Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK

Oleh :

Pembimbing :

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mikobakterium


tuberkulosis yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ
tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi
primer. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, merupakan organisme patogen
maupun saprofit. Jalan masuk untuk organisme adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Sebagian besar infeksi TB menyebar
lewat udara melalui terhirupnya nukleus droplet yang berisikan organisme basil
turbekel dari seseorang yang terinfeksi.1,2

2.2. Epidemiologi

Tuberkulosis (TBC) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting


di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai “Global Emergency “. Laporan WHO tahun
2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberculosis, pada tahun 2002,
3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia
telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar
kasus TBC terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TBC di dunia.
Tiap tahun ada 8-10 kasus baru dengan tiga juta kematian per tahun. Di negara
berkembang, 1,3 juta anak mengidap TBC dengan 450.000 kematian tiap tahun.2,9

2.3 Etiologi

Mycobacterium tuberculosis adalah suatu jenis kuman yang berbentuk


batang lurus kadang dengan ujung melengkung, gram positif, lemah, pleiomorfik,
tidak bergerak, tidak membentuk spora, dengan ukuran panjang 2-4/um dan tebal
0,3-0,6/um, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan .
Kuman merupakan aerob wajib (obligat) yang tumbuh pada media sintesis yang
mengandung gliserol sebagai sumber karbon dan garam amonium sebagai sumber
nitrogen. MTB memiliki dinding yang sebagian besar terdiri atas lipid,
kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman
lebih tahan asam dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis.
Kuman dapat hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin ( dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es ) dimana kuman dalam keadaan
dormant. Dari sifat ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit
2,10
tuberkulosis menjadi aktif lagi .
2.4 Faktor resiko 2,3
Faktor resiko infeksi TB
 Anak-anak yang terekspose dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak
TB positif)
 Risiko timbulnya transmisi kuman dari dewasa ke anak-anak jika orang
dewasa tersebut BTA sputum positif juga terdapat infiltrat yang luas pada
lobus atas atau kavitas, produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif
dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat,terutama
sirkulasi udara yang tidak baik serta kemiskinan
 Tinggal di daerah endemis
 Orang-orang pengguna obat-obatan suntik
 Petugas kesehatan yang merawat pasien beresiko tinggi

Faktor resiko penyakit TB 2,3


 Bayi dan anak usia <5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami
progresi infeksi menjadi sakit TB karena imunitas selulernya belum
berkembang dengan sempurna
 Sosioekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan hunian,
pengangguran, pendidikan yang rendah,
 Konversi uji tuberkulin dari negatif menjadi positif dalam 1 tahun terakhir
 Orang dengan malnutrisi, imunokompromais (HIV, keganasan, tranplantasi
organ, pengobatan imunosupresif), diabetes melitus, gagal ginjal kronik,
silikosis, infeksi berat/pasca infeksi (morbili, varicella, pertusis)

2.5 Cara penularan


Penularan pada anak biasanya dari orang dewasa yang mempunyai kontak
erat dengan anak. Pada waktu bersin atau batuk, penderita menyebabkan kuman ke
udara dalam bentuk droplet (percikan darah). Droplet yang mengandung kuman
dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat
terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Setelah
kuman TBC masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TBC
tersebut menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran
darah, saluran limfe, saluran napas atau penyebaran langsung ke bagian-bagian
tubuh lainnya. Daya penularan seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan oleh parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan
dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif,
maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang
terinfeksi TBC ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut. Penularan pada anak bisa juga melalui kulit dan minum
susu sapi 2,3,5,11

