Anda di halaman 1dari 24

PADUAN PRAKTIK KLINIS RSU

I
GAGAL JANTUNG KRONIK
CHRONIC SYSTOLIC (CONGESTIVE) HEART FAILURE
(I50.22)
CHRONIC DIASTOLIC (CONGESTIVE) HEART FAILURE
(I50.32)
1. Pengertian adalah sindrom klinis ditandai gejala dan tanda
abnormalitas struktur dan fungsi jantung, yang
menyebabkan kegagalan jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen metabolism tubuh.
2. Anamnesis Cepat lelah bila beraktifitas ringan (mandi, jalan
>300 m, naik tangga)
- Sesak nafas saat terlentang, malam hari atau saat
beraktifitas, tidur lebih nyaman bila menggunakan
bantal yang tinggi ( 2-3 bantal)
- Bengkak pada tungkai bawah dekat mata kaki
- Riwayat menderita penyakit jantung atau dirawat
dengan gejala diatas
3. Pemeriksaan Fisik - Sesak nafas, frekuensi nafas >24x/menit saat
istirahat
- Frekuensi nadi > 100 x/mnt, nadi kecil dan cepat
- Iktus cordis bergeser ke lateral pada palpasi
- Peningkatan tekanan vena jugularis
- Hepato megali / hepato jugular reflux (+)
- Edema tungkai biasanya dekat mata kaki
- Ascites.
4. Kriteria Diagnosis 1. Mayor
- Sesak saat tidur terlentang (Orthopnoe)
- Sesak terutama malam hari (Paroxysmal
Nocturnal Dyspnoe)
- Peningkatan Tekanan Vena Jugularis
- Ronki basah halus
- Pembesaran Jantung
- Edema Paru
- Gallop S3
- Waktu sirkulasi memanjang>25 detik
- Refluks hepato jugular
- Penurunan berat badan karena respons dengan
pengobatan
2. Minor:
- Edema tungkai bawah (biasanya dekat mata
kaki)
- Batuk-batuk malam hari
- Sesak nafas saat aktifitas lebih dari sehari hari
- Pembesaran hati
- Efusi Pleura
- Takikardia
Bila terdapat 1 gejala mayor dan 2 minor atau 3
gejala minor, sudah memenuhi kriteria diagnostic
gagal jantung
5. Diagnosis Kerja Gagal jantung kronik
6. Diagnosis Banding 1. Asma bronchial
2. PPOK
3. Uremia
4. Volume overload
7. Pemeriksaan Penunjang 1. EKG
2. Foto polos dada
3. Lab : darah rutin, Ureum, Creatinin, GDS, Na+, K+
8. Terapi 1. Diuretik: Furosemidoral / IV bila tanda dan gejala
kongesti masih ada, dengan dosis 1 mg/kg BB atau
lebih
2. ACE inhibitor (atau ARB bila batuk) bila tidak ada
kontra indikasi; dosis dinaikan bertahap sampai
dosis optimal tercapai
3. Beta blocker dosis kecil bila tidak ada kontra
indikasi, dosis naik bertahap Bila dosis sudah
optimal tetapi laju nadi masih cepat (>70x/menit),
Irama atrialfibrilasi, respons ventrikel cepat
serta fraksi ejeksi rendah, tetapi fungsi ginjal
baik, berikan digoxin dosis rumat 0,25mg pagi.
9. Edukasi 1. Edukasi kepatuhan minum obat
2. Edukasi kepatuhan diet rendah garam, rehabilitasi
jantung,
3. Edukasi cara mengatasi bila terjadi perburukan
sesak nafas
4. Edukasi timbang berat badan dan lingkar perut,
ukur jumlah cairan masuk dan keluar agar
seimbang
5. Edukasi control tekanan darah, nadi dan
pemeriksaan fisik ke Puskesmas terdekat
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Indikator Medis 80% pasien telah mendapat obat Beta blocker, ACE
Inhibitor dan ARB
II
DEMAM TYPHOID
1. Pengertian Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang
disebabkan oleh infeksi kuman
Salmonella typhii atau Salmonella paratyphii
2. Anamnesis 1.Demam naik secara bertahap pada minggu pertama, lalu
demam menetap(kontinyu) atau remitten pada minggu kedua
2.Demam terutama sore/malam hari
3.Sakit kepala
4.Nyeri otot
5.Anoreksia
6.Mual, muntah
7.Konstipasi atau diare
3. Pemeriksaan Fisik 1.Febris
2.Kesadaran berkabut/apatis
3.Bradikardia relatif (peningkatan suhu 10C tidak diikuti
peningkatan denyut nadi 8x/menit)
4.Lidah berselaput(kotor di tengah, tepi dan ujung merah,
serta tremor)
5.Hepatomegali
6.Splenomegali
7.Nyeri abdomen
4. Kriteria Diagnosis 1.Sesuai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
2.Laboratorium:
a.Darah rutin : Dapat ditemukan lekopeni, leukositosis
atau normal, Anesonifilia, Limfopenia, Peningkatan LED,
Anemia ringan, Trombositopenia,
b.Test fungsi liver : dapat muncul Gangguan fungsi hati
d.Widal: Peningkatan titer uji widal > 4kali lipat setelah
satu minggu memastikan diagnose, Uji widal tunggal
dengan titer antibodi O 1/320 atau H 1/640 disertai
gambaran klinis khas menyokong diagnosis.
5. Diagnosis Kerja Demam Typoid
6. Diagnosis Banding 1.Infeksi virus
2.Leptospirosis
3.DHF
4.Malaria
7. Pemeriksaan Penunjang 1.Darah perifer lengkap
2.Serologi Widal
3.Tes fungsi hati
8. Terapi 1.Nonfarmakologis: tirah baring, makanan lunak rendah
serat
2.Farmakologis
a.Simptomatis
b.Antibiotik :
•Sefalosporin generasi III : yang terbukti efektif adalah
seftriakson 3-4 gram dalam dekstrosa 100cc selama ½ jam
per infus sekali sehari selama 3-5 hari. Dapat diberikan
sefotaksim 2-3x1gram, sefoperazon 2x1gram
•Flourokuinolon
- Norfloksasin 2x400mg/hari selama 14 hari
- Siprofloksasin 2x500mg/hari selama 6 hari
- Ofloksasin 2x400mg/hari selama 7hari
- Levofloksasin 1x 500/hari selama 7 hari
9. Edukasi 1.Higienitas makanan
2.Cukup istirahat
10. Prognosis Ad bonam
11. Indikator Medis
12. Kepustakaan 1.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V bab Demam Typhoid
2011
2.Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia 2009

