Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan dengan pertumbuhan sel telur yang telah
dibuahi dan tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Bila kehamilan
tersebut mengalami proses pengakhiran (abortus) maka disebut dengan kehamilan ektopik
terganggu (KET). (1) Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba fallopi (90-95%)
dengan 70-80% di ampula. Sangat jarang terjadi di ovarium, cavum abdominal, canalis
servikalis, dan intraligamenter. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) merupakan penyebab
dari 200 (5-6%) mortalitas maternal di negara maju. Dengan 60.000 kasus setiap tahun
atau 3% dari populasi masyarakat, angka kejadian KET di Indonesia diperkirakan tidak
jauh berbeda dengan negara maju, menurut WHO. Adapun salah satu faktor risiko KET
yang dinilai semakin meningkat dewasa ini adalah pemakaian alat-alat/ metode
kontrasepsi.
Kehamilan ektopik merupakan masalah yang besar bagi wanita yang sedang dalam usia
reproduktif. Hal ini merupakan hasil dari kesalahan dalam fisiologi reproduksi manusia
yang membiarkan hasil konseptus untuk berimplantasi dan matang diluar kavitas
endometrium, yang secara langsung akan berakhir pada kematian fetus. Tanpa diagnosis
dan penatalaksanaan yang tepat, kehamilan ektopik ini dapat menjadi keadaan yang
membahayakan jiwa.
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa
Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar
tempatyang semestinya”. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah,
dalam hal inidapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut
kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi
terjadi diluar rongga uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya
implantasi kehamilan ektopik, sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba, jarang
terjadi implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang
rudimenter dan divertikel pada uterus.
Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan
peristiwa ini disebut sebagai Kehamilan Ektopik Terganggu. Sebagian besar kehamilan
ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di ampula dan isthmus. Sangat jarang
terjadi di ovarium, rongga abdomen, maupun uterus. Keadaan-keadaan yang
memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik adalah penyakit radang panggul, pemakaian

1
antibiotika pada penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim IUD
(Intra Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas, kontrasepsi
yang memakai progestin dan tindakan aborsi. Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik
terganggu tergantung lokasi dari implantasi. Dengan adanya implantasi dapat
meningkatkan vaskularisasi ditempat tersebut dan berpotensial menimbulkan ruptur organ,
terjadi perdarahan masif, infertilitas, dan kematian. Hal ini dapat mengakibatkan
meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas Ibu jika tidak mendapatkan penanganan
secara tepat dan cepat.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui penanganan
perdarahan pada kehamilan muda yang lebih difokuskan pada kehamilan ektopik
terganggu.
C. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini dapat menambah khazanah ilmu kebidanan yang
dapat dijadikan bekal nanti dalam praktik dimasyarakat langsung.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan
tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim
misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim
di tempat yang luar biasa misalnya dalam cervik, pars intertistialis atau dalam tanduk
rudimeter rahim.
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat implantasinya
tidak memberikan kesempatan untuk tumbuh kembang mencapai aterm. Kehamilan
ektopik terganggu (KET) adalah keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan
tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan
umum pasien
B. Klasifikasi
Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan tempat terjadinya implantasi dari kehamilan
ektopik:
1. Kehamilan tuba adalah kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba fallopi.
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba (95%). Konseptus dapat
berimplantasi pada ampulla (55%), isthmus (25%), fimbrial (17%), atau pun pada
interstisial (2%) dari tuba.13 Tuba fallopi mempunyai kemampuan untuk berkembang
yang terbatas, sehingga sebagian besar akan pecah (ruptura) pada umur kehamilan 35-
40 hari.
2. Kehamilan ovarial merupakan bentuk yang jarang (0,5%) dari seluruh kehamilan
ektopik dimana sel telur yang dibuahi bernidasi di ovarium. Meskipun daya akomodasi
ovarium terhadap kehamilan lebih besar daripada daya akomodasi tuba, kehamilan
ovarium umumnya mengalami ruptur pada tahap awal.
3. Kehamilan servikal adalah bentuk dari kehamilan ektopik yang jarang sekali terjadi. 8
Nidasi terjadi dalam selaput lendir serviks. Dengan tumbuhnya telur, serviks
mengembang. Kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu sehingga
umumnya hasil konsepsi masih kecil dan dievakuasi dengan kuretase.
4. Kehamilan interstisial yaitu implantasi telur terjadi dalam pars interstitialis tuba.
Kehamilan ini juga disebut sebagai kehamilan kornual (kahamilan intrauteri, tetapi
implantasi plasentanya di daerah kornu, yang kaya akan pembuluh darah). Karena

3
lapisan myometrium di sini lebih tebal maka ruptur terjadi lebih lambat kira-kira pada
bulan ke 3 atau ke 4. Kehamilan interstisial merupakan penyebab kematian utama dari
kehamilan ektopik yang pecah.

