Anda di halaman 1dari 9

TROTOAR BERALIH FUNGSI

Saturday, Oct 31 2015

Butuh Keseriusan Pemkot Mengembalikan Fungsi Pedestrian


Trotoar menurut Wikipedia adalah jalur pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan jalan
dan lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan untuk menjamin keamanan pejalan kaki. Para
pejalan kaki berada pada posisi yang lemah jika mereka bercampur dengan kendaraan, maka
mereka akan memperlambat arus lalu lintas. Oleh karena itu, salah satu tujuan utama dari
manajemen lalu lintas adalah berusaha memisahkan pejalan kaki dari arus kendaraan
bermotor, tanpa menimbulkan gangguan- gangguan yang besar terhadap aksesibilitas dengan
pembangunan trotoar.
Perlu tidaknya trotoar dapat diidentifikasikan oleh volume para pejalan kaki yang berjalan di
jalan, tingkat kecelakaan antara kendaraan dengan pejalan kaki dan pengaduan/permintaan
masyarakat. Lalu bagaimana dengan trotoar di Kota Ternate?. Di pusat kota trotoar bukan
untuk pejalan kaki. Trotoar malah menjadi tempat jualan pedagang kaki lima, tempat
meletakkan pot bunga maupun ditanami pohon. Lalu apa fungsinya bagi publik jika sarana ini
dibangun hanya untuk ditempati pedagang dan ditanami pohon. Warga Kota ini mungkin saja
menganggap sepele adanya trotoar dan fungsi utamanya. Tetapi sesungguhnya, trotoar
adalah ruang yang menjadi hak asasi. Kita bisa saksikan kondisi paling memiriskan dengan
fungsi trotoar itu di berbagai tempat di kota ini. Berikut pendapat sejumlah pihak menyangkut
kondisi alihfungsi trotoar di Kota Ternate.

Ichsan Teng,
Akademisi Unkhair sedang Studi Magister Design Architecture di UNDIP
Penataan trotoar di Kota Ternate saat ini sebatas fasilitas yang diadakan karena pembentukan
Jalan. Perencanannya belum mempertimbangkan aspek aspek manusiawi dan hanya
sekedar mengakomodasi kepentingan pejalan kaki. Dalam pandangan para pemikir dan ahli
kota saat ini, fasilitas trotoar sudah selayaknya direncanakan untuk memberikan kenyamanan
untuk penggunanya. Oleh karena Trotoar adalah elemen sebuah Pedestrian; yaitu ruang luar
yang digunakan untuk kegiatan penduduk kota sehari-hari seperti kegiatan berjalan-jalan
melepas lelah, bersantai, sebagai tempat aspirasi, kegiatan bersama dan sebagai (juga) tempat
berjual-beli. Dengan fungsi utamanya yaitu memfasilitasi pejalan kaki untuk bergerak dari satu
bangunan ke bangunan yang lain, dari bangunan ke ruang lain yang ada atau sebaliknya, atau
dari suatu tempat ke tempat yang lainya di kawasan perkotaan.
Pedestrian atau pejalan kaki (bahasa Yunani pedester/ pedestris) yaitu orang yang berjalan
kaki atau pejalan kaki. Pedestrian juga diartikan sebagai pergerakan atau sirkulasi atau
perpindahan orang atau manusia dari satu tempat ke titik asal (origin) ke tempat lain sebagai
tujuan (destination) dengan berjalan kaki (Rubenstein, 1992). Jalur pedestrian pada saat
sekarang dapat berupa trotoar, pavement, sidewalk, pathway, plaza dan mall. Jalur pedestrian
yang baik harus dapat menampung setiap kegiatan pejalan kaki dengan lancar dan aman.
Persyaratan ini perlu dipertimbangkan di dalam perancangan jalur pedestrian. Sedangkan
kenyamanan dari pejalan kaki adalah dengan menyediakan elemen yang mendukung tanpa
adanya gangguan dari aktivitas lain yang menggunakan jalur tersebut. Jarak tempuh pejalan
kaki biasanya relatif dekat. Karena kebanyakan pejalan kaki berjalan dari tempat parkir atau
dari pemberhentian umum yang tidak terlalu jauh pula.
Tingkat kenyamanan pejalan kaki dalam melakukan aktifitas dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti cuaca dan jenis aktivitas, kondisi ruang pejalan. Tingkat kenyamanan
dihubungkan dengan kondisi kesesakan dan kepadatan, dipengaruhi oleh keamanan dan
persepsi manusia dan kemudahan untuk bergerak. Kapasitas jalur pejalan kaki meliputi jumlah
pejalan kaki persatuan waktu seperti orang berjalan, orang perhari. Adapun kapasitas jalur
pejalan kaki (walkway capacity) dipengaruhi oleh penghentian, lebar kalur pedestrian, ruang
pejalan kaki, volume, tingkat pelayanan. Beberapa elemen pada suatu jalur pedestrian dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu : 1. elemen jalur pedestrian sendiri (material dari jalur pedestrian),
dan 2. elemen pendukung pada jalur pedestrian (lampu penerang, vegetasi, tempat sampah,
telepon umum, halte, tanda petunjuk dan lainnya).
Trotoar, sebagaimana yang dimaksudkan dalam PP Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
merupakan bagian dari Ruang Manfaat Jalan. Karena itu trotoar direncanakan penataannya
sebagai ruang sisa dari pembentukan Jalan yang dimanfaatkan untuk kegiatan non-transportasi
kendaraan bermotor. Sehingga kondisi yang terjadi pada Trotoar di Kota Ternate ini adalah