III
KEJANG DEMAM
1. Pengertian Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena
kenaikan suhu tubuh (di atas 38°C), yang disebabkan oleh
suatu proses ekstrakranium. Dibagi menjadi 2 yakni kejang
demam sederhana dan kejang
demam kompleks
2. Anamnesis -Didapatkan riwayat panas disertai kejang
-Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada anggota
keluarga yang lain
3. Pemeriksaan Fisik Tidak spesifik
Pemeriksaan neurologi dalam batas normal
4. Kriteria Diagnosis Kejang Demam Sederhana (KDS) :
-Kejang berlangsung singkat, <15 menit
-Kejang umum tonik dan atau klonik
-Tanpa gerakan fokal
- Tidak berulang dalam 24 jam
Kejang Demam kompleks (KDK) :
-Kejang lama > 15 menit
-Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial
-Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
5. Diagnosis Kerja Kejang Demam
6. Diagnosis Banding 1. Meningitis
2. Ensefalitis
3.Abses otak
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, kecuali
untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab
(darah tepi, elektrolit dan gula darah).
2. X-ray kepala, CT-Scan kepala atau MRI tidak rutin dan hanya
dikerjakan atas indikasi adanya kejang fokal atau hemiparese.
3. Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS
dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis.
Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan
pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Bayi < 12 bulan : diharuskan
2. Bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda
menigitis.
4. EEG tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam
yang tidak khas (misalnya kejang demam
komplikata pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam
fokal).
8. Terapi 1.Penanganan Pada Saat Kejang
•Menghentikan kejang:
Diazepam dosis awal 0,3-0,5mg/KgBB/dosis IV (perlahan-
lahan) atau 0,4-0,6mg/KgBB/dosis rektal suppositoria. Bila
kejang masih belum teratasi dapat diulang dengan dosis yang
sama 20 menit kemudian.
•Turunkan demam :
•Antipiretik :
Paracetamol 10-15 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-
10mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan sehari 3-4 kali
•Kompres : suhu >39°C: airhangat; suhu > 38°C: air biasa
•Pengobatan penyebab : antibiotik diberikan sesuai indikasi
dengan penyakit dasarnya.
2. Pencegahan Kejang
• Pencegahan berkala (intermiten) untuk KDS dengan
Diazepam 0,1mg/KgBB/dosis PO dan antipiretik pada saat
anak menderita penyakit yang disertai demam
9. Edukasi 1.Meyakinkan penderita bahwa kejang demam mempunyai
prognosis yang baik
2. Memberikan cara penanganan kejang yang benar
3. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali
4. Tidak ada kontra indikasi pemberian vaksinasi pada
penderita kejang demam
5. Pemberian obat untuk mencegah frekuensi memang
efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Indikator Medis -Hampir semua anak mempunyai prognosis yang baik
-Anak usia dibawah 12bulan yang mengalami kejang demam
mempunyai kemungkinan sebesar 50% terjadi rekurensi .
-80% Pasien akan sembuh dalam waktu 2 hari
12. Kepustakaan 1. American academy of pediatrics subcommittee on febrile
seizures. Febrile seizure: Guideline for the
neurodiagnostic evaluation of the child with a simple febrile
seizure. Pediatrics 2011;127:389-94.
2. Kundu GK, Rabin F, Nandi ER, Sheikh N,Akhter S. Etiology
and risk factors of febrile seizure – an update. Bangladesh J
Child Helath 2010;34:103-12.
3. American academy of pediatrics subcommittee on febrile
seizures. Febrile seizures: clinical practice guidelines for the
long-term management of the child with simple febrile
seizures. Pediatrics 2008;121:1281-
6.
4. Berg AT, Shinnar S, Hausser WA, Leventhal JM. Predictors
of recurrent febrile seizure: a
metaanalytic review. J Pediatr 1990;116:329-37
5. Shloma Shinnar. Dalam Swaiman KF. Ashwal S, Ferriero
DM, Schor NF ed. Pediatric neurology
principles and practice. Edisi kelima. Philadelphia: Elsevier;
2012. Hal 790-7.

IV
DIARE
1. Pengertian Diare adalah keluarnya tinja cair lebih dari tiga kali/24 jam.
Diare berkepanjangan adalah diare akut yang berlangsung
lebih dari 7 hari.
Diare kronik adalah diare dengan atau tanpa disertai darah
yang berlangsung ≥ 14 hari bukan disebabkan oleh infeksi
2. Anamnesis  Onset, frekuensi, kuantitas dan karakter diare (cair,adanya
lendir dan atau darah) dan muntah (adanya darah,bilious).
 Panas
 Kembung
 Adanya dehidrasi: mata cowong, air mata kering, buang air
kecil berkurang, sesak, kejang, dan gangguan kesadaran
 Adanya pemyakit penyerta lain
 Riwayat penyakit dan pengobatan sebelumnya
 Intake
 Adanya intoleransi laktosa yang ditandai dengan diare cair,
kembung, iritasi pada pantat
3. Pemeriksaan Fisik  Pengukuran berat badan
 Kesadaran
 Tanda vital
 Mata cowong
 Adanya air mata
 Turgor kulit
 Bising usus
 Extremitias (perfusi, capillary refill time)
 Derajat dehidrasi ditentukan dengan kriteria WHO :
Dehidrasi berat: Minimal dua gejala: Letargi/ penurunan
kesadaran, mata cowong, malas minum ataupun turgor kulit
sangat menurun (≥2 detik)
Dehidrasi ringan-sedang: Minimal dua gejala, atau satu
gejala dehidrasi berat dan satu gejala: Anak gelisah/iritabel,
Mata cowong,Anak tampak haus/ingin minum banyak
ataupun Turgor kulit menurun
Tidak dehidrasi apabila tidak cukup gejala untuk klasifikasi
dehidrasi berat atau ringan-sedang
4. Kriteria Diagnosis Gejala Klinis
Derajat dehidrasi
Komplikasi (apabila terjadi)
5. Diagnosis Kerja Diare berkepanjangan
6. Diagnosis Banding Apendisitis akut
Intussusepsi
Infeksi saluran kemih
7. Pemeriksaan Penunjang Analisa feses
Darah lengkap
Pemeriksaan serum elektrolit
8. Terapi  Resusitasi cairan dan elektrolit bila ada gangguan sesuai
derajat dehidrasi
 Identifikasi Penyebab diare
 Zinc selama 10-14 hari dengan dosis 10mg/hari (untuk anak
di bawah 6 bulan) dan 20mg/hari (untuk anak di atas 6
bulan).
 Antibiotika diberikan pada kasus tertentu
 Vitamin A 100.000IU IM (untuk anak di atas 1 tahun); 50.000
IU (untuk anak di bawah 1 Tahun).
 Probiotik : 1 kapsul/1 bungkus per hari.
 Penatalaksanaan sesuai penyebab
 Obat-obat antidiare tidak dianjurkan.
 Pengelolaan diit yang rasional
9. Edukasi  Menjaga higiene dan sanitasi
 Tanda-tanda dehidrasi
 Tetap memberikan ASI
 Diet sesuai etiologi
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Indikator Medis 80% penderita akan sembuh dalam waktu 14 hari
Tidak dehidrasi
Diare berkurang
12. Kepustakaan WHO. Pocket book of Hospital care for children. 2005
UKK Gastrohepatologi IDAI. Modul Diare. 2010
UKK Gastrohepatologi. Buku Ajar Gastrohepatologi 2010
Suparto, P. Studi mengenai Gastroenteritis Akuta Dengan
Dehidrasi Pada Anak Melalui Pendekatan Epidemiologi
Klinik Desertasi, 1987.
Larry K.Pickering and John D.Snyder. Gastroenteritis. In:
Nelson. Texbook of Pediatrics. Saunders, Philadelphia, E
disi 17 2004; p.1272-1276

