Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sumber energi biomassa yang ada di Indonesia sangat melimpah karena
Indonesia merupakan negara agraris. Beberapa sumber energi biomassa yang
banyak terdapat di Indonesia adalah limbah pertanian seperti sekam padi, ampas
tebu, batang dan tongkol jagung serta limbah-limbah pertanian/perkebunan
lainnya. Menurut data Kementerian Pertanian tahun 2007 produksi jagung rata-
rata diperkirakan sebanyak 12.193.101 ton per tahun yang diperkirakan
menghasilkan limbah tongkol jagung sebanyak 8.128.734 ton per tahun (Surono,
2010). Biomassa itu sendiri merupakan salah satu energi alternatif yang
berpotensi sangat besar di Indonesia dengan memanfaatkan limbah pertanian yang
belum dimanfaatkan secara maksimal dan kebanyakan limbah tersebut merupakan
limbah lignoselulosik (Subekti, 2006). Salah satu limbah tersebut adalah tongkol
jagung. Pemanfaatan limbah merupakan salah satu alternatif untuk menaikkan
nilai ekonomi limbah tersebut. Pemanfaatan limbah pertanian seperti tongkol
jagung, yang selama ini hanya dijadikan sebagai pakan ternak atau hasil industri
minyak jagung yang tidak diolah kembali menjadi sesuatu yang memiliki nilai
ekonomi tinggi.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengolah limbah tongkol
jagung adalah dengan menggunaan metode fraksionasi biomassa. Fraksionasi
biomassa merupakan salah satu metode pengolahan biomassa menjadi komponen
utama penyusunnya (selulosa, hemiselulosa dan lignin) dengan tanpa banyak
merusak dan mengkonversikannya menjadi produk yang bernilai tambah (Amraini
dkk, 2010). Proses fraksionasi biomassa dilakukan dengan menggunakan pelarut
organik disebut sebagai proses organosolv. Proses organosolv dapat dilakukan
dengan berbagai pelarut seperti asam asetat dan asam formiat.

1.2 Tujuan
Tujuan percobaan fraksionasi biomassa adalah sebagai berikut:
1. menjelaskan pengaruh variabel terhadap produk fraksionasi biomassa,
2. menghitung necara massa pada sistem fraksionasi biomassa,

1
3. menghitung yield sistem fraksionasi biomassa,
4. menghitung persentase recovery lignin komponen-komponen utama biomassa.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air
Air adalah zat cair yang tidak mempunyai rasa, warna dan bau, yang
terdiri dari hidrogen dan oksigen dengan rumus kimiawi H2O. Karena air
merupakan suatu larutan yang hampir-hampir bersifat universal, maka zat-zat
yang paling alamiah maupun buatan manusia hingga tingkat tertentu terlarut di
dalamnya. Dengan demikian, air di dalam mengandung zat-zat terlarut. Zat-zat ini
sering disebut pencemar yang terdapat dalam air (Linsley, 1991).

2.2 Peraturan Perundang-undangan Baku Mutu Air


Air sehat bagi masyarakat biasanya didefinisikan sebagai air minum.
Ketentuantentang air minum, sebagaimana tertuang dalam PP No.16 / 2005
tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, adalah air minum rumah
tangga yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang
memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung di minum.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 70
Tahun 2016 tentang Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Industri didapat beberapa penjelasan Kualitas Air Minum dan Air untuk keperluan
hygiene dan sanitasi.
1. Air Minum
Standar baku mutu (SBM) air minum meliputi kualitas fisik, biologi, kimia
dan radioaktivitas. Parameter wajib harus diperiksa secara berkala sesuai
peraturan yang berlaku, sedangkan parameter tambahan merupakan parameter
yang wajib diperiksa hanya bagi daerah yang mengindikasikan terdapat
pencemaran kimia yang berhubungan dengan parameter kimia tambahan tersebut.
Parameter wajib untuk SBM Fisik air minum meliputi 6 parameter yaitu bau, rasa,
suhu, warna, zat padat terlarut (TDS) dan kekeruhan. Penentuan kadar maksimum
bedasarkan pertimbangan kesehatan melalui tolerable daily intake sebesar 2
liter/perorang/hari dengan berat badan rata-rata 60 kg.

