THALASSEMIA ß-MAYOR
Oleh :
Yoeharto, S.Ked
NIM. I1A002010
Pembimbing :
DR. dr. Muh. Darwin T., Sp. PD, K-HOM
Oktober, 2012
LEMBAR PENGESAHAN
Thalassemia β-Mayor
Oleh
Yoeharto, S. Ked
I1A002010
Pembimbing
dr. Muh. Darwin P. Sp.PD. K-HOM
.……………………….
(dr. Muh. Darwin P. Sp.PD. K-HOM )
Telah dipresentasikan
.………………………
(dr. Muh. Darwin P. Sp.PD. K-HOM )
ii
BAB I
PENDAHULUAN
herediter yang diturunkan secara autosomal resesif, yang disebabkan karena tidak
adanya atau berkurangnya sintesa dari satu atau lebih rantai-rantai polipeptida dari
globin (1)
Indonesia sekitar 3.500 tahun yang lalu dan disebut Protomelayu (Melayu awal)
dan migrasi kedua diduga 2.000 tahun yang lalu disebut Deutromelayu (Melayu
akhir) dengan fenotip Monggoloid yang kuat. Keseluruhan populasi ini menjadi
karena skrining pengemban sifat kelainan darah tersebut pada berbagai populasi
1
Jika tidak ada tindakan preventif atau pengendalian dalam bentuk apapun,
maka angka tersebut akan terus bertambah. Tindakan preventif yang dianjurkan
terutama pada populasi yang berprevalensi tinggi (berprevalensi > 5%) untuk
memeriksakan diri apakah mereka mengemban sifat genetik tersebut atau tidak.
Konseling genetik juga ditujukan kepada mereka yang mempunyai kerabat dekat
beta) > 5 % yaitu 7,69% dengan taksiran 6,35 - 9,03%. Karena itu, konseling
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
tetapi masalah yang lebih penting dan mencolok adalah produksi hemoglobin
yang tidak mencukupi. Letak masalah pada thalassemia adalah pada protein
globulinnya.
Pembuatan tiap rantai peptida diatur oleh satu gen tertentu yang letaknya
pada kromosom dan pembuatan ini melalui mRNA. Kelainan pokok pada
karena didalam sel eritrosit mRNA untuk rantai α dan β berkurang atau tidak ada
2.2. Klasifikasi
1. Thalassemia α (alpha)
Terjadi karena adanya kelainan gen (kromosom 16) pada gen globin alpha.
3
memproduksi rantai globin alpha sehingga jumlah rantai alpha menurun
(thalassemia jenis ringan) atau tidak ada sama sekali (thalassemia alpha berat).
2. Thalassemia ß (beta)
sehingga produksi rantai polipeptida globin beta berkurang atau tidak ada sama
sekali. (4)
1. β thalassemia mayor : Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa
sifat Thalassemia. Gejala penyakit muncul sejak awal masa kanak-kanak dan
perlu tranfusi.
4
5
2.3 Epidemiologi
angka ini, diperkirakan lebih 2000 penderita baru dilahirkan setiap tahunnya di
Indonesia.
2.4 Patofisiologi
Molekul globin terdiri atas sepasang rantai- dan sepasang rantai lain yang
menentukan jenis Hb. Pada orang normal terdapat 3 jenis Hb, yaitu Hb A
(merupakan > 96% dari Hb total, tersusun dari 2 rantai- dan 2 rantai- = 22),
Hb F (< 2% = 22) dan HbA2 (< 3% = 22). Kelainan produksi dapat terjadi
thalassemia).