2.6 Patogenesis
Paru merupakan port d entree lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil (<5 µm), kuman TB dalam droplet nuklei yang
terhirup dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat
dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis non spesifik. Akan tetapi pada
sebagian kasus, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat
menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB
yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak
dapat dihancurkan akan terus berkembang biak dalam makrofag, dan akhirnya
menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi ditempat
tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.2,3
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke
lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi disaluran
limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus
primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah
kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di apeks
paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus primer,
limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer.2,3,4
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi TB
berlangsung selama 2-12 minggu, biasanya selama 4-8 minggu.6 Pada saat
terbentuknya kompleks primer, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah
terjadi kompleks primer, imunitas seluler tubuh terhadap TB terbentuk, yang dapat
diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji
tuberkulin positif. Selama masa inkubasi uji tuberkulin masih negatif. Pada
sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, pada saat sistem
imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan tetapi sebagian kecil
kuman TB akan dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah
terbentuk, kuman TB baru yang masuk kedalam alveoli akan segera dimusnakan
oleh imunitas seluler spesifik (cellular mediated immunity, CMI ).3
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer dijaringan paru mengalami
resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami
nekrosis perkijuan dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna fokus primer dijaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala
sakit TB.2,3
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang
terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus
primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal.
Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan
keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).3
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar
ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer atau berlanjut menyebar
secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu
kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya
penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit
sistemik.3,4,5
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar. Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara
sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman
TB kemudian mencapai berbagai organ diseluruh tubuh, bersarang di organ yang
mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limpa dan kelenjar limfe
superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang,
ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut tetap hidup, tetapi
tidak aktif, demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut
dengan fokus Simon, yang di kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi
TB apeks paru saat dewasa.2
Pada anak, 5 tahun pertama setelah terjadi infeksi (terutama 1 tahun
pertama) biasanya sering terjadi komplikasi TB. Menurut Wallgren, ada tiga bentuk
dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan
TB paru kronik. Tuberkulosis paru kronik adalah TB pascaprimer sebagai akibat
reaktivasi kuman di dalam fokus yang tidak mengalami resolusi sempurna.
Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak tetapi sering terjadi pada remaja dan dewasa
muda.
Perjalanan alamiah
Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan,
sehingga dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu kalender
terjadinya TB di berbagai organ.2
Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberkulin
biasanya positif dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Pada
awal terjadinya infeksi TB, dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema
nodosum, tetapi kelainan kulit ini berlangsung singkat sehingga jarang terdeteksi.
Sakit TB primer dapat terjadi kapan saja pada tahap ini.2
Tuberkulosis milier dapat terjadi setiap saat, tetapi biasanya berlangsung
dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB, begitu juga dengan meningitis TB.
Tuberkulosis pleura terjadi dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB.
Tuberkulosis sistem skeletal terjadi pada tahun pertama, walaupun dapat terjadi
pada tahun kedua dan ketiga. Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi lebih lama, yaitu
5-25 tahun setelah infeksi primer. Sebagian besar manifestasi klinis sakit TB terjadi
pada 5 tahun pertama, terutama pada 1 tahun pertama, dan 90% kematian karena
TB terjadi pada tahun pertama setelah diagnosis TB.2,3

2.7 Diagnosis
Konfirmasi pasti pada TB paru adalah dengan mengisolasi Mycobacterium
tuberculosis dari sputum, bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau
biopsi jaringan. Spesimen untuk kultur yang paling baik pada anak adalah cairan
lambung pagi hari yang diambil sebelum anak bangun dari tidur. Akan tetapi semua
hal diatas memang sulit untuk dilakukan pada anak, sehingga sebagian besar
diagnosis berdasarkan gejala klinis, gambaran radiografi thorax, dan tuberkulin
test.2,3,8
Gejala sistemik/umum: .2,3,8

 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan


malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
 Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas
dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi
yang baik dan nafsu makan menurun
 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
dan sebab lain telah disingkirkan
 Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit
 Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
 Diare kronik yang tidak ada perbaikan setelah ditangani.

