Anda di halaman 1dari 9

7

FRAKSIONASI BIOMASSA

Kompetensi

Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa mampu :

1. Menjelaskan pengaruh variabel terhadap produk fraksionasi biomassa


2. Menghitung neraca massa pada sistem fraksionasi biomassa
3. Menghitung yield sistem fraksionasi biomassa
4. Menghitung persentase recovery komponen-komponen utama biomassa
5. Bekerjasama dalam tim secara profesional

7.1 PENDAHULUAN
Perkembangan industri menghadapi tantangan yang cukup berat sejak memasuki abad milenium.
Menipisnya sumber daya alam, baik sebagai bahan mentah produk industri maupun sebagai
sumber energi, merupakan salah satu faktor yang mampu memperlambat perkembangan
industri. Selain itu, perhatian terhadap kelestarian lingkungan juga mendorong beberapa negara
untuk membuat peraturan yang lebih ketat untuk penanggulangan limbah ataupun buangan
industri. Upaya untuk memanfaatkan sumberdaya terbarukan, baik sebagai bahan baku produk
maupun energi menjadi suatu harapan untuk terus berkembangnya industri, khususnya industri
kimia.
Pemanfaatan biomassa sebagai sumber bahan baku kimia ataupun energi menjadi sangat
menarik untuk dikembangkan dalam sistem industri. Walaupun demikian, konsep pemanfaatan
biomassa akan menjadi lebih berdaya guna jika dalam metode pengolahannya juga mampu
meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Biomassa umumnya dapat dibudidayakan
menjadi suatu sumber daya yang terbarukan, sehingga dapat menjadi solusi terhadap sumber
daya alam yang terus berkurang. Selain itu, biomassa juga banyak terdapat dan tersedia sebagai
limbah atau bahan yang tidak termanfaatkan, baik dari kegiatan pertanian, kehutanan maupun
perkebunan, sehingga saat ini harga biomassa relatif murah.
Fraksionasi biomassa merupakan salah satu konsep pengolahan biomassa yang dianggap
mampu memberikan hasil/produk maksimal serta mampu meminimalkan dampak negatif
terhadap lingkungan. Penggunaan bahan baku terbarukan yang berharga murah dan pemakaian
proses ramah lingkungan tentu akan mendorong terbentuknya suatu sistem industri yang lebih
handal. Selain menerapkan konsep green engineering, fraksionasi biomassa juga menjadi suatu
FRAKSIONASI BIOMASSA 80

jawaban terhadap keberlangsungan industri kimia. Pemahaman tentang konsep fraksionasi


biomassa melalui hukum dasar ilmu teknik kimia, mulai dari neraca massa dan energi sampai
proses pemisahan, menjadi suatu kewajiban untuk mengembangkan proses-proses berbasis
biomassa.

7.2 DASAR TEORI


Biomassa
Biomassa adalah massa atau bahan/materi yang dihasilkan dari proses fotosintesa tumbuhan,
merupakan sumber daya alam dapat diperbarui. Biomassa tersedia dan tersebar luas di alam,
mulai dari kayu-kayuan, rumput-rumputan, sampai limbah pertanian, perkebunan dan industri
kehutanan. Komponen utama penyusun biomassa adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin,
karenanya biomassa juga sering disebut sebagai bahan berlignoselulosa. Beberapa contoh
biomassa dan komposisi kimia komponen utama penyusunnya disajikan dalam Tabel 7.1.

Tabel 7.1. Komposisi kimia beberapa biomassa


Biomassa Selulosa Hemiselulosa Lignin
(Lignoselulosa) (%-berat) (%-berat) (%-berat)
Kayu keras 38 – 49 19 – 26 23 – 30
Kayu lunak 40 – 45 7 – 14 26 – 34
Rumput esparto 33 – 38 27 – 32 17 – 19
Bambu 26 – 43 16 – 26 21 – 31
Batang jagung 35 – 45 20 – 28 14 – 34
Ampas tebu 32 – 44 27 – 32 19 – 24
Jerami gandum 29 – 35 26 – 32 16 – 21
Jerami padi 28 – 36 23 – 28 12 – 16
Sabut kelapa 30,6 19,9 38,9
Sabut sawit 34,3 27,2 31,9
Batang sawit 45,8 25,9 22,6
Pelepah sawit 37 – 45 23 – 25 18 – 20
Tandan kosong sawit 36 – 42 25 – 27 15 – 17

Selulosa
Selulosa merupakan komponen terbesar dalam biomassa dan berfungsi sebagai struktur dasar
dinding sel tanaman. Struktur kimia selulosa adalah polisakarida linier yang tersusun dari
pengulangan unit β-D-glukopiranosa (unit selobiosa), dengan ikatan glikosida pada atom karbon
1 dan 4 dari dua unit glukosa, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 7.1. Rumus molekul selulosa
adalah (C6H10O5)n, dengan n sebagai jumlah unit glukosa pembentuk rantai polimer atau disebut
juga sebagai derajat polimerisasi (DP).

