Anda di halaman 1dari 2

Hilangnya Hak Pejalan Kaki

Salah satu pengguna jalan raya yang keberadaannya cukup esensial dalam sistem moda
transportasi, khususnya di wilayah perkotaan, adalah pejalan kaki. Pejalan kaki memegang
peran penting dalam perkembangan moda transportasi di perkotaan, sebab mempunyai
beberapa keuntungan dalam kehidupan, misalnya dapat mengurangi polusi udara, polusi suara,
serta mampu menghemat bahan bakar dan biaya yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah
perjalanan.
Pejalan kaki juga mempunyai manfaat di bidang sosial bagi perkembangan kehidupan di
wilayah perkotaan. Salah satu manfaatnya yakni untuk mengembalikan peran kota sebagai
wilayah pertemuan individu. Dengan berjalan kaki, individu dapat membangun sebuah
interaksi dengan individu lain, sehingga dapat menghidupkan kesan perkotaan yang lebih
santai dan ramah lingkungan. Untuk itu, trotoar dibangun sebagai satu ruang publik yang
keberadaannya dikhususkan bagi para pejalan kaki.
Sebagai unsur penunjang prasarana vital kota, trotoar memiliki peranan yang penting bagi
pengguna jalan. Trotoar merupakan jalur bagi pejalan kaki yang letaknya sejajar dengan jalur
lalu lintas kendaraan. Jalur ini biasanya memiliki lapisan permukaan yang lebih tinggi.
Pada awalnya, keberadaan trotoar adalah sebagai jalur bagi pejalan kaki untuk menghindari
kendaraan bermotor. Namun kenyataannya, masih banyak trotoar yang jauh sesuai ketentuan
tersebut. Seolah-olah hanya sekadar ada saja. Dalam praktiknya, ternyata tidak sedikit hak
pejalan kaki yang terlanggar oleh pihak lain, seperti fungsi trotoar yang seharusnya sebagai
jalur khusus bagi para pejalan kaki justru dijadikan lapak berdagang oleh Pedagang Kaki Lima
(PKL), trotoar yang dijadikan sebagai lahan parkir oleh oknum tidak bertanggung jawab, serta
trotoar yang dijadikan sebagai jalan pintas oleh para pengendara motor ketika terjadi
kemacetan di jalan raya.
Para pejalan kaki berada pada posisi yang lemah jika mereka bercampur dengan kendaraan,
maka mereka akan memperlambat arus lalu lintas. Oleh karena itu, salah satu tujuan utama dari
manajemen lalu lintas adalah berusaha untuk memisahkan pejalan kaki dari arus kendaraan
bermotor, tanpa menimbulkan gangguan-gangguan yang besar terhadap aksesibilitas dengan
pembangunan trotoar. Pengendara saat ini banyak yang tidak perduli dengan sesama pengguna
jalan, banyak pengendara motor yang tidak merasa ragu untuk melaju di atas trotoar tanpa
memperdulikan pejalan kaki.
Di kota besar seperti Jakarta, kemacetan merupakan salah satu hal yang sulit dihindari.
Beberapa pengendara nekat menggunakan trotoar sebagai jalan pintas karena tidak mau
bermacet-macetan. Beberapa pejalan kaki bahkan harus berjalan di pinggir agar tidak terkena
pengendara motor. Bukan hanya pengendara motor yang merampas hak pejalan kaki di trotoar.
Sebagian Pedagang Kaki Lima (PKL) juga terlihat “menguasai” trotoar sehingga
mengharuskan pejalan kaki untuk mengalah dari haknya.
Sebenarnya sudah banyak aturan yang melindungi hak-hak pejalan kaki. Seperti UU Nomor
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 34
Tahun 2006 tentang jalan. UU Nomor 22 Tahun 2009 pasal 106 ayat (2) mengatakan bahwa
“pengemudi kendaraan bermotor wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki.” Dan hal ini
diperkuat oleh PP Nomor 34 Tahun 2006 pasal 34 ayat (4) bahwa “trotoar hanya diperuntukan
bagi lalu lintas pejalan kaki.” Dari aturan di atas maka para pelanggar fungi trotoar pun juga
bisa mendapatkan sangsi karena melanggar ketertiban dari fungsi trotoar sesungguhnya yang
diatur dalam pasal 284 UU Lalu Lintas Angkatan Jalan (LLAJ) yang menyebutkan bahwa
“setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan tidak mengutamakan
keselamatan pejalan kaki atau pesepeda sebagimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (2)
dipidana dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp
500.000,00.
Perlu disadari bersama bahwa dalam penggunaan fasilitas jalan kita tidak sendirian, namun
berkendara bersama dengan banyak orang karena kita hidup bermasyarakat. Cakupan
masyarakat tentu sangat luas, dan pasti memiliki pemikiran yang berbeda dan cenderung
memikirkan kepentingan pribadi. Tanpa adanya etika berlalu lintas akan sering terjadi
kecelakaan di jalan raya. Kejadian ini disebabkan oleh kurangnya rasa tenggang rasa antar
pengguna jalan, pengendara cenderung egois karena ingin cepat sampai tujuan. Jika in
dibiarkan terus-menerus maka akan semakin meningkat angka kecelakaan di Indonesia
khususnya di Jawa Barat dan DKI Jakarta yang menjadi daerah terbesar pengguna jalan. Oleh
karena itu perlu adanya pemahaman serta pelaksanaan etika berlalu lintas.
Selain itu, wajib ada sosialisasi kepada publik akan pentingnya fungsi trotoar. Pemerintah
hendakya membuat perencanaan yang matang dan mengambil tindakan tegas apabila ada yang
melanggar atau menyalahgunakan fungsi trotoar. Di tingkat warga sebaiknya juga berani
memperjuangkan hak-hak pelayanan publiknya di ruang publik termasuk hak pejalan kaki.
Sebab, karena belum adanya kesadaran, pemahaman dan keberanian maka fungi trotoar
menjadi tak bermakna dan membuat wajah pelayanan publik kita tidak indah dan jauh dari
kesan ramah.

Anda mungkin juga menyukai