5. Kehamilan intraligamenter berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba yang pecah.
Konseptus yang terjatuh ke dalam ruangan ekstra peritoneal ini apabila lapisan
korionnya melekat dengan baik dan memperoleh vaskularisasi di situ fetusnya dapat
hidup dan berkembang dan tumbuh membesar. Dengan demikian proses kehamilan ini
serupa dengan kehmilan abdominal sekunder karena keduanya berasal dari kehamilan
ektopik dalam tuba yang pecah.
C. Penyebab
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Namun perlu
diingat bahwa kehamilan ektopik dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko. Faktor
risiko kehamilan ektopik adalah :
1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka kekambuhan sebesar 15%
setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan
ektopik kedua.
2. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil, masih menggunakan kontrasepsi
spiral (3 – 4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga meningkatkan
kehamilan ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu pergerakan sel rambut
silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi
ke dalam rahim.
3. Kerusakan dari saluran tuba

4
Telur yang sudah dibuahi mengalami kesulitan melalui saluran tersebut sehingga
menyebabkan telur melekat dan tumbuh di dalam saluran tuba. Beberapa faktor risiko
yang dapat menyebabkan gangguan saluran tuba diantaranya adalah :
a. Merokok : kehamilan ektopik meningkat sebesar 1,6 – 3,5 kali dibandingkan
wanita yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena merokok menyebabkan
penundaan masa ovulasi (keluarnya telur dari indung telur), gangguan pergerakan
sel rambut silia di saluran tuba, dan penurunan kekebalan tubuh.
b. Penyakit Radang Panggul : menyebabkan perlekatan di dalam saluran tuba,
gangguan pergerakan sel rambut silia yang dapat terjadi karena infeksi kuman
TBC, klamidia, gonorea.
c. Endometriosis : dapat menyebabkan jaringan parut di sekitar saluran tuba Tindakan
medis : seperti operasi saluran tuba atau operasi daerah panggul, pengobatan
infertilitas seperti bayi tabung --> menyebabkan parut pada rahim dan saluran tuba.
D. Tanda Dan Gejala
Pada minggu-minggu awal, kehamilan ektopik memiliki tanda-tanda seperti kehamilan
pada umumnya, yaitu terlambat haid, mual dan muntah, mudah lelah, dan perabaan keras
pada payudara. Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Pada umumnya penderita menunjukkan
gejala-gejala seperti pada kehamilan muda yakni mual, pembesaran disertai rasa agak sakit
pada payudara yang didahului keterlambatan haid. Disamping gangguan haid, keluhan
yang paling sering ialah nyeri di perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan
ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan
batas yang sukar ditentukan.
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari perdarahan
banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas,
sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya
kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehmilan, derajat
perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita sebelum hamil. Nyeri abdomen
merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri dapat unilateral atau bilateral,
pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen, atau hanya di bagian atas abdomen.
Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut yang sangat menyiksa pada suatu ruptur
kehamilan ektopik, disebabkan oleh darah yang keluar ke dalam kavum peritoneum.
Tetapi karena ternyata terdapat nyeri hebat, meskipun perdarahannya sedikit, dan nyeri
yang tidak berat pada perdarahan yang banyak, jelas bahwa darah bukan satusatunya sebab

