I. Pendahuluan
Filsafat disebut sebagai induk dari semua ilmu pengetahuan.. Dengan demikian
semua jenis ilmu pengetahuan, baik eksakta maupun non eksakta berlandaskan pada
filafat, termasuk ilmu pengetahuan. Filsafat pendidikan dalam artian bentuknya yang
murni berkembang dengan menghasilkan berbagai alternatif jawaban terhadap
berbagai macam pertanyaan filosofis yang diajukan dalam problem hidup dan
kehidupan manusia dalam bidang pendidikan yang jawabannya telah melekat dalam
masing-masing jenis, sistem, dan aliran-aliran filsafat.
Dengan demikan, idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk
corak essensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung essensialisme, akan
tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan pandangannya masing-masing,
karena terdapat perbedaan di antara keduanya.
Perbedaan dari kedua aliran tersebut dapat dilihat dalam uraian berikut ini:
Idealisme memandang bahwa dunia yang realisitis ini bukanlah dunia yang sempurna,
melainkan dibalik alam ini ada alam yang lain yang merupakan tempat bersemayam
seluruh hakikat yang ada, yaitu alam idea. Pandangan ini lahir dari Socrates dan
dikembangkan oleh Plato. Sedangkan realisme memandang bahwa pengalaman
bukanlah pengetahuan yang merupakan bayangan atau aliran belaka dari alam idea.
Idea itu sama sekali bukan realitas dari keadaan yang nyata, melainkan terletak pada
pengertian tentang wujud realitas itu sendiri. Pandangan kefilsafatan ini, dicetuskan
oleh Aristoteles.
Ontologi Essensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini dikuasai oleh
tatanan yang tiada cela, yang isinya diatur dengan rapi secara ekosistim. Pandangan
ini menuujukkan bahwa hendaknya sifat, bentuk, dan cita-cita manusia disesuaikan
dengan tata alam yang ada.
Jasmani dan rohani, adalah kunci untuk memahami realitas baik pada
kepribadian diri sendiri maupun pada realitas alam semesta. Secara umum dapat
dikatakan bahwa jasmani adalah fakta yang fundamental, berpikir sebagai proses saraf
yang kompleks. Kepribadian pun sesungguhnya hanyalah istilah dari pola-pola reaksi
yang telah terkondisi kepada seseorang, sedangkan behaviorisme berkesimpulan
bahwa manusia ditentukan semata-mata oleh hukum alam yang dapat berwujud dalam
kehidupan mental serta tercermin pada tingkah laku.
George Santayana memadukan antara aliran idalisme dan aliran realisme dalam
suatu sintesa dengan mengataan bahwa nilai itu tidak ditandai dengan suatu konsep
tunggal, perhatian dan pengalaman seseorang turut menentukan adanya kualitas
tertentu. Walaupun idealisme menjunjung asas otoriter atau nilai-nilai , namun idealisme
tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif besifat menentukan nilai-nilai atas dirinya
sendiri.
b. Pola Pendidikan
Pertama, pada prinsipnya bahwa belajar adalah melatih daya jiwa yang potensial
dengan menyerap apa yang berasal dari luar, terutama pada warisan sosial budaya
yang telah tersusun dalam bentuk kurikulum. Guru hanya sebagai perantara.
Kedua, belajar lebih awal dimulai dari diri sendiri sebagai subjek yang kreatif dan
dapat mengerti terhadap hubungannya dengan sesuatu. Begitu pula sebaliknya, harus
dapat mengerti bagaimana hubungan alam semesta dengan pribadi beserta kegiatan
konsekuensinya.
Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba
baik. Atas dasar ketentuan ini, kegiatan atau keaktifkan anak didik tidak terkekang,
asalkan sejalan dengan fundamen-fundamen yang telah ditentukan.
Bogoslousky, mengutarakan dengan tegas, supaya kurikulum dapat terhindar
dari adanya pemisahan mata pelajaran yang satu dengan yang lain. Kurikulum dapat
diumpamakan sebagai sebuah rumah yang mempunyai empat bagian:
IV. Kesimpulan
I. Pendahuluan
Salah satu aliran yang terkenal dalam filsafat pendidikan adalah perennialisme.
b) Aristoteles
Sebagian ajaran Aristoteles meneruskan ide-ide plato; tetapi dengan cara
lebih dekat dengan realita dunia, dan tidak lebih supranatural dan ekstranatural
seperti konsepsi Plato. Aristoteles terutama menitikberatkan pembinaan berpikir
melalui media science dan terutama dengan filsafat. Tentang pembinaan
pemimpin yang bijaksana dalam rangka tujun politik dan kehidupan negara, ia
sependapat denan gurunya, Plato.
c) Thomas Aquinas
Persamaan Aquinas dan Aristoteles ialah dalam kepercayaannya tentang
tujuan pendidikan sebagai usaha mewujudkan kapasitas (potensi) yang ada
dalam individu agar menjadi aktif dan nyata. Peranan guru terutama mengajar,
dalam arti memberi bantuan kepada anak untuk berpikir jelas dan mampu
mengerti hukum pertama secara intuitif.
Teori dasar dalam belajar yang utama menurut perennialisme ada lima yaitu :
Bagaimana tugas berat ini dapat dilaksanakan, yakni belajar supaya mampu
berpikir. Perennialisme tetap percaya dengan asas pembentukan kebiasaan dalam
permulaan pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis dan berhitung merupakan
landasan dasar. Dan berdasarkan pentahapan itu, maka belajar untuk berpikir menjadi
tujuan pokok pendidikan sekolah.
Belajar untuk mampu berpikir bukanlah semata-mata tujuan kebajikan moral dan
kebajikan intelektual dalam rangka aktualitas sebagai filosofis. Belajar untuk berpikir
berarti pula untuk memenuhi fungsi practical philosophy baik, etika, sosial, politik, ilmu
dan seni.
Fungsi guru menurut perennialisme ialah guru juga sebagai murid yang
mengalami proses belajar sementara mengajar. Guru mengembangkan potensi-potensi
self=discovery; dan ia melakukan; „moral authority‟ (otoritas moral) atas murid-
muridnya, karena ia adalah professional yang berkualitas dan superior dibandingkan
dengan muridnya. Guru harus mempunyai aktualitas yang lebih dan pengetahuan yang
sempurna.
V. Kurikulum Perennialisme
Pada tingkat pendidikan dasar kurikulum yang diutamakan.the three R.s Bagi
Hutchins kurikulum tersebut ditambah lagi dengan sejarah, ilmu bumi, kesusastraan,
bahasa asing dan science. Meskipun begitu hendaknya disadari guru bahwa sekolah
dasar bukanlah berfungsi sebagai persiapan untuk hidup di dalam masyarakat dengan
kebudayannya yang ada.
1. Kurikulum Universitas
VI. Kesimpulan