Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Kondisi kesehatan ternak menjadi salah satu indikator penentu keberhasilan


dalam hubungannya dengan produksi dan reproduksi ternak. Bibit yang baik,
manajemen pemberian pakan yang baik tidak artinya ketika ternak terserang penyakit
baik itu yang bersifat infeksious maupun non infeksious. Hal ini disebabkan karena
ternak yang sakit berpotensi besar terjadi penurunan produksi dan reproduksi. Bahkan
tidak jarang pula ternak ditemukan dalam kondisi yang sangat mengenaskan. Untuk
itu, pencegahan penyakit baik yang bersifat infeksious maupun non infeksious lebih
utama dibandingkan cara pengobatan pada ternak yang sakit. Tentunya untuk bisa
melakukan pencegahan penyakit diperlukan pengetahuan-pengetahuan tentang segala
seluk beluk penyakit. Dengan itu diharapkan pencegahan terhadap terjangkitnya
penyakit bagi ternak dapat diminimalisir dan apabila ternak terlanjur ada yang sakit
maka penyakit tersebut dapat segera diketahui dan untuk kemudian diobati sebelum
penyakit terlanjur parah.
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kondisi ternak dalam
keadaan sakit atau sehat serta untuk mengetahui ciri-ciri secara fisiologis ternak yang
sakit atu sehat. Manfaat yang dapat diambil dari praktikum Ilmu Kesehatan Ternak
adalah praktikan mampu mendiagnosa penyakit secara tepat. Selain itu praktikan
mampu melakukan uji laboratorium untuk pemerikasaan telur dan larva cacing serta
parasit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Teknik Anamesa dan Kondisi Peternakan Rakyat

Salah satu bagian penting dalam penanganan kesehatan ternak adalah


melakukan pengamatan terhadap ternak yang sakit melalui pemeriksaan ternak yang
diduga sakit yaitu suatu proses untuk menentukan dan mengamati perubahan yang
terjadi pada ternak atau hewan melalui tanda-tanda atau gejala fisik yang terlihat
sehingga suatu penyakit dapat diketahui penyebabnya. Tanda-tanda ternak sehat yaitu
ternak aktif, lincah, mata jernih, bulu halus dan bersih, nafsu makan normal, tidak
keluar cairan dari lubang, jalannya normal, tidak ada luka di tubuh. Sedangkan tanda-
tanda ternak sakit yaitu ternak kurang aktif, mata sayu, bulu kusam, nafsu makan
kurang, jalan tidak normal/pincang, ada luka atau gatal (Kartasudjana, 2001). Secara
umum konstruksi kandang harus kuat, mudah dibersihkan, dan mempunyai sirkulasi
udara yang baik. Lokasi kandang yang baik hendaknya tidak becek dan lembab,
cukup sinar matahari, dan agak jauh dari pemukiman penduduk (Sugeng, 1998).

2. 2 Penilaian kesehatan Ternak

Tingkah laku kerbau memberikan gambaran tentang status kesehatan kerbau


tersebut. Kerbau yang sehat akan menampakkan gerakan yang aktif, sikapnya sigap,
selalu sadar dan tanggap terhadap perubahan situasi sekitar yang mencurigakan.
Kondisi tubuh kerbau yang seimbang adalah tidak terlalu gemuk atau kurus, langkah
kakinya mantap dan teratur. Sewaktu berdiri kerbau dalam keadaan seimbang dan
bertumpu pada keempat kakinya (Akoso, 2000). Sanitasi ternak meliputi meliputi
memandikan ternak dan merawat atau memotong kuku ternak. Memandikan ternak
perlu dilakukan karena jika ternak tidak pernah dimandikan akan kotor dan lembab.
Kondisi tubuh yang kotor akan menjadi tempat untuk tumbuh dan berkembangnya
patogen (kuman penyakit), misalnya jamur, parasit, dan mikrobakteri yang
membahayakan ternak. Ternak dimandikan minimal satu minggu sekali. Air yang
digunakan harus bersih dan mengalir (Sugeng, 1998).
Pencegahan penyakit secara tidak langsung terhadap ternak meliputi sanitasi
kandang dan lingkungan sekitarnya. Perawatan ternak dan sanitasi lingkungan
bertujuan mencegah berbagai macam serangan penyakit dan parasit (Blakely dan
Bade, 1991). Ditemukannya ektoparasit pada tubuh ternak menunjukkan bahwa
lingkungan kandang dan tubuh ternak itu sendiri tidak bersih. Perawatan dan
kebersihan lingkungan dapat menjamin kesehatan ternak (Sugeng, 1998).