5
timbul nyeri. Darah yang banyak dalam kavum peritoneal dapat menyebabkan iritasi
peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi.
Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik.
Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian
penderita tidak mengalami amenorea karena kematian janin terjadi sebelum haid
berikutnya. Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda yang
penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan
berasal dari uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan biasanya sedikit, berwarna coklat
tua, dan dapat intermiten atau terus menerus. Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa
usaha menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri dan kavum Doglas teraba
menonjol, berkisar dari diameter 5 sampai 15 cm, dengan konsistensi lunak dan elastis.
Jadi dapat disimpulkan tanda-tanda yang harus diperhatikan pada kehamilan ektopik
adalah :
1. Nyeri hebat pada perut bagian bawah, nyeri tersebut dapat terasa tajam awalnya
kemudian perlahanlahan menyebar ke seluruh perut.
2. Nyeri bertambah hebat bila bergerak.
3. Perdarahan vagina (bervariasi, dapat berupa bercak atau banyak seperti menstruasi).
Apabila seorang wanita dengan kehamilan ektopik mengalami gejala diatas, maka
dikatakan bahwa wanita tersebut mengalami Kehamilan Ektopik Terganggu. Kehamilan
ektopik dapat mengancam nyawa apabila ruptur (pecah) dan menyebabkan perdarahan di
dalam.

Gambar 2.1 : Komplikasi pada kehamilan ektopik terganggu yang menyebabkan perdarahan

6
E. Patogenesis
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan
halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Nidasi
secara kolumner telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur
mati secara dini dan diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara 2
jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba
oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena
pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan mudah villi korialis menembus
endosalping dan masuk dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan
pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat
implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi
trofoblast. Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum
graviditatum dan trofoblast, uterus menjadi besar dan lembek, dan endometrium dapat
pula berubah menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada
endometrium yang disebut fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya
hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat
berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan ini
hanya terjadi pada sebagian kehamilan ektopik.
Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik dalam tuba.
Karena tuba bukan merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak
mungkin janin dapat tumbuh secara utuh seperti di uterus. Sebagian besar kehamilan tuba
terganggu pada umur kehamilan antara 6 minggu sampai 10 minggu. Kemungkinan itu
antara lain:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya saja yang terlambat untuk beberapa
hari.
2. Abortus tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi
korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari koriales
pada dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini

7
dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung dari derajat perdarahan yang timbul.
Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba
dan kemudian didorong oleh darah kearah ostium tuba abdominale. Frekuensi abortus
dalam tuba tergantung pada implantasi telur yang dibuahi.
Abortus tuba lebih umum terjadi pada kehamilan tuba pars ampullaris, sedangkan
penembusan dinding tuba oleh villi korialis kearah peritoneum biasanya terjadi pada
kehamilan pars isthmika. Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars ampullaris lebih
luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan
dengan bagian isthmus dengan lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan
terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sampai berubah menjadi mola
kruenta. Perdarahan akan keluar melalui fimbriae dan masuk rongga abdomen dan
terkumpul secara khas di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.
Bila fimbriae tertutup, tuba fallopii dapat membesar karena darah dan membentuk
hematosalping.
3. Ruptur tuba
Penyusupan, dan perluasan hasil konsepsi dapat mengakibatkan ruptur pada saluran
lahir pada beberapa tempat. Sebelum metode pengukuran kadar chorionic gonadotropin
tersedia, banyak kasus kehamilan tuba berakhir pada trimester pertama oleh ruptur
intraperitoneal. Pada kejadian ini lebih sering terjadi bila ovum berimplantasi pada
isthmus dan biasanya muncul pada kehamilan muda, sedangkan bila berimplantasi di
pars intersisialis, maka muncul pada kehamilan yang lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi
secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus atau pemeriksaan vagina.13
Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan ostium tuba tertutup.
Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena invasi dari trofoblas, akan pecah
karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi diarah ligamentum
latum dan terbentuk hematoma intraligamenter. Jika janin hidup terus, terdapat
kehamilan intraligamenter.
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan
kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Bila pasien tidak
meninggal karena perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan
tuanya kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi kembali, namun
bila besar dapat diubah menjadi litopedion. Bila janin yang dikeluarkan tidak mati
dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta yang utuh,