Gejala khusus: .2,3

 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara
"mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
 Kalau ada cairan dirongga pleura, dapat disertai dengan keluhan sakit
dada.
 Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit
di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Petunjuk WHO untuk diagnosis TB pada anak: .2,3,7,10,11

1. Dicurigai TB (suspected TB)


- Anak sakit dengan riwayat kontak penderita TB dengan BTA
positif.
- Anak dengan :
i. Keadaan klinis tidak membaik setelah menderita campak
atau batuk rejan
ii. Berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, batuk dan
mengi yang tidak membaik dengan pengobatan antibiotika
untuk penyakit pernafasan
iii. Pembesaran kelenjar superfisial yang tidak sakit

2. Mungkin TB (probable TB)


- Uji tuberculin positif ( 10 mm atau lebih )
- Foto rontgen paru sugestif TB
- Pemeriksaan histopatologis biopsi sugestif TB
- Respon yang baik pada pengobatan dengan OAT

3. Pasti TB (confirmed TB)


Ditemukan basil TB pada pemeriksaan langsung atau biakan.

SISTEM SKORING DIAGNOSIS TUBERKULOSIS ANAK


Parameter 0 1 2 3
Kontak TB tidak Laporan keluarga Kavitas (+) BTA (+)
jelas BTA (-) BTA tidak jelas
Tidak tahu

Uji Tuberkulin negatif Positif (≥ 10mm


atau ≥5mm pada
keadaan
imunosupresi)
Berat badan / BB/TB <90% Klinis gizi
keadaan gizi BB/U <80% buruk
BB/TB <70%
BB/U <60%
Demam tanpa ≥2 minggu
sebab jelas
Batuk ≥3 minggu
Pembesaran ≥1 cm
KGB colli, Jumlah >1
axilla, inguinal Tidak nyeri
Pembengkakan Ada pembengkakan
tulang/sendi
panggul, lutut,
falang
Foto rontgen N / Infiltrat Kalsifikasi+infi
tidak Pembesaran KGB ltrat
jelas Konsolidasi Pembesaran
segmental/lobar KGB+infiltrat
Atelektasis

Catatan:
- Didiagnosis TB jika jumlah skor ≥6, (skor maksimal 14)
- Jika dijumpai skrofuloderma langsung di diagnosis TBC
- Foto rontgen bukan alat diagosis utama pada TBC anak

2.8 Pemeriksaan penunjang


A.Uji Tuberkulin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TBC yang mempunyai sifat
antigenik yang kuat. Jika disuntikan secara intrakutan pada seseorang yang telah
terinfeksi TBC (kompleks primer pada tubuhnya) akan memberikan indurasi
dilokasi suntikan yang terjadi karena vasodilatasi lokal,edema, endapan fibrin dan
meningkatnya sel radang lain di daerah suntikan. Uji tuberkulin mempunyai nilai
diagnostik yang tinggi terutama pada anak dengan sensitivtas dan spesitifitas lebih
dari 90%.1,2,3,7,13
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara
mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada
½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, dengan menyuntikkan PPD (Purified
Protein Derivate) 5 IU sebanyak 0,1 cc secara intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian
uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari
pembengkakan (indurasi) yang terjadi. 1,7,13

Gambar 5. Interpretasi hasil mantoux


1. Pembengkakan : 0–4mm, uji mantoux negatif.
(Indurasi) Arti klinis : tidak ada infeksi M.
tuberculosis.

2. Pembengkakan : 3–9mm, uji mantoux meragukan.


(Indurasi) Hal ini bisa karena kesalahan teknik,
reaksi silang dengan M. atipik atau
setelah vaksinasi BCG.

3. Pembengkakan : ≥ 10mm, uji mantoux (+). Arti klinis :


(Indurasi) sedang
atau pernah terinfeksi M. tuberculosis.

Definisi positif uji tuberculin pada bayi, anak dan dewasa


Indurasi ≥ 5 mm
 Kontak dengan penderita atau suspek penyakit TB
 Anak-anak dengan tanda klinis dan gambaran radiologi penyakit TB
 Anak-anak dengan keadaan imunosupresi seperti HIV dan tranplantasi
organ
 Pasien dalam pengobatan immunosupresif seperti kortikosteroid ( ≥
15 mg/24 jam prednison atau sejenisnya selama ≥ 1 bulan )
Indurasi ≥ 10 mm
 Bayi dan anak-anak usia ≤ 4 tahun
 Anak-anak dengan kondisi medis lemah yang meningkatkan resiko
(penyakit ginjal, gangguan hematologi, diabetes melitus, malnutrisi,
pengguna obat suntik)
 Anak-anak yang kontak erat dengan orang dewasa yang beresiko
tinggi TB
 Lahir atau baru pindah ( ≤ 5 tahun ) dari negara dengan angka
prevalensi TB tinggi
Indurasi ≥15 mm
 Anak-anak usia > 4 tahun atau lebih tanpa ada faktor resiko

