Anda di halaman 1dari 36

1

TUGAS RADIOLOGI

Pembimbing :

Dr. Soegiartiningsih Sp. Rad

Oleh :

1. Adzomi Riski Wardhana


2. Deka Permadi Trio Pamungkas
3. Pitria Khairunnisa

KEPANITERAAN KLINIK DOKTER MUDA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
SMF RADIOLOGI RSUD NGANJUK
2017/2018
2

DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang.......................................................................................................1

BAB II Tinjuan Pustaka

A. Anatomi fisiologi....................................................................................................3
B. Definisi....................................................................................................................6
C. Etiologi...................................................................................................................8
D. Patofisiologi...........................................................................................................15
E. Klasifikasi..............................................................................................................23
F. Gambaran Klinis....................................................................................................27
G. Diagnosis...............................................................................................................30
H. Prognosis...............................................................................................................32

BAB III Kesimpulan......................................................................................................34

Daftar Pustaka
3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Edema paru akut merupakan suatu keadaan patologi dimana cairan intravaskuler
keluar ke ruang ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi secara akut. Pada
keadaan normal cairan intravaskuler merembes ke jaringan interstisial melalui kapiler
endotelium dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke
pembuluh limfe menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi (Flick, 2000,
Hollenberg, 2003).
Edema paru dapat diklasifikasikan sebagai edema paru kardiogenik dan edema paru
non-kardiogenik. Edema paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik
kapiler paru yang dapat terjadi akibat perfusi berlebihan baik dari infus darah maupun produk
darah dan cairan lainnya, sedangkan edema paru nonkardiogenik disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas kapiler paru antara lain pada pasca transplantasi paru dan
reekspansi edema paru, termasuk cedera iskemiareperfusi-dimediasi (Prendergast, 2003).

Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta penderita
edema paru di seluruh dunia. Di Inggris terdapat sekitar 2,1 juta penderita edema paru yang
memerlukan pengobatan dan pengawasan secara komprehensif. Di Amerika Serikat
diperkirakan 5,5 juta penduduk menderita edema paru. Di Jerman penderita edema paru
sebanyak 6 juta penduduk. Ini merupakan angka yang cukup besar yang perlu mendapat
perhatian dari medik di dalam merawat penderita edema paru secara komprehensif
(Harun,2009)

Di Indonesia, edema paru pertama kali terdeteksi pada tahun 1971. Insiden tersebar
terjadi pada 1998 dengan incidence rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%.
Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun pada tahun-tahun berikutnya IR
cenderung meningkat tahun 2000 15,99 %, 2002 19,24 % dan pada tahun 2003 23,87%.
Edema paru kardiogenik akut (Acute cardiogenic pulmonary edema/ACPE) sering terjadi,
dan berdampak merugikan dan mematikan dengan tingkat kematian 10- 20% (Harun,2009).
4

Angka kejadian edem paru sekitar 14 diantara 100.000 orang/tahun.Dimana angka


kematian melebihi 40 % tanpa pengobatan yang tepat.90% kasus berakhir dengan kematian.
Pada penyakit edem paru jika pengobatan yang diberikan sesuai 50% penderita akan selamat.
Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan biasanya akan sembuh total denga atau
tanpa kelainan paru-paru jangka panjang (Haas, 2002).

Edema paru akut dapat terjadi akibat dari penyakit jantung maupun penyakit di luar
jantung ( edema paru kardiogenik dan non kardiogenik ). Angka kematian edema paru akut
karena infark miokard akut mencapai 38 – 57% sedangkan karena gagal jantung mencapai
30%Pengetahuan dan penanganan yang tepat pada edema paru akut dapat menyelamatkan
jiwa penderita. Penanganan yang rasional harus berdasarkan penyebab dan patofisiologi yang
terjadi (Alpert, 2002).
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi

Paru – paru terdiri dari paru kanan dan paru kiri. Paru kanan terdiri dari 3 lobus, yaitu
lobus superior medius dan inferior, lobus – lobus ini dipisahkan oleh fissura dimana fissura
minor atau disebut juga fissura horizontalis memisahkan lobus superior dengan lobus medius
sedangkan fissura mayor memisahkan lobus inefrior degan lobus medius dan lobus superior.
Paru kiri hanya terdiri dari 2 lobus, yaitu lobus superior dan lobus inferior.Masing – masing
lobus terdiri dari segmen – segmen (Guyton and Hall, 2007).

Dalam radiografi, paru dibagi lapangan yaitu (Soerodiwirio, 1984):

1. Puncak paru apex,bagian paru paling atas sampai setinggi clavicula.


2. Lapangan atas paru,antara clavicula sampai costa II depan.
3. Lapangan tengah paru, antaracosta II depan sampai costa IV depan.
4. Lapangan bawah paru, antaracosta IV depan sampai diafragma
6

Gambar 2. Gambaran radiologi thorax

Paru-parumerupakan organ yang sangat vital bagikehidupan manusia karena


tanpaparu-paru manusia tidak dapat hidup. Didalam paru-paru terjadi prosespertukaran antara
gas oksigen dan karbondioksida. Setelahmembebaskanoksigen, sel-sel darahmerah
menangkap karbondioksida sebagaihasilmetabolisme tubuh yang akan dibawa ke paru-paru
(Guyton and Hall, 2007).

Secara harafiah pernapasan berarti pergerakan oksigen dari atmosfer menuju ke sel-
sel dan keluarnya karbon dioksida dari sel-sel ke udara bebas. Proses pernapasan terdiri dari
beberapa langkah di mana sistem pernapasan, sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler
memegang peranan yang sangat penting. Pada dasarnya, sistem pernapasan terdiri dari suatu
rangkaiansaluran udara yang menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan membran
kapiler alveoli, yang merupakan pemisah antarasistem pernapasan dengan sistem
kardiovaskuler(Wilson, 1995).

Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring,
trakea, bronkus, dan bronkiolus atau bronkiolus terminalis. Saluran pernapasan dari
hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk
ke dalam rongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga
proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks
bertingkat, bersilia dan bersel goblet (Wilson, 1995).
7

Setelah bronkiolus terminali terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-
paru yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1) bronkiolus respiratorius, yang
terkadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli pada dindingnya, (2) duktus alveolaris,
seluruhnya dibatasi oleh alveoli, dan (3) sakus alveolaristerminalis merupakan struktur akhir
paru-paru (Behrman, 1993).

Alveolus pada hakekatnya merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh
suatu jalinan kapiler, maka batas antara cairan dan gas membentuk suatu tegangan
permukaan yang cenderung mencegah suatu pengembangan pada waktu inspirasi dan
cenderung kolaps pada waktu ekspirasi. Tetapi, untunglah alveolus dilapisi oleh zat
lipoprotein yang dinamakan surfaktan, yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan
mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada waktu inspirasi, dan mencegah kolaps
alveolus pada waktu ekspirasi (Wilson, 1995).

