Anda di halaman 1dari 17

BAB I

DEFINISI

Panduan Pelayanan Klinis Bagi Dokter di Puskesmas Wates bertujuan untuk


memberikan acuan bagi Dokter dalam memberikan pelayanan di Puskesmas Wates
dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan sekaligus menurunkan angka rujukan.

Panduan ini diharapkan dapat membantu dokter layanan primer untuk dapat
meningkatkan mutu pelayanan sekaligus menurunkan angka rujukan dan kesakita
dengan cara:

1. Memberi pelayanan sesuai bukti sahih terkini yang cocok dengan kondisi
pasien keluarga dan masyarakatnya!
2. Menyediakan fasilitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan standar
pelayanan
3. Meningkatkan mawas diri untuk mengembangkan pengetahuan dan
ketrampilan professional sesuai dengan kebutuhan pasien dan lingkungan!
dan
4. Mempertajam kemampuan sebagai gatekeeper pelayanan kedokteran
dengan menapis

penyakit dalam tahap dini untuk dapat melakukan penatalaksanaan secara


cepat dan tepat sebagaimana mestinya layanan primer. Dengan menggunakan
panduan ini diharapkan dokter layanan primer dapat :

1. Mewujudkan pelayanan kedokteran yang sadar mutu sadar biaya yang


dibutuhkan oleh masyarakat
2. Memiliki pedoman baku minimum dengan mengutamakan upaya maksimal
sesuai kompetensi dan fasilitas yang ada! dan
3. Memilliki tolok ukur dalam melaksanakan jaminan mutu pelayanan.
BAB II
RUANG LINGKUP

Panduan Pelayanan Klinis Bagi Dokter di Puskesmas Wates meliputi pedoman


penatalaksanaan terhadap penyakit yang dijumpai di Puskesmas Wates. jenis
penyakit mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan republik Indonesia Nomor 5
tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer dan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia nomor 11 tahun 2011
tentang standar Kompetensi Dokter Indonesia. Penyakit dalam Pedoman ini adalah
penyakit dengan tingkat kemampuan dokter 4A, 3B dan 3A terpilih dimana dokter
diharapkan mampu mendiagnosis memberikan penatalaksanaan dan rujukan yang
sesuai. Pemilihan penyakit pada PPK ini berdasarkan kriteria:

a. penyakit yang prevalensinya cukup tinggi


b. penyakit dengan risiko tinggi dan
c. penyakit yang membutuhkan pembiayaan tinggi.

Panduan Pelayanan Klinis Bagi Dokter di Puskesmas Wates sebagaimana


tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Kebijakan Pelayanan Klinis Puskesmas Wates.
BAB III
TATA LAKSANA

Panduan ini memuat pengelolaan penyakit mulai dari penjelasan hingga


penatalaksanaan penyakit tersebut. Panduan Pelayanan Klinis Dokter Puskesmas
Waes disusun berdasarkan pedoman yang berlaku secara global yang dirumuskan
bersama para dokter di Puskesmas Wates.
a. Judul Penyakit
1. Berdasarkan dasar penyakit terpilih di SKDI 2012 namun beberapa penyakit
dengan karakterisitik yang hampir sama dikelompokkan menjadi satu judul
penyakit.
2. Kode Penyakit dengan menggunakan ketentuan kode International
Classification of Diseases /ICD 10 yang merupakan kodiikasi yang
dirancang untuk rumah sakit. Kodifikasi dalam bentuk nomenklatur
berdasarkan sistem tubuh etiologi dan lain -lain.
3. Tingkat kompetensi berdasarkan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia
nomor 11 tahun 2012 tentang tandar Kompetensi Dokter Indonesia.

b. Masalah Kesehatan
Masalah kesehatan berisi pengertian singkat serta prevalensi penyakit di
Indonesia. ubstansi dari bagian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
awal serta gambaran kondisi yang mengarah kepada penegakan diagnosis
penyakit tersebut.

c. Hasil Anamnesis /Subjective


Hasil ,namnesis berisi keluhan utama maupun keluhan penyerta yang
sering disampaikan oleh pasien atau keluarga pasien. Penelusuran riwayat
penyakit yang diderita saat ini penyakit lainnya yang merupakan faktor risiko
riwayat keluarga riwayat sosial dan riwayat alergi menjadi informasi lainnya
pada bagian ini. Pada beberapa penyakit bagian ini memuat informasi spesifik
yang harus diperoleh dokter dari pasien atau keluarga pasien untuk
menguatkan diagnosis penyakit.
d. Hasil Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan Penunjang ederhana /Objective
Bagian ini berisi hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
spesifik mengarah kepada diagnosis penyakit / pathognomonis . Meskipun
tidak memuat rangkaian pemeriksaan fisik lainnya pemeriksaan tanda -ital dan
pemeriksaan fisik menyeluruh tetap harus dilakukan oleh dokter layanan primer
untuk memastikan diagnosis serta menyingkirkan diagnosis banding.