8
kemungkinan tumbuh terus dalam rongga abdomen sehingga terjadi kehamilan
abdominal sekunder.
F. Pemeriksaan penunjang
1. Ultrasonography
Perkembangan alat dengan transduser transvaginal dengan frekuensi 5.0 sampai 7.0
MHz, lebih mampu melihat lebih tepat organ pelvis pada awal kehamilan dibandingkan
transabdominal. Dengan alat ini biasanya mungkin bisa untuk mengidentifikasi kantong
gestasi intrauterine saat kadar hCG mencapai 1500 mIU/ml dan selalu bila kadar hCG
sudah mencapai 2000 mIU/ml pada sekitar 5 atau 6 minggu setelah haid terakhir.
Karena kombinasi kehamilan intrauterine dan ekstrauterin hampir merupakan kejadian
yang jarang, maka penemuan kantong gestasi intrauterine hampir selalu dapat
menyingkirkan adanya kehamilan ektopik. Bila kantong gestasi tidak ditemukan dan
kadar hCG lebih Dari 1500 mIU/ml, lebih mungkin terjadi kehamilan patologis, apakah
itu kehamilan ektopik, atau suatu gestasi intrauterine tidak viable, dan harus dipikirkan
kemungkinannya. Biasanya massa adneksa dan/atau struktur yang menyerupai kantong
gestasi dapat dikenali pada saluran telur saat kehamilan ektopik muncul yang
menghasilkan kadar hCG diatas 2500 mIU/ml.
Jadi kriteria diagnosis USG dengan menggunakan transduser transvagina untuk
kehamilan ektopik termasuk adanya komplek atau massa kistik adneksa atau terlihatnya
embrio di adneksa dapat dideteksi, dan/atau tidak adanya kantong gestasi dimana
diketahui bahwa usia gestasi sudah lebih dari 38 hari, dan/atau kadar hCG diatas
ambang tertentu, biasanya antara 1500 dan 2500 mIU/ml
2. Human Chorionic Gonadotrophin
Wanita dengan kehamilan ektopik menunjukan adanya kadar hCG dalam serum,
walaupun 85% diantaranya lebih rendah dibandingkan dengan kadar hCG pada
kehamilan normal. Uji hCG tunggal kuantitatif tidak dapat digunakan untuk
mendiagnosis kehamilan ektopik karena tanggal pasti dari ovulasi dan konsepsi terjadi
tidak diketahui pada banyak wanita. Pada kehamilan yang abnormal seperti kehamilan
ektopik ini, kadar hCG biasanya tidak meningkat seperti seharusnya. Jika persentase
kenaikan kadar hCG tidak lebih dari 66%, maka kemungkinan seseorang untuk
mempunyai kehamilan abnormal tinggi.
3. Progesteron
Karena pemeriksaan kadar hCG secara tunggal tidak dapat memberikan informasi
untuk mendiagnosis kehamilan ektopik, sehingga membutuhkan beberapa hari untuk

9
melakukan serial tes, maka pengukuran kadar progesterone serum tunggal oleh
beberapa kelompok dapat dipakai untuk membedakan kehamilan ektopik dengan
kehamilan normal intrauterin. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa jumlah
progesterone yang dihasilkan korpus luteum pada kehamilan ektopik lebih sedikit
dibandingkan dengan korpus luteum pada kehamilan normal. Mengukur sampel kadar
progesterone pada beberapa wanita hamil di minggu gestasi ke 4, 5, dan 6. Mereka
melaporkan bahwa pada minggu ke-4 dengan kadar kurang dari 5 ng/ml, sensitifitas
yang didapat 100% dan spesifitasnya 97% dan menurun seiring meningkatnya umur
gestasi. Bila kadar progesterone lebih dari 25 ng/ml menyingkirkan kehamilan ektopik
dengan kepastian 97,4%.
4. Dilatasi kuretase
Saat serum kadar hCG lebih dari 1500 mIU/ml, usia gestasi lebih dari 38 hari, atau
serum kadar progesterone kurang dari 5 ng/ml dan tidak ada kantong gestasi
interauterin yang terlihat denga transvaginal USG, kuretase kavum endometrial dengan
pemeriksaan histologi pada jaringan yang dikerok, dengan potong beku bila mau, dapat
dikerjakan untuk menentukan apakah ada jaringan gestasi. Spandorfer dkk. melaporkan
bahwa potong beku 93% akurat dalam mengenali villi koriales. Jika tidak ada jaringan
villi koriales yang terlihat pada jaringan yang diangkat, maka diagnosis kehamilan
ektopik dapat dibuat dan dilakukan tindakan.
5. Kuldosentesis
Sebelum adanya perkembangan dari sonografi pelvis, terutama transvaginal,
kuldosentesis merupakan salah satu alat bantu diagnosis yang penting untuk mengenali
kehamilan ektopik. Penemuan hasil darah yang tidak membeku pada kuldosentesis dan
terutama bila hematokrit lebih dari 15 % adalah bantuan yang amat berguna.
6. Laparaskopi
Diagnosis definitif dari kehamilan ektopik dapat hampir selalu ditegakkan dengan
melihat organ pelvis secara langsung melalui laparaskopi. Namun, dengan adanya
hemoperitoneum, adhesi, atau kegemukan dapat menjadi penyulit dari laparaskopi.
Dalam penelitian ini didapatkan ada 4 dari 166 kehamilan ektopik yang tidak dapat
dilihat oleh laparaskopis karena hal diatas, sehingga ada kemungkinan 2-5 % terjadi
false-positif atau false-negatif.
G. Penatalaksanaan
1. Terapi Bedah

