Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam transportasi, manusia merupakan elemen yang paling penting. Selain manusia
berperan sebagai pengatur sistem transportasi dan sebagai subjek atau pelaku dari
transportasi, manusia juga bisa menjadi moda transportasi itu sendiri, yaitu dengan berjalan
kaki .
Berjalan kaki merupakan media transportasi yang tidak menghasilkan polutan dan
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat, namun keberadaannya dalam sebuah sistem
transportasi perkotaan, terutama di negara berkembang sering kali dipandang sebelah mata
sehingga pembangunan fasilitas pejalan kaki masih tidak seimbang dibandingkan dengan
pembangunan fasilitas kendaraan bermotor. Berkembangnya kota besar akan mengakibatkan
peningkatan aktivitas masyarakat kota, sehingga mobilitas jalan raya yang sangat tinggi akan
terjadi.
Di Indonesia, kebanyakan masyarakatnya melakukan perjalanan transportasi dengan
menggunakan kendaraan pribadi baik itu mobil maupun motor, jika ada yang menggunakan
kendaraan umum, itupun tidak sebanyak mereka yang menggunakan kendaraan pribadi.
Apalagi dengan berjalan kaki, pejalan kaki bahkan tidak dianggap sebagai sebagai pengguna
jalan. Serta mungkin dianggap sebagai kasta terendah dalam kalangan masyarakat. Bahkan
semua hak para pejalan kaki telah dirampas oleh para pengemudi kendaraan, pedagang kaki
lima, ditambah pula dengan fasilitas dari pemerintah yang sangat tidak mendukung bagi
pejalan kaki di Indonesia.
Bila dibandingkan dengan negara maju dengan fasilitas yang sangat memadai serta
memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki, kita sangat tertinggal jauh dibelakang. Sementara
fasilitas yang kita miliki sangatlah terbatas dan banyak yang kurang layak untuk digunakan
para pejalan kaki. Mungkin hal inilah yang mempengaruhi perilaku pejalan kaki dalam
melakukan perjalanannya. Perbedaan fasilitas yang sangat jauh antara negara kita dengan
negara maju inilah yang mungkin menyebabkan perbedaan pola perilaku pejalan kaki di
Indonesia dengan negara maju.
Sementara sebenarnya perilaku pejalan kaki adalah salah satu faktor utama dalam
kelancaran berlalu lintas. Pola perjalanan dari pejalan kaki dijadikan pertimbangan penting

dalam lalu lintas multimoda dan dalam penelitian-penelitian transportasi. Kecerobohan yang
dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek-aspek keilmuan dibidangnya akan berdampak
pada kelancaran lalulintas itu sendiri.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis mengangkat judul Perilaku Pejalan
Kaki Di Indonesia serta Keterkaitannya dengan Fasilitas Pejalan Kaki

1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan yang diangkat dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui perilaku pejalan kaki di Indonesia
2. Mengetahui hubungan antara perilaku pejalan kaki dengan fasilitas pejalan kaki.