kondisi yang tercipta oleh kekeliruan perencanaan akibat pengadaan fasilitas yang dilakukan
seadanya oleh pemerintah. Masyarakat dalam hal ini terbagi menurut pengguna sesuai denga
isyarat PP tersebut menjadi Pengguna Pejalan Kaki dan Pengguna Bukan Pejalan Kaki.
Pengawasan (control) adalah perintah untuk dilaksanakan dengan penindakan kepada
penyalahgunaan fungsi trotoar.
Untuk itu pemerintah haruslah bertindak segera membenahi penyalahgunaan fungsi trotoar
sesuai isyarat PP Nomor 34 Tahun 2006. Sebagai penyelenggara, pemerintah perlu melakukan
perencanaan dan perancangan kembali dengan pendekatan yang aspiratif, edukatif dan
persuasif. Tindakan tegas harus dilakukan tetapi seminimal mungkin dihindari pendekatan 3G
(gaduh, gasak, gusur). Terakhir pemerintah perlu membuat Proyek percontohan Trotoar yang
manusiawi, mengamodir kepentingan semua pihak yang bersinggungan dalam ruang public
kota itu dari berbagai aspeknya.

Rizal Marsaoly
Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Ternate
Ternate ini kota tua. Sebuah kota itu terbentuk dari sebuah aktivitas masyarakat, kemudian
terbentuklah sebuah kota yang modern. Bertambahnya jumlah penduduk dengan keterbatasan
ruang, secara otomatis mendorong perebutan ruang semakin meningkat. Dari pola pikir inilah
mengilhami bahwa Ternate ke depan butuh pengaturan terkait pemanfaatan ruang yang harus
konsisten sesuai fungsi-fungsinya.
Kiblat yang dipakai ada dua, pertama rencanan tata ruang wilayah, kedua rencana detail tata
ruang wilayah (RTRW dan RDPR). Di dalam rencana tata ruang wilayah termasuk di dalamnya
peta zonasi yang mengatur fungsi ruang dan peruntukannnya. Jadi, kalau kita cerita ruang
ekonomi maka ada ruangannya, untuk Pedagang Kaki Lima (PKL) ada ruangnnya, fungsi ruang
untuk pedestrian ada tempatnya begitu juga trotoar.
Kalau bercerita tentang pedestrian atau trotoar, otomatis satu ruang memang diperuntukan
bagi pejalan kaki. Sejauh mana, Ternate menyikapi permasalahan ini. Kondisi Ternate dengan
luas jalan, ketersedian sarana public untuk pejalan kaki juga terbatas. Saat ini, pengembangan
kota di daerah selatan atau utara bisa diatur. Namun, kalau dilihat di Ternate Tengah, Utara dan
Selatan, sudah merupakan suatu keharusan. Ini perlu diperhatikan dan ditata dengan baik
dalam jangka waktu menengah maupun panjang. Ada sejumlah pedestrian atau trotoar sudah
beralih fungsi. Saya harus jujur ada juga PKL menempati di atas trotoar, ada juga jumlah
tanaman yang ditanam di atas trotoar, ada juga sejumlah aktifitas lain yang dilakukan di atas
trotoar. Ini yang menjadi tantangan sekaligus harus dicari solusinya ke depan. Perlu dicatat
ruang tidak pernah bertambah, tetapi jumlah penduduk setiap hari bertambah. Artinya
pemanfaatan ruang-ruang itu dengan keterbatasan ruang tidak berbanding lurus.Karena itu
tugas dari Dinas Tata Kota ke depan dengan keterlibatan masyarakat untuk membantu. Ke