kekurangan pembentukan 22 (Hb A); kelebihan rantai- akan berikatan dengan
diendapkan pada membran eritrosit sebagai Heinz bodies dengan akibat eritrosit
2.5 Diagnosis
6
umum, gangguan tumbuh kembang, dan perut tampak semakin besar akibat
2.6 Penatalaksanaan
1. Transfusi darah
2. Kelasi besi
4. Splenektomi
5. Suplemen
6. Dukungan psikologis
7
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas
Umur : 34 tahun
Pekerjaan : Guru
RMK : 83.98.44
II. ANAMNESIS
Pasien sudah didiagnosa thalassemia sejak usia 7 tahun, setelahnya pasien rutin
kontrol darah ke puskesmas tiap 1 bulan sekali. Sejak usia 7 tahun, pasien
transfusi darah tiap 3 bulan sekali, sampai saat ini. Pasien akan merasakan
8
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
A. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Komposmentis
GCS : 4-5-6
2. Pengukuran
Nadi : 81 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36,5o C
Berat Badan : 45 kg
Kelembaban : Cukup
9
Pucat : Ada (di akral)
Tebal/tipis : Tipis
Distribusi : Merata
Pupil : Diameter : 3 mm / 3 mm
Simetris : Isokor
Serumen : Minimal
10
Gusi : Tidak ada perdarahan gusi
Bentuk : Simetris
11
Perkusi : Sonor pada kedua paru
Gallop (-)
Perkusi : Timpani
Palpasi :
12
Massa : Tidak teraba
HEMATOLOGI
HITUNG JENIS
13
MID # 0,3 ribu/ul
HEMATOLOGI
HITUNG JENIS
14
VI. Pemeriksaan Penunjang (Lab 16/9/2012)
HEMATOLOGI
HITUNG JENIS
15
Limfosit # 2.3 1,25 – 4,0 ribu/ul
Hemolitik
Follow Up 12/9/2012
16
Cor HR = 91x/menit, murmur (-), gallop (-)
Follow Up 13/9/2012
17
Cor HR = 91x/menit, murmur (-), gallop (-)
Follow Up 14/9/2012
18
Leher JVP = (5-2) cmH20, pembesaran KGB (-)
Follow Up 15/9/2012
19
Kepala Conjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik (-)
Follow Up 16/9/2012
20
Kepala Conjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-)
Follow Up 17/9/2012
Pasien APS
21
BAB IV
PEMBAHASAN
Beta Thalassemia disebabkan oleh lebih dari 200 poin mutasi dan kadang-
kadang meskipun jarang, dapat disebabkan oleh adanya delesi gen (1).
lesi genetik merusak sintesis rantai globin. Namun, variabilitas genotip pada lokus
yang berbeda pada orang tua dari individu dengan genotipe yang sama. Disparitas
variabilitas yang telah ditandai, dan pengubah gentik lainnya mungkin ada (2)
anemia yang terjadi pada thalassemia. Kontribusi relatif dari dua proses patologis
ini memberikan efek yang berbeda pada berbagai variasi jenis thalassemia.
Gambar 2 akan mengilustrasikan proses kompleks dari peristiwa yang terjadi pada
22
Gambar 4.1 Penanganan Thalassemia dan Pengobatan yang Berhubungan
dengan Komplikasi (4)
kali lipat prekursor eritroid dari sumsum tulang orang normal (5), 15 kali lipat
23
disebabkan oleh kelebihan endapan rantai alfa pada prekursor eritroid. Meskipun
merupakan sinyal penting untuk penghapusan oleh makrofag yang teraktivasi (9),
dihasilkan tidak hanya dari anemia kronik tetapi juga kelebihan zat besi, itu semua
lebih sering pada pasien yang lebih tua atau mereka yang menjalani terapi kelasi
besi yang tidak cukup (11,13). Pengganti hormon diindikasikan untuk sisa
24
kesuburan tetapi dapat diperbaiki dengan menggunakan penggantian hormon pada
pasien laki-laki.
25
Sebagian kecil pasien wanita, termasuk mereka yang dengan thalassemia mayor
atau thalassemia intermedia, telah dapat hamil, baik secara spontan (jika mereka
mendapat terapi kelasi yang adekuat) atau dengan teknik reproduksi bantuan (13).
Kehamilan umumnya muncul dengan aman bila fungsi dasar jantung baik (15).