Ruang alveolus dipisahkan dari interstisium paruoleh sel epitel alveoli tipe I, yang
dalam kondisi normal membentuk suatu barrier yang relatif non-permeabel terhadap aliran
cairan dari interstisium ke rongga-rongga udara. Fraksi yang besar ruang interstisial
dibentuk oleh kapiler paru yang dindingnya terdiri dari satu lapis sel endotel di atas
membran basal, sedang sisanya merupakan jaringan ikat yang terdiri dari jalinan kolagen
dan jaringan elastik, fibroblas, sel fagositik, dan beberapa sel lain. Faktor penentu yang
penting dalam pembentukan cairan ekstravaskular adalah perbedaan tekanan hidrostatik
dan onkotik dalam lumen kapiler dan ruang interstisial, serta permeabilitas sel endotel
terhadap air, solut, dan molekul besar seperti protein plasma. Faktor-faktor penentu ini
dijabarkan dalam hukum starling (Wilson, 1995).

B. Definisi

Edem paru adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru yang terjadi
secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edem
paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edem paru non
kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga
terjadigangguan pertukaran udara di alveolisecara progresif dan mengakibatkanhipoksia
(Harun, 2009).
8

Pada keadaan normal cairan intravaskulermerembes kejaringan interstisial melalui


kapiler endotelium dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke
pembuluh limfe menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi dan apabila
jumlah cairan melebihi kapasitas pembuluh limfe maka dapat menyebabkan edem (Nadel,
2000). Edemparu didefinisikan sebagai akumulasi cairan di interstisial dan alveolus.
Penyebab edem paru (Soemantri, 2011):

1. Kardiogenik atau edem paru hidrostatik atau edem hemodinamik. Kausa: infark
miokarshipertensi, penyakit jantung katup, eksaserbasi gagal jantung sistolik/ diastolik
dan lainnya.
2. Nonkardiogenik/edem paru permeabilitas meningkat. Kausa: ALI dan ARDS

Gambar 3. Gambaran alveoli

Walaupun penyebab kedua jenis edem paru tersebutberbeda,namun


membedakannyaterkadang sulit karena manifestasi klinisnya yang mirip. Kemampuan
membedakanpenyebab edem paru sangat penting karena berimplikasi pada penanganannya
yang berbeda (Alasdair et al. 2008). Edema paru-paru merupakan penimbunan caira serosa
atau serosanguinosa secara berlebihan di dalam ruang interstisialdan alveolus paru-paru. Jika
edema timbul akut dan luas, sering disusul kematian dalam waktu singkat (Harun , 2009).

Edema paru-paru mudah timbul jika terjadi peningkatan tekanan hidrostatik dalam
kapiler paru-paru, penurunan tekanan osmotik koloid seperti pada nefritis, atau kerusakan
dinding kapiler. Dinding kapiler yang rusak dapat diakibatkan inhalasi gas-gas yang
9

berbahaya, peradangan seperti pada pneumonia, atau karena gangguan lokal proses
oksigenasi(Lorraine et al, 2005).

Penyebab yang tersering dari edema paru-paru adalah kegagalan ventrikel kiri akibat
penyakit jantung arteriosklerotik atau stenosi mitralis. Edema paru-paru yang disebabkan
kelainan pada jantung ini disebut juga edemaparu kardiogenik, sedangkan edema paru yang
disebabkan selainkelainan jantung disebut edema paru non kardiogenik(Soemantri, 2011).

Gambar 4.Edem paru

C. Etiologi
1. Edemaparu non kardiogenik

Edemaparu non kardiogenik terjadi akibat transudasi cairan dari pembuluh-


pembuluh kapiler paru-paru ke dalam ruang interstisial dan alveolus paru-paru yang
diakibatkan selain kelainan pada jantung. Walaupun edema paru dapat berbeda-beda
derajatnya, bagaimanapun dalam tingkatnya yang paling ringan sekalipun tetap
merupakan temuan yang menakutkan. Beberapa penyebab edeme paru non
kardiogenik(Pasquate, 2004):

a. Peningkatkan permeabilitas kapiler paru (ARDS)


Edema paru biasanya disebabkan peningkatan tekanan pembuluh kapiler paru
dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler alveolar.Edema paru akibat peningkatan
permeabilitas kapiler paru sering juga disebut acute respiratory distress syndrome
(ARDS). Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara tekanan onkotik
10

(osmotik) dan hidrostatik antara kapiler paru dan alveoli. Tekanan hidrostatik
yang meningkat pada gagal jantung menyebabkan edema paru. Sedangkan pada
gagal ginjal terjadi retensi cairan yang menyebabkan volume overload dan diikuti
edema paru. Hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik atau malnutrisi menyebabkan
tekanan onkotik menurun sehingga terjadi edema paru (MMc, 2007).
Pada tahap awal terjadinya edema paru terdapat peningkatan kandungan
cairan di jaringan interstisial antara kapiler dan alveoli. Pada edema paru akibat
peningkatan permeabilitas kapiler paru dipikirkan bahwa kaskade inflamasi timbul
beberapa jam kemudian yang berasal dari suatu fokus kerusakan jaringan tubuh.
Neutrofil yang teraktivasi akan beragregasi dan melekat pada sel endotel yang
kemudian menyebabkan pelepasan berbagai toksin, radikal bebas, dan mediator
inflamasi seperti asam arakidonat, kinin, dan histamin. Proses kompleks ini dapat
diinisiasi oleh berbagai macam keadaan atau penyakit dan hasilnya adalah
kerusakan endotel yang berakibat peningkatan permeabilitas kapiler alveolar.
Alveoli menjadi terisi penuh dengan eksudat yang kaya protein dan banyak
mengandung neutrofil dan sel inflamasi sehingga terbentuk membran hialin.
Karakteristik edema paru akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru adalah
tidak adanya peningkatan tekanan pulmonal (hipertensi pulmonal) (Haslet, 1999).

1) Secara langsung
a) Aspirasi asam lambung

Aspirasi cairan lambung dapat menyebabkan ARDS. Berat ringannya


edema paru berhubungan dengan derajat pH asam lambung dan volume cairan
yang teraspirasi. Asam lambung akan tersebar di dalam paru dalam beberapa detik
saja, dan jaringan paru akan terpapar (buffered) dalam beberapa menit sehingga
cepat menimbulkan edema paru (Amin, 2006).

b) Tenggelam

Edema paru dapat terjadi pada mereka yang selamat dari tenggelam dari
air tawar atau air laut. Autopsi penderita yang tidak bisa diselamatkan
menunjukan perubahan patologis paru yang sama dengan perubahan pada edema
11

paru karena sebab lain. Pada saat tenggelam korban biasanya mengaspirasi
sejumlah air. Air tawarbersifat hipotonis dan air laut bersifat hipertonis yang
relatif terhadap darah, yang menyebabkan pergerakan cairan ke dalam
paru.(Soewondo, 1998).

c) Pnemonia berat

Pemeriksaan histologis dan mikroskop elektron, edema paru pada infeksi


paru menunjukan perubahan yang sama dengan edema paru karena peningkatan
permeabilitas kapilerparu. Mekanismedikarenakan terjadinya reaksi inflamasi
sehingga mengakibatkan kerusakan endotel (Soewondo, 1998).