Gambar 7.1. Unit selobiosa pembentuk molekul selulosa


FRAKSIONASI BIOMASSA 81

Selulosa merupakan zat yang tidak berwarna dan tidak larut dalam air maupun larutan asam dan
alkali encer. Berdasarkan daya larut selulosa dalam pelarut alkali, selulosa dapat dibedakan
menjadi α, β dan -selulosa. α-selulosa adalah selulosa yang tidak larut dalam alkali hidroksida
pekat, disebut juga sebagai selulosa rantai panjang dengan DP > 90. β-selulosa adalah selulosa
yang larut dalam alkali aktif tetapi akan mengendap jika larutan dinentralkan, dengan DP berkisar
antara 15 - 90. Sedangkan -selulosa adalah selulosa yang tetap larut dalam alkali aktif walaupun
larutan tersebut dinetralkan, memiliki DP kurang dari 15.
Selulosa digunakan dalam bentuk serat alami sebagai bahan baku pembuatan pulp dan
kertas maupun bahan kimia turunan selulosa. Bahan kimia yang bisa dihasilkan dengan bahan
baku selulosa adalah seperti selulosa asetat, selulosa nitrat, metil selulosa dan karboksi metil
selulosa. Selain itu, melalui proses sakarifikasi selulosa juga dapat digunakan sebagai bahan baku
sumber glukosa yang dapat diolah lebih lanjut menjadi bahan kimia maupun energi.

Hemiselulosa
Hemiselulosa adalah bahan pendukung yang menjadi pengisi ruang antar serat pada dinding sel
tanaman, dan merupakan cadangan makanan pada tumbuhan. Hemiselulosa merupakan
heteropolisakarida yang memiliki rantai penyusun lebih pendek dari selulosa dan memiliki rantai
yang bercabang. Monomer penyusun hemiselulosa dapat dikelompokkan menjadi pentosa,
heksosa, asam heksauronat, dan deoksi-heksosa seperti yang diperlihatkan pada Gambar 7.2.
Walaupun demikian, struktur dan monomer penyusun hemiselulosa berbeda-beda untuk setiap
jenis tumbuhan.

Gambar 7.2. Monomer pembentuk Hemiselulosa

Hemiselulosa memiliki sifat non-kristalin dan bukan serat, mudah mengembang dan larut
dalam air maupun alkali encer serta bersifat hidrofobik. Hemiselulosa juga lebih mudah
terhidrolisis oleh asam dibanding dengan selulosa. Hidrolisis hemiselulosa menghasilkan
monosakarida dari monomer pembentuk hemiselulosa, seperti heksosa dan pentosa.
FRAKSIONASI BIOMASSA 82

Monosakarida hasil hidrolisis hemiselulosa dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai
industri, seperti pembuatan furfural dan sorbitol. Selain itu, dengan metode fermentasi,
monosakarida hasil hidrolisis hemiselulosa juga dapat menghasilkan produk aseton, butanol dan
etanol.

Lignin
Lignin adalah polimer aromatik dan merupakan komponen pembentuk biomassa yang berfungsi
sebagai pengikat matrik serat selulosa. Unit-unit pembentuk lignin terdiri dari p-koumaril alkohol,
koniferil alkohol dan sinapil alkohol, yang merupakan senyawa induk pembentuk makromolekul
lignin (Gambar 7.3). Struktur molekul lignin terdiri dari unit fenilpropana yang terikat satu sama
lainnya, baik dengan ikatan eter maupun dengan ikatan karbon, seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 7.4.

a. Koumaril alkohol b. Koniferil alkohol c. Sinapil alkohol

Gambar 7.3. Unit pembentuk lignin

Gambar 7.4. Struktur makromolekul lignin


FRAKSIONASI BIOMASSA 83

Lignin digunakan secara luas sebagai bahan pengikat (binder), bahan perekat (adhesif) dan
resin ekstender. Lignin juga dapat dimodifikasi dan dikonversi menjadi bahan pendispersi, bahan
perekat untuk memperkuat karet dan plastik. Selain itu, lignin juga dapat dijadikan bahan baku
pembuatan vanilin, metil merkaptan dan metil sulfida.

Fraksionasi Biomassa
Fraksionasi biomassa adalah proses pemilahan biomassa menjadi komponen utama penyusun
biomassa yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin, dengan tanpa banyak merusak ataupun
mengubah ketiga komponen tersebut menjadi senyawa lain. Selanjutnya, hasil pemilahan
tersebut dapat diolah dengan berbagai proses menjadi senyawa ataupun produk yang bernilai
jual [Myerly dkk. 1981]. Berbagai produk yang mungkin dihasilkan dari biomassa dengan metode
fraksionasi dapat dilihat pada Gambar 7.5. Proses fraksionasi biomassa dilakukan berdasarkan
perbedaan sifat kimia fisik komponen pembentuk biomassa, seperti yang ditampilkan dalam
Tabel 7.2.