BAB II
TEORI DAN PERMASALAHAN

2.1 Review Teori/karakteristik


Elemen lalu lintas adalah komponen pembentuk lalu lintas yang saling terkait antara
satu dengan lainnya. Terdapat tiga elemen lalu lintas, yaitu: manusia (pemakai jalan),
kendaraan, dan jalan dan lingkungannya.
Orang yang menggunakan sistem jalan dan yang mengendalikan pergerakan
kendaraan dirinya sendiri, disebut sebagai pemakai jalan. Ada dua kelas pemakai jalan yang
berbeda yaitu manusia sebagai pengemudi dan manusia sebagai pejalan kaki. Sedangkan
penumpang tidak dapat dikategorikan sebagai pemakai jalan.
Pejalan kaki adalah istilah dalam transportasi yang digunakan untuk menjelaskan
orang yang berjalan di lintasan pejalan kaki baik dipinggir jalan, trotoar, lintasan khusus bagi
pejalan kaki ataupun menyeberang jalan. Untuk melindungi pejalan kaki dalam berlalu lintas,
pejalan kaki wajib berjalan pada bagian jalan dan menyeberang pada tempat penyeberangan
yang telah disediakan bagi pejalan kaki.
Pejalan kaki umumnya bergerak dengan kecepatan 1-1,3 m/detik atau 3-5 km/jam.
Jalan kaki sebagai mode of transport hanya efektif sampai kurang lebih 500 m. Tidak ada
batasan umur, ukuran besar atau kecil, dan belum ada persyaratan lain untuk menjadi
pejalan kaki di Indonesia. Hal tersebut mengakibatkan perilaku pejalan kaki menjadi sulit
diprediksi.
Hal-hal lain yang harus diperhatikan adalah bahwa orang tua tidak gesit lagi dalam
bergerak dan mengelakkan bahaya, serta anak kecil tidak bisa memandang situasinya
dengan jelas karena umumnya keadaan diciptakan untuk ukuran orang dewasa.
Sebagian pejalan kaki belum pernah menjadi pengemudi dan mungkin tidak
mengenal peraturan lalu lintas. Padahal pejalan kaki tidak dapat menggunakan system jalan
tanpa memiliki pengetahuan terhadap system jalan. Misalnya, pejalan kaki harus mengerti
kapan mereka mendapatkan prioritas hak berjalan dari kendaraan dan sebaliknya kapan
kendaraan mendapatkan prioritas hak berjalan.
Seorang pejalan kaki memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan agar tidak
mengganggu kelancaran arus lalu lintas. Kewajiban tersebut adalah: pejalan kaki harus
berjalan pada bagian jalan yang diperuntukkan bagi pejalan kaki, atau pada bagian jalan yang
paling kiri apabila tidak terdapat bagian jalan yang diperuntukkan bagi pejalan kaki,

menggunakan bagian jalan yang paling kiri apabila membawa kereta dorong, serta
menyeberang di tempat yang telah ditentukan. Rombongan pejalan kaki di bawah pimpinan
seseorang harus mempergunakan lajur paling kiri menurut arah lalu lintas. Selain itu, pejalan
kaki yang merupakan penyandang cacat tuna netra wajib mempergunakan tanda-tanda
khusus yang mudah dikenali oleh pemakai jalan lain. Dan yang paling penting, pejalan kaki
wajib memperhatikan keselamatan dan kelancaran lalu lintas.
Apabila pejalan kaki telah menjalankan kewajibannya, maka tentu pejalan kaki
memiliki hak yang harus dipenuhi. Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung
berupa trotoar, tempat penyeberangan dan fasilitas lain. Dalam hal belum tersedia fasilitas
sebagaimana dimaksud, maka pejalan kaki berhak menyeberang di tempat yang dipilih
dengan memperhatikan keselamatan dirinya. Pejalan Kaki juga berhak mendapatkan
prioritas pada saat menyeberang jalan di tempat penyeberangan.
Pejalan kaki merupakan pengguna jalan yang utama. Karenanya, setiap orang yang
mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki
dan melihat dan mengetahui ada Pejalan Kaki yang akan menyeberang. Agar keselamatan
pejalan kaki dapat terjamin, manajemen dan rekayasa lalu-lintas harus dilakukan dengan
memberikan prioritas keselamatan dan kenyamanan bagi pejalan kaki.

2.2 Kondisi/situasi/kasus yang dibahas


Berjalan kaki sebagai salah satu moda transportasi konvensional bagi sebagian besar
masyarakat indonesia di nilai kurang efektif. Mereka beranggapan bahwa berjalan kaki
banyak menghabiskan energi serta tidak efisien dalam segi waktu. Selain itu banyak
anggapan bahwa berjalan kaki merupakan pilihan terakhir apabila benar-benar tidak ada
moda transportasi lainnya yang dapat di gunakan. Jumlah Pejalan kaki di indonesia lebih
sedikit apabila dibandingkan dengan negara-negara lain. Namun dari sedikit orang tersebut
juga banyak melakukan pelanggaran-pelanggaran, seperti menyeberang dan berjalan tidak
di tempat yang semestinya. Hal ini tidak hanya dipicu oleh perilaku dari dalam diri manusia
itu sendiri tapi juga pengendara yang juga tidak menaati peraturan. Ditambah lagi beberapa
fasilitas yang tidak mendukung seperti kondisi trotoar yang kurang layak dan pedestrian
yang digunakan oleh pedagang kaki lima yang mengakibatkan semakin berkurangnya
aktivitas pejalan kaki. Kondisi ini berbeda dibandingkan dengan negara lain dimana pejalan
kakinya banyak dan hampir seluruhnya menaati peraturan. Kebiasaan disiplin yang sudah