3
Tabel 2.1 Standar Baku Mutu Air Minum
SBM
Parameter
No Unit (Kadar Keterangan
Wajib
Maksimum)
Parameter
 PMK
yang tidak
942/Menkes/Per/IV/2010
langsung
tentang Persyaratan
berhubungan
Kualitas Air Minum
dengan
 WHO (2011)
kesehatan
1 Bau Tidak berbau
2 Rasa Tidak berasa
o
3 Suhu C Suhu udara ± 3
4 Warna TCU 15 True Color Unit
Total
5 dissolved mg/l 500
solid
6 Kekeruhan NTU 5 Nephelometric Turbidity Unit
Sumber :(Peraturan Mentri Kesehatan, 2016)

2. Air untuk Keperluan Hygiene dan Sanitasi


Standar baku mutu air untuk keperluan hygiene dan sanitasi meliputi
kualitas fisik, biologi, dan kimia. Parameter wajib merupakan parameter yang
harus diperiksa secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, sementara untuk parameter tambahan hanya di wajibkan untuk diperiksa
jika kondisi geohidrologi mengindikasikan adanya potensi pencemaran berkaitan
dengan parameter tambahan. Air tersebut digunakan untuk pemeliharaan
kebersihan perorangan dan wudhu pekerja serta untuk keperluan sanitasi seperti
buang air kecil dan toilet. Tabel 2.2 berisi daftar parameter fisik air wajib yang
harus diperiksa untuk keperluan hygiene dan sanitasi.

4
Tabel 2.2 Standar Baku Mutu Air untuk Keperluan Hygiene dan Sanitasi
No Parameter Wajib Unit SBM (Kadar Maksimum)
1 Bau Tidak berbau
2 Rasa Tidak berasa
o
3 Suhu C Suhu udara ± 3
4 Warna TCU 50
5 Total Dissolved Solid mg/l 1000
6 Kekeruhan NTU 25
Sumber :(Peraturan Mentri Kesehatan, 2016)

2.3 Penggolongan Air


Ada pun penggolongan air secara umum menurut Effendi (2003), adalah
sebagai berikut :
a. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara
langsung, tanpa pengolahan terlebih dahulu.
b. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum
c. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan
dan peternakan.
d. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian
usaha di perkotaan, industri, dan pembangkit listrik tenaga air.

2.4 Sumber Air


Menurut Sutrisno (1996), secara garis besar dapat dikatakan air bersumber
dari:
a. Air Laut
b. Air Atmosfer
c. Air Permukaan
d. Air Tanah

2.4.1 Air Laut


Air yang dijumpai di alam berupa air laut sebanyak 80%, sedangkan
sisanya berupa air tanah/daratan, es, salju, dan hujan. Air laut mempunyai sifat

5
asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar NaCl dalam air laut sebesar3%.
Dengan keadaan ini, maka air laut tak memenuhi syarat untuk air minum.

2.4.2 Air Atmosfer


Dalam keadaan murni air atmosfer sangat bersih, karena dengan adanya
pengotoran udara yang disebabkan oleh kotoran-kotoran industri atau debu dan
lain sebagainya. Maka untuk menjadikan air hujan sebagai sumber air minum
hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada saat hujan
mulai turun, karena masih mengandung banyak kotoran.

2.4.3 Air Permukaan


Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada
umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya,
misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri dan
sebagainya. Setelah mengalami suatu pengotoran, maka air permukaan akan
mengalami proses pembersihan sendiri. Udara yang mengandung oksigen atau gas
O2 akan membantu mengalami proses pembusukan yang terjadi pada air
permukaan yang telah mengalami pengotoran, karena selama dalam perjalanan,
O2 akan meresap ke dalam air permukaan.

2.4.4 Air Tanah


Air tanah adalah air yang berasal dari permukaan yang merembes ke dalam
tanah, yang terdapat di dalam ruang-ruang butir antara butir-butir tanah di dalam
lapisan bumi. Ketika air akan memenuhi lapisan tanah yang keras dan kuat, maka
air ini akan keluar permukaan sebagai mata air.

2.5 Karakteristik Air


2.5.1 Karakteristik Fisik Air
Karakteristik fisik air mungkin faktor yang sudah lama telah
digunakanuntuk menilai kualitas air (air murni). Air murni adalah air yang
tidakberbau, tidak berwarna dan tidak punya rasa atau hambar. Karakteristik fisik
air menurut Effendi (2003) adalah sebagai berikut:

6
1. Kekeruhan
Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan
organik yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang
dihasilkan oleh buangan industri.
2. Temperatur
Kenaikan temperatur air menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut.
Kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang
tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin dapat terjadi.
3. Warna
Warna air dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme, bahan tersuspensi
yang berwarna dan oleh ekstrak senyawa organik serta tumbuh-tumbuhan.
4. Solid (Zat Padat)
Kandungan zat padat menimbulkan bau busuk, juga dapat meyebabkan
turunnya kadar oksigen terlarut. Zat padat dapat menghalangi penetrasi
sinar matahari kedalam air.
5. Bau dan Rasa
Bau dan rasa dapat dihasilkan oleh adanya organisme dalam air seperti
alga serta oleh adanya gas seperti H2S yang terbentuk dalam kondisi
anaerobik, dan oleh adanya senyawa-senyawa organik tertentu.