d) Emboli lemak

Mekanisme terjadinya emboli lemak sampai saat ini masih belum jelas.
Lemak netral yang mengemboli paru jelas berasal dari lemak dalam sumsum
tulang yang dilepaskan oleh tenaga mekanik. Mungkin triolein dari lemak netral
sebagiandihidrolisis menjadi asam lemak bebas oleh lipoprotein lipase dalam
paru, dan kerusakan utama pada paru disebabkan oleh asam lemak bebas. Namun
demikian, sebagian kerusakan paru mungkin terjadi melalui hipertensi pulmonal
yang disebabkan oleh embolisasi, trombositopenia yang diinduks oleh lemak yang
bersirkulasi, atau koagulasi dan lisis fibrin dalam paru. Apa pun penyebabnya,
gambaran histologisnya sama dengan edema paru karena peningkatan
permeabilitas, dengan gambaran tambahan berupa globul lemak dalam pembuluh
darah kecil dan lemak bebas dalam ruang alveolar. Emboli lemak banyak
ditemukan pada kasus patah tulang panjang, terutama femur atau tibia(Soewondo,
1998).

e) Inhalasi bahan kimia

Inhalasi bahan kimia toksik dapat menyebabkan lesi paru seperti yang
disebabkan oleh inhalasi asap. Edema paru dilaporkan dapat disebabkan akibat
paparan terhadap fosgen, klorin, oksida nitrogen, ozon, sulfur dioksida, oksida
metalik, uap asam, dan uap bahan kimia kompleks lainnya. Fosgen adalah gas
12

yang sangat reaktif, dan banyak dihasilkan oleh industri-industri penghasil


polimer, pharmaceutical, dan metalurgi. Senyawa induk fosgen adalah
chloroform dan gas fosgen merupakan metabolit toksiknya. Jika terhisapoleh
manusia pada konsentrasi tertentu menyebabkan edema paru-paru akibat adanya
gangguan keseimbangan cairan yang ada dan meningkatkan peroksida lipid dan
permeabilitaspembuluh darah (Prihatiningsih, 2009).

f) Keracunan oksigen

Oksigen dalam konsentrasi tinggi ternyata toksik terhadap paru. Edema


paru dapat terjadi 24 – 72 jam setelah terpapar oksigen 100%. Lesi yang
ditimbulkansecara histologis mirip dengan edema paru yang ditimbulkan akibat
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Di bawah mikroskop elektron, perubahan
dini yang terjadi adalah penebalan ruang interstisial oleh cairan edema yang
berisi serat fibrin, leukosit, trombosit, dan makrofag.Ini terjadi sebelum tampak
kerusakan endotel (Amin, 2006).

2) Tidak langsung
a) Sepsis

Septikemia karena infeksi basil gram negatif ekstrapulmonalmerupakan


faktor penyebab penting edema paru karena peningkatan permeabilitas kapiler
paru(Amin, 2006).

b) Trauma berat
c) Syok hipovolemik
d) Transfusi darah berulang
e) Luka bakar
f) Pankreatitis

Pelepasan zat-zat seperti tripsin, fosfolipase A, dan kalikrein selama


pankreatitis diduga mendasari mekanisme terjadinya edema paru. Tingginya
konsentrasi protein cairan edema menyokong diagnosis ini (Haslet,1999).

g) Koagulasi intravaskular diseminata.


13

h) Anafilaksis
b. Peningkatan tekanan kapiler paru
1) Sindrom kongesti vena

Peningkatan tekanan kapiler paru dan edema paru dapat terjadi pada penderita
dengan kelebihan cairan intravaskular dengan ukuran jantung yang normal. Ekspansi
volume intravascular tidak perlu terlalu besar untuk terjadinya kongesti vena, karena
vasokontriksi sistemik dapat menyebabkan pergeseran volume darah ke dalam
sirkulasi sentral. Sindrom ini sering terjadi pada penderita yang mendapat cairan
kristaloid atau darah intravena dalam jumlah besar, terutama pada penderita dengan
gangguan fungsi ginjal, ataupun karena gagal ginjal itu sendiri (terjadi retensi air).
Pemberian kortikosteroid menyebabkan gangguan kongesti vena lebih lanjut
(Soewondo, 1998).

Sindrom kongesti vena (fluidoverload) ini sering terjadi pada penderita


dengan trauma luas yang mendapat cairan dalam jumlah besar untuk menopang
sirkulasi.Padafase penyembuhan, terjadilah edema paru.Keadaan ini sering
dikacaukan dengan gagal jantung kiri atau ARDS (acute respiratory distress
syndrome)(Amin,2006).

2) Edema paru neurogenic

Keadaan ini terjadi pada penderita yang mengalami trauma kepala, kejang-
kejang, atau peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak.Diduga dasar
mekanisme edema paru neurogenik adalah adanya rangsangan hipotalamus (akibat
penyebab di atas) yang menyebabkan rangsangan pada sistem adrenergik, yang
kemudian menyebabkan pergeseran volume darah dari sirkulasi sistemik ke sirkulasi
pulmonal dan penurunan “compliance” ventrikel kiri.Akibatnya terjadi penurunan
pengisian ventrikel kiri tekanan atrium kiri meningkat dan terjadilah edema paru.Pada
penderita dengan trauma kepala edema paru dapat terjadi dalam waktu
singkat.Mekanisme neurogenik mungkin dapat menjelaskan terjadinya edema paru
pada penderita pemakai heroin(Gomersall, 2009).

3) Edema paru karena ketinggian tempat (Altitude)


14

Penyakit ini secara khas menyerang orang-orang muda yang berada pada
ketinggian di atas 2700 meter (9000 kaki). Penyebab keadaan ini tidak diketahui
diduga mekanismenya adalah hipoksia karena ketinggian menyebabkan
vasokontriksi arteriole paru dan kegiatan yang berlebih (exercise) merangsang
peningkatan kardiak output dan peningkatan tekanan arteri pulmonal
akibatnyaterjadilah edema paru. Gejala-gejala yang paling sering ditemukan adalah
batuk, napas pendek, muntah-muntah dan perasaan nyeri dada. Gejala-gejala tersebut
terjadi dalam 6 – 36 jam setelah tiba di tempat yang tinggi. Tidak semua orang
menderita penyakit ini, bahkan orang-orang yang terkena penyakit ini pun tidak
mendapatkan gejala-gejala setiap kali terkena pengaruh tempat tinggi
itu.Kesembuhan dapat terjadi dalam waktu 48 jam serta selanjutnya penderita dapat
tetap bertempat tinggal di tempat tinggi tanpa gejala-gejala. Pengobatan suportif
dapat diberikan bilaada indikasi(Haslet, 1999).

c. Penurunan tekanan onkotik


1) Sindrom nefrotik

Walaupun edema hampir selalu ditemukan untuk beberapa waktu dalam


perjalanan penyakit dan merupakan tanda yang mendominasi pola klinis, namun
merupakan tanda yang paling variabel di antara gambaran terpenting sindroma
nefrotik, terutama edema paru. Mekanisme terbentuknya edema sangat kompleks
beberapa faktor adalah (Moss, 2001):

a) Penurunan tekanan koloid osmotik plasma akibat penurunan konsentrasi albumin


serum yang bertanggung jawab terhadap pergeseran cairan ekstraselular dari
kompartemen intra-vaskular ke dalam interstisial dengan timbulnya edema dan
penurunan volume intravaskular.
b) Penurunan nyata eksresi natrium kemih akibat peningkatan reabsorpsi tubular.
Mekanisme meningkatnya reabsorpsi natrium tidak dimengerti secara lengkap,
tetapi pada prinsipnya terjadi akibat penurunan volume intravaskular dan tekanan
koloid osmotik. Terdapat peningkatan ekskresi renin dan sekresialdosteron.
15

c) Retensi air.

