Anda di halaman 1dari 11

REVITALISASI JALUR PEJALAN KAKI DI JL.

PATRA, DURI KEPA,


JAKARTA BARAT.

Disusun Oleh :

1. Anjela K. Babut 2016-0202-010


2. Jermia O. Sobalely 2016-0202-014
3. Gevni V M. Toisuta 2016-0202-015

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kota Jakarta merupakan Ibu Kota Indonesia yang memiliki perkembangan dan
kemajuan yang sangat pesat diberbagai bidang dan sektor. Melihat pertumbuhan Kota
Jakarta yang begitu cepat dan pesat, yang dikarena oleh banyak faktor seperti pusat
perkantoran, perdagangan, pemerintahan, bisnis, pendidikan dan permukiman menyebabkan
banyak masyarakat yang cenderung untuk mencari penghasilan di Jakarta. Kondisi seperti
ini membuat kota Jakarta didatangi oleh para pendatang dari luar kota Jakarta baik dari
pulau Jawa itu sendiri maupun diluar pulau Jawa dan dengan jumlah yang terus meningkat
tiap tahunnya sehingga menyebabkan tingkat populasi semakin tinggi. Meningkatnya jumlah
penduduk menimbulkan isu-isu yang dapat merugikan masyarakat yang tinggal di Jakarta
baik penduduk lokal maupun penduduk yang datang dari luar Jakarta, maka ketika jumlah
penduduk meninggkat demikian juga harus ada fasilitas-fasilitas penunjang masyarakat
untuk melakukan aktivitas yang dapat meminimalisi terjadinya isu-isu.

Berbagai macam isu-isu yang terjadi di DKI Jakarta seperti kemacetan, banjir,
permukiman kumuh, dll. Dari isu-isu tersebut maka DKI Jakarta menjadi perhatian khusus,
sehingga perlu adanya perancangan kota agar lebih tertata. Menurut Hamid Shrvani dalam
bukunya “Urban Design Process” untuk melakukan sebuah perancangan kota harus
memperhatikan elemen-elemen perancangan yang ada sehingga kota tersebut akan
mempunyai karakterisitik yang jelas, elemen-elemen yang membentuk sebuah kota
khususnya pada pusat kota yaitu tata guna lahan (Land use), bentuk dan kelompok bangunan
(Building dan Mass building), ruang terbuka (Open space), parkir dan sirkulasi (parking and
circulation), tanda-tanda (Signages), Pendukung Kegiatan (Activity Ways), Preservasi
(Preservation) dan jalur pejalan kaki (Pedestrian Ways). Dari kedelapan elemen tersebut
salah satu isu strategis yang terdapat di DKI Jakarta adalah jalur pejalan kaki (Pedestrian
Ways).

Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki,
sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang berjalan kaki,
sedangkan jalan merupakan media di atas bumi yang memudahkan manusia dalam tujuan
berjalan. Maka pedestrian dalam hal ini memiliki arti pergerakan atau perpindahan orang
atau manusia dari suatu tempat sebagai titik tolak ke tempat lain sebagai tujuan dengan
menggunakan moda jalan kaki. Jalur pedestrian dalam konteks perkotaan biasanya
dimaksudkan sebagai ruang untuk pejalan kaki yang berfungsi sebagai sarana pencapaian
yang dapat melindungi pejalan kaki dari bahaya yang datang dari kendaraan bermotor. Di
Indonesia lebih dikenal sebagai trotoar, yang berarti jalur jalan kecil selebar 1,5 sampai 2-
meter atau lebih memanjang sepanjang jalan umum. Jalur pedestrian merupakan salah satu
kelengkapan sebuah kota, yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh warga kota yang
bersangkutan untuk dapat bergerak dengan mudah, aman dan nyaman dari satu tempat ke
tempat lainnya. Pemkot DKI mulai berpikir untuk memfasilitasi para pengendara sepeda
tersebut dan tentu saja hal itu tidaklah mudah karena pada dasarnya perencanaan kota
Jakarta ini tidak dilakukan secara terpadu dalam arti tidak hanya perencanaan moda
tansportasi yang tidak terencana dengan baik, perencanaan infrastrukturnya pun dilakukan
secara parsial. Sebagai contoh dapat terlihat bahwa untuk mengatasi kemacetan di Jakarta ini
pemda DKI masih belum dapat memutuskan dengan tepat moda transportasi umum yang
terbaik untuk masyarakat agar penggunaan kendaraan pribadi dapat diminimalisir.