2.5.2 Karakteristik Kimia Air


Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O. Satu molekul air
tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom
oksigen. Air memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zatkimia, seperti
garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik.
Karakteristik kimia air menurut Effendi (2003) adalah sebagai berikut :
1. pH
Pembatasan pH dilakukan karena akan mempengaruhi rasa, korosifitas air
dan efisiensi klorinasi. Beberapa senyawa asam dan basa lebih toksik
dalam bentuk molekuler, dimana disosiasi senyawa-senyawa tersebut
dipengaruhi oleh pH.

7
2. DO (Dissolved Oxygent)
DO adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa
dan absorbsi atmosfer/udara. Semakin banyak jumlah DO maka kualitas
air semakin baik. Satuan DO biasanya dinyatakan dalam persentase
saturasi.
3. BOD (Biological Oxygent Demand)
BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorgasnisme
untuk menguraikan bahan-bahan organik (zat pencerna) yang terdapat di
dalam air buangan secara biologi. Reaksinya adalah sebagai berikut:
Zat Organik + Mikroorganisme + O2 → CO2 + Mikroorganisme + Sisa
Material Organik.
4. COD (Chemical Oxygent Demand)
COD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi
bahanorganik secara kimia. Reaksi yang terjadi adalah sebagai beikut :
Zat Organik + O2 → CO2 + H2O
5. Kesadahan
Kesadahan air yang tinggi akan mempengaruhi efektifitas pemakaiannya
dapat memberikan rasa yang segar. Di dalam pemakaian untuk industri
adanya kesadahan dalam air tidaklah dikehendaki. Kesadahandisebabkan
oleh adanya kadar residu terlarut yang tinggi dalam air.
6. Senyawa Kimia Beracun
Kehadiran unsur arsen (As) pada dosis yang rendah sudah merupakan
racun terhadap manusia sehingga perlu pembatasan yang agak ketat (±0,05
mg/l). Kehadiran besi (Fe) dalam air bersih akan menyebabkan timbulnya
rasa dan bau ligam, menimbulkan warna koloid merah (karat) akibat
oksidasi oleh oksigen terlarut yang dapat menjadi racun bagi manusia
(Wahono, 2007).

8
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat-alat yang digunakan


1 Bak sedimentasi
2 Cawan penguap
3 Corong
4 Gelas kimia 250 ml
5 Gelas ukur 100 ml
6 Kertas saring
7 Neraca analitik
8 Oven
9 Tangki rerata
10 TDS meter

3.2 Bahan-bahan yang digunakan


1. Air Kolam
2. Akuades
3. Tawas

3.3 Prosedur percobaan


1. Alat dan air waduk disiapkan, alat dipastikan dapat mengalir ke bak
pengendapan, mudah diamati dan dioperasikan.
2. Siapkan sampel air yang telah diaduk merata dengan endapan.
3. Lakukan pemeriksaan sampel air sebelum dialirkan ke bak equialisasi
dengan parameter TS, TSS, TDS.
4. Alirkan sampel air kedalam bak equialisasi dengan variasi perlakuan, antara
lain :
 Perbedaan sumber air sampel
 Perbedaan penambahan lumpur
 Perbedaan debit aliran
 Perbedaan jenis aliran (continue dan batch)
 Perbedaan waktu detensi
 Perbedaan jumlah dan jarak plate

9
5. Periksa TS, TSS dan TDS sampel air yang keluar dari bak sedimentasi.

10
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan


Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran TDS, TSS, dan TS
Waktu Volume TDS Efisiensi TSS Efisiensi TS (gr) Efisiensi
Detensi (jam) air (Liter) (gr) (%) (gr) (%) (%)
0 500 0,00955 - 0,20 - 0,20955 -
0 + Tawas 500 0,00935 2,094 0,13 35% 0,13935 33,5
2 500 0,00925 3,141 0,10 50% 0,10925 47,86
3,5 500 0,0089 6,806 0 100% 0,0089 95,753
5 500 0,00065 93,134 0 100% 0,00065 99,69