Penurunan tekanan koloid osmotik plasma dan retensi natrium saja tidaklah
cukup untuk berkembangnya edema pada sindrom nefrotik.Untuk timbulnya edema
harus ada retensi air.Pengobatan edema paru akibat sindrom nefrotik ditujukan pada
penyakit dasarnya.Pengobatan suportif diberikan bila ada indikasi (Moss, 2001).

2) Malnutrisi

Prinsip mekanisme terjadinya edema paru pada malnutrisi hampir sama


dengan sindrom nefrotik.Hipoproteinemia merupakan dasar terjadinya edema (Moss,
2001).

3) Hiponatremia
Pada penelitian yang dilakukan Ayus JC dan kawan-kawan pada pelari
maraton terdapat 18% dari 605 pelari marathon yang mengalami edema paru akibat
hiponatremia. Mekanisme ini disimpulkan bahwa pada saat aktivitas meningkat
(maraton) terjadi pengeluaran natrium melalui air keringat, sehingga tubuh
kekurangan natrium.Setelah selesai melakukan aktivitas tubuh berusaha melakukan
homeostatis, dengan mensekresikan ADH dan terjadilah retensi
air.Akibatnyaterjadilah edema paru (Ayus, 2000).
D. Patofisiologi

Edema pada umumnya berarti pembengkakan.Ini secara khas terjadi ketika


cairan dari bagian dalam pembuluh darah merembes kedalam jaringan sekelilingnya,
menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam
pembuluh darah atau tidak ada cukup protein dalam aliran darah untuk menahan cairan
dalam plasma (bagian dari darah yang tidak mengandung sel-sel darah). Edema paru
adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi diparu.Area yang ada diluar pembuluh
darah kapiler paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut
alveoli.Ini adalah tempat dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya,
dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan
keluar.Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan
16

pertukaran udara ini, dan cairan biasanyadijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dinding
ini kehilangan integritasnya (Fishman, 2008)

Pada paru normal cairan dan protein keluar dari mikrovaskular terutama melalui
celah kecil antara sel endotel kapiler ke ruangan interstisial sesuai dengan selisihantara
tekanan hidrostatik dan osmotik protein serta permeabilitas membran kapiler. Cairan dan
solute yang keluar dari sirkulasi ke ruang alveolar terdiri atas ikatan yang sangat rapat.
Selain itu, ketika cairan memasuki ruang interstisial, cairan tersebut akan dialirkan ke
ruang peribronkovaskular yang kemudian dikembalikan oleh sistem limfatik ke sirkulasi.
Perpindahan protein plasma dalamjumlah lebih besar tertahan.Tekanan hidrostatik yang
diperlukan untuk filtrasi cairan keluar dari kirosirkulasi paru sama dengantekanan
hidrostatik kapiler paru yang dihasilkan sebagian oleh gradien tekanan onkotik protein
(Soewondo, 1998).

Terdapat dua mekanisme terjadinya edem paru (Harun,2009):

1. Membran kapiler alveoli

Edem paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan dari darah ke ruang
interstisial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam
pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe. Dalam keadaan normal
terjadi pertukaran dari cairan, koloid dan solute dari pembuluh darah ke ruangan
interstisial. Studi eksperimental membuktikan bahwa hokum Starling dapat
diterapkan pada sirkulasi paru sama dengan sirkulasi sistemik.

2. Sistem Limfatik

Sistem limfatik ini dipersiapkan untuk menerima larutan koloid dan cairan
balik dari pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negatif di daerah interstisial
peribronkhial dan perivaskular. Dengan peningkatan kemampuan dari interstisium
alveolar ini, cairan lebih sering meningkat jumlahnya di tempat ini ketika kemampuan
memompa dari saluran limfatik tersebut berlebihan. Bila kapasitas dari saluran limfe
terlampaui dalam hal jumlah cairan maka akan terjadi edema. Diperkirakan pada
pasien dengan berat 70 kg dalam keadaan istirahat kapasitas sistem limfe kira-kira
17

20 ml/jam. Pada percobaan didapatkan kapasitas sistem limfe bisa mencapai 200
ml/jam pada orang dewasa dengan ukuran rata-rata. Jika terjadi peningkatan tekanan
atrium kiri yang kronik sistem limfe akan mengalami hipertrofi dan mempunyai
kemampuan untuk mentransportasi filtrat kapiler dalam jumlah yang lebih besar
yang dapat mencegah terjadinyaedem. Sehingga sebagai konsekuensi terjadinya
edema interstisial, saluran nafas yang kecil dan pembuluh darah akan
terkompresi.Mekanisme yang menjaga agar jaringan interstisial tetap kering adalah
(Harun , 2009):

a) Tekanan onkotik plasma lebih tinggi dari tekanan hidrostatik kapiler paru.
b) Jaringan konektif dan barier seluler relatif tidak permeabel terhadap protein
plasma.
c) Adanya sistem limfatik yang secara ekstensif mengeluarkan cairan dari
jaringaninterstisial.

Pada individu normal tekanan kapiler pulmonal (“wedge” pressure) adalah


sekitar 7 dan 12 mm Hg. Karena tekanan onkotik plasma berkisar antara 25 mm Hg,
maka tekanan ini akan mendorong cairan kembali ke dalam kapiler. Tekanan
hidrostatik bekerja melewati jaringan konektif dan barier seluler, yang dalam keadaan
normal bersifat relatif tidak permeabel terhadap protein plasma.Paru mempunyai
sistem limfatik yang secara ekstensif dapat meningkatkan aliran 5 atau 6 kali bila
terjadi kelebihan air di dalam jaringan interstisial paru. Edema paru akan terjadi bila
mekanisme normal untuk menjaga paru tetap kering terganggu seperti tersebut di
bawah ini (Lorraine, 2005):

a) Permeabilitas membran yang berubah.


b) Tekanan hidrostatik mikrovaskuler yang meningkat.
c) Tekanan peri mikrovaskuler yang menurun.
d) Tekanan osmotik / onkotik mikrovaskuler yang menurun.
e) Tekanan osmotik / onkotik peri mikrovaskuler yang meningkat.
f) Gangguan saluran limfe.
18

Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiak


dibagimenjadi 3 kelompok :

a) Peningkatan afterload (Pressure overload) : terjadi beban yang berlebihan


terhadap ventrikel pada saat sistolik. Contohnya ialah hipertensi danstenosis
aorta;
b) Peningkatan preload (Volume overload) : terjadi beban yang berlebihan saat
diastolik. Contohnya ialah insufisiensi mitral, insufisiensi aorta, dan penyakit
jantung dengan left-to-right shunt (ventricular septal defect);
c) Gangguan kontraksi otot jantung primer : pada infark miokard akut jaringan
otot yang sehatberkurang, sedangkan pada kardiomiopati kongestif terdapat
gangguan kontraksi otot jantung secara umum (Fishman, 2008)

Penyebab edema paru non kardiak secara patofisiologi dibagi menjadi:

a) Peningkatan permeabilitas kapiler paru (ARDS) : tenggelam, inhalasi bahan


kimia,dan trauma berat;
b) Peningkatan tekanan kapiler paru : pada sindrom vena kavasuperior,
pemberian cairan berlebih, dan transfusi darah; penurunan tekanan onkotik
plasma : sindrom nefrotik dan malnutrisi (Braunwauld, 2001).
E. Klasifikasi
1. Edem Paru Kardiogenik

Edem paru kardiogenik atau edem volume overload terjadi karena


peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler paru yang menyebabkan peningkatan
filtrasi cairan transvaskular ketika tekanan interstisial paru lebih besar daripada
tekanan pleural maka cairanbergerak menuju pleura visceral yang menyebabkan efusi
pleura. Sejak permeabilitas kapiler endotel tetap normal, maka cairan edem ayng
meninggalkan sirkulasi memiliki kandungan protein yang rendah. Peningkatan
tekanan hidrostatik di kapiler pulmonal biasanya berhubungan dengan peningkatan
tekanan vena pulmonal akibat peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan
tekanan atrium kiri. Peningkatan ringan tekanan atrium kiri (18-25 mmHg)
menyebabkan edema di perimikrovaskuler dan ruang interstisial peribronkovaskular.
19

Jika tekanan atrium kiri meningkat lebih tinggi (>25) maka cairan edem akan
menembus epitel paru, membanjiri alveolus. Kejadian tersebut akan menimbulkan
lingkaran setan yang terus memburuk oleh proses sebagai berikut (Alasdair et al,
2008):

a) Meningkatnya kongesti paru akan menyebabkan desaturasi, menurunnya pasokan


oksigen miokard dan akhirnya semakin memburuknya fungsi jantung.
b) Hipoksemia dan meningkatnya cairan di paru menimbulkan vasokonstriksi
pulmonal sehingga meningkatkan tekanan ventrikel kanan. Peningkatan
tekanan ventrikel kanan melalui mekanisme interdependensi ventrikel akan
semakin menurunkan fungsi ventrikel kiri
c) Insufesiensi sirkulasi akan menyebabkan asidosis sehingga memperburuk fungsi
jantung.

Penghapusan cairan edem dari ruang udara paru tergantung pada transpor aktif
natrium dan klorida melintasi barier epitel yang terdapat pada membran apikal sel
epitel alveolar tipe I dan II serta epitel saluran nafas distal. Natrium secara aktif
ditranspor keluar ke ruang instrstisial dengan cara Na/K-ATPase yang terletak pada
membran basolateral sel tipe II. Air secara pasifmengikuti, kemungkinan melalui
aquaporins yang merupakan saluran air yang ditemukan terutama pada epitel
alveolar sel tipe I (Lorraine et al, 2005).
20

Gambar 5. Drainase cairan pada alveoli

Edem paru akut kardiogenik ini merupakan bagian dari spektrum klinis Acute
Heart Failure Syndrome (AHFS).AHFS ini didefinisikan sebagai munculnya gejala
dan tanda secara akut akibat fungsi jantung yang tidak normal.Secara patofisiologi
edem paru kardiogenik ditandai dengan transudai cairan dengan kandungan protein
yang rendah ke paru akibat terjadinya peningkatan tekanan di atrium kiri dan
sebagian kapiler paru. Transudasi ini terjadi tanpa perubahan pada permeabilitas atau
integritas dari membran alveoli-kapiler dan hasil akhir yang terjadi adalah penurunan
kemampuan difusi, hiposemia dan sesak nafas.Seringkali keadaan ini berlangsung
dengan derajat yang berbeda-beda (Harun ,2009).

Edem paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik


maka sebaliknya edem paru nonkardiogenik disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas pembuluh darah paru yang menyebabkan meningkatnya cairan dan
protein masuk ke dalam interstisial paru dan alveolus. Cairan edem paru
nonkardiogenik memiliki kadar protein tinggi karena membran pembuluh darah
lebih permeabel untuk dilewati oleh moleku besar seperti protein plasma. Banyaknya
21

cairan edem tergantung pada luasnya edem interstisial, ada atau tidak adanya cidera
pada epitel alveolar dan acute lung injury di mana terjadi cedera epitel alveolar
yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk menghilangkan cairan alveolar
(Alasdair, 2008).

2. Edema non-kardiogenik

Gejala klinismungkin minimal, walaupun terjadi hipoksemia,hiperkarbia dan


asidemia yang berat. Tanda utama dari kecapaian pernafasan adalah penggunaan otot
bantu nafas, takipnea, takikardia, menurunnya tidal volume, pola nafas ireguler atau
terengah-engah (gasping) dan gerakan abdomen yang paradoksal(Palililingan JF,
2012).

Diagnosis Banding Edema Paru Kardiak dan Nonkardiak (Nadel,2000)


22

F. Gambaran klinis

Gejala paling umum dari pulmonary edem adalah sesak nafas. Ini mungkin
adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan,
atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edem
akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebihcepat
mengembangkansesak nafas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on
exertion), nafas yang cepat (takipnea), kepeningan atau kelemahan (Simadibrata,2000).

Tingkat oksigen darah yang rendah(hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-


pasien dengan pulmonary edem. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan
stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, seperti rales
atau crakles(suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada
muncratan cairan dalam alveoli selama bernafas) (Gribert, 2000).

Manifestasi klinis edem paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium (23):