V
STROKE ISKEMIK
1. Pengertian Kumpulan gejala defisit neurologis akibat gangguan
fungsi otak akut baik fokal maupun global yang
mendadak, disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya
aliran darah pada parenkim otak, retina atau medulla
spinalis, yangdapat disebabkan oleh penyumbatan atau
pecahnya pembuluh darah arterimaupun vena, yang
dibuktikan dengan pemeriksaan imaging dan/atau
patologi.
2. Anamnesis Gangguan global berupa gangguan kesadaran
Gangguan fokal yang muncul mendadak, dapat berupa :
a. Kelumpuhan sesisi/kedua sisi, kelumpuhan satu
extremitas, kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata,
kelumpuhan otot-otot untuk proses menelan, wicara dan
sebagainya
b. Gangguan fungsi keseimbangan
c. Gangguan fungsi penghidu
d. Gangguan fungsi penglihatan
e. Gangguan fungsi pendengaran
f. Gangguan fungsi Somatik Sensoris
g. Gangguan Neurobehavioral yang meliputi :
• Gangguan atensi
• Gangguan memory
• Gangguan bicara verbal
• Gangguan mengerti pembicaraan
• Gangguan pengenalan ruang
• Gangguan fungsi kognitif lain
3. Pemeriksaan Fisik • Penurunan GCS
• Kelumpuhan saraf kranial
• Kelemahan motorik
• Defisit sensorik
• Gangguan otonom
• Gangguan neurobehavior
4. Kriteria Diagnosis Terdapat gejala defisit neurologis global atau salah
satu/beberapa defisitneurologis fokal yang terjadi
mendadak dengan bukti gambaran neuroimaging
(CT-Scan atau MRI)
5. Diagnosis Kerja Stoke Iskemik
6. Diagnosis Banding Stroke Hemoragik (bila belum dilakukan CT/MRI Otak)
7. Pemeriksaan Penunjang • CT Scan + CT Angiografi /MRI + MRA Otak
• EKG
• Doppler Carotis
• Transcranial Doppler
• TCD Bubble Contrast & VMR
• Lab : Hematologi rutin, gula darah sewaktu, fungsi ginjal
(ureum,kreatinin), Activated Partial Thrombin Time
(APTT), waktu prothrombin (PT), INR, gula darah puasa
dan 2 jam PP, HbA1C, profil lipid, C-reactive protein
(CRP), laju endap darah, dan pemeriksaan atas indikasi
seperti:enzim jantung (troponin / CKMB), serum
elektrolit, analisis hepatik danpemeriksaan elektrolit.
• Thorax foto
• Urinalisa
• Echocardiografi (TTE/TEE)
• Pemeriksaan Neurobehavior (Fungsi Luhur)
• DSA Serebral
8. Terapi a. Tatalaksana Umum :
• Stabilisasi jalan nafas dan pernapasan
• Stabilisasi hemodinamik (infus kristaloid)
• Pengendalian tekanan intrakranial (manitol jika
diperlukan)
• Pengendalian kejang (terapi anti kejang jika diperlukan)
• Analgetik dan antipiterik, jika diperlukan
• Gastroprotektor, jika diperlukan
• Manajemen nutrisi
• Pencegahan DVT dan emboli paru : heparin atau LMWH
b. Tatalaksana Spesifik
• Trombolisis intravena : alteplase dosis 0.6-0.9 mg/kgBB,
pada stroke iskemik onset <6 jam
• Terapi endovascular : trombektomi mekanik, pada
stroke iskemik dengan oklusi karotis interna atau
pembuluh darah intrakranial, onset <8jam
• Manajemen hipertensi (Nicardipin, ARB, ACE-Inhibitor,
Calcium Antagonist, Beta blocker, Diuretik)
• Manajemen gula darah (insulin, anti diabetik oral)
• Pencegahan stroke sekunder (antiplatelet :aspirin,
clopidogrel, cilostazol atau antikoagulan : warfarin,
dabigatran, rivaroxaban)
• Neroprotektor (citicholin, piracetam, pentoxyfiline,
DLBS 1033)
• Perawatan di Unit Stroke
• Neurorestorasi / Neurorehabilitasi
c. Tindakan Intervensi/Operatif
• Carotid Endartersctomy (CEA), sesuai indikasi
• Carotid Artery Stenting (CAS), sesuai indikasi
• Stenting pembuluh darah intracranial, sesuai indikasi
9. Edukasi  Penjelasan Sebelum MRS (rencana rawat, biaya,
pengobatan, prosedur,masa dan tindakan pemulihan
dan latihan, manajemen nyeri, risiko dan komplikasi)
 Penjelasan mengenai stroke iskemik, risiko dan
komplikasi selama perawatan
 Penjelasan mengenai factor risiko dan pencegahan
rekurensiPenjelasan program pemulangan pasien
(Discharge Planning)
 Penjelasan mengenai gejala stroke, dan apa yang harus
dilakukan sebelum dibawa ke RS
10. Prognosis Ad vitam : dubia adbonam
Ad Sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam
11. Indikator Medis
12. Kepustakaan 1. Guideline Stroke 2011 ( Edisi Revisi ), Kelompok Studi
Serebrovaskuler PERDOSSI 2011.
2. Jauch EC, Saver JL, Adams HP Jr, Bruno A, Connors JJ, et
al. Guidelines for the early management of patients with
acute ischemic stroke: a guideline for healthcare
professionals from the American Heart
Association/American Stroke Association. Stroke. 2013 ;
44(3):870-947
3. The European Stroke Organization (ESO) : Guideline for
Management of Ischaemic Stroke and Transient
Ischaemic Attack 2008
4. AHA/ASA Guideline for the Perevention of Stroke in
Patien with Stroke or Transient Ischemic Attack. Stroke
2014;42;227-276
5. Powers WJ, Derdeyn CP, Biller J, Coffey CS, Hoh BL, et
al. 2015 American Heart Association/American Stroke
Association Focused Update of the 2013 Guidelines for
the Early Management of Patients With Acute Ischemic
Stroke Regarding Endovascular Treatment: A Guideline
for Healthcare Professionals From the American Heart
Association/American Stroke Association. Stroke. 2015;
46 (10):3020-35.
6. Ferro JM, Canhao P, Stam J, Bousser MG,
Barinagarrementeria F. Prognosis of Cerebral Vein and
Dural Sinus Thrombosis: Results of the International
Study on Cerebral Vein and Dural Sinus Thrombosis
(ISCTV). Stroke 2004;35;664-670.
7. Latchaw et al. Recommendations for Imaging of Acute
Ischemic Stroke: A Scientific Statement From the
American Heart Association
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 5 tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer
9. Standar Kompetensi Dokter Spesialis Neurologi
Indonesia, 2015