4.2 Pembahasan
Air baku yang digunakan pada percobaan ini adalah air dari kolam unri
yang berada disamping venue panjat tebing universitas riau, Pada percobaan ini
dihitung nilai Total Suspended Solid (TSS), Total Dissolved Solid (TDS), dan
Total Solid (TS) dari air baku (inlet) dan air hasil sedimentasi (outlet). Total
suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu dari padatan
total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2 μm atau
lebih besar dari ukuran partikel koloid. Yang termasuk TSS adalah lumpur, tanah
liat, logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri dan jamur. TSS umumnya
dihilangkan dengan flokulasi dan penyaringan. TSS memberikan kontribusi untuk
kekeruhan (turbidity) dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan
visibilitas di perairan. Sehingga nilai kekeruhan tidak dapat dikonversi ke nilai
TSS (Hanum, 2002). Total Dissolved Solid atau padatan yang terlarut (TDS)
adalah ukuran zat yang terlarut yaitu semua mineral, garam, logam serta kation
dan anion yang terlarut dalam air. TDS meter menggambarkan jumlah zat terlarut
dalam Part Per Million (PPM) atau sama dengan milligram per liter (mg/L)
(Effendi, 2003). Total Solid merupakan jumlah dari TSS dan TDS. Total solid
merupakan banyaknya partikel padatan baik yang terlarut dalam air, maupun yang
tidak terlarut dalam air (Hanum, 2002).

11
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menghitung TDS dan TSS
dari sampel air kolam venue panjat tebing UR. TDS dapat diukur menggunakan
alat TDS meter, sedangkan TSS diukur menggunakan metode gravimetri. Padatan
yang terperangkap pada proses penyaringan air outlet dipanaskan dengan oven
kemudian ditimbang sampai nilai hasil penimbangan konstan. Massa tersebut
dikurangkan dengan massa kertas saring yang digunakan. Berdasarkan hasil
pengukuran, didapatkan TDS dari sampel air kolam venue panjat tebing UR
adalah sebesar 0,00955 gram dan TSS nya sebesar 0,20 gram.
Air baku dimasukkan kebak sedimentasi kemudian ditambahkan tawas
yang bertujuan untuk menjernihkan air dan mengikat partikel-partikel air hingga
menggumpal dan mengendap. Kemudian air yang ditambahkan tawas diaduk
selama untuk mencampurkan tawas dengan air baku. Kemudian sampel air yang
telah ditambahkan tawas diukur TDS dan TSS nya, sehingga dari hasil
pengukuran, didapatkan TDS nya sebesar 0,00935 dan TSS nya sebesar 0,13
gram. Pada percobaan selanjutnya air dialirkan kedalam bak sedimentasi
menggunakan 9 plate dan waktu detensi selama 2 jam 3,5 jam dan 5 jam
kemudian dihitung TSS dan TDSnya. Pada 2, 3,5 jam dan 5 jam TSS 0,10, 0, 0.
Sedangkan nilai TDS 0,00925, 0,0089, 0,00065.

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Antara Waktu Detensi Terhadap TSS TDS dan TS

12
Pada grafik dapat dilihat bahwa semakin lama waktu detensi maka nilai
TSS, TDS dan TS mengalami penurunan, Waktu detensi merupakan waktu yang
dibutuhkan untuk mengendapnya partikel padatan, sehingga semakin lama waktu
detensinya maka semakin banyak partikel padat yang akan mengendap sehingga
proses pengolahan air tersebut berjalan cukup efektif.

Hubungan Antara Waktu Detensi Terhadap Efisiensi TSS TDS dan TS


120

100

80
Efisiensi TDS (%)

60 Efisiensi TSS (%)


Efisiensi TS (%)
40

20

0
0 2 3.5 5

Gambar 4.2 Diagram Hubungan Antara Waktu Detensi Terhadap Efisiensi TSS
TDS dan TS

13
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
1. Efisiensi pengendapan pada proses pengolahan air dengan jumlah plate 9
pada waktu detensi 2 jam, 3,5 jam dan 5 jam berturut turut 47,86%,
95,753% dan 99,69
2. Semakin lama waktu detensi nilai TSS, TDS dan TS nya semakin menurun

5.2 Saran
1. Praktikan diharapkan lebih teliti dalam menghitung TSS sampai konstan,
karena akan mempengaruhi hasil yang didapat.
2. Sebelum dan sesudah memakai TDS meter, harus dicuci terlebih dahulu
menggunakan akuades.

14
DAFTAR PUSTAKA

Effendi. H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta:Kanisius.


Hanum, Farida. 2002. Proses Pengolahan Air Sungai untuk Keperluan Air
Minum. Diakses tanggal 1 November 2018
Linsley. Ray K. Franzini. Joseph B. 1991. Teknik Sumber Daya Air Jilid II :
Jakarta : Erlangga.
Sutrisno. T. 1996. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka Cipta.
Wahono. 2007. Resin Penukar Ion.Jakarta: Balai Pustaka.

15

Anda mungkin juga menyukai