2.3 Parasit

Endoparasit yaitu jenis parasit yang hidup di dalam tubuh hospes. sedangkan
Ektoparasit, yaitu jenis parasit yang hidup di luar/dipermukaan tubuh hospes.Hospes,
yaitu organisme yang merupakan tempat atau organisme yang dihinggapi parasit.
Dikenal ada 3 jenis hospes, yaitu :Hospes Definitif, yaitu hospes dimana parasit
didalamnya berkebang biak secara seksual.Hospes Intermedier (Perantara), yaitu
hospes dimana parasit didalamnya menjadi bentuk infektif yang siap ditularkan
kepada hospes/manusia yang lain.Hospes Reservoir, yaitu hospes yang dapat sebagai
sumber infeksi bagi manusia.(Subianto, 1993). Parasit adalah organisme yang
hidupnya bergantung pada organisme lain (beda jenis) sebagai inang tumpangannya
(Hadi dan Saviana, 2000).

2.3.1 Tabanus sp

Nama lain dari lalat ini adalah lalat angin, lalat kepala hijau, dan lalat
mempelam. Lalat ini besar yang bertubuh kokoh dengan kepala besar. Larva tumbuh
cepat pada musim semi berikutnya. Fase pertumbuhannya dimulai dari larva yang
kemudian menjadi pupa. Selubung kaki dan sayapnya melekat ke tubuh dan segmen
abdominalnya bebas. Stadium pupa akan berakhir lima hari sampai tiga minggu,
tergantung dari jenisnya dan lalat dewasa muncul melalui sebuah celah di selubung
pupa, merangkak ke permukaan tanah membuka sayapnya dan siap untuk makan
(Norman et al, 1992). Lalat betina merupakan lalat penghisap yang rakus, sedangkan
jantan tidak mengigit tetapi makan madu, buah-buahan yang lunak dan sayuran yang
lain. Mata sangat besar pada yang betina letaknya terpisah jauh satu sama lain tapi
pada jantan berdempetan (Levine dan Norman, 1994).

2.3.2 Musca domestica

Musca domestica termasuk ke dalam kelas Insecta, ordo Diptera, sub ordo
Cyclurrhopha, famili Muscidae. Musca domestica adalah lalat rumah. Lalat ini
merupakan serangga yang keberadaannya sangat dekat dengan manusia maupun
hewan. Lalat ini berukuran 5,8 – 7,5 mm, berwarna kelabu dengan toraks mempunyai
4 garis hitam longitudinal di dorsal. Mulutnya tumpul dengan bagian ujung (labela)
melebar dan memiliki struktur seperti spons yang berfungsi untuk menyerap makanan
(Hadi dan Saviana, 2000). Lalat ini mempunyai alat mulut untuk menjilat dan tidak
dapat menggigit (Levine dan Norman, 1994). Lalat dewasa hanya dapat hidup selama
satu bulan (Brotowidjoyo, 1990).

2.3.3 Fasciola hepatica

Cacing hati (Fasciola gigantica dan Fasciola hepatica) adalah penyebab


fasciolosis. Cacing ini menginfeksi domba, kambing, dan ruminansia yang lain.
Bagian punggung dan bawah tubuh cacing hati atau cacing daun ini berbentuk
gepeng, tidak beruas, berwarna kelabu, berbentuk seperti daun membulat di bagian
depan dan ekor. Panjang Fasciola gigantica dapat mencapai 7,5 cm, sedangkan
Fasciola hepatica sepanjang 3 cm. Fasciola memiliki sebuah pengisap di bagian
depan dan sebuah lagi di bagian bawah tubuhnya (Akoso, 2000). Fasciola hepatica
adalah cacing yang terdapat di dalam pembuluh empedu domba, sapi, kambing,
kelinci, manusia, dan hampir semua mamalia lainnya di seluruh dunia. Parasit dewasa
berbentuk daun, mencapai panjang 5 cm dan lebar 1,5 cm. Fasciola gigantica
terdapat di dalam pembuluh empedu sapi, domba, dan mamalia lain di seluruh dunia
(Brotowijoyo, 1990).