- Hidroksimetil Furfural
- Furfural
- Gliserol
- Glikol
- Silitol
- Sorbitol
- Ragi torula
- Aseton
- Butanol
Hemiselulosa - Etanol

- Kertas
- Fiber
Biomassa Selulosa - Film
- Bahan peledak
- Polimer

Lignin - Bahan bakar


- Bahan perekat
- Fenol
- Vanilin
- Dispersan

Gambar 7.5. Pohon Industri Biomassa

Fraksionasi biomassa menggunakan pelarut organik banyak dikembangkan, karena lebih


murah dan relatif ramah lingkungan, pelarutnya bisa direcovery serta cocok untuk proses skala
menengah. Fraksionasi biomassa dengan pelarut organik juga dikenal dengan organosolv proses,
yang menggunakan pelarut seperti alkohol, asam organik, ester, fenol dan keton [Johannson
dkk. 1987]. Proses organosolv juga telah menjadi salah satu proses alternatif dalam pembuatan
pulp yang lebih ramah lingkungan, dan dikenal dengan organosolv pulping. Walaupun demikian,
proses organosolv dalam pembuatan pulp memiliki beberapa kekurangan dan masih
membutuhkan riset lebih lanjut untuk menjadi suatu proses ini dapat digunakan pada skala
FRAKSIONASI BIOMASSA 84

industri. Pada proses fraksionasi biomassa dengan pelarut organik, proses penyisihan lignin
(delignifikasi) dan proses hidrolisis polisakarida (terutama pada hemiselulosa) bisa terjadi secara
serempak dalam suatu tahap proses. Secara umum skema fraksionasi biomassa menggunakan
pelarut organik seperti yang diperlihatkan pada Gambar 7.6.

Tabel 7.2. Perbedaan sifat kimia fisik komponen utama biomassa


Selulosa Hemiselulosa Lignin
Tidak larut dalam air Larut dalam air Tidak larut dalam air
Larut dan terhidrolisis Larut dan terhidrolisis Tidak larut dalam asam
dalam beberapa asam dalam asam mineral mineral
mineral pekat, seperti encer
asam sulfat, klorida dan
fospat.
Tidak larut dalam asam Larut dan terhidrolisis Larut secara parsial
organik dalam asam organik dalam asam organik
pekat pekat
Tidak larut dalam alkali Larut dalam alkali Larut dalam alkali
hidroksida hidroksisa encer hidroksida encer
Sumber: Susanto [1998]

Biomassa
Proses Padatan
Pelarut Organik Selulosa
Organosolv

Cairan

Pemisahan produk &


Lignin
Recovery Pelarut

Hemiselulosa

Gambar 7.6. Skema fraksionasi biomassa

Pelarut organik yang sering digunakan sebagai media fraksionasi biomassa adalah asam
asetat dan asam formiat [Villaverde dkk. 2010]. Asam asetat dan asam formiat memiliki beberapa
keunggulan jika digunakan sebagai media fraksionasi, seperti:

1. Proses fraksionasi bisa dilakukan pada tekanan atmosfer


2. Dapat dilakukan dengan ataupun tanpa katalis
3. Sesuai untuk berbagai sumber biomassa
4. Memiliki selektifitas yang tinggi terhadap proses delignifikasi dan mempertahankan
selulosa terdegradasi.
5. Produk yang dihasilkan relatif ramah lingkungan.
FRAKSIONASI BIOMASSA 85

Delignifikasi
Delignifikasi adalah proses penyisihan lignin dari biomassa. Proses delignifikasi terjadi karena
putusnya ikatan ester dalam makromolekul lignin. Keberhasilan proses delignifikasi ditentukan
dengan derajat delignifikasi dan selektifitas fraksionasi yang terjadi. Derajat delignifikasi adalah
banyaknya lignin yang berhasil disisihkan dari biomassa. Sedangkan selektifitas fraksionasi adalah
perbandingan banyaknya kadar selulosa terhadap kadar lignin dalam produk padatan (pulp) hasil
fraksionasi biomassa. Derajat delignifikasi dan selektifitas yang tinggi menunjukkan maksimalnya
lignin yang dapat tersisihkan dari biomassa dan minimalnya degradasi selulosa pada produk pulp.

