Anda di halaman 1dari 5

Nama : Alif Yusron Asir

Nim : 30201403696
Mata Kuliah : Transportasi Perkotaan

Fenomena Keberadaan Pejalan Kaki Dalam Ruang Lalu Lintas

Di Daerah Kota Semarang

System manajemen transportasi dikatakan baik, apabila dalam system tersebut mampu
mengakomodasi semua bentuk mobilitas manusia, salah satunya adalah bentuk kegiatan
berjalankaki atau pejalan kaki sebagai pelaku system tersebut. Dalam istilah transportasi, pejalan
kaki merupakan orang yang berjalan di sepanjang jalur atau lintasan khusus pejalan kaki (
sidewalk ), baik pergerakan menyusuri jalan maupun menyeberang jalan. Salah satu tujuan
penyediaan fasilitas pejalan kaki adalah untuk menghindari konflik antara pejalan kaki dengan
kendaraan. Salah satu isi Charter of Pedestrian Rights; 1988,yang merupakan Piagam Hak – Hak
Untuk Pejalan Kaki menyebutkan bahwa pejalan kaki punya hak untuk hidup di pusat – pusat
perkotaan ataupun pedesaan yang disesuaikan dengan kebutuhan manusia, bukan untuk
kebutuhan kendaraan bermotor dan memiliki fasilitas untuk berjalan. Dari uraian tersebut
menunjukkan bahwa pejalan kaki memiliki hak dan prioritas yang sama dengan jenis pengguna
jalan yang lain. Dalam Undang – Undang no 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, pasal 26, menyebutkan bahwa pejalan kaki adalah setiap orang yang berjalan di ruang lalu
lintas jalan. Pasal tersebut menunjukkan bahwa dalam system lalu lintas pejalan kaki berhak
mendapatkan hak yang sama berupa fasilitas untuk melakukan mobilitasnya.

Gambar 1 penyandang disabilitas melewati fasilitas penyebrangan di simpang lima semarang


Ketentuan Fasilitas Pejalan Kaki menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (1995), aspek-
aspek yang menyangkut fasilitas pejalan kaki antara lain:

1. Pejalan kaki harus mencapai tujuan dengan jarak sedekat mungkin, aman dari lalu lintas
yang lain dan lancar;
2. Terjadinya kontinuitas fasilitas pejalan kaki, yang menghubungkan daerah yang satu
dengan yang lain;
3. Apabila jalur pejalan kaki memotong arus lalu lintas yang lain harus dilakukan
pengaturan lalu lintas;
4. Fasilitas pejalan kaki harus dibuat pada ruas-ruas jalan di perkotaan atau pada tempat-
tempat dimana volume pejalan kaki memenuhi syarat atau ketentuan-ketentuan untuk
pembuatan fasilitas tersebut;
5. Jalur pejalan kaki sebaiknya ditempatkan sedemikian rupa dari jalur lalu lintas yang
lainnya, sehingga keamanan pejalan kaki lebih terjamin;
6. Dilengkapi dengan rambu atau pelengkap jalan lainnya, sehingga pejalan kaki leluasa
untuk berjalan, terutama bagi pejalan kaki yang tuna daksa;
7. Perencanaan jalur pejalan kaki dapat sejajar, tidak sejajar atau memotong jalur lalu lintas
yang ada;
8. Jalur pejalan kaki harus dibuat sedemikian rupa sehingga apabila hujan permukaannya
tidak licin, tidak terjadi genangan air serta disarankan untuk dilengkapi dengan pohon-
pohon peneduh;
9. Untuk menjaga keamanan dan keleluasaan pejalan kaki, harus dipasang kerb jalan
sehingga fasilitas pejal

Tetapi fakta di lapangan menunjukkan bahwa pejalan kaki merupakan salah satu
pengguna jalan yang sering terabaikan keberadaannya atau sering dianggap sebagai golongan
kelas dua dalam arus lalu lintas. Pernahkah kita peduli dengan mereka ? Lihat saja, ketika kita
berada di jalan raya, mungkin sedikit dari kita yang memberikan kesempatan kepada mereka
untuk menyeberang. Jika dilihat dari sisi pengguna jalan, mereka punya hak yang sama dengan
pengguna jalan yang lain. Pertanyaannya adalah: mengapa selalu pengendara kendaraan yang
selalu dinomorsatukan? Pernahkah terpikir oleh kita akan keselamatan pejalan kaki. Adanya
paradigma yang salah tentang keberadaan trotoar yang dianggap sebagai ruang kosong untuk
dimanfaatkan keberadaannya di luar kegiatan berjalan kaki, menyebabkan alihfungsi dari trotoar
tersebut

