Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Energi merupakan salah satu hal yang sangat penting di dunia. Selama ini,
lebih dari 90% kebutuhan energi dunia dipasok dari bahan bakar fosil (Yakinudin,
2010). Permasalahan serius yang dihadapi oleh banyak negara berkembang saat ini
adalah bahan bakar fosil merupakan sumber daya yang tak terbaharukan dan
diperkirakan akan habis dalam setengah abad mendatang. Sementara itu, konsumsi
energi yang terus meningkat dengan laju pertumbuhan ekonomi dan penduduk
(Yakinudin, 2010). Persediaan energi fosil di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1.1
berikut ini.
Tabel 1.1 Persediaan Energi Fosil Indonesia
Diperkir
Cadangan akan
Energi Produksi
Dunia akan
habis
Minyak Bumi 288 Juta Barel 3,6 Miliar Baler 13 tahun
Gas Alam 152,89 TSCF 100,3 TSCF 34 tahun
(Subroto, 2015)

Kebutuhan bahan bakar semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah


populasi dan aktivitas manusia. Pada tahun 2008, tingkat kebutuhan bahan bakar
minyak (BBM) di Indonesia mencapai 1,3 juta barrel per hari. Di sisi lain, produksi
BBM nasional hanya sebesar 900 ribu barrel per hari. Oleh karena itu dibutuhkan
sumber energi alternatif yang bahan dasarnya banyak terdapat di Indonesia dan
belum termanfaatkan (Andini, dkk., 2013).
Penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar mulai diteliti dan
diimplementasikan di AS dan Brazil sejak terjadinya krisis bahan bakar fosil di
kedua negara tersebut pada tahun 1970-an. Brazil tercatat sebagai salah satu negara
yang memiliki keseriusan tinggi dalam implementasi bahan bakar bioetanol untuk
keperluan kendaraan bermotor dengan tingkat penggunaan bahan bakar bioetanol
saat ini mencapai 40% secara nasional. Di AS, bahan bakar relatif murah, E85, yang
mengandung bioetanol 85% semakin populer di masyarakat dunia (Yakinudin,
2010).

I-1
Bioetanol merupakan cairan hasil proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat (pati) menggunakan bantuan mikroorganisme. Bahan-bahan yang
mengandung karbohidrat yang tinggi, dapat diolah menjadi bioetanol. Misalnya
singkong, ubi jalar, pisang, kulit pisang, dan lain-lain (Retno dan Nuri, 2011). Kulit
singkong merupakan limbah dari singkong yang memiliki kandungan karbohidrat
tinggi sehingga kulit singkong dapat dijadikan salah satu alternatif bahan baku
pembuatan bioetanol. Persentase jumlah limbah kulit bagian luar sebesar 0,5 – 2 %
dari berat total singkong segar dan limbah kulit bagian dalam sebesar 8 – 15 %
(Sukmawati dan Milati, 2009). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, diketahui
produksi umbi singkong pada tahun 2014 sebanyak 23,4 juta ton, artinya potensi
kulit singkong di Indonesia mencapai angka 3,7 juta ton/tahun. Jumlah produksi
umbi singkong di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.2 di bawah ini.

Tabel 1.2 Jumlah Produksi Umbi Singkong di Indonesia


Tahun Jumlah Produksi (Ton)
2010 23.918.118
2011 24.044.025
2012 24.177.372
2013 23.936.921
2014 23.436.384
(Badan Pusat Statistik, 2015)

Ketersediaan bahan baku yang berupa kulit singkong ini dapat diambil dari
perkebunan yang berada di Lampung. Dari data yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistik (BPS), produksi umbi singkong pada provinsi Lampung mencapai angka
8.034.016 ton/tahun dan merupakan penghasil umbi singkong terbanyak di
Indonesia. Untuk lokasi pabrik bioetanol ini kami menentukan lokasi di daerah
Lampung Tengah yang merupakan lahan singkong terbesar di Lampung dengan luas
mencapai 113.464 ha dengan produksi kulit singkong tiap tahunnya yaitu 306000
ton. Kami memilih lokasi tersebut untuk memudahkan pengumpulan kulit singkong
yang akan menjadi bahan baku pabrik pembuatan bioetanol.
Pembuatan bioetanol dari limbah kulit singkong melalui dua tahap yaitu proses
hidrolisa asam yang kemudian dilanjutkan dengan proses fermentasi. Proses hidrolisa
asam dilakukan untuk mengubah selulosa dari kulit singkong menjadi glukosa.
Hidrolisa asam akan memutuskan ikatan polisakarida dan sekaligus memasukkan
elemen H2O. Fermentasi alkohol merupakan proses pembuatan alkohol dengan