e. Penegakan Diagnosis / Assessment


Bagian ini berisi diagnosis yang sebagian besar dapat ditegakkan dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Beberapa penyakit membutuhkan hasil
pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis atau karena telah
menjadi standar algoritma penegakkan diagnosis. elain itu bagian ini juga
memuat klasifikasi penyakit diagnosis banding dan komplikasi penyakit.

f. Rencana Penatalaksanaan Komprehensif / Plan


Bagian ini berisi sistematika rencana penatalaksanaan berorientasi pada
pasien /patient centered) yang terbagi atas dua bagian yaitu penatalaksanaan
non farmakologi dan farmakologi. elain itu bagian ini juga berisi edukasi dan
konseling terhadap pasien dan keluarga / family focus aspek komunitas lainnya
/community oriented serta kapan dokter perlu merujuk pasien /kriteria rujukan .
Dokter akan merujuk pasien apabila memenuhi salah satu dari kriteria
TACC /Time Age Complication Comorbidity berikut:

Time : jika perjalanan penyakit dapat digolongkan kepada kondisi kronis atau
melewati !olden Time Standard.
Age : jika usia pasien masuk dalam kategori yang dikhawatirkan meningkatkan
risiko komplikasi serta risiko kondisi penyakit lebih berat.

Complication : jika komplikasi yang ditemui dapat memperberat kondisi


pasien.
Comorbidity : jika terdapat keluhan atau gejala penyakit lain yang
memperberat kondisi pasien.
Selain empat kriteria di atas kondisi fasilitas pelayanan juga dapat
menjadi dasar bagi dokter untuk melakukan rujukan demi menjamin
keberlangsungan penatalaksanaan dengan persetujuan pasien.
g. Sarana Prasarana

Bagian ini berisi komponen fasilitas pendukung spesifik dalam


penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit tersebut. Penyediaan
sarana prasarana tersebut merupakan kewajiban fasilitas pelayanan
kesehatan.

h. Prognosis
Kategori prognosis sebagai berikut :
1. Ad vitam menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap proses kehidupan.
2. Ad functionam menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap fungsi organ
atau fungsi manusia dalam melakukan tugasnya.
3. Ad sanationam menunjuk pada penyakit yang dapat sembuh total sehingga
dapat berakti-itas seperti biasa.

Prognosis digolongkan sebagai berikut:


1. Bonam : sembuh ". Bonam : baik
2. Malam : buruk7jelek
3. Dubia : tidak tentu7ragu2ragu
a. Dubia ad sanam : tidak tentu/ragu-ragu cenderung sembuh/baik
b. Dubia ad malam : tidak tentu/ragu-ragu cenderung memburuk/jelek

Bntuk penentuan prognosis sangat ditentukan dengan kondisi pasien saat


diagnosis ditegakkan.
BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi ditulis dalam rekam medis pasien setelah selesai pelayanan


ditulis kembali dalam buku register pasien dan SIMPUS Puskesmas. Khusus bagi
peserta JKN Puskesmas Wates juga diinputkan dalam aplikasi pcare2bpjs.
LAMPIRAN

1. HORDEOLUM

A. ICD X : H 00.0
B. Tingkat kemampuan : 4A
C. Definisi : peradangan supuratif kelenjar Zeis, kelenjar Moll (hordeolum
eksternum) atau kelenjar Meibom (hordeolum internum).
D. Gejala dan tanda :
- Rasa mengganjal pada kelopak mata
- Rasa sakit yang bertambah saat menunduk
- Nyeri bila ditekan
E. Pemeriksaan fisik :
- Tampak benjolan pada kelopak mata atas/bawah, berwarna merah
- Sakit bila ditekan dekat pangkal bulu mata
F. Pemeriksaan penunjang : -
G. Penegakan diagnosa : -
H. Tata laksana :
- Kompres hangat selama 10`-15`, 3-4x sehari
- Antibiotika topical : Neomycin, Polimyxin B, Gentamycin selama 7-10
hari
- Antibiotika sistemik
- Perbaiki hygiene untuk mencegah terjadi infeksi kembali
I. Kriteria rujukan :
- Bila tidak terjadi resorbsi dengan pengobatan konservatif, perlu
dilakukan incise
- Timbul penyulit : - abses palpebra
- selulitis palpebra
2. KALAZION