depan sudah harus diatur pedestrian atau trotoar dikembalikan sesuai dengan fungsinya.
Soal pohon di atas trotoar memang benar ada sejumlah pohon ditanam di atas trotoar,
bahkan merusak pagar warga. Saya tidak bebicara konteks masa lalu. Namun, disitu dilakukan
peremajaan sejumlah pohon trembesi yang ditanam di atas pedestrian. Proses penanaman
pohon di atas pedestrian itu sebenarnya bisa dilakukan ke samping. Namun, perlu diingat
ruang ini tidak pernah bertambah. Sehinga ketika Balai Lingkungan Hidup (BLH) atau dinas
apapun yang menanam terlalu menyentuh badan pedestrian. Kalau dilihat dari Undang- undang
yang mengatur tentang pejalan kaki di trotoar ini, ternyata memang diberi ruang khusus
available untuk para tuna netra. Bagi tunanetra harus dibuatkan ubin yang berkontur khusus
yang mempermudah tongkat tunanetra untuk menyentuh ubin tersebut. Di Jogja, Bogor,
Bandung saya lihat ada. Pemerintah ke depan sudah harus berpikir memberi ruang untuk orang
seperti ini. Sejauh ini, saya lihat ada PKL menggunakan sebagai tempat berjualan namun masih
dalam batasan yang bisa terkontrol. Semenjak menjadi Kadis Tata Kota berupaya bagaimana
mengembalikan fungsi- fungsi trotoar sebagaimana diamanahkan dalam Undang-undang No 6
tahun 2007 tentang tata ruang. Jadi, komitmen saya membangun Ternate ke depan adalah
bagaimana mengembalikan fungsi ruang ini terutama bagi pejalan kaki. 2016, saya akan mulai
membongkar dari depan penginapan yamin sampai di Bank Mandiri. Saya bongkar semua
trotoar yang ada disitu dan diturunkan disamaratakan. Saya akan membuat arena refleksi
sepanjang itu. Saya coba membuat pilot project. Begitu juga, saya menata dari sisi barat pantai
Falajawa. Di Pantai Falajawa dari sisi Timur kan sudah dibuat pedestrian. Saya memahami
betapa pentingnya ruang publik bagi masyarakat untuk jalan kaki atau jogging track. Kalau
pembangunan ini disetujui oleh pejabat maka saya akan lanjutkan. Saya akan bongkar trotoar
dari Toko Nando sampai Toko Buku Selecta. Secara bertahap fungsi pedestrian bagi pejalan
kaki sudah semestinya diperhatikan.
Kita harus konsisten dengan aturan yang ada bahwa trotoar adalah hak pejalan kaki. Ada
beberapa kawasan sudah saya coba tertibkan. Contohnya Tobona, disana saya suruh mereka
mundur ke belakang. Begtu juga dar BLK sampai Himo-Himo kelurahan Tabona .
Satu hal lagi. Saya memberi warning kepada pihak kelurahan agar jangan memberikan
rekomendasi kepada masyarakat atau kepada siapa saja melakukan aktivitas tertutama di atas
trotoar karena hampir setiap kasus yang saya dapat pihak kelurahan yang mengizinkan. Jika
lurah mengizinkan saya biasa memanggil lurah dan berkoordinasi dengan pihak kelurahan agar
jangan memberikan ruangan.
Soal pohon yang ditanam di atas pohon saya sudah berkoordinasi dengan pihak BLH untuk ke
depan tidak lagi dilakukan penanamn pohon di atas pedestrian.
Setiap hari saya turun ke lapangan bersama staf untuk menegur pedagang yang berjualan di
atas trotoar. Banyak pedagang keliling, seperti pedagang es, bakso dan lain-lain yang sudah
saya tegur dan menyuruh mereka bergeser. Dalam konteks kegiatan ekonomi yang mereka
lakukan di lapangan sudah mengganggu hak pejalan kaki, selain itu menggangu arus lalu lintas.