Permasalahan yang akan dibahas adalah peran dan fungsi jalur pedestrian bagi para
pejalan kaki dan tingkat kenyamanan yang dirasakan para pejalan kaki, khususnya di dekat
daerah permukiman, di Jl. Patra, Duri Kepa, Jakarta Barat. Pada perkembangannya fungsi
pedestrian berkembang tidak saja untuk jalur berjalan kaki tetapi juga untuk kegiatan-
kegiatan yang bersifat rekreatif, seperti duduk-duduk santai menikmati suasana kota, untuk
bersosialisasi dan berkomunikasi antar warganya. Pedestrian dapat didisain di area
pertokoan dimana orang dapat berjalan atau duduk-duduk di bangkubangku yang diletakkan
di sana menikmati fasade dari pertokoan disepanjang jalur tersebut. Namun bagi warga
Jakarta pengembangan fungsi pedestrian seperti tersebut di atas masih menjadi angan-angan
belaka.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa isu strategis yang terdapat di Jalur pejalan kaki di Jl. Patra, Duri Kepa, Jakarta
Barat?
2. Apa saja dampak dari isu strategis di Jl. Patra, Duri Kepa, Jakarta Barat?
3. Apa saja alternatif solusi di Jl. Patra, Duri Kepa, Jakarta Barat?
4. Apa alternative solusi yang terpilih di Jl. Patra, Duri Kepa, Jakarta Barat?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui isu strategis yang terdapat di Jalur pejalan kaki di Jl. Patra, Duri Kepa,
Jakarta Barat.
2. Mengetahui dampak dari isu strategis di Jl.Patra, Duri Kepa, Jakarta Barat.
3. Mengetahui alternativ solusi yang dapat diberikan untuk menanggapi isu strategis di Jl.
Patra, Duri Kepa, Jakarta Barat?
4. Mengetahui alternativ solusi terpilih yang dapat diberikan untuk menanggapi isu
strategis di Jl. Patra, Duri Kepa, Jakarta Barat?

1.4 Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan pengamatan lapangan yang dianalisis dengan cara deskripif
yaitu suatu pendekatan yang lebih menekankan deskripsi kondisi yang ada (eksisting) dari
kawasan perencanaan dan menawarkan beberapa alternatif solusi untuk masalah yang
dihadapi, dan memutuskan solusi terbaik yang akan dipil
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Isu Strategis