2.3.4 Paramphisitomum

2.1.1.1. Cacing ini berotot dan bertubuh tebal, menyerupai bentuk kerucut,
dengan satu penghisap mengelilingi mulut dan yang lainnya pada usus posterior
tubuh. Sebagian besar cacing ini terdapat pada ruminansia dan mempunyai panjang
sekitar 10-12 mm dan lebar 2-4 mm di dekat ujung belakangnya. Penyakit
Paramphistomum merupakan cacing benjol pada ternak. Mulutnya mengarah ke
depan dan dikelilingi oleh kerah mulut yang terdapat papila-papila kepala dan yang
dibatasi oleh cincin cekung di sebelah posterior. Biasanya terdapat dua mahkota daun,
tetapi kadang-kadang yang luar tidak ada. Kapsula bukal dangkal berbentuk cincin,
dan terdapat gubernakulum. Vulva cacing betina terletak di sebelah anterior anus
(Levine dan Norman, 1994). Paramphistomum juga mengalami daur dalam bentuk
sporokista, redia dan cercaria. Cercaria dalam kista yang menempel daun akan
termakan ternak dan tumbuh di duodenum sebagai cacing muda, dan setelah dewasa
selanjutnya migrasi ke abomasum dan retikulum. Seluruh daur hidup diselesaikan
dalam waktu 6 minggu sampai 4 bulan (Tjahjati dan Soebronto, 2001).

BAB III

METODOLOGI

Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 30


April 2010 dan Rabu tanggal 5 Mei 2010 pada pukul 11.00-12.30 WIB di Dukuh
Juwana RT. 02/III kelurahan Meteseh Kecamatan Tembalang, Semarang dan di
Laboratorium Ilmu Kesehatan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro,
Semarang.

3.1. Materi

Materi praktikum pengenalan parasit adalah preparat ektoparasit Tabanus sp,


Musca domestica, endoparasit meliputi preparat Fasciola hepatica,
oesophagosthomum sp. Pada pemeriksaan kesehatan ternak digunakan ternak kerbau.
Pada pemeriksaan spesimen digunakan ternak kerbau, feses kerbau, larutan NaCl
jenuh/gula jenuh BJ 1,02, aquades. Alat yang digunakan dalam praktikum
pemeriksaan kesehatan ternak centrifuse, beker glass, pipet, mikroskop, obyek glass,
alat pengukur waktu, alat tulis.

3.1. Metode

3.1.1. Pemeriksaan kesehatan

Pada pemeriksaan kesehatan ternak, mengamati tingkah laku ternak dari jarak
jauh, seperti gerakan ternak, sikap berdiri, sikap berjalan, dan sikap dalam kelompok.
Memeriksa fisik tubuh ternak, seperti kondisi bulu, permukaan tubuh, anggota gerak,
lubang tubuh, dan gerakan nafas, meneliti ada tidaknya caplak pada ternak.
Memeriksa kondisi fisiologis ternak, separti temperatur tubuh, kecepatan pernafasan,
kecepatan nadi, detak jantung, kontraksi usus, kontraksi rumen, dan keadaan luka.
Membuat kesimpulan sementara dari kondisi kesehatan ternak tersebut yang ditulis
pada form yang disediakan.

3.2.2. Pengenalan parasit pada hewan

Praktikum pengenalan parasit pada hewan dilakukan dengan cara pengenalan,


pengamatan dan penggambaran preparat parasit baik ektoparasit maupun endoparasit.
3.2.3. Pengamatan spesimen

Praktikum pengamatan spesimen dilakukan dengan pengamatan preparat di


bawah mikroskop. Pengamatan dilakukan dengan dua cara yaitu native dan
centrifuge. Cara native dilakukan dengan meletakan feses di atas “object glass” lalu
ditetesi air. Selanjutnya ditutup dengan kaca penutup dan diamati di bawah
mikroskop dengan pembesaran seratus kali. Centrifuge dilakukan dengan
memasukkan larutan feses ke dalam tabung reaksi kemudian menambahkan air
sampai ¾ bagian. Ditutup dengan karet penutup lalu dimasukkan dalam sentrifuge
selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Kemudian tabung dikeluarkan dan
airnya diganti dengan NaCl pekat hingga ¾ bagian. Dimasukkan kembali dalam
sentrifuge dengan cara yang sama. Tabung diambil kemudian ditetesi dengan NaCl
sampai cembung. Objek Glass diletakkan di atas tabung lalu dibalik dan ditutup
dengan deckglass. Kemudian diamati di bawah mikroskop.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 Teknik Anamnesa Dan Kondisi Peternakan Rakyat