Terkait masalah tata ruang kota ke depan sudah selayaknya kita mengembalikan fungsi trotoar
sudah merupakan harga mati.
Saya lihat saat ini memang belum ada koordinasi yang terlalu matang baik di SKPD maupun di
level atas. Kalau saya lihat saat ini di trotoar banyak besi yang sudah berkarat dan terbuka,
akibatnya ada orang yang jatuh kedalam gorong- gorong. Ini butuh koordinasi yang matang.
Disitu butuh lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mempunyai peranan. Untuk
mengatasi masalah pedestrian semua SKPD terkait harus fokus membenahi pedestrian yang
ada. Dinas Tata Kota, PU, Dinas Kebersihan, Dinas Perhubungan, Dinas Pasar, Dinas
Kesehatan dan sebagainya harus bersinergi membenahi masalah pedestrian. Tahun depan tata
kota akan mengambil alih pekerjaan PU menata trotoar mulai dari penginapan Yamin sampai di
Bank Mandiri di Jalan Pahlawan Revolusi .

Chairullah Amin
Pengamat Kota Akademisi Unkhair
Secara nasional penataan trotoar sebenarnya sudah diatur dalam UU No.22 tahun 2009
tentang lalulintas dan angkutan jalan (LLAJ) di mana fungsi trotoar dimaksudkan untuk
kenyamanan dan keamanan pengguna jalan khususnya para pejalan kaki. Dalam UU tersebut
sangat jelas menerangkan bahwa fungsi jalan tidak hanya diperuntukkan bagi pengguna
kendaraan bermotor saja namun diharuskan pula tersedia ruang atau space bagi pengguna
lainnya seperti lajur khusus sepeda, tempat penyebarangan pejalan kaki, serta fasilitas khusus
bagi penyandang cacat atau mereka yang sudah lanjut usia.
Untuk kota Ternate, hanya jalan-jalan utama provinsi saja yang terdapat trotoar, sementara
untuk jalan yang menjadi kewenangan pemerintah kota praktis tidak tersedia ruang atau lahan
untuk trotoar. Problem sempitnya lebar badan jalan di kota Ternate menjadi kendala utama
untuk penyediaan trotoar. Rata-rata lebar jalan di kota Ternate untuk jenis jalan yang masuk ke
lokasi pemukiman warga lebarnya hanya 3 4 meter. Sedangkan beberapa jalan utama yang
sudah terdapat trotoar terkesan sudah tidak terawatt dan tidak pernah ada perbaikan atau
renovasi yang lebih bagus. Yang ada ketika proyek galian pipa air atau kabel listrik terjadi,
trotoar yang ada dibongkar kemudian diganti dengan kondisi yang seadanya saja bahkan
keadaannya lebih parah dari sebelumnya. Di beberapa jalan tersebut, tidak siang atau malam
trotoar sudah beralih fungsi menjadi tempat menjual bagi para pedagang kaki lima.
Peralihan fungsi trotoar menjadi tempat penjualan para pedagang kaki lima semakin tidak
terkendali. Akibatnya jalan menjadi macet, apalagi ketersediaan tempat parker bagi kendaraan
juga tidak tersedia dengan layak.Pemerintah terkesan tidak begitu peduli dengan keselamatan
dan kenyamanan para pengguna jalan terutama bagi para pejalan kaki. Sehingga tidak heran
kalau tingkat kerawanan kecelakaan lalulintas di kota Ternate sangat tinggi yang berisiko pula

terhadap para pejalan kaki. Para pedagang yang berjualan di atas trotoar juga tidak terkesan
cuek bebek, mereka tidak punya alternative tempat menjual yang strategis, tempat yang
sedianya khusus diperuntukkan bagi pedagang kaki lima di belakang mall jatiland dianggap
kurang menguntungkan secara ekonomis. Tidak sedikit dari para pedagang akhirnya berpindah
ke tempat- tempat yang dianggap strategis dan menguntungkan. Belum lagi bagi pedagang
pendatang baru tidak ada pilihan yang lebih baik selain membuka lapak-lapak di pinggir jalan
atau di atas trotoar.
Tontonan para penjual es di depan taman nukila, ketika sore hingga malam hari para penjual di
depan kantorPolres Ternate, dan paling parah di depan terminal dan pasar higenis, para penjual
dan kios- kios sangat terlihat kumuh, tidak teratur.
Untuk mengembalikan fungsi ruang- ruang ini Sudah kewajiban pemerintah kota untuk
menyediakan ruang yang layak bagi semua lapisan masyarakatnya. Sebaiknya pemerintah
membangun lebih banyak lagi los los yang lebih luas terutama bagi para pedagang di pasar,
sehingga mereka tidak boleh lagi berjualan di bahu jalan atau diatas trotoar. Selain di belakang
Mall Jati land perlu dipikirkan juga pembangunan tempat yang baru khusus bagi para
pedagang kuliner jalanan. Pemerintah tidak boleh tutup mata, perhatian dalam bentuk kebijakan
harus lebih banyak bagi para pedagang kecil dengan menyediakan ruang bagi mereka untuk
berjualan dengan layak.
Apasolusi

yang tepat diambil pemerintah?