Uji tuberculin positif dapat dijumpai pada 3 keadaan sebagai berikut :


1. Infeksi TB alamiah
a. Infeksi TB tanpa sakit
b. Infeksi TB dan sakit TB
c. Pasca terapi TB
2. Imunisasi BCG ( infeksi TB buatan )
3. Infeksi mikrobakterium atipik / M. leprae.
Uji tuberculin negatif pada 3 kemungkinan keadaan berikut :
 Tidak ada infeksi TB
 Dalam masa inkubasi infeksi TB
 Anergi

B. Radiologis 9,13
Gambaran foto Rontgen toraks pada TB tidak khas, kelainan-kelainan
radiologis pada TB dapat juga dijumpai pada penyakit lainnya. Interpretasi foto
biasanya sulit, harus hti-hati kemungkinan bisa overdiagnosis atau
underdiagnosis. Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah:
 Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat
 Konsolidasi segmental/lobar
 Milier
 Kalsifikasi dengan infiltrat
 Atelektasis
 Kavitas
 Efusi pleura
 Tuberkuloma

C. Mikrobiologi 13
Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan
mikroskopik apusan langsung untuk menemukan BTA, pemeriksaan biakan
kuman M. Tuberkulosis dan pemeriksaan PCR.
Pada anak pemeriksaan mikroskopik langsung sulit dilakukan karena sulit
mendapatkan sputum sehingga harus dilakukan bilas lambung. Dari hasil bilas
lambung didapatkan hanya 10 % anak yang memberikan hasil positif. Pada kultur
hasil dinyatakan positif jika terdapat minimal 10 basil per milliliter spesimen. Saat
ini PCR masih digunakan untuk keperluan penelitian dan belum digunakan untuk
pemeriksaan klinis rutin.2,5

2.9 Tatalaksana TB
Tatalaksana TB pada anak merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan
antara pemberian medikamentosa, penanganan gizi, dan pengobatan penyakit
penyerta. Selain itu, penting untuk dilakukan pelacakan sumber infeksi, dan bila
ditemukan sumber infeksi juga harus mendapatkan pengobatan. Upaya perbaikan
kesehatan lingkungan juga diperlukan untuk menunjang keberhasilan
pengobatan.2,12
Medikamentosa
a. Pengobatan TB 2,12
Terdapat 2 fase :
 fase intensif dengan tiga macam obat (2 bulan pertama) yaitu rifampisin,
isoniazid, pirazinamid
 fase lanjutan dengan dua macam obat (4 bulan lebih) yaitu rifampisin dan
isoniazid.

Berdasarkan American Academy of Pediatric telah mendukung regimen 6 bulan


INH dan RIF yang ditambah selama 2 bulan PZA sebagai terapi baku tuberkulosis
3
intratorak pada anak. Pemberian panduan obat ini ditujukan untuk mencegah
terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan
ekstraseluler. Sedangkan pemberian obat jangka panjang selain untuk membunuh
kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya relaps. Berbeda dengan
orang dewasa, OAT anak diberikan setiap hari, bukan 2 atu 3 kali dalam seminggu.
Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketidakteraturan menelan obat yang lebih
sering terjadi pada anak-anak. Dosis obat juga haus disesuaikan berat badan anak.
Prisip dasar pengobatan TBC harus dapat menembus berbagai jaringan termasuk
selaput otak2,3,11
b. Obat yang digunakan 2,3
 Obat TB utama (first line) saat ini adalah rifampisin (R), isoniazid (H),
pirazinamid (Z), etambutol (E), streptomisin (S). Rifampisin dan isoniazid
merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol
dan streptomisin.
 Obat TB lain (second line) adalah para-aminosalicylic acid (PAS),
cycloserin terizidone, ethionamide, prothionamide, ofloxacin, levofloxacin,
moxifloxacin, gatifloxacin, ciprofoloxacin, kanamycin, amikacin, dan
capreomycin, yang digunakan jika terjadi MDR.