1. Stage 1
Distensi dan keterlibatan pembuluh darah kecil di paru akibat peningkatan
tekanan di atrium kiri, dapat memperbaiki pertukaran udara di paru dan meningkatkan
kemampuan difusi dari gas karbon monoksida. Pada keadaan ini akan terjadi sesak
23

nafas saat melakukan aktivitas fisik dan disertai ronkhi inspirasi akibat terbukanya
saluran nafas yang tertutup (Soemantri, 2011).
2. Stage 2
Edem interstisial diakibatkan peningkatan cairan pada daerah interstisial yang
longgar dengan jaringan perivaskular dari pembuluh darah besar, hal ini akan
mengakibatkan hilangnya gambaran paru yang normal secara radiografik dan petanda
septum interlobuler (garis kerley B). Pada derajat ini akan terjadi kompetisi untuk
memperebutkan tempat antara pembuluh darah, saluran nafas dan peningkatan
jumlah cairan di daerah di interstisium yang longgar tersebut, dan akan terjadi
pengisian di lumen saluran nafas yang kecil yang menimbulkan refleks
nronkokonstriksi.Ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi aka mengakibatkan
terjadinya hipoksemia yang berhubungan dengan ventilasi yang semakin memburuk.
Pada keadaan infark miokard akut misalnya,beratnya hipoksemia berhubungan
dengan tingkat peningkatan tekanan kapiler paru. Sehingga seringkali ditemukan
manifestasi klinis takipnea (Harun, 2009).
3. Stage 3
Proses pertukaran gas sudah menjadi abnormal, dengan hipoksemia yang berat
dan seringkali hiperkapnea. Alveolar yang sudah terisi cairan ini terjadi akibat
sebagian besar saluran nafas yang besar terisi cairan berbusa dan mengandung
darah, yang seringkali dibatukkan keluar oleh si pasien. Secara keseluruhan
kapasitas vital dan volume paru semakin berkurang di bawah normal. Terjadi
pirai dari kanan ke kiri pada intrapulmonal akibat perfusi dari alveoli yang telah terisi
cairan. Walaupun hiperkapnea yang terjadi pada awalnya, tetapi apabila keadaan
semakin memburuk maka dapat terjadi hiperkapnea dengan asidosis respiratorik akut
apalagi bila pasien sebelumnya telah menderita penyakit paru obstruktif kronik.
Dalam hal ini terapi morfin yang telah diketahui memiliki efek depresi pada
pernafasan, apabila akan dipergunakan harus dengan pemantau yang ketat (Harun,
2009).
24

Sumber (Ingram, 1988).

G. Diagnosis

Tampilan klinis edem paru kardiogenik dan nonkardiogenik mempunyai


beberapa kemiripan.

1. Anamnesis

Anamnesis dapat menjadi petunjuk ke arah kausa edem paru, misalnya


adanya riwayat sakit jantung, riwayat gejala yang sesuai dengan gagal jantung
kronik. Edem paru akut kardiak, kejadiannya sangat cepat dan terjadi hipertensi
pada kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman yang
yang menakutkan bagi pasien karena mereka batuk-batuk dan seperti seseorang
yang akan tenggelam (Maria, 2010).
25

Khas pada edem paru non kardiogenik didapatkan bahwa awitan penyakit
ini berbeda-beda, tetapi umumnya akan terjadi secara cepat. Penderita seringsekali
mengeluhtentang kesulitan bernapas atau perasaan tertekan atau perasaan nyeri pada
dada. Biasanya terdapat batuk yang sering menghasilkan riak berbusa dan berwarna
merah muda. Terdapat takipnue serta denyut nadi yang cepat dan lemah, biasanya
penderita tampak sangat pucat dan mungkin sianosis (Prihatiningsih, 2009).

Namun sangat disayangkan, dari riwayat penyakit pun tidakselalu


dapatmembedakan edema kardiogenik dan nonkardiogenik. Seperti contoh, infark
miokard akut yang mengarah pada edema kardogenik dapat sinkop atau cardiac arrest
dengan aspirasi gastric. Sebaliknya, pada pasien yang trauma berat atau terinfeksi
(mengarah pada edema nonkardiogenik), resusitasi cairan mengakibatan overload
volume dan edema paru akibat meningkatnya tekanan hidrostatik vascular (Harun ,
2009).

2. Pemeriksaan Fisik

Terdapat takipnea, ortopnea (menifestasi lanjutan). Takikardia, hipotensi


atauteknan darah bisa meningkat. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar dapat
mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi atau sedikit
membungkuk ke depan, akanterlihat retraksi inspirasi pada sela interkostal dan fossa
supraklavikula yang menunjukan tekanan negatifintrapleural yang besar dibutuhkan
pada saat inpsirasi, batuk dengan sputuk yang berwarna kemerahan (pink frothy
sputum) serta JVP meningkat. Pada pemeriksaan paru akan terdengar ronki basah
setengah lapangan paru atau lebih dan terdapat wheezing.Pemeriksaan abdominal
juga penting dilakukan, seperti perforasi viskus dapat menyebabkan acute lung
injury dengan edema nonkardiogenik (Lorraine et al, 2005).

Pemeriksaan jantung dapat ditemukan ditemukan gallop, bunyi jantung 3


yang spesifik menandakan peningkatan tekanan end-diastolic ventrikel kiri dan
disfungsi ventrikel kiri. Selain itu, dapat ditemukan mumur yang menandakan
stenosis atau regurgitasi valvular.Peningkatan vena jugular, pembesaran hepar dan
edema perifer menandakan peningkatan tekanan vena sentral.Edema perifer tidak
26

spesifik pada gagal jantung kiri, hal ini berhubungan dengan insufisiensi hepar atau
ginjal, gagal jantung kanan atau infeksi sistemik (Lorraineet al, 2005). Pada edem
paru non kardiogenik didapatkan khas bahwa pada pemeriksaan fisik, perkusi
terdengar keredupan dan pada pemeriksaan auskultasi di dapat ronki basah dan
bergelembung pada bagian bawah dada.Disamping itu tampilan klinis pasien edema
nonkardiogenik yaitu akral hangat, sedangkan pada pasien edema kardiogenik yaitu
akral dingin (Lorraine et al, 2005).

3. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorim yang relevan diperlukan untuk mengkaji etiologi


edem paru. Pemeriksaan tersebut diantaranya pemeriksaan hematologi/ darah
rutin, fungsi ginjal, elektrolit, kadar protein, urinalisa gas darah, enzim jantung
(CK-MB, troponin I) dan Brain Natriuretic Peptide (BNP). BNP dan
prekursornya pro BNP dapat digunakan sebagai rapid test untuk menilai edem
paru kardiogenik pada kondisi gawat darurat. Kadar BNP plasma berhubungan
dengan pulmonary artery occlusion pressure, left ventricular end-diastolic
pressure dan left ventricular ejection fraction. Khususnya pada pasien gagal
jantung, kadar pro BNP sebesar 100pg/ml akurat sebagai prediktor gagal jantung
pada pasien dengan efusi pleura dengan sensitifitas 91% dan spesifitas 93%
(Lorraine et al, 2005).

b) Gambaran Radiologi

Pada foto thorax menunjukan jantung membesar, hilus yang melebar,


pedikel vaskuler dan vena azygos yang melebar serta sebagai tambahan adanya
garis kerley A, B dan C akibat edema instrestisial atau alveolar. Lebar pedikel
vaskuler < 60 mm pada foto thorax postero-anterior terlihat pada 90% foto thorax
normal dan lebar pedikel vaskuler > 85% ditemukan 80% pada kasus edem
paru. Sedangkan vena azygos dengan diameter > 7 mm dicurigai adanya kelainan
dan dengan diameter > 10 mm sudah pasti terdapat kelainan, namun pada posisi
foto thorax telentang dikatakan abnormal jika diameternya >15 mm. Peningkatan
27

diameter vena azygos > 3 mm jika dibandingkan dengan foto thorax sebelumnya
terkesan menggambarkan adanay overload cairan (Koga, 2009).