10
Sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan tindakan
bedah. Tindakan bedah ini dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif (biasanya
salpingotomi) dan tindakan itu dilakukan dengan jalan laparaskopi atau laparatomi.
Laparatomi merupakan teknik yang lebih dipilih bila pasien secara hemodinamik tidak
stabil, operator yang tidak terlatih dengan laparaskopi, fasilitas dan persediaan untuk
melakukan laparaskopi kurang, atau ada hambatan teknik untuk melakukan laparaskopi.
Pada banyak kasus, pasien-pasien ini membutuhkan salpingektomi karena kerusakan
tuba yang banyak, hanya beberapa kasus saja salpingotomi dapat dilakukan. Pada
pasien kehamilan ektopik yang hemodinamiknya stabil dan dikerjakan salpingotomi
dapat dilakukan dengan teknik laparaskopi.
Salpingotomi laparaskopik diindikasikan pada pasien hamil ektopik yang belum
ruptur dan besarnya tidak lebih dari 5 cm pada diameter transversa yang terlihat
komplit melalui laparaskopi. Linier salpingektomi pada laparaskopi atau laparatomi
dikerjakan pada pasien hamil ektopik yang belum rupture dengan menginsisi
permukaan antimesenterik dari tuba dengan kauter kecil, gunting, atau laser. Kemudian
diinjeksikan pitressin dilute untuk memperbaiki hemostasis. Gestasi ektopik
dikeluarkan secara perlahan melalui insisi dan tempat yang berdarah di kauter.
Pengkauteran yang banyak didalaam lumen tuba dapat mengakibatkan terjadinya
sumbatan, dan untuk itu dihindari. Penyembuhan secara sekunder atau dengan
menggunakan benang menghasilkan hasil yang sama. Tindakan ini baik untuk pasien
dengan tempat implantasi di ampulla tuba.
2. Terapi Obat
Diagnosis dini yang telah dapat ditegakkan membuat pilihan pengobatan dengan
obat-obatan memungkinkan. Keuntungannya adalah dapat menghindari tindakan bedah
beserta segala resiko yang mengikutinya, mempertahankan patensi dan fungsi tuba, dan
biaya yang lebih murah. Zat-zat kimia yang telah diteliti termasuk glukosa
hiperosmolar, urea, zat sitotoksik (misal: methotrexate dan actinomycin), prostaglandin,
dan mifeproston (RU486).
a. Methotrexate
Penggunaan methotrexate untuk kehamilan pada intersisial. Kemudian yang
menggunakannya sebagai terapi lini pertama pada kehamilan ektopik. Sejak itu
banyak dilaporkan pemakaian methotrexate pada berbagai jenis kehamilan ektopik
yang berhasil. Lalu, dengan semakin banyaknya keberhasilan memakai obat, maka
mulai diperbandingkan pemakaian methotrexate dengan terapi utama salpingostomi.