I. Obat Tuberkulosis Primer (First line)


Obat TBC Lini I
Nama Obat Dosis harian Dosis maksimal Efek Samping
(mg/kgBB/hari) (mg/hari)

Isoniazid 5-15* 300 Hepatitis, neuritis perifer,


hipersensitivitas
Rifampisin** 10-20 600 Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis,
trombositopenia, peningkatan enzim
hati, cairan tubuh berwarna oranye
kemerahan

Pirazinamid 15-30 2000 Toksisitas hati, atralgia,


gastrointestinal
Etambutol 15-20 1250 Neuritis optik, ketajaman penglihatan
berkurang, buta warna merah-hijau,
penyempitan lapang pandang,
hipersensitivitas, gastrointestinal
Streptomisin 15-40 1000 Ototoksis, nefrotoksik

* Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh


melebihi 10 mg/kgBB/hari.
** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena
dapat mengganggu bioavailabilitas rifampisin. Rifampisin diabsorpsi
dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (satu jam
sebelum makan.
Dosis Obat Antituberkulosis (OAT)

Obat Dosis harian Dosis 2x/minggu Dosis 3x/minggu


(mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari)

15-40 (maks. 900 15-40 (maks. 900


INH 5-15 (maks 300 mg)
mg) mg)

10-20 (maks. 600 10-20 (maks. 600 15-20 (maks. 600


Rifampisin
mg) mg) mg)

Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)

Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)

25-40 maks. 1,5


Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g)
g)

3.2 Fixed Dose Combination (FDC) 2,3

FDC adalah sediaan obat kombinasi dalam dosis yang telah ditentukan.
Untuk menjaga kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama
dengan jumlah obat yang banyak. 1,2,3

Keuntungan penggunaan FDC dalam pengobatan TB : 1,2,3

 Menyederhanakan pengobatan dan mengurangi kesalahan penulisan resep


 Meningkatkan penerimaan dan keteraturan pasien
 Mempermudah pengelolaan obat (proses pengadaan, peyimpanan, dan
distibusi obat)
 Mengurangi kesalahan penggunaan obat TB (mooterapi) sehingga
mengurangi resistensi
 Mengurangi kegagalan pengobatan dan terjadinya kekambuhan.
Gambar 10. Dosis kombinasi FDC TBC pada anak

Berat badan (kg) 2 bulan 4 bulan

RHZ (75/50/150 mg) RH (5/50 mg)


5–9 1 tablet 1 tablet
10 – 19 2 tablet 2 tablet
20 – 32 4 tablet 4 tablet

Catatan:
 Bila BB ≥33 kg dosis sesuai tabel yang sebelumnya.
 Bila BB < 5 kg sebaikna dirujuk ke RS.
 Obat harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah).

II. Obat Tuberkulosis Sekunder (second line)

Gambar 11. Obat TBC Lini II


Nama obat Dosis harian Dosis Efek samping
(mg/kgBB/hari) maksimal (mg
per hari)
Ethionamide atau 15-20 1000 Muntah,
Prothionamide gangguan
gastrointestinal
*,sakit sendi
Floroquinolones**
Ofloxacin 15-20 800
Levofloxacin 7,5-10 -
Moxifloxacin 7,5-10 -
Gatifloxacin 7,5-10 -
Ciprofloxacin 20-30 1500
Aminoglycosides
Kanamycin 15-30 1000 Ototoksisitas,
Amikacin 15-22,5 1000 toksisitas hati
Capreomycin 15-30 1000
Cycloserin 10-20 1000 Gangguan psikis,
terizidone gangguan
neurologis
Para-aminosalicylic 150 12000 Muntah,
acid gangguan
gastrointestinal
* dapat ditanggulangi dengan dosis terbagi
** meskipun belum disetujui untuk terapi anak tetapi kalau sangat diperlukan dapat
diberikan dengan mengabaikan efek samping