Anamnesa adalah menanyakan kepada peternak tentang merawat ternak


dengan segala permasalahan kesehatan ternak. Pertanyaan yang diajukan berisi
tentang semua aspek yang menyangkut tentang kesehatan ternak. Pada praktikum kali
ini dilakukan anamnesa pada ternak kerbau. Hasil wawancara dengan peternak bahwa
ternak kerbau merupakan ternak milik bapak Sapari dimulai sejak tahun 1977 dan
sekarang berjumlah 11 ekor. peternakan ini beralamatkan di dukuh Juwana Kelurahan
RT 02 RW III. Peternak tidak bersekolah dan tidak memiliki tambahan keahlian
beternak. Beliau memelihara kerbau dengan otodidak atau dari pengalaman pribadi.
Riwayat kejadian penyakit paling utama adalah masalah pakan, apabila
musim kemarau ternak kekurangan pakan karena terbatasnya hijauan di ladang.
Tanda ternak sakit yang diketahui oleh peternak adalah tidak mau makan, tubuh
menjamur, mencret, nafsu makan turun, ternak tidak aktif.
Kondisi kandang peternakan bapak Sapari memiliki cuaca yang baik, sejuk,
kandang jauh dari keramaian umum namun berdekatan dengan ayam. Bangunan
kandang tidak memiliki atap, lantai, tempat makan dan minum. Kandang
ditempatkan dibawah pohon yang dibatasi oleh seng dimana ternak diikatkan pada
pohon. Sumber air hanya kubangan yang biasa dilewati kerbau saat diumbar.
Kebersihan kandang sangat minim dan terbatas. Hal tersebut tidak sesuai dengan
pendapat Sugeng (1998), bahwa lokasi kandang yang baik hendaknya tidak becek
dan lembab, cukup sinar matahari, dan agak jauh dari pemukiman penduduk.
Peternak menyebutkan sakit yang sering dialami ternak adalah cacingan dan
selebihnya tidak mengetahui. Penangananan setelah sakit adalah diberikan obat
cacing dan apabila penyakit tidak kunjung sembuh maka ternak akan dijual. Tidak
ada upaya pencegahan agar ternak tidak sakit. Hal ini sesuai dengan pendapat
Kartasudjana (2001) yang menyatakan bahwa tanda-tanda ternak sehat yaitu ternak
aktif, lincah, mata jernih, bulu halus dan bersih, nafsu makan normal, tidak keluar
cairan dari lubang, jalannya normal, tidak ada luka di tubuh. Sedangkan tanda-tanda
ternak sakit yaitu ternak kurang aktif, mata sayu, bulu kusam, nafsu makan kurang,
keluar lendir dari lubang, jalan tidak normal/pincang, ada luka atau gatal.

4.2. Penilaian Kesehatan Ternak

Kebersihan permukaan tubuh ternak kotor, tidak pernah dimandikan, ternak


mandi hanya sebatas masuk dalam kubangan air. Performan ternak ideal. Nafsu
makan ternak tinggi dan banyak minum. Aktifitas ternak lincah. Tidak terdapat bagian
tubuh ternak yang nampak sakit. Perlakuan ternak sakit pada ternak yang masih kecil
apabila sedang mengalami cacingan yaitu diobati semampunya dengan diberikan obat
cacing. Pada teranak dewasa apabila diobati tidak kunjung sembuh maka ternak
tersebut akan dijual. Zooteknik pemeliharaan yaitu pemberian pakan dan minum
diumbar pada padang penggembalaan. pakan pada lading dan minum pada kubangan.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Akoso (1996), bahwa tingkah laku sapi
memberikan gambaran tentang status kesehatan sapi tersebut. Sapi yang sehat akan
menampakkan gerakan yang aktif, sikapnya sigap, selalu sadar dan tanggap terhadap
perubahan situasi sekitar yang mencurigakan. Kondisi tubuh sapi yang seimbang
adalah tidak terlalu gemuk atau kurus, langkah kakinya mantap dan teratur. Sewaktu
berdiri sapi dalam keadaan seimbang dan bertumpu pada keempat kakinya. Namun
hasil praktikum tidak sesuai oleh pendapat Sugeng (1998), bahwa Sanitasi ternak
meliputi meliputi memandikan ternak, mencukur dan merawat atau memotong kuku
ternak. Memandikan ternak perlu dilakukan karena jika ternak tidak pernah
dimandikan akan kotor dan lembab. Kondisi tubuh yang kotor akan menjadi tempat
untuk tumbuh dan berkembangnya patogen (kuman penyakit), misalnya jamur,
parasit, dan lain-lain yang membahayakan ternak. Dijelaskan lebih lanjut bahwa
ternak dimandikan minimal satu minggu sekali. Air yang digunakan harus bersih dan
mengalir.