A. ICD X : H 00.1
B. Tingkat kemampuan :
C. Definisi : peradangan lipogranuloma menahun dengan konsistensi tidak
lunak dari kelenjar Meibom
D. Gejala dan tanda :
Gejala peradangan ringan
E. Pemeriksaan fisik :
1. kelopak mata tebal dan edema
2. teraba benjolan, konsistensi agak keras
3. pada ujung kelenjar Meibom terdapat massa kuning dari sekresi
kelenjar yang tertahan
4. jika kalazion terinfeksi, dapat terjadi jaringan granulasi yang menonjol
keluar
F. Pemeriksaan penunjang : -
G. Penegakan diagnosa : -
H. Tata laksana :
1. kompres hangat
2. pengurutan kearah muara kelenjar Meibom
I. Kriteria rujukan : Perlu dilakukan incisi dan kuretase untuk mengeluarkan
isi kelenjar

3. PTERYGIUM

A. ICD X : H 11.0
B. Tingkat kemampuan :
C. Definisi : penebalan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga, mirip
daging yang menjalar ke kornea
D. Gejala dan tanda :
1. Mata merah, kadang-kadang kemeng, mengganjal
2. Timbul bentukan seperti daging yang menjalar ke kornea
E. Pemeriksaan fisik :
1. Tampak selaput yang berbentuk segitiga, bagian apeks mengarah ke
kornea
2. Ada 2 macam : tebal , mengandung banyak pembuluh darah
3. tipis, tidak mengandung pembuluh darah
F. Pemeriksaan penunjang : -
G. Penegakan diagnose : -
H. Tata laksana :
1. Pterygium ringan tidak perlu diobati
2. Jika iritasi, dapat diberikan anti inflamasi Tetes Mata dan
Vasokonstriktor Tetes Mata.
I. Kriteria rujukan :
Pterygium yang menjalar ke kornea sampai> 3mm dari limbus, sebaiknya
di operasi

4. KONJUNGTIVITIS

A. ICD X : H 10
B. Tingkat kemampuan :
C. Definisi : keradangan konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri, virus,
jamur, chlamidia, alergi atau iritasi dengan bahan-bahan kimia
D. Gejala dan tanda :
- Mata merah
- Rasa ngeres, seperti ada pasir
- Gatal, panas, kemeng di sekitar mata
- Nrocoh/ berair
E. Pemeriksaan fisik
- Hiperemi konjungtiva
- Epifora
- Pseudoptosis
- Hipertrofi papiler
- Khemosis/edema konjungtiva
- Sekret/getah mata
F. Pemeriksaan penunjang : -
G. Penegakan diagnosa :
H. Tata laksana :
Pengobatan spesifik tergantung dari penyebab
- Bakteri : - Sulfonamid (Sulfacetamide 15%)
Gentamycin 0,3%
Chloramphenicol 0,5%
- Alergi : - Antihistamin : Antazoline 0,5%
Naphazoline 0,05%
Kortikosteroid : Dexametazone 0,1%
I. Kriteria rujukan :
Jika timbul penyulit : - Phlikten
- Keratitis epithelial
- Ulkus kataralis

5. KATARAK SENIL

A. ICD X : H 25
B. Tingkat kemampuan :
C. Definisi : setiap kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut
D. Gejala dan tanda :
-Tajam penglihatan menurun/kabur/berkabut
E. Pemeriksaan fisik :
- Pupil berwarna putih
- Tes hitung jari untuk melihat visus
F. Pemeriksaan penunjang :
- Tes “Iris Shadow” : - Positif pada katarak imatur
- Negatif pada katarak matur
- Reflex fundus : warna jingga akan menjadi gelap pada katarak matur
G. Penegakan diagnosa :
1. pupil berwarna putih
2. Reflex fundus (-)
3. Tes “Iris Shadow” (-)
H. Tata laksana : pembedahan
I. Kriteria rujukan :
Timbul penyulit : - Glaukoma sekunder
- Uveitis fakotoksik atau Glaukoma fakolitik