Garis kerley A merupakan garis linier panjang yang membentang dari


perifer menuju hilus yang disebabkan oleh distensi saluran anastomose antara
limfatik perifer dengan sentral. Garis kerley B terlihat sebagai garis pendek
dengan arah horizontal 1-2 cm yang terletak dekat sudut kostofrenikus yang
menggambarkan adanya edem septum interlobuler. Garis kerley C berupa
garis pendek, bercabang pada lobus inferior namun perlu pengalaman untuk
melihatnya karena terlihat hampir sama dengan pembuluh darah (Koga, 2009).

Gambar foto thorax dapat dipakai untuk membedakan edem paru


kardiogenik dan edem paru non krdiogenik. Walaupun tetap ada keterbatasan
yaitu antara lain bahwa edem tidak akan tampak secara radiologi sampai
jumlah air di paru meningkat 30%. Beberapa masalah teknik juga dapat
mengurangi sensitivitas dan spesifitas rontgen paru, seperti rotasi, inspirasi,
ventilator, posisi pasien dan posisi film (Gribert, 2000).

Gambaran Radiologi yang ditemukan:

1) Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vascular di hilus)


2) Coarakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3) Kranialisasi vaskuler
4) Hilus suram (batas tidak jelas)
5) Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecilatau nodul
milier)

.
28

Gambar 6.Ilustrasi Radiologi Edema Paru Akut (Cremers et al, 2010)

Gambar 7.Edema Paru Akut, beserta garis kerley (Koga, 2009) Kerley
lines A (panah putih), Kerley lines B (kepala panah putih),
Kerley lines C (kepala panah hitam),

1) Tipe gambaran radiologi


a) Edema karena Peningkatan Tekanan Hidrostatik

Terdapat dua stadium patofisiologi dan radiologipada perkembangan


tekanan edema, yaitu stadium edema interstiial dan edema alveolar.
Keduastadium ini identik pada gagal jantung kiri dan kelebihancairan
intravaskuler.Keduanya sering dijumpai pada pasien dengan edema tekanan di
ICU maupunIGD.Intensitas dan durasi dari kedua stadium ini tergantung dari
peningkatantekanan yang terjadi, yaitu tergantung dari rasio tekanan hidrostatik
dan onkotik.
29

Gambar 8. Peningkatan tekanan hidrostatik menyebabkan edema (Thomas


G, 1999)

Gambaran foto thorax pada pasien laki-laki, 33 tahun dengan edema


peningkatan tekanan hidrostatik karena akut mikolitik leukemia yang datang
dengan kelebihan cairan karena gagal ginjal dan gagal jantung. Panah hitam pada
gambar b menunjukkan adanya pelebaran progresif pembuluh darah lobus
(peribronchial cuffing), panah putih gambar c menunjukkan adanya bilateral
kerley lines, dan juga terdapat area noduler dengan peningkatan opasitas.
Kelebihan cairan dapat dikonfirmasi dari pertambahan ukuran dari vena zygos.

b) Bat Wing Edema

Bat wing edema mengarah pada distribusi edema alveolar di bagian sentral
dan dengan distribusi non-gravitasional. Gambaran radiologis ini biasanya
terdapat pada 10% kasus edema paru, dan secara keseluruhan terjadi pada kasus
perkembangan cepat gagal jantung berat seperti pada insufisiensi katub mitral
akut (yang berhubungan dengan rupturnya otot papilar, infark miokard masif, dan
destruksi katub seperti pada endokarditis septik) atau pada kasus gagal ginjal.
Pada kasus bat wing edema, korteks paru bersih dari cairan alveolar ataupun
interstitial. Kondisi patologis ini berkembang secara cepat yang ditandai secara
radiologis dengan infiltrat alveolus, dan gambaran tipikal edem pulmo jarang
ditemukan.
30

Gambar 9.Bat wing edema

Bat wing edema pada pasien wanita, 77 tahun dengan kelebihan cairandan
gagal jantung. Pada gambaran foto thorax dada (3.a) dan gambaran CT-scan(3.b)
menunjukkan adanya wing alveolar edema yang distribusinya sentral dansparing
dari konteks paru.

c) Distribusi Asimetris dari Edema Peningkatan Tekanan

Penyebab tersering terjadinya distribusi asimetris dari edema tekanan


adalah perubahan morfologi dari parenkim paru pada kasus penyakit paru
obstruksi kronis. Selain itu, pada kasus gagal jantung, emfisema pada apices atau
gambaran destruksi dan fibrosis pada bagian paru bagian atas dan tengah (sering
ditemukan pada kasus end-stage tuberculosis, sarcoidosis, atau asbestosis) akan
terlihat pada kasus edema paru yang predominan pada bagian yang kurang
berpengaruh pada proses penyakit ini.
31

Gambar 10.Edem paru asimetris

Edema paru asimetris pada pasien laki-laki 70 tahun, dengan end-stage


fibrosis dan emfisema bulosa dikarenakan asbestosis dengan gagal jantung. Pada
gambaran radiografi didapatkan infiltrat edema paru predominan pada basis paru
karena aliran darah paru mengalir ke bagian ini dari bula lobus bagian atas.

d) Near Drowning Pulmonary Edema

Near drowning didefinisikan sebagai asfiksiasi yang diakibatkan karena


inhalasi air dan masih bertahan hidup sampai minimal 24 jam setelahnya.
Terdapat tiga stadium pada kasus ini.Stadium pertama adalah laringospasme akut
yang diakibatkan karena inhalasi air yang sedikit (dry drowning). Gambaran
radiologis yang dapat terlihat adalah kerley lines, peribronchial cuffing, patchy,
konsolidasi alveolar perihilar. Gambaran tersebut akan hilang setelah 24
sampai 48 jam dilakukan terapi. Pada stadium kedua, masih terdapat
laringospasme pada korban, dan sebagian air akan ditelan ke perut. Pada stadium
ketiga, 10-15% pasien masih menampakkan gejala dry drowning dikarenakan
laringospasme yang persisten, sedangkan sisanya sekitar 90% pasien,
laringospasme yang terjadi akan mulai berelaksasi karena hipoksia dan aspirasi air
dalam jumlah yang cukup banyak. Pada kasus seperti ini, lesi di paru tidak lagi
berhubungan dengan edema tekanan, namun lebih karena hipoksia yang dapat
menyebabkan pengeluaran sitokin, dan akhirnya terjadi edema
permeabilitas.Gambaran radiologis pada stadium dua dan tiga biasanya tidak
spesifik. Bisa didapatkan gambaran ill-defiined lessions dan konsolidasi ruang
32

udara lobus. Besarnya lesi tergantung dari volume air yang dihirup dan durasi dari
hipoksia, maupun jenis air yang terhirup (air garam atau air segar).