4.3 Pemeriksaan Telur Cacing

Pemeriksaan telur cacing dalam feses dilakukan melalui metode natif dan
metode sentrifuse. Metode natif dengan mengambil sedikit feses dan kemudian
diamati dengan mikroskop. Metode sentrifuse hampir sama dengan metode natif,
hanya dilakukan penambahan NaCl jenuh atau larutan gula dan dilakukan sentrifuse.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa hasil dari
kedua metode tersebut tidak menunjukkan adanya teur cacing pada feses kerbau.

4.4 Pengamatan Parasit


Parasi adalah organisme yang hidupnya bergantung pada organisme lain.
Parasit terbagi menjadi dua yaitu endoparasi dan ektoparasit. Endoparasit hidup di
dalam tubuh hospes sedangkan ektoparasi hidup diluar hospes. Hasil pengamatan
parasit yang tergolong dalam endoparasit antara lain Muscha domestica dan Tabanus
Sp, sedangkan yang tergolong ektoparasit antara lain Fasciola hepatica dan
Paramphisitomum. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hadi dan Saviana (2000),
bahwa parasit adalah organisme yang hidupnya bergantung pada organisme lain (beda
jenis) sebagai inang tumpangannya. Ditambahkan oleh Subianto (1993), bahwa
endoparasit yaitu jenis parasit yang hidup di dalam tubuh hospes. sedangkan
ektoparasit, yaitu jenis parasit yang hidup di luar/dipermukaan tubuh hospes. Hospes,
yaitu organisme yang merupakan tempat atau organisme yang dihinggapi parasit.

.
4.4.1 Tabanus sp

Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak, 2010.

Ilustarsi 1. Tabanus Sp

Tabanus sp merupakan jenis parasit yang di diketahui bahwa hewan tersebut


memiliki 3 pasang kaki dengan kepala berbentuk setengah lingkaran dan memiliki
antena yang pendek.Pertumbuhan lalat terdiri darai beberapa fase yang dimulai dari
larva kemudian menjakdi pupa. Selain penghisap darah yang ganas lalat ini dapat
menularkan beberapa penyakit yang berbahaya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Norman et al, (1992) bahwa Lalat ini besar yang bertubuh kokoh dengan kepala
besar. Larva tumbuh cepat pada musim semi berikutnya. Fase pertumbuhannya
dimulai dari larva yang kemudian menjadi pupa. Selubung kaki dan sayapnya
melekat ke tubuh dan segmen abdominalnya bebas. Fase petubuhan lalat memerlukan
waktu yang lama,dari larva menjadi pupa, hal ini disebabkan karena proses
pertumbuhan mengalami metanorfosa. Levine dan Norman (1994), menambahkan
bahwa stadium pupa akan berakhir 5 hari sampai 3 minggu, tergantung dari jenisnya
dan lalat dewasa muncul melalui sebuah celah di selubung pupa, merangkak ke
permukaan tanah membuka sayapnya.

4.4.2. Musca domestica

Sumber : Data Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak, 2010.

Ilustrasi 2. Musca domestica

Musca domestica (lalat rumah) lebih dekat dengan manusia dikeranakan


dalam kehidupan manusia banyak dijumpai dan lalat ini merupakan penggangu bagi
manusia karena laltini menyerang khususnya pada makanan dan akhirnya
menyebarkan penyakit. Ciri-ciri lalat ini adalah berukuran kecil berwarna hijau
kehitaman dan bersayap dan berkaki 3 pasang, mulut berfungsi sebagai penghisap
dan menberikan kuman pada yang dihinggapi sehingga bakteri dapat masuk kedalam
yang dihinggapi misalnya pada makanan. Sesuai pendapat Hadi dan Saviana (2000),
bahwa Musca domestica termasuk ke dalam kelas Insecta, ordo Diptera, sub ordo
Cyclurrhopha, famili Muscidae. Musca domestica adalah lalat rumah. Lalat ini
merupakan serangga yang keberadaannya sangat dekat dengan manusia maupun
hewan. Lalat ini berukuran 5,8 – 7,5 mm, berwarna kelabu dengan toraks mempunyai
4 garis hitam longitudinal di dorsal. Mulutnya tumpul dengan bagian ujung (labela)
melebar dan memiliki struktur seperti spons yang berfungsi untuk menyerap
makanan. Hal ini di tambahkan Levine dan Norman (1994) menyatakan bahwa lalat
ini mempunyai alat mulut untuk menjilat dan tidak dapat menggigit. Lalat dewasa
hanya dapat hidup selama satu bulan.
4.4.3. Fasciola hepatica

Sumber : Data Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak, 2010.