11
Perdarahan intra-abdominal aktif merupakan kontraindikasi bagi pemakaian
methotrexate. Ukuran dari massa ektopik juga penting dan methotrexate tidak
digunakan pada massa kehamilan lebih dari 4 cm. Keberhasilannya baik bila usia
gestasi kurang dari 6 minggu, massa tuba kurang dari 3,5 cm diameter, janin sudah
mati, dan β-hCG kurang dari 15.00 mIU. Kontraindikasi lainnya termasuk menyusui,
imunodefisiensi, alkoholisme, penyakit hati atau ginjal, penyakit paru aktif, dan
ulkus peptik.
Methotrexate merupakan suatu obat anti neoplastik yang bekerja sebagai
antagonis asam folat dan poten apoptosis induser pada jaringan trofoblas. Pasien
yang akan diberikan methotrexate harus dalam keadaan hemodinamika yang stabil
dengan hasil laboratorium darah yang normal dan tidak ada gangguan fungsi ginjal
dan hati. Methotrexate diberikan dalam dosis tunggal (50 mg/m2 IM) atau dengan
menggunakan dosis variasi 1 mg/kgBB IM pada hari ke 1,3,5,7 ditambah
Leukoverin 0,1 mg/kgBB IM pada hari ke 2,4,6,8. Setelah pemakaian methotrexate
yang berhasil, β-hCG biasanya menghilang dari plasma dalam rata-rata antara 14
dan 21 hari. Kegagalan terapi bila tidak ada penurunan β-hCG, kemungkinan ada
massa ektopik persisten atau ada perdarahan intraperitoneal.
H. Penanganan Bidan
Bidan adalah salah satu pemberi pelayanan kesehatan secara langsung kepada
masyarakat, dituntut peran serta, fungsi dan aplikasinya didalam menilai serta menentukan
langkah awal dan kapan melakukan rujukan kefasilitas kesehatan yang paling tinggi.
Dalam mengobservasi kehamilan ektopik terganggu, bidan berperan untuk melakukan:
1. Melakukan anamnesa
2. Melakukan pemeriksaan fisik secara umum dengan mengobservasi keadaan umum,
tanda-tanda vital
3. Melakukan pemeriksaan obstetri
4. Melakukan pengkajian perdarahan pervaginam, seperti: mengkaji riwayat haid dan
mengukur jumlah dan tipe perdarahan
5. Amati adanya tanda-tanda syok
6. Melakuakan rujukan dengan melakukan penanganan awal sebelumnya seperti
memberikan infus.
I. Prognosis
Kematian ibu karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Namun bila pertolongan terlambat, maka

12
angka kematian akan meningkat. Sedangkan janin pada kehamilan ektopik biasanya akan
mati dan tidak dapat dipertahankan karena tidak berada pada tempat dimana ia seharusnya
tumbuh. Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral.
Sebagian wanita dapat menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat
mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang
berulang dilaporkan antara 0-14,6%. Dengan kemajuan terapi yang ada sekarang,
kemungkinan besar ibu dapat hamil kembali, namun ini harus didukung kemampuan untuk
menegakkan diagnosis dini sehingga dapat diintervensi secepatnya.
J. Contoh Kasus
Pasien wanita, 26 tahun datang ke IGD RSUDZA Banda Aceh dengan keluhan nyeri
perut kiri bawah dengan mengaku terlambat haid 6 minggu. Riwayat plano test (+) 3
minggu sebelumnya. Nyeri perut kiri dirasakan pasien selama 2 minggu terakhir dengan
disertai keluar darah kecoklatan dari jalan lahir. Sebelumnya, siklus menstruasi teratur
setiap bulan. Pasien mengaku adanya keluar cairan putih kekuningan yang berbau dan
gatal dari jalan lahir. Hal ini diakui terjadi sebelum kehamilan hingga sekarang dengan
tanpa pengobatan. Riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya yaitu kematian janin
intrauterin dengan usia kehamilan 9 bulan.
Pada pemeriksaan ginekologis ditemukan discharge kuning kental dari vagina hingga
ostium uteri interna, cavum uteri sebesar telur ayam, serta nyeri goyang portio minimal
dengan teraba massa adnexa kiri. Hasil pemeriksaan USG transvaginal menunjukkan tidak
tampak kantong gestasi pada cavum uteri dan adanya massa adnexa kiri ukuran 1,59 cm
yang disertai aktivitas jantung fetal (Gambar:1) Pada pemeriksaan laboratorium
menunjukkan kadar Hb 10,7 gr/dl, serta kadar βHCG 54382,00 mlU/mL. Kemudian pasien
didiagnosis kehamilan ektopik pars ampullaris tuba kiri dan direncanakan mendapat terapi
metotreksat (MTX).

13
DAFTAR PUSTAKA
Aling, D., Kaeng, J., Wantania, J. 2014. Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Dengan Kejadian
Kehamilan Ektopik Terganggu Di Blu Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode 2009
– 2013. Jurnal E-Clinic (Ecl). Volume 2, Nomor 3, November (2014).
Dewi, P., Risilwa, M. 2017. Kehamilan Ektopik Terganggu: Sebuah Tinjauan Kasus. Jurnal
Kedokteran Kuala. Vol 17, No 1 Halaman 1-7 (2017).
Prawirohardjo, S. Kehamilan Ektopik Dalam Ilmu Kebidanan Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka; 2014.

14

Anda mungkin juga menyukai