Jalur pejalan kaki atau pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata
pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagi pejalan kaki atau orang
yang berjalan kaki, sedangkan jalan merupakan media diatas bumi yang memudahkan
manusia dalam tujuan berjalan, Maka pedestrian dalam hal ini memiliki arti pergerakan atau
perpindahan orang atau manusia dari satu tempat sebagai titik tolak ke tempat lain sebagai
tujuan dengan menggunakan moda jalan kaki. Atau secara harfiah, pedestrian berarti
“person walking inthe street “, yang berarti orang yang berjalan di jalan. Menurut
Departemen Pekerjaan Umum No.032/T/BM/1999 tentang Pedoman Perencanaan Jalur
Pejalan Kaki Pada Jalan Umum menyatakan bahwa jalur pejalan kaki adalah lintasan yang
diperuntukkan untuk berjalan kaki, dapat berupa Trotoar, Penyeberangan Sebidang
(penyeberangan zebra atau penyeberangan pelikan), dan Penyeberangan Tak Sebidang. Isu
strategis yang di bahas lebih spesisik adalah trotoar, menurut Departemen Pekerjaan Umum
No.032/T/BM/1999 tentang Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki Pada Jalan Umum
menyatakan menyatakan bahwa trotoar adalah Jalur Pejalan Kaki yang terletak pada daerah
dilik jalan yang diberi lapisan permukaaan dengan elevasi yang lebih tinggi dari permukaan
perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan.
Jalur pejalan kaki atau pedestrian khususnya torotoar di Jl. Patra, Duri Kepa, Jakarta
Barat merupakan kawasan perencanaan yang menjadi iu strategis. Berdasarkan hasil
observasi yang dilakukan, jalur pedestrian yaitu torotoar Jl. Patra, Duri Kepa, Jakarta Barat
terjadi penyelahgunaan fungsi torotoar yaitu torotoar tersebut digunakan untuk pedagang
kaki liam untuk berjualan. Penyalahgunaan ahli fungsi torotoar tersebut digunakan untuk
kepentingan pribadi yaitu dengan menjual berbagai jenis makanan dan beberapa barang
bekas yang dapat meganggu aktivitas dan ketidaknyamanan pejalan kaki yang melewati Jl.
Patra, Duri Kepa, Jakarta Barat. Panjang Jl. Patra, Duri Kepa, Jakarta Barat 350 m yang
diukur dari jembatan Patra sampai ke pertigaan menuju Jl. Haji Sanusi Taming dan Jl.
Angsana sedangkan lebar jalan 5 m serta lebar torotoar 0,5-2,5 m.
2.2 Dampak Isu Strategis
Dari isu strategis yang telah di jelakan, terdapat bebrapa dampak, berikut dampak isu
strategis adalah sebagai berikut:
1) Ketidaknyamanan pejalan kaki yang melewati Jl. Patra, Duri Kepa, Jakarta Barat.
Berdasarkan hasil wawancara beberapa mahasiswa Universitas esa unggul yang
melewati jalan tersebut merasa tidak nyaman dikarenakan yang seharusnya mereka
menggunakan jalan trotoar namun trotoar telah digunakan oleh pedagang kaki lima
sehingga mereka harus berjalan diruas jalan atau tepi jalan dan sambal
memperhatikan kendaraan yang lewat agar tidak tertabrak.
2) Meganggu mobilitas kendaraan Jl. Patra, Duri Kepa, Jakarta Barat.
Berdasarkan hasi observasi di dapatkan bahwa kendaraan yang melewati jalan
patra terkadang macet pada saat tertentu. Pada ssat kamis malam yaitu adanya pasar
malam yang sebagian besar para penjuan alias pedagang kaki lima menggunakan
trotoar untuk berjualan sehingga anayak masyarakat yang menuju pasar malam
berjalan di tepi jalan sehingga menyebabkan kemacetan.
3) Retan terjadinya kecelakaan
Pejalan kaki yang melewati jalan patra retan terjadi kecelakaan karena para
pejalan kaki berjalan di area ruas jalan yang dilewati orang kendaraan yang berlalu
Lalang.
4) Mengurangi nilai estika
Pedagang kaki liama yang menggunakan jalur pejalan kaki yaitu trotoar terlihat
ssemberawutan atau tidak berarturan dan terkadang terdapat kendaraan yang parkir
liar di trotoar. Hal tersebut menyebabkan kawasan tersebut terlihat kumuh ditambah
terdapat kali yang banyak sampah.
2.3 Alternativ Solusi
Dari dampak isu strategis yang dijelaskan maka peneliti mempunyai beberapa alternativ
solusi yang akan dilakukan untuk mengembalikan fungsi trotoar yang terdapat di Jl. Patra,
Duri Kepa, Jakarta Barat, berikut beberapa alternative solusi:
1) Pemindahan pedagang kaki lima
Pemindahan PKL adalah salah satu solusi yang digunakan agar fungsi trotoar
yang terdapat di sepanjang Jl. Patra kembali fungsi. Rencana pemindahan PKL akan
dipindahkan dikawasan pasar Patra. Pasar Patra adalah pasar yang terdapat di sebelah
kiri Jl. Patra.
2) Drainase yang terdapat kawasan perencanaan menjadi drainase tertutup
Drainase yang terdapat di kawasan perencanaan adalah drainase terbuka dengan
ukuran lebar 3 meter. Dengan memanfaatkan drainase tersebut menjadi drainase
tertutup semuanya sehingga dapat dijadikan jalur pejalan kaki (trotoar).