Memang bukan pekerjaan yang mudah dalam melakukan penataan kota untuk para
pedagang jalanan atau PKL. Hampir di semua kota di Indonesia mengalami permasalahan yang
sama. Kebanyakan kebijakan pemerintahan kab/kota saat ini lebih senang dan nyaman
memberikan izin dengan gampang bagi para pengembang untuk membangun Ruko, sehingga
tidak heran kalau kota- kota sekelas metro di Indonesia banyak yang berubah menjadi kota
Ruko, tidak terkecuali kota Ternate. Gejala tersebut sudah Nampak terjadi di kota Ternate.
Sehingga sangat disayangkan jika kebijakan penataan ruang kota hanya diperuntukkan bagi
mereka yang berkantong tebal, sementara pedagang kecil yang bermodal dengkul harus gigit
jari, terus berjualan di emperan jalan dan trotoar.
Kebijakan Pemerintah kota dalam penataan ruang harus adil juga bagi para pedagang kecil.
Pengembangan beberapa pasar tradisional harus segera di lakukan dibeberapa wilayah
sehingga tidak semua numpuk di pasar higenis Gamalama. Selain itu adalah kewajiban
pemerintah menyediakan ruang yang baru untuk para pedagang kuliner jalanan. Pedagang
yang selama ini sudah mengontrak tempat di atas trotoar agar bersedia pindah di tempatk
khusus tersebut. Jika tidak bersedia, maka tindakan tegas harus diambil pemerintah dengan
mengambil paksa lapak-lapak yang ada.
Di beberapa tempat misalnya di pusat kota di kawasan sekolah maupun perkantoran trotoar
seakan tidak berarti. Padahal di tempat seperti itu, trotoar begitu penting fungsinya.

Kota-kota di negara-negara maju, trotoar berperan penting dalam kenyamanan dan


keamanan bagi para pejalan kaki. Di samping bahu jalan tersedia tempat duduk santai, lengkap
dengan tempat pembuangan sampah berupa kantong plastic atau tong sampah tertutup yang
tersedia. Kesadaran akan pentingnya pembangunan trotoar bukan saja diperuntukkan untuk
para pejalan kaki, tetapi juga bagi para penyandang cacat dan lanjut usia. Hampir semua kotakota di Indonesia belum sepenuhnya menerapkan kebijakan penataan trotoar yang multifungsi
ini. Sebab model pembangunan kota di Indonesia agak berbeda dengan pembangunan kota di
Negara maju. Di Negara maju, jalan dan fasilitas pendukung lainnya dibangun dulu baru
kemudian membangun pemukiman atau perkantoran.Di Indonesia sebaliknya, bangun rumah
dulu baru selanjutnya membangun jalan.Sehingga jangan heran jika permasalahan
pembangunan pelebaran jalan pasti akan berhadapan dengan masalah pembebasan lahan
atau tanah yang sudah terdapat bangunan di atasnya.
Sebagai calon kota Metro, Ternate sedini mungkin harus menyadari beberapa
permasalahan penataan perkotaan klasik yang sudah terjadi di kota lain di Indonesia. Perlu
upaya yang inovatif dari pengambil kebijakan untuk melakukan penataan ruang di kota Ternate
dimana ketersediaan lahan dan ruangnya sangat terbatas. Keterbatasan ruang di kota ini tidak
akan mampu menampung lagi arus urban dan pendatang baik yang berasal dalam satu wilayah
provinsi Malut maupun dari provinsi lain.