Ilustrasi 3. Fasciola hepatica

Fasiola hepatica merupakan jenis cacing yang menempel pada hati ternak
khususnya trenak ruminansia. Cacing ini berbentuk pipih berwarna putih dan
memiliki bentuk kepal dengan bentuk segi tiga dan berukuran 2cm sampai 3cm. Hal
ini sesuai dengan pendapat Akoso, (2000) bahwa cacing hati (Fasciola gigantica dan
Fasciola hepatica) adalah penyebab fasciolosis. Cacing ini menginfeksi domba,
kambing, dan ruminansia yang lain. Bagian punggung dan bawah tubuh cacing hati
atau cacing daun ini berbentuk gepeng, tidak beruas, berwarna kelabu, berbentuk
seperti daun membulat di bagian depan dan ekor. Panjang Fasciola gigantica dapat
mencapai 7,5 cm, sedangkan Fasciola hepatica sepanjang 3 cm. Fasciola hepatica
dalam siklus hidupnya didalam tubuh turnak ruminansia menghisap darah dan ada
pada organ laian dengan cara menghisap sehingga hal ini dapat memberikan dampak
buruk pada ternak. Brotowijoyo, (1990) menambahkan bahwa Fasciola memiliki
sebuah pengisap di bagian depan dan sebuah lagi di bagian bawah tubuhnya Fasciola
hepatica terdapat di dalam pembuluh empedu domba, sapi, kambing, kelinci,
manusia, dan hampir semua mamalia lainnya di seluruh dunia. Parasit dewasa
berbentuk daun, mencapai panjang 5 cm dan lebar 1,5 cm. Fasciola gigantica
terdapat di dalam pembuluh empedu sapi, domba, dan mamalia lain di seluruh dunia.

4.4.4 Paramphisitomum

Sumber : Data Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak, 2010.

Ilustrasi 4. Paramphisitomum

Cacing ini memiliki mahkota daun dan berbentuk cincin. Paramphisitomum


adalah cacing yang biasanya menyerang pada ternak ruminansia. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Levine dan Norman (1994), bahwa cacing ini berotot dan bertubuh
tebal, menyerupai bentuk kerucut, dengan satu penghisap mengelilingi mulut dan
yang lainnya pada usus posterior tubuh. Sebagian besar cacing ini terdapat pada
ruminansia dan mempunyai panjang sekitar 10-12 mm dan lebar 2-4 mm di dekat
ujung belakangnya. Penyakit Paramphistomum merupakan cacing benjol pada ternak.
Mulutnya mengarah ke depan dan dikelilingi oleh kerah mulut yang terdapat papila-
papila kepala dan yang dibatasi oleh cincin cekung di sebelah posterior. Biasanya
terdapat dua mahkota daun, tetapi kadang-kadang yang luar tidak ada. Kapsula bukal
dangkal berbentuk cincin, dan terdapat gubernakulum. Vulva cacing betina terletak di
sebelah anterior anus.

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum dapat disimpulkan bahwa ternak dalam kondisi sehat


meskipun kandang sangat kotor akan tetapi ternak dalam keadaan sehat tidak
menunjukkan gejala sakit. Keadaan ini ditunjukkan dengan ciri-ciri tubuh gemuk,
ternak aktif bergerak, serta nafsu makannya tinggi. Dari hal tersebut menandakan
bahwa ternak kerbau tidak mudah stress akibat kondisi lingkungan yang buruk dan
ketahanan tubuhnya terhadap penyakit relatif lebih tinggi dibandingkan ternak
ruminansia lainnya. Dalam pengamatan parasit yang tergolong dalam endoparasit
antara lain Muscha domestica dan Tabanus Sp, sedangkan yang tergolong ektoparasit
antara lain Fasciola hepatica dan Paramphisitomum. biasanya menyerang pada ternak
ruminansia Pada saat pengamatan dalam feses tidak terlihat adanya telur cacing,
ternak ini menandakan dalam keadan sehat
DAFTAR PUSTAKA

Akoso, T.B. 2000. Kesehatan Sapi. Kanisius, Yogyakarta.

Blakely, J. B. dan D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh Ir. Bambang Srigandono, MSc).

Brotowidjoyo.1990.

Hadi, U. K. dan Saviana, S. 2000. Ektoparasit: Pengenalan, Diagnosis dan


Pengendaliannya. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Levine, dan Norman D. 1994. Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada University


Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh Prof. Dr. Gatut Ashadi).