Kelasi yang terlalu kuat dikaitkan dengan displasia tulang yang diinduksi
meliputi monitoring secara hati-hati pada terapi kelasi, perubahan gaya hidup
pendekatan pengobatan yang baik, namun studi lebih lanjut diperlukan sebelum
jaringan dan pada akhirnya disfungsi dan gagal organ. Manifestasi yang terjadi
pada jantung karena kelebihan zat besi masih menjadi penyebab utama kematian
(17,18). Baik kelebihan zat besi karena transfusi maupun kelebihan absorpsi zat
penyerapan besi pencernaan tetap ada meskipun kenaikan besar total beban besi
tubuh.
26
Hepcidin adalah sebuah peptida kecil yang menghambat absorbsi zat besi
pada usus halus. Kadar hepcidin secara normal akan meningkat ketika pasokan zat
besi tubuh mengalami kenaikan (19). Kadar hepcidin ditemukan rendah pada
pasien dengan thalassemia intermedia dan thalassemia mayor (20). Terlebih lagi,
garis sel HepG2, yang menunjukkan kehadiran faktor humoral dalam menurunkan
regulasi hepcidin (21). Pengamatan ini menunjukkan bahwa regulasi hepcidin atau
agen yang meningkatkan ekspresi hepcidin mungkin berguna secara terapi untuk
penting untuk evaluasi dan manajemen terapi kelasi. Serum feritin paling umum
diukur sebagai indikator cadangan besi. Kadar feritin di bawah 2500 mg per
penyakit jantung (22). Namun, kadar feritin serum sangat diandalkan, terutama
ketika penyakit hati muncul (23). Biopsi hati telah sering digunakan tetapi invasif.
superkonduksi) dan setara atau lebih akurat daripada pengukuran besi hepatik oleh
biopsi hati (18). Namun, hanya empat center di dunia ini yang mampu
melakukannya.
melambangkan deposisi besi pada organ vital lainnya (seperti jantung). Memang,
kerusakan jantung parah telah diamati pada beberapa pasien dengan khelasi yang
27
mungkin memadai, dan besi pada otot jantung dan fungsi ventrikel kiri tampaknya
tidak dapat diprediksi dari konsentrasi besi hati, kadar feritin, atau keduanya (24).
Oleh karena itu, teknik-teknik non-invasif untuk pengukuran kadar besi jantung
berguna untuk pengukuran besi pada otot jantung pasien thalassemia (25), namun
pendekatan ini membutuhkan validasi lebih lanjut dan studi jangka panjang untuk
berkelanjutan merupakan agen kelasi besi yang paling dikenal, tetapi memiliki
sakit dan mengurangi kepatuhan), efek samping, dan harga (mahal di negara-
Banyak usaha telah dilakukan untuk menemukan kelator aktif oral baru.
Deferipon, sebuah kelator oral, awalnya dipikirkan sebagai kelator yang tidak
pengalaman kumulatif di seluruh dunia mengindikasikan bahwa obat ini aman dan
hubungan dengan kerusakan hati (28). Efek samping dari deferipon meliputi
artralgia, nausea dan gejala gastrointestinal lainnya, peningkatan kadar enzim hati,
28
leukopenia, dan jarang sekali terjadi agranulositosis dan defisiensi zync (29).
dapat menembus membran sel dan kelat beracun spesies besi intraseluler (30).
Pada sebuah studi awal, kadar hemoglobin meningkat dan kebutuhan transfusi
terapi deferipon dalam kurun waktu rata-rata 50 minggu (31). Dan yang
(24,32,33).
4.3 Diagnosis
kasus ini, pasien tampak pucat, terdapat gangguan nafsu makan, infeksi berulang,
kelemahan umum, dan ada riwayat gangguan tumbuh kembang. Pada umumnya
keluhan ini mulai timbul pada usia 6 bulan. Rentang gambaran klinisnya sangatlah
luas, mulai yang asimtomatis sampai yang berat bahkan fatal. Selain itu juga dapat
dijumpai wajah yang tampak khas gambaran mongoloid (facies cooley) akibat
adanya deformitas tulang kepala dengan zigoma yang meninjol. Juga didapatkan
(MCV) dan mean corpusculer hemoglobin (MCH) rendah. Sementara red blood
29
cell distributing weight (RDW) meningkat. Dari preparat hapus, akan didapatkan
jolly, poikilositosis. Sementara foto tulang pipih dan ujung tulang panjang tampak
Retikulosit meningkat.
asidofil.