6. TRAUMA MATA KARENA BAHAN KIMIA

A. ICD X : T 26.6
B. Tingkat kemempuan :
C. Definisi : trauma mata yang disebabkan oleh bahan kimia asam atau basa
D. Gejala dan tanda :
- Mata terkena bahan kimia
- Rasa nyeri, berair dan silau
E. Pemeriksaan fisik :
- Pelebaran pembuluh darah perikornea
- Edema kornea
- Nekrosis konjungtiva dan sclera
F. Pemeriksaan penunjang :
- Tes Fluoresin
G. Penegakan diagnose :
- Tes Fluoresin (+)
H. Tata laksana :
- Anestesi local dengan Pantocain TM 2% tiap menit selama 5 menit
- Diikuti irigasi dengan cairan fisiologis/ air matang/ air bersih
- Bila ada sisa bahan kimia dapat dibersihkan dengan lidi kapas
- Irigasi minimal 1L untuk masing-masing mata
- Untuk bahan asam, irigasi dilakukan sampai setengah jam, sedangkan
untuk basa sampai satu jam
- Obat-obatan : - sikloplegik jangka panjang : Atropin 2% 1tetes
Antibiotik
I. Kriteria rujukan :
Bila terjadi penyulit : - simblefaron
- glaukoma
- sikatrik kornea
- katarak traumatika

7. BENDA ASING LOGAM DI KORNEA

A. ICD X : T 15.0
B. Tingkat kemampuan :
C. Definisi : trauma mata akibat gram di kornea
D. Gejala dan tanda :
- Ada benda asing di mata
- Berair, nyeri dan silau
- Rasa mengganjal
E. Pemeriksaan fisik :
- Adanya gram/ benda asing logam
- Pelebaran pembuluh darah perikornea
F. Pemeriksaan penunjang :
- Tes Fluoresin
G. Penegakan diagnosa :
- Adanya gram/ benda asing logam
- Tes Fluoresin (+)
H. Tata laksana :
- Anestesi local dengan Pantocain 2% TM
- Pengeluaran benda asing dengan : -kapas lidi steril
-ujung jarum suntik no”25
Gauge”
- Midriatikum Atropin 1% TM untuk mencegah iridosiklitis
- Salep mata Antibiotik 3x sehari dan mata dibebat selama 2 hari
I. Kriteria rujukan :
Bila terjadi penyulit : - lingkaran karat
reaksi toksikdi stroma kornea
iritis
8. GLAUKOMA
A. ICD X : H 40
B. Tingkat kemampuan :
C. Definisi : gangguan penglihatan yang ditandai dengan terjadinya
kerusakan pada saraf optic yang biasanya
diakibatkan oleh adanya peningkatan tekanan di dalam mata
D. Gejala dan tanda:
- Nyeri pada mata
- Sakit kepala
- Melihat bayangan lingkaran di sekeliling cahaya
- Mata memerah
- Mual atau muntah
- Mata berkabut/kabur
- Penglihatan yang makin menyempit hingga pada akhirnya tidak dapat
melihat obyek
E. Pemeriksaan Fisik :
- Visus sangat menurun
- Hiperemi konjungtiva
- Kornea sangat suram (edema)
- Dengan lampu senter yang terang akan tampak :
 BMD sangat dangkal
 Pupil lebar lonjong, tidak ada reflex
F. Pemeriksaan penunjang :
- Tonometer Schiotz
- Gonioskopi
G. Penegakan diagnose :
- TIO > 20 mmHg
- Tes lapang pandang yang menyempit
- Visus menurun
H. Tata laksana :
1. a. Menurunkan TIO segera
- Gliserin 1-1,5 ml/kg BB dicampur cairan/sari buah dengan jumlah yang
sama, diminum sekaligus.
- Mannitol 1-2 g/kg BB 20% dalam infus dengan kecepatan 60
tetes/menit.
Bila TIO sudah turun mencapai normal, dosis ini tidak perlu dihabiskan.
b. Acetazolamid, 500 mg/po dilanjutkan 250 mg tiap 6 jam
Dapat diberikan 500 mg iv jika sangat mual/muntah.
c. Timolol maleat 0,25% - 0,5% TM, 2x/hari
2. Suportif dengan mengurangi mual/muntah, nyeri dan reaksi radang :
- Anti emetika
- Anti inflamasi topikal (kortikosteroid)
I. Kriteria rujukan :
Perlu tindakan pembedahan/iridektomi.