ditanamkan sejak kecil serta sangsi yang tegas menjadi salah satu kunci kemudahan untuk
menjadikan masyarakatnya menjadi pejalan kaki yang tertib.
Perilaku pejalan kaki di indonesia yang kurang disiplin dan tidak dapat menggunakan
sistem jalan dengan baik juga disebabkan karena mereka tidak memiliki pengetahuan
terhadap sistem jalan. Kapan mereka mendapatkan prioritas hak dan sebaliknya. Di negara
kita, sosialisasi mengenai pengetahuan terhadap sistem jalan dapat dikatakan kurang. Dan
kebanyakan dari para pejalan kaki kurang peduli akan hal tersebut. Hal ini menyebabkan
sering terjadi kesalahan persepsi pada 2 pihak antara pejalan kaki dan pengemudi yang
menyebabkan kondisi arus lalu lintas yang kurang kondusif serta banyaknya kecelakaan lalu
lintas. Perilaku pejalan kaki yang salah seperti ini harus segera di luruskan. Hal inilah yang
menyebabkan perilaku pejalan kaki di indonesia masih sangat terbelakang apabila di
bandingkan dengan negara-negara maju lainnya.

BAB III
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

3.1. PEMBAHASAN
Pejalan kaki sebagai salah satu komponen dalam system transportasi memegang
peranan penting dalam mendukung kelancaran lalu lintas. Perilaku pejalan kaki yang tidak
tertib dapat menghambat jalannya arus lalu-lintas.
Di Indonesia, sering kita temui perilaku pejalan kaki yang tidak memperhatikan
keselamatan dan dapat mengganggu kelancaran lalu-lintas. Dalam hal menyeberang jalan
misalnya. Sering terlihat pejalan kaki menyeberang jalan

bukan pada fasilitas

penyeberangan, yaitu zebra cross dan jembatan penyeberangan.


Jembatan penyeberangan dan Zebra Cross banyak disediakan diberbagai lokasi
penting yang rawan kecelakaan atau aktivitas ramai seperti pasar, sekolah dan sebagainya.
Tetapi hal itu sama sekali belum dimanfaatkan seoptimal mungkin oleh pejalan kaki yang
hendak menyeberang. Mereka cenderung melompat atau menerobos pembatas jalan, atau
langsung menyeberang. Pelanggaran penyeberang jalan tersebut dapat berakibat
terhambatnya arus lalu-lintas atau bahkan dapat mengakibatkan kecelakaan.
Pejalan kaki yang menyebrang sembarangan juga tidak dapat disalahkan sepenuhnya.
Fasilitas penyebrangan seperti zebra cross dan jembatan penyebrangan tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya. Zebra cross seharusnya disediakan bagi mereka yang ingin
menyeberang di jalan dengan harapan agar mereka dapat menyeberang dengan tenang dan
tentunya aman. Zebra Cross bertujuan menertibkan para pengguna jalan. Tetapi setelah
bertahun tahun zebra cross disediakan di jalan-jalan bertahun tahun itu pula efektivitas
penggunaan zebra cross rendah. Hal tersebut disebabkan karena kesadaran pengguna jalan
yang mengendarai kendaraan bermotor sangat rendah, sehingga ketika melewati zebra cross
mereka bukannya memperlambat malah tetap terus memacu kendaraannya. Alhasil, pejalan
kaki yang ingin memanfaatkan zebra cross menjadi khawatir menyeberang di tempat yang
sudah ditandai dengan zebra cross. Orang yang ingin menyeberang jalan dengan
memanfaatkan zebra cross tetap saja bersusah payah karena perlu ekstra hati-hati bahkan
perlu dibantu petugas untuk menyetop kendaraan yang lewat.
Dengan demikian muncul anggapan bahwa tidak ada perbedaan antara menyebrang
di Zebra Cross ataupun tidak. Sehingga munculah budaya menyeberang jalan sembarangan
tanpa menghiraukan keselamatan diri sendiri.