30
Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe
Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang
4.4 Penatalaksanaan
1. Transfusi darah
Sebagian menyatakan sebaiknya transfusi sel darah merah dimulai bila kadar Hb
turun mencapai 10g/dl dan dipertahankan pada kadar sekitar 14g/dl (high
besi dalam tubuh bila dibandingkan dengan regimen transfusi Hb lebih dari
11g/dl. (36)
31
Komplikasi utama akibat transfusi darah adalah penyebaran penyakit
infeksi yang terkait transfusi, serta komplikasi dari iron overload akibat transfusi
2. Kelasi besi
chelating agent (kelasi besi) yang dapat mengeluarkan kelebihan besi dari dalam
penyakit jantung, bahkan pada beberapa penderita hal itu dapat dicegah. (37)
deferasirox
Melakukan pemeriksaan secara berkala setiap 6 bulan atau lebih cepat bila
4. Splenektomi
tindakan ini sebaiknya dilakukan pada umur 5 tahun keatas. Pada umur tersebut
fungsi limpa sebagai organ yang berperan dalam pembentukan zat anti terhadap
infeksi sudah dapat diambil alih oleh organ limfoid lain (36). Indikasi
32
Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
ruptur.
atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan
5. Suplemen
(38)
6. Dukungan psikologis
pemberian transfusi serta kelasi besi supaya penderita dapat hidup dan
Terbentur pada biaya yang tinggi dan kelangkaan donor dengan HLA yang
mempunyai faktor resiko yang buruk survival rate nya mencapai 90%. (36)
33
8. Pencegahan
dua insan heterozygot, agar tidak terjadi bayi homozygot. Prenatal diagnosis
34
BAB V
PENUTUP
penyakit thalassemia beta mayor. Kurang lebih 1 bulan yang lalu, pasien pergi ke
sehingga pasien dirujuk ke RS.Ulin untuk tambah darah. Pasien sudah didiagnosa
Saat umur 9 tahun, pasien transfusi darah tiap 3 bulan sekali, sampai saat
ini. Pasien merasa lemas apabila mulai kurang darah, tidak ada perdarahan gusi,
PRC s/d Hb 10. Selain itu, pasien juga mendapatkan terapi injeksi dexametason,
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Higgs DR, Thein SL, Woods WG. The molecular pathology of the
353:1135-46
2004; 18:1176-99
36
9. Kuypers FA, de Jong K. The role of phosphatidylserine in recognition and
11. Cunningham MJ, Macklin EA, Neufeld EJ, Cohen AR. Complications of b-
12. Old JM, Olivieri NF, Thein SL. Diagnosis and management of thalassaemia.
In: Weatherall DJ, Clegg B, eds. The thalassaemia syndromes. 4th ed.
13. De Sanctis V. Growth and puberty and its management in thalassaemia. Horm
14. Raiola G, Galati MC, De Sanctis V, et al. Growth and puberty in thalassemia
Haematol 2004;127:127-39
37
19. Ganz T. Hepcidin, a key regulator of iron metabolism and mediator of anemia
23. Brittenham GM, Cohen AR, McLaren CE, et al. Hepatic iron stores and
24. Anderson LJ, Wonke B, Prescott E, Holden S, Walker JM, Pennell DJ.
the evaluation of iron overload in patients with b thalassemia and sickle cell
38
27. Franchini M, Veneri D. Iron-chelation therapy: an update. Hematol J
2004;5:287- 92.
28. Wanless IR, Sweeney G, Dhillon AP, et al. Lack of progressive hepatic
Blood 2003;101:2460.]
29. Ceci A, Baiardi P, Felisi M, et al. The safety and effectiveness of deferiprone
iron deposits from membranes of intact thalassemic and sickle red blood cells
Br J Haematol 2003;122:305-10
33. Hershko C, Link GM, Konijn AM, Cabantchik ZI. Iron chelation therapy.
39
35. Riza, Muhammad. (2008). Diagnosis dan tatalaksana thallasemia.
Surakarta
http//www.thalassemia.com/thal_SOC_guide.pdf
40