Junaidi
Warga Pejalan Kaki
Bagi saya, trotoar yang dibangun pemerintah itu belum sesuai fungsinya. Selama ini,
trotoar yang dibangun masih dijadikan tempat jualan bagi beberapa pedagang. Entah itu karena
tidak ada lokasi jualan yang strategis atau memang tidak tahu fungsi trotoar.
Karena itu pemerintah harus tegas kepada pedagang yang berjualan di atas trotoar atau
menggunakan trotoar sebagai lokasi jualan. Mereka harus ditindak tegas dan diberi sanksi
karena hak kita atau pengguna trotoar itu hilang. Mereka juga berhak menggunakan trotoar,
tapi bukan untuk tempat berdagang. Mereka senang menjadikan trotoar sebagai lokasi jualan
itu mungkin karena strategis artinya dekat dengan jalan, sehingga bisa dilihat langsung
pengendara atau masyarakat umum karena lokasinya juga terbuka dan gampang terlihat.
Untuk mengembalikan fungsi trotoar pemerintah harus menertibkan mereka yang
menjadikan trotoar untuk berjualan. Bila perlu ditindak tegas dan diberi sanksi ataupun denda
agar mereka tidak lagi menyalahgunakan trotoar.
Rahmat
Pengguna Trotoar
Bagi saya, trotoar yang dibangun pemerintah itu belum sesuai fungsinya. Selama ini, trotoar

yang dibangun itu masih dijadikan tempat jualan bagi beberapa pedagang di kota Ternate.
Misalkan di pasar Higienis, Pemkot sudah membangun pasar yang cukup besar dan tempatnya
masing kosong, tetapi masih ada pedagang yag berjualan di atas trotoar. Apakah pemerintah
tidak pernah bertindak dan memindahkan pedagang tersebut. jika sekiranya trotoar difungsikan
sebagai tempat jualan seperti di pasar higienis, ini merusak pemandangan juga menimbulkan
kemacetan. Sebab, banyak pedagang sudah menjamur dari trotoar hingga setengah dari bahu
jalan.
Saran saya, pemerintah harus tegas menegakan aturan kepada pedagang yang berjualan di
trotoar atau menggunakan trotoar sebagai lokasi jualan. Dengan cara memindahkan mereka di
lokasi yang lebih layak dan tidak mengganggu pemandangan apalagi sampai menghambat arus
lalu lintas. Jika teguran saja tidak bisa membuat para pedagang berhenti berjualan di atas
trotoar. Perlu ditindak secara tegas, dan dipaksa untuk dipindahkan saja. Sebab yang saya
lihat lokasi di pasar higienis itu, masih banyak lokasi ditempatkan pedagang yang berjualan di
atas trotoar di depan pasar.
Kemungkinan para pedagang tidak mau pindah ke lokasi lain, lokasi itu nyaman dan juga
strategis. Dalam hal ini, banyak pembeli berdatangan. Kemungkinan seperti itu. Tetapi itu, tidak
menjadi alasan, karena tata kelolah pasar sekarag ini, masih amburadul dengan pedagang
yang berjejer di atas trotoar hingga setengah bahu jalan. Untuk mengembalikan fungsi trotoar
pemerintah harus menertibkan mereka yang menjadikan trotoar sebagai tempat jualan. Bila
perlu jangan hanya fokus di depan pasar saja, tetapi trotoar di Kota Ternate ini, yang di jadikan
tempat jualan oleh masyarakat.

Mujais
Pejalan Kaki Pengguna Trotoar
Trotoar di Kota Ternate ini, belum difungsikan secara baik oleh pemeritah Kota Ternate.
Bagaimana tidak, banyak pedagang dimenjadikan trotoar sebagai tempat berdagang. Ini juga
menjadi penyebab rusaknya pemandangan dan dianggap tata kelola kota Ternate masih
amburadul.
Saran saya, trotoar perlu difungsikan sesuai fungsinya. Saya rasa pemerintah lebih tahu
persoalan itu, tetapi kenyataan yang bisa dilihat belum ada tindakan pemerintah memfungsikan
trotoar, sesuai fungsinya.
Orang senang berjualan di trotoar, kemungkinan karena jualan mereka laris. Contoh konkrit,
di pasar Higienis beberapa bulan lalu. Ketika pedagang dipindahkan oleh Pemkot dan semua
masuk ke Pasar Higienis mereka kebaratan. Sebab jika mereka masuk dalam pasar, otomatis
barang dagangan tidak laris lagi. Jadi tidak heran, meskipun dimarahi petugas, mereka tetap
berjualan di atas trotoar, hingga memakan setengah bahu jalan di depan pasar.

Saran saya, perlu perhatian pemerintah, melakukan tata kelola pasar dengan baik.
Menempatkan pedagang di lokasi yang lebih layak. Agar jangan berjualan di lokasi trotoar lagi.
Jangan hanya di depan pasar, kios PKL yang di atas trotoar, perlu diberikan pemahaman, agar
jangan lagi berjualan di atas trotoar.(*)

Anda mungkin juga menyukai