Coba kita amati di sepanjang jalan. Bagaimana keberadaan trotoar. Banyak sekali
ditemui trotoar yang dialihfungsikan sebagai tempat berdagang atau yang biasa kita sebut
sebagai pedagang kaki lima. Dengan keberadaan pkl tersebut, pejalan kaki terpaksa mengalah
untuk turun ke sisi badan jalan. Ketika mendapatkan informasi dari salah satu pkl di jalan Hayam
Wuruk – Semarang, mengapa mereka dapat berjualan dalam koridor trotoar yang seharusnya
digunakan sebagai fasilitas pejalan kaki. Dari keterangan tersebut, ternyata ada restribusi yang
harus diberikan kepada pemerintah daerah yang ditarik di siang dan malam hari supaya para pkl
tersebut tetap eksis berjualan di situ. Lalu di mana keberpihakan pemerintah terhadap hak pejalan
kaki, mereka juga berhak mendapatkan fasilitas yag sama ketika berada dalam ruang lalu lintas,
bagaimana dengan sisi keselamatan mereka? Mengapa tidak ada alokasi khusus terhadap pkl
pada ruas- ruas jalan tertentu, sehingga trotoar tetap berfungsi sebagaimana mestinya sebagai
tempat untuk berjalan kaki? Fenomena yang lebih memprihatinkan adalah ketika trotoar
dialihfungsikan sebagi jalur sepeda motor dan parkir kendaraan. Ketidak sabaran pengendara
sepeda motor dalam suatu antrian yang panjang menyebabkan mereka tidak memberi toleransi
kepada pejalan kaki dengan menggunakan trotoar sebagai jalur lintasan sepeda motor.

Fenomena pengalihfungsian jalur ini tidak hanya terjadi di kota Jakarta, dimana waktu
itu saya pernah mengalami sendiri ketika saya sedang menyusuri trotoar di ruas jalan Thamrin,
saya bersinggungan langsung dengan sepeda motor yang melintas di trotoar tersebut, sehingga
terpaksa saya mengalah memberi jalan sepeda motor yang tidak seharusnya menggunakan
trotoar sebagai jalur lintasannya. Di ruas jalan Ahmad Yani kota Semarang pun saya pernah
melihat sendiri sepeda motor menggunakan trotoar sebagai jalurnya..

gambar pengendara sepeda motor melewati trotoar di jalan kalibanteng semarang

Kondisi ini tentunya membahayakan posisi pejalan kaki karena bersinggungan dengan
kendaraan yang lewat. Belum lagi dengan keberadaan jembatan penyeberangan yang jarang
sekali tersentuh oleh kita. Masih banyaknya dijumpai pejalan kaki yang tidak menggunakan
fasilitas tersebut untuk menyeberang, mereka lebih memilih menghindari jembatan
penyeberangan dengan melintasi jalan yang ramai oleh kendaraan dengan alasan karena akses
jembatan tersebut kurang nyaman, memperlambat fisiensi waktu bagi pengguna jalan Ketidak
nyamanan tersebut disebabkan oleh banyaknya pengemis yang berada dalam lorong jembatan itu
sendiri. Alasan yang kedua adalah rasa malas untuk naik turun tangga. Padahal jika kita berfikir
lebih dalam lagi, justru keberadaan jembatan penyeberangan tersebut melindungi keselamatan
diri kita ketika menyeberang di jalan supaya tidak ada konflik dengan kendaraan
Gambar jembatan penyebrangan di area simpang lima semarang

Selain jembatan penyeberangan, fasilitas lain yang berupa zebracrosspun tidak berfungsi
sebagaimana mestinya, seakan hanya dijadikan pelengkap jalan. Banyak sekali dijumpai pejalan
kaki yang menyeberang jalan tidak mau menggunakan zebra cross sebagai tempat
penyeberangan.

Hal ini tidak hanya ditemui pada ruas jalan, tetapi juga ditemui pada daerah persimpangan. Ada
hal lain yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah setempat adalah banyaknya fasilitas
pejalan kaki yang rusak, seperti yang sering kita jumpai adalah banyaknya trotoar yang rusak,
yang menyebabkan pejalan kaki enggan menggunakan trotoar dan lebih memilih menggunakan
sisi badan jalan untuk menyusuri jalan. Untuk menciptakan suatu system transportasi yang baik,
tentunya dibutuhkan upaya perbaikan dari keseluruhan system transportasi yang ada dalam satu
system transportasi makro ( system kegiatan, jaringan, pergerakan dan kelembagaan ), sehingga
diharapkan tercipta sinergi dalam satu kesatuan dari interaksi setiap system.

Adapu berbagai upaya yang dapat dilakukan adalah :

1. Penyediaan infrastruktur yang memadai dan berkeselamatan bagi pengguna jalan,


termasuk penyediaan fasilitas untuk pejalan kaki.
2. Adanya maintenance yang berkala terhadap infrastruktur yang sudah terbangun
3. Menjaga kualitas estetika lingkungan yang nyaman dan ramah lingkungan.
4. Penegakan hukum yang tegas dari pihak yang berwenang, yaitu kepolisian apabila
ditemui pelanggaran yang dilakukan oleh pengguna jalan.
5. Membiasakan budaya tertib berlalu lintas bagi setiap individu sebagai pengguna jalan.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. 1995. Tata Cara Perencanaan
Fasilitas Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan
http://jateng.tribunnews.com/ ronald-kusuma-ingin-aksi-daffa-jadi-inspirasi-para-biker.html

http://mustopamustopa.blogspot.co.id/2010/10/transportasi-perkotaan.html

Anda mungkin juga menyukai