2.4 Solusi Terpilih


Berdasarkan alternatif solusi yang telah di jabarkan, maka solusi terpilih yaitu Drainase
yang terdapat kawasan perencanaan menjadi drainase tertutup yang akan di jadikan jalur
pejalan kaki atau pedestrian (trotoar) untuk mengatasi keamanan dan kenyamanan para
pejalan kaki. Dalam merencanakan jalur pejalan kaki dikawasan Jl. Patra, Duri Kepa, Jakarta
Barat dilihat dari kententuan-ketentuan yang diterakan oleh pemerintah.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03 Tahun 2014 Tentang Pedoman
Perencanaan, Penyediaan, Dan Pemanfaatan Prasarana Dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki Di
Kawasan Perkotaan dapat dipasang dengan ketentuan sebagai berikut:
Dalam menerapkan perencanaan prasarana jaringan pejalan kaki perlu memperhatikan
kebutuhan ruang jalur pejalan kaki, antara lain berdasarkan dimensi tubuh manusia, ruang
jalur pejalan kaki berkebutuhan khusus, ruang bebas jalur pejalan kaki, jarak minimum jalur
pejalan kaki dengan bangunan, dan kemiringan jalur pejalan kaki.
a. Kebutuhan Ruang Pejalan Kaki Berdasarkan Dimensi Tubuh Manusia
1) tanpa membawa barang dan keadaan diam yaitu 0,27 m2;
2) tanpa membawa barang dan keadaan bergerak yaitu 1,08 m2; dan
3) barang dan keadaan bergerak yaitu antara 1,35 m2 -1,62 m2.
b. Ruang Jalur Pejalan Kaki Berkebutuhan Khusus
Persyaratan khusus ruang bagi pejalan kaki yang mempunyai keterbatasan fisik
(difabel) yaitu sebagai berikut:
1) jalur pejalan kaki memiliki lebar minimum 1.5 meter dan luas minimum 2,25 m2;
2) alinemen jalan dan kelandaian jalan mudah dikenali oleh pejalan kaki antara lain
melalui penggunaan material khusus;
3) menghindari berbagai bahaya yang berpotensi mengancam keselamatan seperti
jeruji dan lubang;
4) tingkat trotoar harus dapat memudahkan dalam menyeberang jalan;
5) dilengkapi jalur pemandu dan perangkat pemandu untuk menunjukkan berbagai
perubahan dalam tekstur trotoar;
6) permukaan jalan tidak licin; dan
7) jalur pejalan kaki dengan ketentuan kelandaian yaitu sebagai berikut:
a) tingkat kelandaian tidak melebihi dari 8% (1 banding 12);
b) jalur yang landai harus memiliki pegangan tangan setidaknya untuk satu sisi
(disarankan untuk kedua sisi). Pada akhir landai setidaknya panjang pegangan
tangan mempunyai kelebihan sekitar 0,3 meter;
c) pegangan tangan harus dibuat dengan ketinggian 0.8 meter diukur dari
permukaan tanah dan panjangnya harus melebihi anak tangga terakhir;
d) seluruh pegangan tangan tidak diwajibkan memiliki permukaan yang licin;
dan
e) area landai harus memiliki penerangan yang cukup

c. Ruang Bebas Jalur Pejalan Kaki


Perencanaan dan perancangan jalur pejalan kaki harus memperhatikan ruang bebas.
Ruang bebas jalur pejalan kaki memiliki kriteria sebagai berikut:
1) memberikan keleluasaan pada pejalan kaki;
2) mempunyai aksesibilitas tinggi;
3) menjamin keamanan dan keselamatan;
4) memiliki pandangan bebas terhadap kegiatan sekitarnya maupun koridor jalan
keseluruhan; dan
5) mengakomodasi kebutuhan sosial pejalan.
Spesifikasi ruang bebas jalur pejalan kaki ini yaitu sebagai berikut:
1) memiliki tinggi paling sedikit 2.5 meter;
2) memiliki kedalaman paling sedikit 1 meter; dan
3) memiliki lebar samping paling sedikit dari 0.3 meter
d. Jarak Minimum Jalur Pejalan Kaki dengan Bangunan
menunjukkan bahwa secara umum ruas pejalan kaki di depan gedung terdiri dari
jalur bagian depan gedung, jalur pejalan kaki, dan jalur perabot jalan Perbedaan
tinggi maksimal antara jalur pejalan kaki dan jalur kendaraan bermotor adalah 0,2
meter, sementara perbedaan ketinggian dengan jalur hijau 0,15 meter.
1. Jalur bagian depan Gedung
a. Jarak minimum setidaknya berjarak 0,75 meter dari jarak sisi gedung
b. Bagi orang yang memiliki keterbatasan indera penglihatan dan sering
berjalan di area ini, dapat berjalan dengan jarak antara 0,3 meter hingga
1,2 meter dari bangunan.
2. Jalur pejalan kaki
a. alur pejalan kaki ini setidaknya berukuran lebar 1,8 hingga 3,0 meter atau
lebih untuk memenuhi tingkat pelayanan yang diinginkan dalam kawasan
yang memiliki intensitas pejalan kaki yang tinggi. Lebar minimum untuk
kawasan pertokoan dan perdagangan yaitu 2 meter.
b. b.Jalur yang digunakan untuk pejalan kaki di jalan lokal dan jalan kolektor
adalah 1,2 meter, sedangkan jalan arteri adalah 1,8 meter. Ruang tambahan
diperlukan untuk tempat pemberhentian dan halte bus dengan luas 1,5
meter X 2,4 meter.
3. Jalur perabot jalan
a.
b. Jalur perabot jalan dapat berfungsi sebagai ruang yang membatasi jalur
lalu-lintas kendaraan dengan area pejalan kaki.
c. Jalur perabot jalan ini berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan berbagai
elemen perabot jalan (hidran air, kios, box telepon umum, bangku taman,
penanda, dan lainlain).
d. Lebar minimal jalur perabot jalan ini paling sedikit 0,6 meter.
e. Jika jalur perabot jalan dimanfaatkan sebagai jalur hijau yang berfungsi
sebagai penyangga yang ditanami dengan pohon dan tanaman hias maka
lebar minimalnya 1,50 meter. Jalur ini disebut jalur hijau karena dominasi
elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau.
f. Kemiringan jalur pejalan kaki