VI
KATARAK
1. Pengertian Katarak adalah kekeruhan pada lensa yang menyebabkan
penurunan tajam penglihatan (visus). Katarak paling
sering berkaitan dengan proses degenerasi lensa pada
pasien usia di atas 40 tahun (katarak senilis).
Selain katarak senilis, katarak juga dapat terjadi akibat
komplikasi glaukoma, uveitis, trauma mata, serta
kelainan sistemik seperti diabetes mellitus, riwayat
pemakaian obat steroid, dan lain-lain.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun dapat juga pada
satu mata (monokular)
2. Anamnesis Keluhan Pasien datang dengan keluhan penglihatan
menurun secara perlahan seperti tertutup asap/kabut.
Keluhan disertai ukuran kacamata semakin bertambah,
silau, dan sulit membaca.
Faktor Risiko
1. Usia lebih dari 40 tahun
2. Riwayat penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus
3. Pemakaian tetes mata steroid secara rutin
4. Kebiasaan merokok dan pajanan sinar matahari
3. Pemeriksaan Fisik 1. Visus menurun yang tidak membaik dengan pemberian
pinhole
2. Pemeriksaan shadow test positif
3. Terdapat kekeruhan lensa yang dapat dengan jelas
dilihat dengan teknik pemeriksaan jauh (dari jarak 30 cm)
menggunakan oftalmoskop sehingga didapatkan media
yang keruh pada pupil. Teknik ini akan lebih mudah
dilakukan setelah dilakukan dilatasi pupil dengan tetes
mata Tropikamid 0.5% atau dengan cara memeriksa
pasien pada ruang gelap.
4. Kriteria Diagnosis anamnesis dan pemeriksaan visus dan pemeriksaan lensa
5. Diagnosis Kerja Katarak
6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan Penunjang Tidak diperlukan
8. Terapi operasi katarak
9. Edukasi 1. Memberitahu keluarga bahwa katarak adalah
gangguan penglihatan yang dapat diperbaiki.
2. Memberitahu keluarga untuk kontrol teratur jika sudah
didiagnosis katarak agar tidak terjadi komplikasi.
10. Prognosis Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
11. Indikator Medis
12. Kepustakaan 1. Gerhard, K.L. Oscar, Gabriele. Doris, Peter.
Ophtalmology a short textbook. 2ndEd. New York:
Thieme Stuttgart. 2007.
2. Gondhowiardjo, T.D. Simanjuntak, G. Panduan
Manajemen Klinis Perdami, 1th Ed.Jakarta: CV Ondo.
2006.
3. James, Brus. dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta:
Erlangga. 2005.
4. Riordan, P.E, Whitcher, J.P. Vaughan & Asbury
Oftalmologi Umum. Ed17.Jakarta: EGC. 2009.
5. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata, Ed III. Cetakan V.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2008.
6. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Cetakan I.
Jakarta: Widya Medika. 2000. 13.
VII
GLAUKOMA AKUT
1. Pengertian Glaukoma akut adalah glaukoma yang diakibatkan
peninggian tekanan intraokular yang mendadak.
Glaukoma akut dapat bersifat primer atau sekunder.
Glaukoma primer timbul dengan sendirinya pada orang
yang mempunyai bakat bawaan glaukoma, sedangkan
glaukoma sekunder timbul sebagai penyulit penyakit
mata lain ataupun sistemik.
Umumnya penderita glaukoma telah berusia lanjut,
terutama bagi yang memiliki risiko. Bila tekanan
intraokular yang mendadak tinggi ini tidak diobati segera
akan mengakibatkan kehilangan penglihatan sampai
kebutaan yang permanen.
2. Anamnesis 1. Mata merah
2. Tajam penglihatan turun mendadak
3. Rasa sakit atau nyeri pada mata yang dapat menjalar
ke kepala
4. Mual dan muntah (pada tekanan bola mata yang
sangat tinggi)
Faktor Risiko Bilik mata depan yang dangkal
3. Pemeriksaan Fisik 1. Visus turun
2. Tekanan intra okular meningkat
3. Konjungtiva bulbi: hiperemia kongesti, kemosis dengan
injeksi silier, injeksi konjungtiva
4. Edema kornea
5. Bilik mata depan dangkal
6. Pupil mid-dilatasi, refleks pupil negatif
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan oftalmologis
5. Diagnosis Kerja Glaukoma Akut
6. Diagnosis Banding 1. Uveitis Anterior
2. Keratitis
3. Ulkus Kornea
7. Pemeriksaan Penunjang Tonometri Schiotz
Oftalmoskopi
8. Terapi 1. Non-Medikamentosa Pembatasan asupan cairan untuk
menjaga agar tekanan intra okular tidak semakin
meningkat
2. Medikamentosa
a. Asetazolamid HCl 500 mg, dilanjutkan 4 x 250 mg/hari.
b. KCl 0.5 gr 3 x/hari.
c. Timolol 0.5%, 2 x 1 tetes/hari.
d. Tetes mata kombinasi kortikosteroid + antibiotik 4-6 x
1 tetes sehari
e. Terapi simptomatik.
9. Edukasi Kondisi mata dengan glaukoma akut tergolong
kedaruratan mata, dimana tekanan intra okuler harus
segera diturunkan
10. Prognosis Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Dubia ad malam
Ad sanationam : Dubia ad malam
11. Indikator Medis
12. Kepustakaan 1. Gerhard, K.L. Oscar, Gabriele. Doris, Peter.
Ophtalmology a short textbook. 2ndEd. New York:
Thieme Stuttgart. 2007.
2. Gondhowiardjo, T.D. Simanjuntak, G. Panduan
Manajemen Klinis Perdami, 1th Ed.Jakarta: CV Ondo.
2006.
3. James, Brus. dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta:
Erlangga. 2005.
4. Riordan, P.E, Whitcher, J.P. Vaughan & Asbury
Oftalmologi Umum. Ed17.Jakarta: EGC. 2009.
5. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata, Ed III. Cetakan V.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2008.
6. Vaughan, D.G.Oftalmologi Umum. Edisi 14. Cetakan I.
Jakarta: Widya Medika. 2000.

