mengenali nyeri  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
verbal (skala, intensitas, frekuensi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
 Fakta dari observasi dan tanda nyeri) kebisingan
 Posisi antalgic untuk menghindari  Menyatakan rasa nyaman  Kurangi faktor presipitasi nyeri
nyeri setelah nyeri berkurang  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
 Gerakan melindungi  Tanda vital dalam rentang non farmakologi dan inter personal)
 Tingkah laku berhati-hati normal  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
 Muka topeng intervensi
 Gangguan tidur (mata sayu, tampak  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
capek, sulit atau gerakan kacau,  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
menyeringai)  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Terfokus pada diri sendiri  Tingkatkan istirahat
 Fokus menyempit (penurunan  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
persepsi waktu, kerusakan proses tindakan nyeri tidak berhasil
berpikir, penurunan interaksi dengan  Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
orang dan lingkungan) nyeri
 Tingkah laku distraksi, contoh : jalan- Analgesic Administator
jalan, menemui orang lain dan/atau  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
aktivitas, aktivitas berulang-ulang) nyeri sebelum pemberian obat
 Respon autonom (seperti  Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
diaphoresis, perubahan tekanan frekuensi
darah, perubahan nafas, nadi dan  Cek riwayat alergi
dilatasi pupil)  Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
 Perubahan autonomic dalam tonus analgesik ketika pemberian lebih dari satu

16
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
otot (mungkin dalam rentang dari  Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
lemah ke kaku) beratnya nyeri
 Tingkah laku ekspresif (contoh :  Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan
gelisah, merintih, menangis, dosis optimal
waspada, iritabel, nafas  Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
panjang/berkeluh kesah) pengobatan nyeri secara teratur
 Perubahan dalam nafsu makan dan  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
minum analgesik pertama kali
Faktor yang berhubungan :  Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, hebat
psikologis)  Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)

17
D. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah serangkai kegiatan yang di lakukan oleh perawat untuk membantu
klien dari status masalah kesehatan yang di hadapi ke status kesehatan yang lebih baik
yang menggambarkan kreteria hasil yang di harapkan ( gordon, 1994, dalam potter dan
perry, 1997) fase pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain :
1. Validasi (pengesahan) rencana keperawatan
2. Menulis/ mendokumentasikan rencana keperawatan
3. Memberikan asuhan keperawatan
4. Melanjutkan pengumpulan data

E. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang merupakan
kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien perawat dan anggota tim
kesehatan lainnya
Tujuan evaluasi adalah :
1. Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak
2. Untuk melakukan pengkajian ulang
3. Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan dengan
perilaku klien
a. Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan pernyataan
tujuan pada waktu atau tanggal yang telah ditentukan
b. Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan prilaku, tetapi
tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan
c. Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama sekali
menunjukkan prilaku yang telah ditentukan

18
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta: MediAction
Publishing.
Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Sakinah, 2012. trauma kepala. http://sakinahkreatif.blogspot.com/2016/06/askep-trauma-
kepala.html

19

Anda mungkin juga menyukai