3. Komplikasi
Limfadenitis, meningitis, osteomielitis, arthtritis, enteritis, peritonitis,
penyebaran ke ginjal, mata, telinga tengah dan kulit dapat terjadi. Bayi yang
dilahirkan dari orang tua yang menderita tuberkulosis mempunyai risiko yang besar
untuk menderita tuberkulosis. Kemungkinan terjadinya gangguan jalan nafas yang
mengancam jiwa harus dipikirkan pada pasien dengan pelebaran mediastinum atau
adanya lesi pada daerah hilus.11,13

4. Prognosis

Pada pasien dengan sistem imun yang prima, terapi menggunakan OAT terkini
memberikan hasil yang potensial untuk mencapai kesembuhan. Jika kuman sensitif
dan pengobatan lengkap, kebanyakan anak sembuh dengan gejala sisa yang
minimal. Terapi ulangan lebih sulit dan kurang memuaskan hasilnya. Perhatian
lebih harus diberikan pada pasien dengan imunodefisiensi, yang resisten terhadap
berbagai rejimen obat, yang berespon buruk terhadap terapi atau dengan komplikasi
lanjut. Pasien dengan resistensi multiple terhadap OAT jumlahnya meningkat dari
waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena para dokter meresepkan rejimen terapi yang
tidak adekuat ataupun ketidakpatuhan pasien dalam menjalanin pengobatan. 11,13,14

Ketika terjadi resistensi atau intoleransi terhadap Isoniazid dan Rifampin, angka
kesembuhan menjadi hanya 50%, bahkan lebih rendah lagi. Dengan OAT (terutama
isoniazid) terjadi perbaikan mendekati 100% pada pasien dengan TB milier. Tanpa
terapi OAT pada TB milier maka angka kematian hampir mencapai 100%.12,14
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. Price. A,Wilson. L. M. Tuberkulosis Paru. Dalam: Patofisiologi


Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, bab 4, Edisi VI. Jakarta: EGC,
2004 : 85264.
2. Nastiti R, Darmawan B S, dkk. Tuberkulosis. Bab 4. Buku ajar
respirologi anak, edisi pertama. IDAI 2010. 162-252
3. Nelson LJ, Schneider E, Wells CD, and Moore M.Nelson Textbook of
Pediatrics. Chapter XVII Infection : Section III Bacterial Infection:
Tuberculosis. 18th edition. Philadelphia: W.B.Saunders Company,
2007
4. NN. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 27 Juli 2009.
Available from http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN_2007.pdf
5. 4.Chandra P, Evelyn P. Tuberculosis. 22 Juli 2009. Available
from http:// www.en.wikipedia.org/wiki/Tuberculosis
6. Rahajoe, Nastiti N., dkk, Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. UKK
Pulmonologi PP IDAI, Juni, 2005.
7. Tierney Jr., Lawrence M, Current Medical Diagnosis and Treatment.
Chapter 9 Lung : Pulmonary Infections: Pulmonary Tuberculosis, Mc
Graw Hill, 2008.
8. Anne A G, Peter J, dkk. Tuberculosis.Chapter 39. Infectious diseases of
children. Eleventh edition. Krugman’s. 2004
9. World Health Organization. Implementing the WHO Stop TB Strategy-
A handbook for national TB control programmes. Chapter 4-
Tuberculosis in Children. Geneva, WHO. 2008
10. Staff pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku kuliah 2 Ilmu Kesehatan
Anak. Tuberkulosis Pada Anak. Jakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK UI. 2005
11. Perkumpulan Pemberantasan Tuberukulosis Indonesia. Jurnal
Tuberkulosis Indonesia. Vol 3. 2 September 2006
12. Amin Z, Bahar S. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I,Simadibrata KM, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II, Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI , 2006: 998-1005, 1045-9

Anda mungkin juga menyukai