9. MIOPIA
A. ICD X : H 52.1
B. Tingkat kemampuan : 4A
C. Definisi : kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata
dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibias membentuk
bayangan di depan retina.
D. Gejala dan tanda :
- Kabur bila melihat jauh.
- Seperti melihat benang/nyamuk dilapang pandang.
- Mata cepat lelah, pusing dan mengantuk.
E. Pemeriksaan fisik :
- Tajam penglihatan/visus kurang dari 6/6
F. Pemeriksaan penunjang
- Trial Lens dengan metode “Trial and Error”.
- Auto Refraktometer (komputer)
G. Penegakan diagnose :
- Koreksi dengan lensa Sferis negatif.
H. Tata laksana :
- Kacamata : koreksi dengan lensa Sferis negatif terlemah yang
menghasilkan tajam penglihatan terbaik.
- Lensa kontak.
I. Kriteria rujukan :
- Hasil koreksi tidak mendapatkan visus/tajam penglihatan 6/6.

10. HIPERMETROPIA
A. ICD X : H 52.0
B. Tingkat kemampuan : 4A
C. Definisi : kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata
dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibias membentuk
bayangan di belakang retina.
D. Gejala dan tanda :
- Kabur bila melihat dekat.
- Mata cepat lelah, berair, sering mengantuk, sakit kepala.
E. Pemeriksaan fisik :
- Tajam penglihatan/visus kurang dari 6/6
F. Pemeriksaan penunjang :
- Metode “Trial and Error”.
- Auto Refraktometer (komputer)
G. Penegakan diagnose :
- Koreksi dengan lensa Sferis positif
H. Tata laksana :
- Kacamata : koreksi dengan lensa Sferis positif terkuat yang
menghasilkan tajam penglihatan terbaik.
- Lensa kontak.
I. Kriteria rujukan :
- Hasil koreksi tidak mendapatkan visus/tajam penglihatan 6/6.

11. ASTIGMATISMA
A. ICD X : H 52.2
B. Tingkat kemampuan : Astigmatisma ringan 4A
C. Definisi : kelainan refraksi dimana sinar yang datang sejajar namun tidak
dengan aksis visual sehingga tidak di fokuskan pada satu titik (banyak
titik).
D. Gejala dan tanda :
- Penglihatan ganda/berbayang.
- Benda bulat dapat terlihat lonjong (bentuk benda umumnya terlihat
berubah).
- Sakit kepala/pusing.
- Penglihatan kabur.
- Mata lelah setelah melihat jarak dekat maupun jauh.
E. Pemeriksaan fisik :
- Tajam penglihatan/visus kurang dari 6/6
F. Pemeriksaan penunjang :
- Metode “Trial and Error”.
- Auto Refraktometer (komputer).
G. Penegakan diagnosa :
- Koreksi dengan lensa Silindris.
H. Tata laksana :
- Kacamata : koreksi dengan lensa silindris
- Lensa kontak
I. Kriteria rujukan :
- Hasil koreksi tidak mendapatkan visus/tajam penglihatan 6/6.

12. PRESBIOPIA
A. ICD X : H 52.4
B. Tingkat kemampuan : 4A
C. Definisi : makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai
dengan makin meningkatnya usia.
D. Gejala dan tanda :
- Kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil.
- Cenderung menegakkan punggung atau menjauhkan obyek yang
dibaca sehingga dapat lebih jelas.
- Timbul pada usia lebih dari 40 tahun.
E. Pemeriksaan fisik :
- Tajam penglihatan/visus kurang dari 6/6.
F. Pemeriksaan penunjang :
- Metode “Trial and Error”.
- Kartu “Jaeger”.
- Auto Refraktometer (komputer).
G. Penegakan diagnose :
- Koreksi penglihatan jauh dengan metode “Trial and Error”.
- Dengan koreksi jauh, secara binokuler ditambahkan lensa Sferis positif
dan diperiksa dengan menggunakan kartu “Jaeger” pada jarak 33 cm.
H. Tata laksana :
- Diberikan penambahan lensa Sferis positif sesuai pedoman usia.
- 40 tahun diberi tambahan Sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun diatasnya
ditambahkan lagi Sferis + 0.50.
- Lensa Sferis positif yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai
cara :
1. Kacamata baca untuk melihat dekat saja.
2. Kacamata bifokal untuk melihat jauh dan dekat.
- Jika koreksi jauh tidak dapat mencapai 6/6, maka penambahan lensa
Sferis positif tidak terikat pada pedoman usia, boleh diberikan
seberapapun sampai dapat membaca cukup memuaskan.
I. Kriteria rujukan :
- Apabila visus tidak dapat mencapai normal/memuaskan/baik.

Anda mungkin juga menyukai