Jembatan penyeberangan adalah jembatan yang disediakan oleh untuk pada pejalan
kaki yang akan menyeberang jalan. Jika jembatan itu di fungsikan dengan baik maka akan
mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas. Tetapi hingga sekarang pemakaian jembatan
penyebrangan belum optimal. Terlihat dari banyaknya pejalan kaki yang lebih memilih
beradu dengan padatnya lalu-lintas untuk menyeberang daripada menggunakan jembatan
penyeberangan yang lebih aman. Salah satu penyebabnya adalah jembatan penyeberangan
yang telah disediakan banyak yang tidak terawat. Jembatan penyeberangan yang rusak dan
tidak layak, belum lagi terkadang memiliki bau yang tidak sedap, membuat pejalan kaki
menjadi malas menggunakannya. Banyak pula jembatan penyeberangan yang telah beralih
fungsi menjadi tempat mencari nafkah bagi pengemis dan pedagang kaki lima. Di beberapa
jembatan penyeberangan lain ada juga yang beralih fungsi menjadi tempat penyeberangan
motor.
Fasilitas yang tidak nyaman dan tidak memadai menyebabkan banyak jembatan
penyeberangan yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Selain itu, juga dipicu oleh
budaya masyarakat Indonesia yang tidak disiplin. Masyarakat lebih memilih menyeberang
secara cepat daripada menyeberang secara aman. Pola pikir inilah yang salah dan harus
diperbaiki.
Perilaku pejalan kaki yang tidak tertib juga terjadi pada jalur pejalan kaki atau trotoar.
Banyak pejalan kaki yang turun ke bahu jalan sehingga dapat meyebabkan kemacetan, dan
tentu saja membahayakan keselamatan pejalan kaki itu sendiri.
Namun fenomena tersebut dapat terjadi bukan semata-mata kesalahan dari pejalan
kaki. Hal tersebut dapat disebabkan oleh ketidaknyamanan jalur pejalan kaki yang
disediakan oleh pemerintah. Sering kita jumpai jalan-jalan tanpa adanya trotoar, dan jika
tersedia trotoar, jalur pejalan kaki tersebut sudah tidak layak digunakan. Selain miskin
peneduh, banyak permukaan pedestrian yang tidak rata, entah karena penutup goronggorong menyembul, atau karena tak cukup terawat.
Pejalan kaki menjadi seperti warga kelas dua. Hak mereka menyangkut trotoar atau
pedestrian sebagai sarana mobilitas sama sekali tidak dihargai. Hak tersebut terus
tersingkirkan oleh kepentingan-kepentingan lain seperti kegiatan pedagang kaki lima, parkir
kendaraan bermotor, jasa tambal ban, juga oleh mobilitas pengendara sepeda motor.
Akhirnya pejalan kaki terpaksa turun ke bahu jalan karena pedestrian tidak lagi berfungsi
sebagai ruang lapang yang menawarkan kenyamanan berjalan kaki.