VIII
HERNIA INGUINALIS
(ICD X : K40.0)
1. Pengertian Penonjolan sebagian dari organ maupun jaringan melewati
pembukaan abnormal pada dinding sekitarnya.
Hernia paling sering terjadi pada dinding abdomen, tepatnya
pada daerah yang aponeurosis dan fasianya tidak dilindungi oleh
otot.
Bagian tersebut terutama pada region inguinal, femoral umbilical
linea alba, dan bagian bawah linea semilunaris
2. Anamnesis 1.Adanya benjolan diselangkangan / kemaluan.
- Benjolan daerah inguinal yang timbul bila penderita berdiri atau
mengejandan dapat masuk kembali bila penderita berbaring (hernia
reponibilis).
- Bila isi hernia tidak dapat masuk kembali disebut hernia
irreponibilis.
- Bila terjadi penjepitan isi hernia oleh annulus dan timbul gangguan
pasaseisi usus dan atau gangguan vaskularisasi disebut hernia
inkarserata
2.Nyeri pada benjolan
3.Mual
4.Muntah
3. Pemeriksaan Fisik 1. Terdengar bising usus pada benjolan dengan menutup mulut
dalam keadaan berdiri (tampak benjolan pada hernia)
2. Periksa cincin hernia dengan mengikuti fasikulus spermatikus
sampai ke anulus inguinalis interna ( pada keadaan normal jari tidak
akan dapat masuk)
3. Adanya penekanan massa pada ujung jari saat Penderita
disuruhmengejan sedang bila menekan sisi jari maka diagnosanya
adalah hernia inguinalis medialis.
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Kerja Hernia Inguinalis
6. Diagnosis Banding 1. Hidrokel
2. Limfadenopati inguinal
3. Lipoma
7. Pemeriksaan Penunjang 1.Pemeriksaan laboratorium
a.Darah lengkap
b.Masa perdarahan & pembekuan
c.HBSAg
d.Ureum Creatinin
2.Pemeriksaan Radiologi
a.Rontgen thorax
b.EKG
8. Terapi Tindakan bedah elektif
Hernia inguinalis dan femoralis harus selalu dilakukan operasi
kecuali bila ada kontraindikasi (keadaan pasien terlalu lemah untuk
menjalani operasi atau risiko operasi terlalu tinggi).
Pada pasien yang tidak dapat dilakukan atau menolak operasi,
disarankan memakai Sabuk Truss untuk menutup defek dinding
abdominal sementara waktu hingga dapat dilakukan operasi.
- Sebelum dilakukan operasi, faktor pencetus hernia seperti:
konstipasi, batuk kronis, dan obstruksi uretra-bladder neck harus
diperbaiki dahulu untuk mencegah kekambuhan.
- Prinsip operasi hernia: menghilangkan saccus peritonealis dan
menutup defek dasar inguinal. Dapat dilakukan dengan operasi
herniotomi (memotong kantong hernia), herniorafi (menutup defek
dasar inguinal dengan jaringan
sekitar defek), hernioplasti (menutup defek atau memperkuat dasar
inguinal
dengan bahan protesa).
9. Edukasi 1.Penjelasan diagnosa, diagnosa banding dan pemeriksaan
penunjang
2.Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan, resiko dan
komplikasi
3.Penjelasan Alternatif Tindakan
4.Penjelasan perkiraan lama dirawat
5.Hindari aktifitas yang berhubungan dengan angkat berat.
6.Hindari mengejan terlalu keras saat batuk, olahraga, buang air, dll
10. Prognosis Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
11. Indikator Medis •Tidak terjadi infeksi luka operasi (ILO)
•Keluhan berkurang
•Kesesuian dengan hasil PA
12. Kepustakaan

IX
ABORTUS
1. Pengertian Berakhirnya kehamilan dengan umur kehamilan <20
minggu atau berat janin < 1000 gram.
A.Menurut Derajatnya :
a.Abortus iminens : adalah abortus yang membakat
ditandai dengan perdarahan pervaginam yang minimal,
tetapi poprtio uteri (kanalis servikalis) masih tertutup.
b.Abortus insipiens : pembukaan serviks yang kemudian
diikuti oleh kontraksi uterus namun buah kehamilan
belum ada yang keluar.
c.Abortus inkompletus : biasanya ada pembukaan serviks,
sebagian hasil konsepsi sudah keluar (plasenta) sebagian
masih tertahan di dalam rahim. Biasanya diikuti
perdarahan hebat.
d.Abortus komplit : seluruh hasil konsepsi telah keluar
dari kavum uteri pada kehamilan < 20 minggu.
e.Missed abortion : tertahannya hasil konsepsi yang
telah mati di dalam Rahim selama ≥ 8 minggu.
Ditandai dengan tinggi fundus uteri yang menetap
bahkan mengecil. Biasanya tidak diikuti tanda-tanda
abortus seperti perdarahan, pembukaan serviks.
f.Abortus habitualis : adalah abortus spontan 3 kali atau
lebih secara berturut-turut.