Gambar 11. Near Drowning Pulmonary Edema

Gambaran edema paru pada anak berumur 5 tahun yang hampir tenggelam
1 jam sebelum dibawa ke rumah sakit. Terdapat pembesaran jantung, diffuse
confluent alveolarpatterns of pulmonary edema, danperibronchial cuffing.
Gambaran cortikalparu bersih dari edema interstitial, hal ini mengindikasikan
edema berasal dari kerusakan alveolar langsung dari inhalasi air atau edema
karena laringospasme dibandingkan dengan edema karena hipoksia.

e) Edema Paru Neurogenik

Edema paru neurogenik terjadi pada lebih dari 50%pasien


dengangangguan otak berat seperti pada trauma, perdarahan subaraknoid, stroke,
maupun status epileptikus. Diagnosis dari edema paru neurogenik dibuat
menggunakan metode eksklusi. Penyebabnya masih kontroversional, beberapa
mengemukakan kombinasi antara faktor yang mempengaruhi edema hidrostatik
dan faktor yang mempengaruhi edema permeabilitas tanpa DAD. Gejala dari
edema paru neurogenik ini diantaranya adalah dispneu, takipneu, dan sianosis
yang terjadi setelah adanya gangguan pada otak. Gejala dan tanda ini akan
berkurang secara cepat pada kebanyakan kasus. Gambaran radiografi pada kasus
ini adalah adanya bilateral, homogen konsolidasi, dengan predominasi apices
pada 50% kasus. Gambaran radiologi ini biasanya menghilang setelah 1-2 hari.
33

Gambar 12. Edem paru neurogenik

Edema paru neurogenik pada pasien wantia berumur 54 tahun


denganperdarahan intrakranial karena hipertensi arteri. Gambar a. menunjukkan
foto rontgen thorax dengan gambaran konsolidasi yang predominan pada
daerah apices. Tanpa disertai efusi pleura, Kerley lines, maupun ukuran jantung
yang abnormal. Gambar b. menunjukkan CT scan dengan gambaran
konsolidasi alveolar pada sentral paru, dan penebalan septum interlobus (tanda
panah hitam).

c) CT Scan

CT-Scanresolusi tinggi dapatmenunjukkan konsolidasi wilayah udaraluas,


yang mungkin memiliki distribusi yang dominan di daerah paru-paru.Sebuah
34

pola retikuler dengan distribusi anterior mencolok sering ditemukan pada CT-
Scan pada penderita ARDS (Soerodiwirio, 1984).

d) Ekhokardiografi

Pemeriksaan ini merupakan baku emas untuk mendeteksidisfungsi


ventrikel kiri. Ekhokardiografi dapat mengevaluasi fungsi miokard dan fungsi
katup sehingga dapat dipakai dalam mendiagnosis penyebab edem paru (ESC,
2012)

e) EKG

Pemeriksaan EKG bisa ormal atau seringkali didapatkan tanda-tanda


iskemik atau infark miokard akut dengan edema paru. Pasien dengan krisis
hipertensi gambaran EKG biasanya menunjukan gambaran hipertrofi ventrikel
kiri. Pasien dengan edem paru kardiogenik tetapi yang non iskemik biasanya
menunjukan gambaran gelombang T negative yang melebar dengan QT
memanjang yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil
dan menghilang dalam 1 minggu. Penyebab dari non iskemik ini belum diketahui
tetapi beberapa keadaan yang dikatakan dapat menjadi penyebab, antara lain:
iskemia sub-endokardial yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada
dinding, peningkatan akut dari tonus simpatis kardiak yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan pada dinding, peningkatan akut dari tonus simpatis kardiak
atau peningkatan elektrikal akibat perubahan metabolic atau katekolamin (Maria,
2010).

f) Katerisasi Pulmonal

Pengukuran tekanan baji pulmonal (pulmonary arteryocclusion


pressure/PAOP) dianggap sebagai pemeriksaan baku emas untuk menentukan
penyebab edem paru akut (ESC, 2012).
35

H. Prognosis

Prognosis tergantung pada penyakit dasar dan faktor penyebab/pencetus


yang dapat diobati. Walaupun banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui
mekanisme terjadinya edema paru nonkardiogenik akibat peningkatan permeabilitas
kapiler paru, perbaikan pengobatan, dan teknik ventilator tetapi angka mortalitas pasien
masih cukup tinggi yaitu > 50%. Beberapa pasien yang bertahan hidup akan didapatkan
fibrosis pada parunya dan disfungsi pada proses difusi gas/udara. Sebagian pasien
dapat pulih kembali dengan cukup baik walaupun setelah sakit berat dan perawatan
ICU yang lama(Simadibrata, 2000).
36

BAB III

KESIMPULAN

Edem paru biasdibagi menjadi kardiogenik dan non kardiogenik. Edemaparu non
kardiogenik terjadi akibat dari transudasi cairan dari pembuluh-pembuluh kapiler paru-
paru ke dalam ruang interstisial dan alveolus paru-paru yang diakibatkan selain kelainan
pada jantung. Kelainan tersebut bisa diakibatkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik
atau penurunan tekanan onkotik (osmotik) antara kapiler paru dan alveoli, dan
terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler paru yang bisadisebabkan berbagai macam
penyakit atau yang sering disebut dengan acute respiratory distress syndrom. Sedangkan
pada kardiogenik atau edem paru hidrostatik atau edem hemodinamik karena infark
miokars hipertensi, penyakit jantung katup, eksaserbasi gagal jantung sistolik/ diastolik
dan lainnya.

Gambaran klinis yang didapat dapat berupa kesulitan bernapas atau perasaan
tertekan atau perasaan nyeri pada dada. Biasanya terdapat batuk yang sering
menghasilkan riak berbusa dan berwarnamerah muda. Terdapat takipne serta denyut
nadi yang cepat dan lemah, biasanya penderita tampak sangat pucat dan mungkin
sianosis. Pada pemeriksaan fisik, pada perkusi terdengar keredupan dan pada
pemeriksaan auskultasi di dapat ronki basah dan bergelembung pada bagian bawah dada

Pada pemeriksaan foto toraks memperlihatkan adanya infiltrat-infiltrat bilateral


yang difus, kadang-kadang satu paru-paru terserang lebih hebat dari paru-paru lainnya.
Pemeriksaan analisa gas darah dan CT Scan toraks juga dapat membantu menegakkan
diagnosisserta memberikan petunjuk dalam pengobatan.Termasukjikakardiogenik, perlu
pemeriksaan EKG dan Ekhokhardiografi.

Pengobatan edema paru ditujukan kepada penyakit primer yang menyebabkan


terjadinya edema paru tersebut disertai pengobatan suportif terutama mempertahankan
oksigenasi yang adekuat (dengan pemberian oksigen dengan teknik-teknik ventilator)
dan optimalisasi hemodinamik (retriksi cairan, penggunaan diuretik dan obat vasodilator
pulmonal).

Anda mungkin juga menyukai

  • Referat Hipertensi
    Referat Hipertensi
    Dokumen31 halaman
    Referat Hipertensi
    Anonymous XsERfJPwt
    Belum ada peringkat
  • Hipertensi
    Hipertensi
    Dokumen56 halaman
    Hipertensi
    Anonymous XsERfJPwt
    Belum ada peringkat
  • Surat
    Surat
    Dokumen4 halaman
    Surat
    Anonymous XsERfJPwt
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen25 halaman
    Daftar Isi
    Anonymous XsERfJPwt
    Belum ada peringkat