Pada kemiringan memanjang, kemiringan maksimal sebesar 8% dan


disediakan bagian yang mendatar dengan panjang minimal 1,2 m pada setiap jarak
maksimal 9 m. Sedangkan pada kemiringan melintang kemiringan minimal
sebesar 2% dan kemiringan maksimal sebesar 4%.
Tabel 2.1 Jaringan Lebar Pejalan Kaki Sesaui dengan penggunaan
Lahan
Gambar 2.2 Standar Lebar Tambahan

Dari tabel 2.1 dan tabel 2.2 Penambahan Lebar Jalur Pejalann Kaki, pada pedestrian
yang akan direncanakan dengan lebar pedestrian kawasan permukiman adalah maksimal
1,6m-2,75m namun dengan adanya kawasan pasar disekitar daerah perencanaan maka
ditambah ukuran 1,5 m. Jadi, lebar pedestrian yang akan direncanakan sesuai standar yang
berlaku yaitu 4 m yang sudah dapat ditambahkan fasilitas-fasilitas seperti patok penerangan,
patok penerangan lalu lintas, rambu lalu lintas, keranjang sampah, tanaman penedu yang
akan dipakai dari lebar pedestrian yaitu 1m.
Berdasarkan hasil eksisting yang telah maka panjang jalur pejalan kaki atau pedestrian
(trotoar) yang akan direncanakan adalah 350 m. Rencana tersebut akan dibuah dalam sebuah
maket dengan menggunakan skala sebagai berikut:
Skala : ukuran pada maket : ukuran sebanarnya
: 85 cm: 350 m
: 85 cm : 35.000 cm
: 1: 412
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan maka solusi terpilih yang akan
dilakukan yaitu Drainase yang terdapat kawasan perencanaan menjadi drainase tertutup
yang akan di jadikan jalur pejalan kaki atau pedestrian (trotoar) untuk mengatasi
keamanan dan kenyamanan para pejalan kaki. Dalam merencanakan jalur pejalan kaki
dikawasan Jl. Patra, Duri Kepa, Jakarta Barat dilihat dari kententuan-ketentuan yang
diterakan oleh pemerintah. Berdasarkan hasil perhitungan dengan berpedoman pada
ketentuan yang telah ditetapkan maka lebar pedestrian yang akan direncanakan sesuai
standar yang berlaku yaitu 4 m yang sudah dapat ditambahkan fasilitas-fasilitas seperti
patok penerangan, patok penerangan lalu lintas, rambu lalu lintas, keranjang sampah,
tanaman penedu yang akan dipakai dari lebar pedestrian yaitu 1m serta skala yang
digunakan adalah 1:412.
3.2 Saran
1. Bagi Pemerintah
Perlu adanya peningkatan pengawasan dan pengontrolan akan ketersediaan dan
kualitas dari jalur pejalan kaki yang tersedia maupun yang harus disediakan.
2. Bagi Masyarakat
Meningkatkan rasa kepedulian akan kebersihan, keteraturan dan keindahan dari jalur
pejalan kaki yang sudah ada maupun yang aka nada.

Anda mungkin juga menyukai