2. Anamnesis A.Abortus imminen


 Riwayat terlambat haid dengan hasil βHCG (+)
 dengan usia kehamilan <20 minggu.
 Perdarahan pervaginam yang tidak terlalu banyak
berwarna kecoklatan dan bercampur lendir
 Nyeri perut atau cramping pain sedikit.
B.Abortus insipient
 Perdarahan bertambah banyak, berwarna merah
segar, disertai terbukanya serviks.
 Perut nyeri ringan atau spasme.
C.Abortus inkompletus
 Perdarahan aktif.
 Nyeri perut hebat seperti kontraksi saat persalinan.
 Pengeluaran sebagian hasil konsepsi.
 Mulut Rahim terbuka dengan sebagian sisa
 konsepsi tertinggal.
 Terkadang pasien datang dalam keadaan syok
 akibat perdarahan.
D.Abortus komplit
 Perdarahan sedikit.
 Nyeri perut atau kram ringan.
 Mulut Rahim sudah tertutup
 Pengeluaran seluruh hasil konsepsi.
E.Missed abortus Perdarahan dan nyeri perut minimal.
F.Abortus habitualis Riwayat abortus 3 kali atau
lebih berturut-
turut.
3. Pemeriksaan Fisik A.Abortus imminens
a.Ostium uteri masih tertutup
b.Perdarahan berwarna kecoklatan disertai dengan
lender.
c.Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan
d.DJJ masih ditemukan.
B.Abortus insipient
a.Ostium uteri terbuka, dengan terdapat penonjolan
kantong dan didalamnya berisi cairan ketuban.
b.Perdarahan berwarna merah segar
c.Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan
d.DJJ masih ditemukan
C.Abortus inkompletus
a.Ostium uteri terbuka, dengan terdapat sebagian sisa
konsepsi.
b.Perdarahan aktif
c.Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan
D.Abortus komplit
a.Ostium uteri tertutup
b.Perdarahan sedikit
c.Ukuran uterus lebih kecil dari usia kehamilan
E.Missed abortion
a.Ostium uteri tertutup
b.Perdarahan dan nyeri perut tidak ada.
c.Ukuran uterus lebih kecil dan usia kehamilan
d.Gejala khas janin telah mati tetapi tidak ada epulsi
jaringan.
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang
5. Diagnosis Kerja Abortus
6. Diagnosis Banding 1.Mola hidatidosa
2.Kehamilan ektopik terganggu
7. Pemeriksaan Penunjang a.USG
b.Pemeriksaan tes kehamilan βHCG: biasanya masih
positif sampai 7-10 hari setelah abortus
c.Pemeriksaan darah perifer lengkap
8. Terapi A.Abortus imminens
a.Bed rest
b.Asam mefenamat 3x500 mg selama 5 hari
c.Tablet penambah darah
d.Vitamin ibu hamil diteruskan
B.Abortus insipen
a.Observasi tanda vital
b.Bila kondisi stabil rujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang lebih lengkap untuk dilakukan kuretase
atau drip oksitosin bila kehamilan lebih dari 12
minggu dilanjutkan.
c.Metilergometrin maleat 3x5 tab selama 5 hari
d.Amoksisilin 3x500 mg/ hari selama 5 hari.
C.Abortus inkompletus
a.Observasi tanda vital
b.Evaluasi tanda tanda syok
c.Bila terjadi syok karena perdarahan pasang IV line (bila
perlu dua jalur), segera beri infus cairan NaCl fisiologis
atau cairan RL disususl dengan darah.setelah syok
teratasi rujuk ke fasilitas selanjutnya untuk
dilakukan kuretase
d.Pasca tindakan diberikan ergometrin IM
e.Amoksisilin 3x500 mg selama 5 hari
D.Abortus komplit
a.Tidak memerlukan tindakan pengobatan khusus, hanya
apabila terdapat anemia perlu ditambahkan tablet
penambah darah (SF) dan dianjurkan makan makanan
yang banyak mengandung protein, vitamin, dan
mineral.
E.Missed abortion
a.Mengeluarkan jaringan nekrotik
b.Kehamilan dibawah 12 minggu langsung dikuretase
c.Kehamilan diatas 12 minggu diberikan misoprostol 4
tablet tumbuk SL lalu ditunggu 6-12 jam hingga janin
keluar setelah itu dievaluasi dengan USG, bila ada sisa
dapat dilakukan kuretase.

9. Edukasi 1.Edukasi tentang penyakit yang diderita dan komplikasi


yang mungkin akan dihadapi.
2.Edukasi dan persetujuan tindakan yang akan dilakukan
10. Prognosis Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
11. Indikator Medis Abortus dirawat selama 3 hari dengan tanpa komplikasi.