Hidrolisis hemiselulosa
Selama proses fraksionasi berlangsung, hidrolisis polisakarida juga terjadi secara bersamaan
dengan proses delignifikasi. Hidrolisis terhadap polisakarida diharapkan hanya terjadi pada
hemiselulosa, sehingga menghasilkan produk padatan yang kaya selulosa. Produk hidrolisis
hemiselulosa biomassa adalah monomer gula pembentuk hemiselulosa, seperti pentosa. Namun
demikian, produk lanjutan dari dekomposisi monomer gula mungkin juga terbentuk, seperti
furfural. Produk hidrolisis hemiselulosa terdapat dalam cairan pemasak dan dapat direcovery
setelah dipisahkan dari larutan organik dan lignin yang berhasil disisihkan dari biomassa.

7.3 PERCOBAAN 1
Pemrosesan bahan baku

Alat yang digunakan adalah,


1. Labu reaksi (erlenmeyer) berukuran 2000 ml
2. Kondenser refluks
3. Pemanas
4. Corong buchner dan perlengkapannya

Bahan yang digunakan adalah,

1. Biomassa kering (kadar air sekitar 10%)


2. Asam organik, asam asetat glasial atau asam formiat pekat
3. Katalis HCl, H2SO4 dan H2O2
4. Aquadest

Prosedur kerja yang dilakukan adalah,


1. Bahan baku dan cairan pemasak (pelarut organik) dimasukkan ke dalam reaktor (labu
erlenmeyer) sesuai dengan kondisi proses yang ditentukan.
2. Kondenser refluk dipasang sebagai penutup reaktor dan sirkulasi air pendingin
dioperasikan.
3. Pemanas dioperasikan, pada saat cairan mulai mendidih (menghasilkan refluks), sejumlah
katalis diumpankan melalui bagian atas kondensor melalui corong, dan waktu dicatat
sebagai waktu awal proses fraksionasi terjadi.
4. Setelah waktu proses tercapai, pemanas dimatikan dan reaktor didinginkan.
FRAKSIONASI BIOMASSA 86

5. Setelah reaktor dingin, sirkulasi air pendingin dimatikan, dan kondensor dilepaskan dari
reaktor.
6. Padatan dan cairan pemasak bekas dalam reaktor dipisahkan dengan saringan yang
dilengkapi corong. Biarkan sampai kira-kira seluruh cairan pemasak turun (volume filtrat
hampir sama dengan volume cairan pemasak sebelum digunakan). Catat volume filtrat
yang dihasilkan.
7. Padatan yang diperoleh pada tahap 6 dicuci dengan asam organik dan filtratnya
ditampung.
8. Filtrat yang diperoleh pada tahap 6 digunakan untuk percobaan recovery lignin.
9. Padatan yang telah dicuci pada tahap 7, dibilas kembali dengan aquadest sampai filtrat
kelihatan jernih. Air bekas cucian dapat dibuang.
10. Padatan yang telah dicuci bersih dikeringkan di udara terbuka selama kira-kira 24 jam.
Padatan yang telah kering ditimbang sebagai berat pulp.

Perhitungan perolehan pulp (selulosa)

Perolehan Pulp = x 100%

7.4 PERCOBAAN 2
Recovery lignin
Alat yang digunakan adalah,

1. Tabung reaksi atau kuvet


2. Sentrifugasi

Bahan yang digunakan adalah,

1. Filtrat (black liquor) hasil penyaringan padatan hasil pemrosesan biomassa


2. Aquadest

Prosedur yang dilakukan adalah,

1. Sejumlah black liquor dimasukkan kedalam kuvet sentrifugal dan ditambahkan air dengan
perbandingan seperti yang ditentukan.
2. Campuran cairan dalam kuvet disentrifugasi pada kecepatan kira-kira 5000 rpm dengan
waktu yang ditentukan.
3. Supernatan yang terbentuk dipisahkan, dan padatan yang terbentuk dikeluarkan dari
tabung (kuvet) dengan kertas saring.
4. Padatan yang diperoleh dikeringkan dalam oven sampai berat konstan, dan diperoleh
berat lignin yang direcovery dari sampel black liquor.

Perhitungan perolehan lignin

Perolehan lignin = x 100%


FRAKSIONASI BIOMASSA 87

Daftar Pustaka
1. Johansson, A., O. Aaltonen, P. Ylinen, 1987, Organosolv Pulping: Method and Pulp Properties,
Biomass, 13: 45-65.
2. Myerly, R.C, M.D. Nicholson, R. Katzen, J.M. Taylor, 1981, The Forest Refinery, Chemtech,
March: 186-192.
3. Susanto, H, 1998, Utilization of Biomass for Chemical Resources: Preliminary Experiment on
Acetosolv Processing of Oil-palm Empty Fruit Bunch, Paper Presented on HEDS-SST 97, Padang
4. Villaverde, J.J., P. Ligero, A. Vega, 2010, Formic and acetic acid as agents for a cleaner
fractionation of Miscanthus, Journal of Cleaner Production, 18: 395–401

Anda mungkin juga menyukai