Subiyanto, Ahmad Sultoni (1993), Kunci Determinasi Serangga. Kanisius


Yogyakarta

Sugeng, B. 1998. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tjahjati, I. dan Soebronto. 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
. .
Norman, F. J., Donald J. Borror, dan Charles A. Triplehorn. 1992. Pengenalan
Pelajaran Serangga. Edisi ke-6. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
(Diterjemahkan oleh Partosoedjono, M.Sc dan drh. Soetiyono).

Kartasudjana,.Suhyat..2001..TeknikKesehatanTernak..http://118.98.163.253/downloa
d/view.php?
file=47_PERTANIAN/budidaya_ternak/general/tehnik_kesehatan_ternak.pdf.
diakses tanggal 20 Mei 2010.
LAMPIRAN

Teknik Anamnesa dan Analisis Kondisi Peternakan Rakyat

Tabel 1. Wawancara dengan peternak

No. Pertanyaan Jawaban

1 Nama Peternak Bp. Safari

2 Alamat Dukuh Juwono kel.Mangunharjo


Kec.Tembalang
3 Pendidikan Tidak Sekolah

4 Pendidikan tambahan keahlian Tidak Ada


beternak
5 Kapan mulai beternak Tahun 1997

6 Jumlah kepemilikan ternak 11 ekor (10 betina 1 jantan)

7 Riwayat kejadian penyakit Musim Kemarau,kekukrangan nutrisi


pakan.Pemberian pakan hanya rumput
kering dan caplak.

8 Tanda sakit yang terlihat Hidung keluar lender dan berbau anyir
(sebutkan tanda sakit yang
diketahui peternak)
9 Sebutkan sakitnya Kulit akibat caplak

10 Penanganan setelah sakit Dijual,langsung ke pasar


11 Pencegahan supaya tidak sakit Tidak ada pencegahan,dibiarkan begitu
saja dan di umbar dilapangan

Kesimpulan :
Dari segi pengobatan tidak diperlukan karena peternak tidak tahu mengenai
pengobatan ternak.tanda tanda penyakit hanya dapat dilihat dari anatomis saja.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Kandang dan Lingkungannya

No Bagian Kondisi
.

1 Lokasi kandang (cuaca, jarak kandang Sesuai,lokasikandang jauh dengan


dengan pemukiman, dengan pemukiman,jauh dengan ternak
keramaian, dengan ternak lainnya dll) lainnya.tenang dan redup.

2 Bangunan kandang (atap, lantai, Tidak sesuai,kandang pada alam


tempat pakan/minum, sanitasi, sinar terbuka dibawah pohon
masuk dll) munggur,tidak ada tempat pakan
dan minum suasana redup

3 Sumber air Sumber air dari kubangan di lapang


penggembalaan.

4 Kebersihan lingkungan (tempat Kebersihan ala kadarnya,tempat


pakan/minum, penampung air, sanitasi, makan dan minum tidak ada,tempat
buangan feses dll) feses bersama dengan kandang,
Karena sistem umbaran
5 Kapasitas kandang Cukup,sistem diikat di bawah pohon

6 Lain-lain -

Kesimpulan :
Perkandangan tidak layak karena saat ternak dikandangkan bercampur dengan
feses dan urin sehingga kondisi ternak sangat kotor,serta tidak ada sumber air minum
di kandang.
Tabel 3. Kondisi Ternak

No. Bagian tubuh yang Kondisi


diamati

1 Kebersihan permukaan Kondisi kulit sangat kotor,karena sering


tubuh ternak/kulit berkubang dan tidak pernah dimandikan oleh
pemilik.
2 Performan ternak Gemuk

3 Nafsu makan/minum Baik, Nafsu makan dan minum tinggi jika ternak
itu sehat / tidak sakit.

4 Aktifitas ternak Lincah dan bergerombol.

5 Bagian tubuh ternak yang Koreng akibat caplak


nampak sakit

6 Perlakuanterhadap ternak Diobati dengan jamu tradisional atau dijual


yang sakit

7 Zooteknik pemeliharaan Pemberian pakan tidak dilakukan ternak makan


(pemberianpakan/minum, secara umbaran pada lapang gembala dan minum
kondisi pakan dll) pada kubangan atau kolam lumpur.

Kesimpulan :
Ternak apabila ada yang sakit segera diobati tetapi apabila tidak diobati tidak
sembuh makam dijual.Kondisi ternak baik lincah dan tidak ada yang menyendiri,kulit
ternak kotor teteapi ada kalanya bersih setelah berkubang di air tidak dilumpur.