I-2
memanfaatkan aktivitas yeast (Saccharomyces cerevisiae). Proses fermentasi etanol
ini dilakukan secara anaerob, yaitu mengubah glukosa menjadi alkohol tanpa adanya
oksigen tetapi dalam pembuatan starter dibutuhkan suasana aerob dimana oksigen
diperlukan untuk pembiakan sel (Hikmiyatie dan Yanie, 2008).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Jawa Timur, produksi bioetanol
dan kebutuhan ekspor bioetanol di Indonesia disajikan dalam Tabel 1.3 berikut ini.

Tabel 1.3 Data Bioetanol di Indonesia


Produksi Bioetanol
Tahun
(liter/tahun)
2003 158.388.000
2004 160.686.000
2005 167.984.000
2006 169.752.000
2007 174.328.000
(Badan Pusat Statistik Jawa Timur, 2008)

Dari tabel data ekspor bioetanol di atas, dapat dilihat bahwa produksi bioetanol
di Indonesia dari tahun 2003 hingga 2007 terus mengalami kenaikan. Berdasarkan
hal tersebut, kapasitas produksi untuk pabrik bioetanol ini ditetapkan 51.000
ton/tahun yang diharapkan akan mengurangi beban produksi bioetanol di Indonesia.
Dengan demikian, dengan adanya rancangan pendirian pabrik bioetanol ini
diharapkan mampu terus meningkatkan komoditi ekspor di Indonesia dalam rangka
meningkatkan devisa negara, serta mampu meningkatkan pemanfaatan bahan baku
yang digunakan.

1.2 Perumusan Masalah


Penggunaan bioetanol sebagai alternatif energi dan sumber energi yang dapat
diperbaharui telah banyak menarik perhatian banyak negara berkembang didunia dan
kebutuhan bioetanol yang terus meningkat diseluruh dunia menyebabkan penting
adanya pertimbangan pembangunan pabrik bioetanol dengan menggunakan proses
yang efisien, ekonomis dan ramah lingkungan. Kelimpahan limbah kulit singkong
diindonesia dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk memproduksi bioetanol,
dalam pra rancangan pabrik bioetanol diharapkan menjadi solusi untuk memenuhi
kriteria tersebut dan menentukan kelayakan proses pra rancangan pabrik bioetanol
dari segi ekonomi.

I-3
1.3 Tujuan Pra Rancangan Pabrik
Ada beberapa tujuan Pra Rancangan Pabrik pembuatan bioetanol dari bahan
baku limbah kulit singkong, yaitu :
1. Untuk menerapkan berbagai displin ilmu teknik kimia khususnya dibidang
perancangan dan operasi teknik kimia.
2. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan limbah kulit singkong diindonesia dan
menentukkan kelayakan pendirian pabrik pembuatan bioetanol dari segi ekonomi.

1.4 Manfaat Pra Rancangan Pabrik


Untuk mengurangi krisis energi dimasa yang akan datang, kegunaan bioetanol
sangat penting sebagai penganti bahan bakar fosil. Indonesia merupakan salah satu
penghasil singkong terbesar didunia, namun limbah kulit singkong masih belum
dimanfaatkan, padahal masih terdapat kandungan gula yang dapat menjadi bahan
baku dalam proses fermentasi bioetanol. Oleh karena itu, diperlukan adanya kajian
mengenai pra rancangan pabrik pembuatan bioetanol sebagai alternatif lain
penggunaan limbah kulit singkong secara maksimal. Selain itu, hal ini diupayakan
dapat meningkatkan tingkat ekspor Indonesia terhadap bioetanol sehingga dapat
meningkatkan devisa negara dan mampu mendorong pertumbuhan industri kimia
lainnya. Manfaat lain yang ingin dicapai adalah terbukanya lapangan kerja dan
memacu rakyat untuk meningkatkan produksi dalam negeri yang pada akhirnya akan
meningkatkan kesejahteraan rakyat.

I-4

Anda mungkin juga menyukai