12. Target 80% abortus dirawat selama 3 hari dengan tanpa


komplikasi
13. Kepustakaan 1.Saifudin, AB. Ilmu Kebidanan. Perdarahan pada
kehamilan muda. Ed 4. Jakarta: Yayasan Bina
PustakaSarwono Prawihardjo. 2009: p. 460-474
2.Sastrawinata,S. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran. Bandung. 1981: 11-17
3.Saifudin, AB. Buku acuan pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawihardjo. 2001: p. 146-147
4.Kementerian kesehatan RI dan WHO.
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
dasar dan Rujukan. Kementerian Kesehatan RI.
Jakarta.2013
5.Panduan Praktik Klinis Kebidanan dan Kandungan
X
TONSILITIS KRONIK
1. Pengertian Tonsilitis Kronik adalah peradangan kronik dari tonsil
sebagai lanjutan peradangan akut/subakut yang
berulang/rekuren, dengan kuman penyebab nonspesifik.
2. Anamnesis A. Keluhan lokal
Nyeri menelan
Nyeri tenggorok
Rasa mengganjal di tenggorok
Mulut berbau (halitosis)
Demam
Mendengkur (snoring)
Gangguan bernapas (obtructive sleep apneu)
B. Dapat pula disertai keluhan sistemik
Rasa lemah
Nafsu makan berkurang
Sakit kepala
Nyeri pada sendi
3. Pemeriksaan Fisik  Pembesaran tonsil
 Permukaan kripta tonsil melebar
 Detritus pada penekanan kripta
 Arkus anterior atau posterior hiperemis
 Adenoid face (anak)
 Fenomena palarum mole negatif
4. Kriteria Diagnosis Satu atau lebih keluhan dari anamnesis yang berulang
disertai dengan pembesaran
ukuran tonsil dan atau pemeriksaan fisik lainnya.
5. Diagnosis Kerja Tonsilitis Kronik (ICD 10 : J35.0)
Tonsilitis Kronik Hipertrofi (ICD 10 : J35.1)
6. Diagnosis Banding 1. Pembesaran tonsil karena kelainan darah atau
keganasan, misalnya:
leukemia, limfoma
2. Tonsilitis kronik oleh sebab lain : tuberkulosa
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Bila ada indikasi (GR : 2A)
o Rhinopharyngolaryngoscope (RFL)
o Rontgen nasofaring lateral
o Polysomnography
Pembesaran tonsil
Permukaan kripta tonsil melebar
Detritus pada penekanan kripta
2. Persiapan operasi :
a. Pemeriksaan
o Darah lengkap, Faal hemostasis
o SGOT/SGPT
o BUN, Serum kreatinin
o Foto Thorax PA
b. Konsul Anastesi
3. Pasca operasi : pemeriksaan histopatologi jaringan
tonsil dan atau
adenoid (bila dicurigai keganasan)
8. Terapi Non pembedahan (GR : 2A)
Simptomatis : analgetik-antipiretik, antiinflamasi
Lokal : obat kumur tenggorok
Medikamentosa : bila terjadi eksaserbasi akut diberi
antibiotik
Lini pertama
o Phenoksimetilpenisillin 4x500mg atau
o Amoksisilin 3x 500mg
Lini kedua
o Amoksisilin- asam klavulanat 3x500 mg atau
o Cephalosporin oral (cefadroksil 2x500mg)
o Pada anak dosis menyesuaikan
Pembedahan (GR : 2A)
Tonsilektomi (ICD 9CM : 28.2) pada :
o Tonsilitis Kronik (ICD 10 : J35.0)
o Tonsilitis Kronik Hipertrofi (ICD 10 : J35.1)
Adenotonsilektomi (ICD 9CM : 28.3) pada :
o Adenotonsilitis Kronik Hipertrofi (ICD 10 : J35.3)
9. Edukasi  Menjelaskan perjalanan penyakit dan komplikasi yang
timbul
 Menjelaskan rencana pengobatan, indikasi operasi dan
komplikasinya
 Menjaga kebersihan rongga mulut (oral hygiene),
misalnya:
 menganjurkan sikat gigi dan kumur – kumur teratur,
bila perlu konsultasi
 ke dokter gigi
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Indikator Medis Angka rekurensi tonsilitis kronis
12. Kepustakaan 1. Rusmarjono, Soepardi EA. Faringitis, Tonsilitis dan
Hipertrofi Adenoid. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti Dwi R, editor. Buku ajar ilmu
kesehatan telinga hidung tenggorok. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta 2007: h.223 – 5.
2. Lore JM, Medina JE. Tonsillectomy and
Adenoidectomy. In: An Atlas of Head& Neck Surgery. 4th
Ed. Philladelphia: Elsevier Saunders; 2005: p.770-2
3. Bailey BJ and Johnson JT. Tonsillitis, Tonsillectomy, and
Adenoidectomy. In: Head and Neck Surgery –
otolaryngology. Lippincott Williams and Wilkins. Fourth
Edition.2006. p.1184-98.
4. Baugh RF, Archer SM, Mitchell RB, Rosenfeld RM, Amin
R, Burns JJ, Darrow DH, Giordano T, Litman RS, Li KK,
Mannix ME, Schwartz RH, Setzen G, Wald ER, Wall E,
Sandberg G, Patel MM (2011 Jan). Clinical practice
guideline: tonsillectomy in children. Otolaryngol Head
Neck Surg144(1 Suppl): S1-30.