Hal tersebut merupakan salah satu penyebab mengapa mayoritas masyarakat tidak
memilih berjalan kaki sebagai sarana untuk melakukan mobilitas keseharian. Kebiasaan
berjalan kaki masih belum tertanam kuat pada masyarakat Indonesia. Masyarakat lebih
memilih menggunakan kendaraan bermotor untuk melakukan perjalanan walaupun jarak
yang ditempuh bisa dibilang cukup dekat.
Uraian diatas merupakan beberapa gambaran mengenai perilaku pejalan kaki di
indonesia. Jika dilihat dari segi fasilitasnya, negara indonesia masih kalah jauh dari negaranegara maju di dunia. Sebagai contoh kita ambil negara jepang yang merupakan negara
dengan julukan sejuta pejalan kaki, dapat kita lihat bahwa pedestrian di negri tersebut
sangat lebar sehingga masyarakat merasa nyaman dalam berjalan kaki tidak seperti di
indonesia yang sangat kurang layak dan terkadang pekerjaan pembuatan trotoar yang tidak
selesai terbengkalai begitu saja sehingga pedestrian di negara kita terkesan sempit dan
kotor. Bahkan pengguna kendaraan terkadang naik ke tempat pejalan kaki padahal tempat
pejalan kaki sudah sangat sempit.
Selain itu ketersediaan zebra cross yang sangat memadai dengan pengaturan sistem
lalu lintas yang sangat baik, serta pengguna kendaraan dan pejalan kaki tau kapan hak
mereka di prioritaskan sehingga mereka merasa aman menyebrang pada zebra cross yang
telah di sediakan dengan jumlah yang sangat memadai. Sedangkan dapat kita lihat di negara
kita, keberadaan zebra cross sepi akan peminat mereka lebih suka menyebrang pada tempat
sembarangan karena pola pikir mereka yang salah sejak awal dan jembatan
penyebranganpun yang telah di bangun oleh pemerintah juga tidak dimanfaatkan oleh
masyarakat Indonesia secara optimal.
Bahkan di negara maju telah ada fasilitas bagi pejalan kaki khusus tuna netra.
pemerintah di negara maju sangat peduli terhadap pejalan kaki di negaranya sehingga
mereka menyediakan fasilitas yang lengkap bagi pejalan kaki. Sedangkan di negara kita
fasilitas bagi masyarakat umum saja masih banyak yang kurang layak ataupun rusak serta
belum banyak ditemui fasilitas-fasilitas khusus bagi penyandang cacat.
Maka tidaklah heran apabila perilaku pejalan kaki di Indonesia kalah jauh dengan
perilaku pejalan kaki di Negara lain. Dari segi fasilitas, fasilitas pejalan kaki di Indonesia yang
tidak memadai menyebabkan pejalan kaki tidak dapat menggunakan fasilitas pejalan kaki
secara optimal. Bahkan bukan hal aneh apabila terlihat pejalan kaki dan pengendara
kendaraan bermotor berebut hak menggunakan jalan. Dari segi perilaku, pejalan kaki di
Indonesia masih tidak disiplin dan tidak taat peraturan. Selain disebabkan budaya disiplin

yang memang kurang, hal tersebut juga disebabkan kurangnya pengetahuan terhadap
sistem jalan. Kapan mereka mendapatkan prioritas hak dan sebaliknya. Dan kebanyakan dari
para pejalan kaki kurang peduli akan hal tersebut.
Sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku pejalan kaki sanagat berkaitan dengan
fasilitas yang disediakan bagi pejalan kaki. Fasilitas yang memadai, memicu perilaku pejalan
kaki yang lebih baik. Jika fasilitas yang diberikan saja tidak layak, bagaimana perilaku pejalan
kaki bisa menjadi lebih baik.
3.2. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan:
1. Perilaku pejalan kaki di Indonesia masih banyak yang tidak disiplin dan tidak mentaati
peraturan lalu-lintas. Budaya disiplin yang masih kurang menyebabkan perilaku
pejalan kaki yang tidak memperhatikan keselamatan dan dapat mengganggu
kelancaran lalu-lintas. Bila dibandingkan dengan Negara maju, perilaku pejalan kaki
mereka begitu teratur, tertata serta sangat disiplin. Tidak ada perebutan hak
menggunakan jalan antara pengemudi kendaraan bermotor dan pejalan kaki. Hal
inilah yang menyebabkan perilaku pejalan kaki di indonesia masih sangat terbelakang
apabila di bandingkan dengan negara-negara maju lainnya.
2. Bila dilihat dari sudut pandang lainnya, perilaku tidak disiplin pejalan kaki berkaitan
dengan minimnya fasilitas bagi pejalan kaki yang disediakan oleh pemerintah.
Fasilitas umum seperti pedestrian, Zebra Cross, dan jembatan penyeberangan tidak
dapat difungsikan secara optimal karena sudah tidak layak atau telah beralih fungsi.
Hal tersebut menyebabkan pejalan kaki menjadi malas untuk memanfaatkan fasilitas
yang telah ada. Selain itu, pejalan kaki juga terampas haknya untuk menggunakan
fasilitas bagi pejalan kaki karena harus berebut dengan pedagang dan pengguna jalan
lain. Sangat berbeda jauh dengan Negara-negara maju. Pemerintah di negara maju
sangat peduli terhadap pejalan kaki di negaranya sehingga mereka menyediakan
fasilitas yang lengkap bagi pejalan kaki. Dengan demikian dapat disimpulkan perilaku
pejalan kaki yang tidak taat bukan hanya disebabkan oleh pola pikir dan perilaku
negatif dari dalam diri manusia itu sendiri. Kurang memadainya fasilitas yang ada
juga berkaitan dengan perilaku pejalan kaki yang tidak disiplin.

Anda mungkin juga menyukai