Kesimpulan Akhir :
Kerbau milik Bapak Sapari tampak sehat dan lincah, apabila ada ternak yang
sakit cepat diobati setelah sembuh dijual agar tidak menular dengan ternak yang
sehat. Perkandangannya sangat kurang dan sangat kotor tidak ada kandang karena
ternak langsung diikat di bawah pada pohon-pohon besar.

Pemeriksaan Parasit

Tabel 4. Pengamatan Berbagai Jenis Parasit pada Ternak.

No Gambar Parasit No Gambar Parasit

1 5

Stomaxys calcitrans Larva gastrophilus intestinus

2 6

Tabani sae Dipnera/ Hippoboscide

3 7

Storoxys Parampis tomum


4 8

Cacing gelang/Ascaris sp Larva gastrophilus

9 13

Oesophagos tamum Musca domestika

10 14

Lymnea rubiginosa Parascaris ( kuda)

11 15

Fastiola sp

12
Trichuris kambing

Tabel 5. Pengamatan Telur dalam Feses

No Gambar Telur Cacing No Gambar Telur Cacing

1 2
Tidak ada telur yang tampak Tidak ada telur yang tampak

Keterangan
Metode pemeriksaan telur cacing:
1. Metode Natif tidak ditemukan telur cacing
2. Metode Sentrifuse juga tidak ditemukan telur cacing

Kesimpulan:
Didalam feses tidak ditemukan telur cacing, sehingga bisa disimpulkan bahwa
ternak kambing tersebut adalah dalam keadaan sehat.
Penilaian Kesehatan Ternak

Tabel 6. Data Ternak

No. Data Tentang Keterangan


1 Jenis ternak Kerbau
2 Kelamin
 Jantan 10
 Betina 1
3 Umur 1 – 6 tahun
4 Status fisiologis Umbaran
5 Lokasi kandang Di bawah pohon rindang dan tidak diberi atap,
tetapi hanya disekelilingi pagar.
6 Pemilik Bapak Sapari

Tabel 7. Pengamatan Tingkah Laku Ternak

No Pengamatan Kondisi
1 Pengamatan dari jauh dengan ternak
 Aktivitas ternak Lincah
 Sikap berdiri Normal
2 Pengamatan dari dekat dengan ternak
 Tatap mata Aktif
 Bulu kulit permukaan tubuh Mengkilat
 Kondisi permukaan tubuh Kotor
 Aktifitas gerakan dari
1. Ekor Aktif
2. Kepala Aktif
3. Gumba Tidak ada
4. Kaki Lincah
5. Daun telinga Lincah
 Lobang tubuh dalam kondisi tidak normal Normal
(mulut, mata, hidung, telinga, anus,
vulva/penis, puting susu)
 Gerakan nafas -
 Nafsu makan/minum Tinggi
 Ruminansi Dilakukan berkali-kali
 Kondisi feses yang keluar Padat

Kesimpulan :
Tingkah laku ternak kerbau menunjukan bahwa ternak itu dalam kondisi sehat.
.
Tabel 8. Pemeriksaan fisik

No Organ tubuh bagian Kondisi

1 Pupil mata

2 Perasaan apabila ditekan di bagian

3 Suhu tubuh (thermometer pada anus)

4 Gerakan usus halus

5 Denyut nadi

6 Suara paru-paru

7 Gerak Rumen

Perubahan lain yang terjadi di

Pemeriksaan fisik tidak dilakukan karena kondisi ternak kerbau yang terlalu aktif.

Tabel 9. Kondisi Lingkungan yang mempengaruhi kesehatan

No Bagian Kondisi
1 Bangunan kandang Kandang hanya diberi pagar tetapi tidak diberi atap.
Di dalam kandang terdapat banyak lumpur karena
kerbau suka tempat yang berlumpur.
2 Sanitasi kandang Sanitasi kandang tidak dilakukan dengan baik.
Hanya mengambil feses dari kandang kalau ada
yang mau membeli feses tersebut.
3 Pembuangan kotoran Tidak pernah dilakukan.
4 Pakan dan minum Dilakukan diluar kandang karena kerbau digembala.

Kesimpulan :
Bangunan kandang sangat sederhana berpagar seng. Tidak dilakukan sanitasi kandang
dan pembuangan kotoran. Pakan dan minim dilakukan diluar kandang, karena ternak
kerbau digembala.

Anda mungkin juga menyukai