TUBERKULOSIS PARU
1. Pengertian Penyakit Infeksi paru yang bersifat kronik dan menular di
sebabkan oleh mikobakterium tuberculosis
2. Anamnesis 1. Batuk lebih dari 2 minggu sudah mendapat terapi
tetapi tidak ada respon
2. Demam terutama senja hari
3. Batuk darah
4. Sesak nafas
3. Pemeriksaan Fisik 1. Ronki pada paru
2. Sub febris
3. Kakeksia
5. Perkusi : redup/ hipersonor
4. Kriteria Diagnosis 1. Batuk lebih dari 2 minggu
2. BTA positif
3. Foto toraks ditemukan infiltrate pada apeks paru
5. Diagnosis Kerja Tuberkulosis Paru
6. Diagnosis Banding Bronkopneumonia
Bronkiektasis
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto toraks
2. Pemeriksaan sputum BTA 3 kali
3. Biakan M. Tuberkulosis dan Uji Resistensi
4. Uji Mantoux bila perlu
5. Analisis cairan pleura
8. Terapi 1. OAT, 4H3R3
2. Perbaikan Gizi
3. Pendidikan Kesehatan
4. Torasentesis (pungsi pleura)
5. Pasang WSD
9. Edukasi KIE
10. Prognosis Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
11. Indikator Medis 1. Perbaikan Klinis
2. Perbaikan Radiologis
3. Konversi bakteriologis (BTA Sputum)
12. Kepustakaan Pedoman Nasional TBC Paru
Prosedur Pembiusan Umum dengan teknik intubasi
endotracheal
1. Pengertian Tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan
bersifat pulih sadar kembali (reversible)
2. Anamnesis 1. Identifikasi pasien,nama,umur, alamat dll
2. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang
diderita yang mungkin dapat menjadi penyulit
anestesi seperti : alergi,asma,diabetus
mellitus,penyakit paru kronik,penyakit
jantung,hati dan ginjal
3. Riwayat obat yang sedang atau telah digunakan
4. Riwayat operasi dan anestesi yang dialami
5. Kebiasan buruk pasien sehari-hari seperti
merokok dan meminum alkohol
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi : keadaan psikis,keadaan
gizi,system respirasi,system cardiovascular,kepala leher,
mallampati, system syaraf, kulit, region lumbal
4. Indikasi Pembiusan 1. Operasi di daerah kepala leher
2. Operasi abdomen atas dan bawah
3. Operasi ektremitas atas dan bawah
5. Klasifikasi ASA Menurut american sosiety of anesthesiology (ASA) pasien
yang akan operasi dikategorikan sebagai berikut :
ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan
operasi
ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai
sedang baik karena penyakit bedah maupun penyakit
lainnya
ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik
berat yang diakibatkan berbagai penyebab
ASA 4 : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang
secara langsung mengancam hidupnya
ASA 5 : Pasien yang tidak diharapkan hidup setelah 24
jam walaupun dioperasi atau tidak
E : Emergency
6. Prosedur Penatalaksanaan 1 Persiapan alat
Pembiusan Umum • Mesin anastesi yang sudah tersambung dengan
oksigen
• Laringoskop
• Sugkup muka
• Pipa endotrakeal ( ETT)
• Mayo
• Stilet (mandrin ETT)
• Spuit 10cc untuk menggembangkan cuff ETT
• Stetoskop
• Conector
• Plester 30 cm
• Mesin suction dan kanula suction
• Alat monitor pasien
• Air bersih dalam wadah
2. Persiapan obat
• Obat induksi : penotal,propofol,ketamin
• Obat pelumpuh otot :
sucinilcolin,atracurium,norcuron dll
• Obat anastesi inhalasi:
sevofluran,isofluran,halotan
•Obat emergency: sulfas atropine, ephedrine, adrenalin
3.Persiapan Pasien
a.Pasien diberi tahu tindakan yang akan dilakukan serta
dipersilahkan untuk berdoa
b.Perawat anastesi mengatur posisi pasien dalam tidur
terlentang
c.Memasang alat monitor dan mengukur tanda-tanda
vital pada pasien
d.Dokter anastesi melakukan cek ada tidaknya kebocoran
mesin anastesi
e.Sungkup muka diletakkan didepan muka pasien, dan
diberi oksigen 8-10 liter per menit
f.Perawat anastesi memasukkan obat induksi atas advis
dokter anestesi, segera setelah pasien tidur yang diandai
dengan hilangnya reflek bulu mata,dokter anastesi
melanjutkan pemberian oksigen lewat sungkup muka
sambil sesekali memberi nafas buatan bila terdapat
hipoventilasi
g.Obat pelumpuh otot dimasukan, setelah pasien
mengalami kelumpuhan otot pernafasan dokter anstesi
memberikan nafas buatan lewat sungkup muka sesuai
dengan frekuensi nafas pasien
h.Setelah mencapai waktu puncak (peak) obat pelumpuh
otot, dilakukan intubasi endotrakeal setelah berhasil cuff
ETT dikembangkan kemudian ETT disambungkan dengan
conector mesin anastesi.
i.Di lakukan tes kedalaman ETT dengan cara dokter
anastesi memberikan nafas buatan melalui mesin
anastesi dan perawat anastesi mendengarkan suara nafas
pasien pada 4 lapang dengar suara paru dengan
stetoskop
j.Setelah suara paru terdengar simetris pasien dipasang
mayo supaya pipa endotracheal tidak terganggu
kemudian dilakukan fiksasi pada kedua-duanya
k.Obat anastesi inhalasi mulai dibuka disesuaikan dengan
tanda2 kedalaman anestesi , bila pembedahan
memerlukan kondisi otot pasien yang sangat rileks maka
perlu ditambahkan obat pelumpuh otot sesuai dengan
kebutuhan dan dosis
l.Setelah pembedahan selesai obat anastesi inhalasi
ditutup kembali kemudian dilakukan pembersihan jalan
napas dengan cara suction lendir pada mulut dan sekitar
tenggorokan pasien dan bila perlu dilakukan suction
melalui lubang hidung
m.Setelah bersih dilakukan ektubasi dengan cara
mengempiskan cuff ett kemudian melepasnya,dilakukan
suction ulang lalu conector mesin anestesi disambungkan
sungkup muka lagi
n.Pasien kembali diberi oksigen 100% melalui face mask
lagi
o.Observasi status nafas pasien,bila nafas pasien sudah
spontan adekuat,pasien bisa dipindahkan ke ruang pulih
sadar guna dilakukan observasi lebih lanjut hingga pasien
sadar
p.Alat-alat dirapikan kembali
7. Pemeriksaan Penunjang 1.Pemeriksaan laboratorium dan uji lain:
Pemeriksaan laboratorium ada 2 yaitu pemeriksaan
umum dan khusus,
Pemeriksaan laboatorium umum:
oDarah: Hb,leukosit,hitung jenis leukosit,masa
pembekuan dan masa pendarahan
oFoto thorax:terutama untuk bedah mayor
oEKG: terutama untuk pasien yang berusia 40 tahun
keatas
Pemeriksaan khusus:
Dilakukan bila ada riwayat atau indikasi,misalnya:
oEKG pada anak
oFungsi hati pada pasien ikterus
oFungsi ginjal pada pasien hipertensi
oElektrolit pada pasien ileus obstuktif atau bedah mayor
2.Jika diperlukan,maka dokter anestesi dianjurkan
meminta konsultasi spesilalistik lain
3.Hasil pemeriksaan,evaluasi ,konsultasi dan tindak lanjut
dicatat dalam dokumen rekam medis
8. Terapi Puasa dan pemberian cairan
9. Edukasi Pengosongan lambung dilakukan dengan puasa.
Pasien dewasa dipuasakan dari makanan padat 6-12 jam
pra bedah,dari
minum susu 6 jam pra bedah dan dari minum air putih 4
jam pra bedah.pasien
anak-anak mengikuti jadual sebagai berikut:
Umur Susu/makanan padat Air putih
< 6bulan 4 jam 2 jam
6-36 bulan 6 jam 3 jam
> 36 bulan 8 jam 3 jam
10. Prognosis
11. Indikator Medis (Anasthesi) 1.kesadaran pasien
2.reflek bulu mata
3.tonus otot polos
4.diameter pupil
5.tanda –tanda vital
12. Kepustakaan  Anestesiologi,FKUI,Jakarta 1989
 Morgan GE, Clinical Pharmacology Inhalational
Anesthetics in Clinical Anesthesiology; 2001, 127-
177
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan Fisik
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang
8. Terapi
9. Edukasi
10. Prognosis
11. Indikator Medis
12. Kepustakaan

Anda mungkin juga menyukai